Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GLAUKOMA

DOSEN PEMBIMBING
Ahmuddin, S.Kep, Ns

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2

1. DEVI YULIANA (A.19.11.072)


2. JARNIATI (A.19.11.056)
3. JUSRIANI (A.19.11.057)
4. NURTASBI RAMADHANI (A.19.11.058)
5. RAUDAH NOFAYANTI (A.19.11.060)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN


PANRITA HUSADA BULUKUMBA DOMISILI SELAYAR
TAHUN AJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa sholawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat dan
karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing, Ns. Robistul Adawiyah, M.Kep dan teman–teman semua yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik terstruktur perspsi sensori Program Studi
S1 Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini
agar menjadi lebih baik.

selayar, 27 maret 2021.

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................

A. Latar belakang .................................................................................................................


B. Rumusan masalah ............................................................................................................
C. Tujuan ..............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................

A. Defnisi glaukoma ...........................................................................................................


B. Klasifikasi glaukoma .......................................................................................................
C. Etologi glaukoma ............................................................................................................
D. Patofisiologi glaukoma ....................................................................................................
E. Manifestasi klinis glaukoma ............................................................................................
F. Pemeriksaan penunjang glaukoma ..................................................................................
G. Penatalaksanaan glaukoma ..............................................................................................
H. Pathway glaukoma ..........................................................................................................

BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................

A. Pengkajian .......................................................................................................................
B. Diagnosa ..........................................................................................................................
C. Intervensi .........................................................................................................................
D. Evaluasi ...........................................................................................................................

BAB IV PENUTUP ....................................................................................................................

A. Kesimpulan ......................................................................................................................
B. Saran ................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk kehidupan manusia.
Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan
yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan sempitnya lapangan kerja, hanya orang-orang
yang sempurna dengan segala indranya saja yang mendapat kesempatan kerja termasuk
matanya.mata merupakan anggota badan yang sangat peka. Trauma seperti debu sekecil
apapun yang masuk kedalam mata, sudah cukup untuk menimbulkangangguan yang hebat,
apabila keadaan ini diabaikan, dapat menimbulkan penyakit yang sangat gawat.

Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua
terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010
akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak
bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan.

Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang tanpa gejala
yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan penglihatan sampai
terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak
menyadari mereka menderita penyakit tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh
glaukoma tidak dapat diperbaiki, maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan
sedini mungkin.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah definisi dari glaukoma.
b. Bagemana klasifikasi glaukoma.
c. Bagemana etiologi glaukoma.
d. Bagemana patofisiologi glaukoma.
e. Bagemana manifestasi klinis glaukoma.
f. Bagemana pemeriksaan medis glaukoma.
g. Bagemana penatalaksanaan glaukoma.
h. Bagemana Pathway glaukoma
i. bagemana asuhan keperawatan glaukoma.

C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui definisi dari glaukoma.
b. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma.
c. Untuk mengetahui etiologi glaukoma.
d. Untuk mengetahui patofisiologi glaukoma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis glaukoma.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan medis glaukoma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glaukoma.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis
yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segalah akibatnya.
(Indriana dan N Istiqomah; 2004).

Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan
intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak lapang pandang yang khas.
(Tamsuri A; 2010)

Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra
okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan pupil syaraf
optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam
pengelihatan. (Martinelli; 1991 dan Sunaryo Joko Waluyo; 2009)

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat,sehingga
terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan
(Dwindra M; 2009)

B. Klasifikasi glaukoma
1. Glaukoma primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu timbul pada
mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit pada kedua mata.
Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga, DM Arteri osklerosis,
pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan lain-lain dan
berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-95%), yang
meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang disebut sudut
terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem,
dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal
biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang
anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang
timbul.
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena ruang anterior
secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan
trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan
iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan diruang
posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari
penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat,
penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak segera ditangni
akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang
menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata. Kondisi ini
secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan atau
reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi akibat:
 Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak
 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea
 Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

3. Glaukoma kongenital
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah kelahiran,
biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam mata tidak berfungsi
dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran
mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan peka terhadap cahaya. Glaukoma
Kongenital merupakan perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder
terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%) manifestasi klinik biasanya adanya
pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia blepharospme.

C. Etiologi

Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah perubahan anatomi sebagai


bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan predisposisi faktor genetik.
Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses patologik dari sistem
tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antara lain riwayat glauakoma pada
keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.

D. Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aqueus oleh
badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aquelus melalui sudut
bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan
episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23
mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi
akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina.
Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan
tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut saraf
pada papil saraf optik.
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi penggaungan
pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).

E. Manifestasi klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara
tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
 Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
 Indentasi dengan tonometer schiotz
 Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
 Nonkontak pneumotonometri
 Tonomerti Palpasi atau Digital

Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab
cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam keadaan
terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk diletakan
diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh
ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras
pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini
selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari
menahan, jari lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan
dicatat sebagai berikut :
 N : normal
 N + 1 : agak tinggi
 N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N – 1 : lebih rendah dari normal
 N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi diperlukan
untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil saraf
optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil saraf optik
yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu
pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau
terus melebar.
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih
lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di
daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang meliputi
daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang ditemukan para
sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas, 2002: 242-248).

G. Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka sudut yang
tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif (mengurangi nyeri,
mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang serta
mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).

Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan hiperosmotik seperti


gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20% intravena. Humor aqueus ditekan
dengan memberikan karbonik anhidrase seperti acetazolamide (Acetazolam, Diamox).
Dorzolamide (TruShop), methazolamide (Nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga
dilakukan dengan memberikan agens penyekat beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan),
timolol (Timopic), atau levobunolol (Begatan).

Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil dengan miotikum
seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam. Miotikum ini menyebabkan
pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan. Pemberian miotikum dilakukan apabila telah
terdapat tanda-tanda penurunan TIO.

Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan memberikan


analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau kostikosteroid untuk reaksi
radang.Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran schlemm
sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah. Tindakan pembedahan
dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal,
dapat dilakukan siklokrioterapi (Pemasanag selaput beku).
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan terhadap
penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma merupakan penyakit kronis
dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam pengobatan untuk
mengontrol glaukoma dan adanya pengabaian untuk mempertahankan pengobatan dapat
menyebabkan kehilangan pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang penyakit ini serta
penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan
yang diberikan harus menekan bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi
pengelihatan, tetapi hanya mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.

H. PATHWAY GLAUKOMA

Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata

Obstruksi jaringan peningkatan tekanan


Trabekuler Vitreus

Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan


Cairan humor aqueous

Nyeri TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat

Gangguan saraf optik tindakan operasi

Gangguan Perubahan penglihatan Anxietas Kurang


persepsi Perifer pengetahuan
sensori

Kebutaan
BAB III
Teori asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas
 Nama
 Alamat
 Jenis kelamin
 Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
 Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari
kulit putih (dewit, 1998).
 Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
b. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang dan
mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dan sering
menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya atau pada
saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang
akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma
(terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit
glaucoma sudut terbuka primer.
c. Psikososisl: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,
berkendaraan.
d. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi
lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera anterior
dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
 Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
 Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata,
sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi
terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang
mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang lain.
 Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle
didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure ≥ 30
mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat sudut normal pada
glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia
(perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup.
Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang
pada waktu TIO normal sudutnya sempit. (Indriana N dan Istiqomah; 2004)

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual
dan muntah.
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan
status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat,
salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak
akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

3. Intervensi keperawatan
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan
mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil  :
1.pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
2.pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
3.ekspresi wajah rileks
Intervensi utama : Manajemen nyeri
Observasi
 Identifikasi lokal,karakteristik,durasi ,frekuaensi, kualitas,intensitas nyeri
 Identifikasi skla nyeri
 Identifikasi respons non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan kenyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaru nyeri pada kualitas hidup\
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan tehnik non farmokologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,biofeedback, terapi pijak, aroma terapi,
tehnik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan )
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredahkan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode ,dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan
penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang
pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil :
1. Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
2. Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan
lebih lanjut.
Intervensi utama : minimalisasi rangsangan
Observasi
 Periksa status mental,status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis. Nyeri,
kelelahan)
Terapeutik
 Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. Bising, terlalu
terang)
 Batasi stimulus lingkungan (mis. Cahaya, suara, aktivitas)
 Jadwalkan aktifiktas harian dan waktu istirahat
 Kombinasikan prosedur atau tindakan dalam satu waktu sesuai kebutuhan
Edukasi
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. Mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,mengatasi kunjungan)
Kolaborasi
 Kolaborasi dalam meminimalisasikan prosedur atau tindakan
 Kolaborasi pemberian obat yang memperngaruhi persepsi stimulus

c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,


kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan
ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian
hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
1. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat.
2.Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
3.Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi utama : reduksi ansietas
Observasi
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor)
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
 Jelaskan prosdur, termasuk sensasi yang mungkin di alami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,pengobatan, dan proknosis
 Anjukan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melalukan kegiatan yang tidak kompotitip, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketengangan
 Latih pengunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latuh teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan


pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat,
salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi,
tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan  : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan
pengobatannya.
Kriteria Hasil :
1. pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan
pengobatan.
2. Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
3. Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi : Edukasi kesehatan
Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
 Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalakan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
 Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.

4. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan glaukoma
diharapkan sebagai berikut:
a. Nyeri dapat berkurang dan hilang
b. Pasien dapat mempertahankan lapang pengelihatan dengan optimal dan
mencegah kehilangan pengelihatan lebih lanjut
c. Kehawatiran pasien berkurang dan hilang
d. Pasien mengetahui tentang kondisi dan cara penanganan penyakit yang
dideritanya.


BAB IV
PENUTUP

A. Keimpulan

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang
secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin
berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran
cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola
mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata
tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati

Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu: glaukoma primer, sekunder dan


kongenital. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang
pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat
dilakukan berbagai terapi obat-obatan, sala satunya adalah dengan pemberian terapi timolol
yang bertujuan untuk menurunkan intraokuler (TIO).

B. Saran
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas keperawatan secara
optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena
bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka
penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan
pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan yang benar pada klien dengan glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-bedah.


Jakarta: EGC, 2010.
2. Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta: EGC. 1999.
3. Indriana dan N Istiqomah.

Anda mungkin juga menyukai