Anda di halaman 1dari 46

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN

Dosen Pengampuh: Ns. Jolli Panamon, MSN,RN

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

Putra Sondakh

I wayan Priska

Jeremia R Munoimbala

Cahya M Noor

Dortea Magai

Sutri Tinangon

Meylin Maningkas

Conny Rumintjap

Anita N Dorsa

Janet Siodo

Cristiani Ayal

B 1 (Semester 5)

UNIVERSITAS PEMBANGUAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III dengan pokok bahasan Asuhan Keperawatan Sistem
Integumen.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
menyusun makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk memberikan kontribusi bagi kita dalam memajukan ilmu keperawatan.

Manado, Oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Tujuan .................................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian .............................................................................................................. 2
B. Etiologi .................................................................................................................. 2
C. Patofisiologi .................................................................................................................. 3
D. Manifestasi Klinis.......................................................................................................... 3
E. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................. 5
F. Penatalaksanaan ............................................................................................................ 5

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian ............................................................................................................. 6
B. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 10
C. Intervensi ............................................................................................................... 10
D. Implementasi ......................................................................................................... 16
E. Evaluasi ................................................................................................................. 16

PERENCANAAN PROMOSI KESEHATAN ...................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi,
dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan
bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar
keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin
"integumentum", yang berarti "penutup".
Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan yang terdapat
pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit merupakan organ
yang paling luas permukaan yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit
sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia.
Cahaya matahari mengandung sinar ultra violet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh. misanya menjadi pucat, kekuning-
kunigan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat.
Ganguan psikis juga dapat mengakibatkan kelainan atau perubahan pada kulit misanya
karna stres, ketakutan, dan keadaan marah akan mengakibatkan perubahan pada kulit
wajah.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sistem integumen
2. Untuk mengetahui fungsi sistem integumen
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan sistem integumen
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Sistem Integumen


Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup". Sistem
integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan
menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan
bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar
keringat dan produknya (keringat atau lendir).
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia
rata-rata 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg
jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang.
Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis,
seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-
sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra
violet matahari.
Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat berbeda.
Sifat-sifat anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan -tuntutan faali yang
berbeda di masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak tangan, telapak
kaki, kelopak mata, ketiak dan bagian lainnya merupakan pencerminan penyesuaiannya
kepada fungsinya masing - masing. Kulit di daerah -daerah tersebut berbeda ketebalannya,
keeratan hubungannya dengan lapisan bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta
banyaknya andeksa yang ada di dalam lapisan kulitnya.
Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur atau garis-garis halus yang membentuk
pola yang berbeda di berbagai daerah tubuh serta bersifat khas bagi setiap orang, seperti
yang ada pada jari-jari tangan, telapak tangan dan telapak kaki atau dikenal dengan pola
sidik jari (dermatoglifi).

B. Etiologi
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Di antaranya adalah faktor
kebersihan, daya tahan tubuh (imunitas), kebiasaan, atau perilaku sehari-hari (makanan,
pergaulan, atau pola hubungan) seksual, faktor fisik, bahan kimia, mikrobiologi, serta
faktor lingkungan. Banyak klien dengan masalah penyakit kulit lebih senang berobat jalan
dan dirawat dirumah, karena merasa tdak bermasalah secara klinis, dan baru mau
menjalani perawatan dirumah sakit jika kondisi penyakitnya sudah parah. Ini perlu
diperhatikan oleh perawat maupun klien menjalani peawatan dirumah. Klien perlu dibekali
dengan pengetahuan tentang proses penyakit., cara perawatan lesi, prosedur pengobatan,
maupun pola hidupnya. Hal ini perlu dilakukan agar penyakit klien tidak menjadi kronis
dan klien dapat berobat secara tuntas sehingga tidak menulari angota keluarga atau orang
lain.
C. Patofisiologi
Apabila kulit mengalami kelainan atau timbul penyakit pada kulit, akan terjadi
perubahan penampilan. Perubahan penampilan tersebut dapat menimbulkan reaksi
psikologis. Sebagian besar klien dengan masalah kulit memiliki perasaan yang lebih
sensitive sehingga timbul perasaan kurang dihargai, rendah diri, dianggap jijik dan
perasaan dikucilkan. Ketika hal itu terjadi, perawat tidak boleh memperlihatkan gerakan
nonverbal maupun verbal yang negative.

D. Manifestasi Klinis
Bentuk-bentuk ruam primer
Gambaran Keterangan
Makula Macula adalah kelainan kulit yang sama
tinggi dengan permukaan kulit, warna
berubah dan berbatas jelas, contoh :
meladonema, petekie.
Papula Papula adalah kelainan kulit yang lebih
tinggi dari permukaan kulit, padat, berbatas
jelas, ukuran kurang dari 1 cm. contoh :
dermatitis, kutil.
Plak Plak adalah kelainan kulit yang melingkar,
menonjol, lesi menonjol lebih dari 1 cm.
contoh : Fugoides mikosis terlokalisasi,
neurodermatitis.
Nodula Nodula adalah kelainan kulit yang lebih
tinggi dari permukaan kulit, padat berbatas
jelas, ukurannya lebih dari 1 cm. contoh ;
epitelioma.
Vesikula Vesikula adalah gelembung berisi cairan,
berukuran kurang ari 1 cm. contoh ; cacar air,
dermatitis kontak.
Bula Bula adalah sama dengan vesikula, tapi
ukurannya lebih dari 1 cm, contoh ; luka
bakar.
Pustule Postula adalah sama dengan vesikula tapi
berisi nanah, contoh ; scabies.
Urtika Urtika adalah kelainan kulit yang lebih tinggi
dari permukaan kulit, edema, warna merah
jambu, bentuknya bermacam-macam. Contoh
; gigitan serangga.
Tumor Tumor adalah kelainan kulit yang menonjol,
ukurannya lebih besar dari 0,5 cm.

Bentuk-bentuk ruam sekunder


Gambaran Keterangan
Skuama Skuama adlah jaringan mati dari lapisan
tanduk yang terlepas, sebagian kulit
menyerupai sisik. Contoh : ketombe,
psoriasis.
Krusta Krusta adalah kumpulan eksudat atau sekret
diatas kulit. Contoh : impetigo, dermatitis
terinfeksi.
Fisura Fisura adlah epidermis yang retak, hingga
dermis yerlihat, biasanya nyeri. Contoh :
sifilis konginetal, kaki atlet.
Erosio Erosion adalah kulit yang bagian
epidermisnya bagian atas terkelupas, contoh
: abrasi.
Eksrosio Eksrosio adalah kulit yang epidermisnya
terkelupas, lebih dalam dari pada erosion.
Ulkus Ulkus adalah kulit (epidermis dan dermis)
terlepas karena destruksi penyakit. Pelepasan
ini dapat sampai kejaringan subkutan atau
lebih dalam.
Parut Parut adalah jaringan ikat yang kemudian
terbentuk menggantikan jaringan lebih
dalam yang telah hilang. Contoh : keloid
E. Pemeriksaan Penunjang
Biopsi kulit. Mengambil contoh jaringan dari kulit yang terdapat lesi. Apabila jaringan
yang diambil cukup dalam, kita perlu menggunakan anestesi local. Digunakan untuk
menentukan ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
Uji kultur dan sensitivitas. Untuk mengetahui adanya virus, bakteri, atau jamur pada
kulit yang diduga mengalami kelainan. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui
mikroorganisme tersebut resisten terhadap obat-obatan tertentu. Cara pengambilan bahan
untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat yang terdapat pada permukaan lesi.
Alat yang digunakan untuk mengambil eksudat harus steril.
Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus. Mempersiapkan lingkungan
pemeriksaan dengan pencahayaan khusus sesuai dengan kasus yang dihadapi. Hindari
ruangan pemeriksaan yang menggunakan lampu berwarna-warni karena hal ini akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pada kasus tertentu, pencahayaan dengan menggunakan
sinar matahari (sinar untraviolet) justru sangat membantu dalam menentukan jenis lesi
kulit.
Uji temple. Dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi untuk mengetahui
apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan faktor imunologis, juga untuk mengidentifikasi
respon alerginya. Misalnya, untuk membedakan apakah klien menderita dermatitis kontak
alergi atau dermatitis kontak iritan. Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan
pada kulit. Selanjutnya, kita lihat bagaimana reaksi local yang ditibulkan. Apabila
ditemukan kelainan atau ada perubahan pada kulit, hasil uji ini positif.

F. Penatalaksanaan
Dalam pengobatan penyakit kulit cukup banyak digunakan obat-obat topical. Macam
dan jenis-jenis obat topical ini banyak sekali, diantaranya saleb dan bedak, minyak, gel,
krem, solusi, atau astringen. Perawat perlu mempelajari sifat dan jenis, obat-obat topical
ini karena dalam proses perawatan kulit, perawat banyak memegang peranan, baik pada
tahap promotif, preventif, kuratif, maupun pada tahap rehabilitative. Pada penggunaan
obat-obatan topical, jagan oleskan obat terlalu tebal karena dapat menyebabkan iritasi
bahan kimia dan akan menghambat proses penyembuhan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
INTEGUMEN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Tanggal dan waktu pengkajian
Biodata: nama, umur (penting mengetahui angka prevelensi), jenis kelamin, pekerjaan
(pada beberapa kasus penyakit kulit, banyak terkait dengan factor pekerjaan, [misalnya,
dermatitis kontak alergi]).
Riwayat kesehatan: meliputi masalah kesehatan sekarang, riwayat penyakit dahulu, status
kesehatan keluarga, dan status perkembangan.
Menurut Bursaids (1998), disamping menggali keluhan-keluhan diatas, anamnesis harus
menyelidiki 7 ciri lesi kulit yang membantu anda membuat diagnosis, yaitu :
1. Lokasi anatomis, tempat lesi pertama kali timbul, jika perlu digambar.
2. Gejala dan riwayat penyakit yang berhubungan.
3. Urutan waktu perkembangan perubahan kulit atau gejala sistemik yang berkaitan.
4. Perkembangan lesi atau perubahan lesi sejak timbul pertama kali.
5. Waktu terjadinya lesi, atau kondisi seperti apa yang menyebabkan lesi.
6. Riwayat pemaparan bahan kimia dan pemakaian obat-obatan.
7. Efek terpapar sinar matahari.
Riwayat pengobatan atau terpapar zat: obat apa saja yang pernah dikonsumsi atau
pernahkah klien terpapar faktor-faktor yang tidak lazim. Terkena zat-zat kimia atau bahan
iritan lain, memakai sabun mandi baru, minyak wangi atau kosmetik yang baru, terpapar
sinar matahari.
Riwayat pekerjaan atau aktifitas sehari-hari: bagaimana pola tidur klien, lingkungan kerja
klien untuk mengetahui apakah klien berkontak dengan bahan-bahan iritan, gaya hidup
klien (suka begadang, minum-minuman keras, olah raga atau rekreasi, pola kebersihan diri
klien).
Riwayat psikososial: Stress yang berkepanjangan
Pemeriksaan Kulit
Perubahan menyeluruh
Kaji ciri kulit secara keseluruhan. Informasi tentang kesehatan umum klien dapat
diperoleh dengan memeriksa turgor, tekstur, dan warna kulit.
Turgor kulit umumnya mencerminkan status dehidrasi. Pada klien yang dehidrasi dan
lansia, kulit terlihat kering. Pada klien lansia, turgor kulit mencerminkan hilangnya
elastisitas kulit dan keadaan kekurangan air ekstrasel.
Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji, karena tekstur kulit dapat
berubah-ubah di bawah pengaruh banyak variabel. Jenis tekstur kulit dapat meliputi
kasar, kering atau halus.
Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variabel. Gangguan pada melanin
dapat bersifat menyeluruh atau setempat yang dapat menyebabkan kulit menjadi gelap
atau lebih terang dari pada kulit yang lainnya. Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada
kasus albino. Ikterus adalah warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh
endapan pigmen empedu didalam kulit, sekunder akibat penyakit hati atau hemolisis
sel darah merah. Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi kebiruan; paling jelas
terlihat pada ujung jari dan bibir. Sianosis ini disebabkan oleh desiturasi hemoglobin.
Pada teknik palpasi, gunakan ujung jari untuk merasakan permukaan kulit dan
kelembapannya. Tekan ringan kulit dengan ujung jari untuk menentukan keadaan
teksturnya. Secara normal, tekstur kulit halus, lembut dan lentur pada anak dan orang
dewasa. Kulit telapak tangan dan kaki lebih tebal, sedangkan kulit pada penis paling
tipis. Kaji turgor dengan mencubit kulit pada punggung tangan atau lengan bawah lalu
lepaskan. Perhatikan seberapa mudah kulit kembali seperti semula. Normalnya, kulit
segera kembali ke posisi awal . pada area pitting tekan kuat area tersebut selama 5 detik
dan lepaskan. Catat kedalaman pitting dalam millimeter, edema +1 sebanding dengan
kedalaman 2 mm, edema +2 sebanding dengan kealaman 4 mm.
Perubahan setempat
Mula-mula, lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh. Selanjutnya,
anjurkan klien untuk membuka pakaiannya dan amati seluruh tubuh klien dari atas
kebawah, kemudian lakukan pemeriksaan yang lebih teliti dan evaluasi distribusi,
susunan, dan jenis lesi kulit. Distribusi lesi dan komposisi kulit sangat bervariasi dari
satu bagian tubuh kebagian tubuh lainnya. Lesi yang timbul hanya pada daerah tertentu
menandakan bahwa penyakit tersebut berkaitan dengan keistimewaan susunan kulit
daerah tersebut. Pada daerah kulit yang lembab permukaan kulit bergesekan dan
mengalami maserasi dan mudah terinfeksi jamur superficial. Kondisi ini banyak kita
jumpai pada daerah aksila, lipat paha, lipat bokong, dan lipatan di bawah kelenjar
mamae.
Pada daerah kulit yang kaya keratin, seperti siku, lutut, dan kulit kepala, sering tejadi
gangguan keratinisasi. Misalnya psoriasis, yaitu kelainan kulit pada bagian epidermis
yang berbentuk plak bersisik.
Mengenai susunan lesi, tanyakan bagaiman pola lesinya. Lesi kulit dengan distribusi
sepanjang dermatom menunjukan adanya penyakit herpes zoster. Disini, lesi vesikuler
timbul tepat pada daerah distribusi saraf yang terinfeksi. Linearitas merupakan lesi
yang terbentuk garis sepanjang sumbu panjang suatu anggota tubuh yang mungkin
mempunyai arti tertentu. Garukan pasien merupakan penyebab tersering lesi linear.
Erupsi karena poison iny, seperti dermatitis kontak, berbentuk linear karena iritannya
disebabkan oleh garukan yang bergerak naik-turun. Peradangan pembuluh darah atau
pembuluh limfe dapat menyebabkan lesi linear berwarna merah. Sedangkan parasit
scabies dapat membuat liang-liang pendek pada lapisan epidermis, terutama pada kulit
di antara jari-jari tangan, kaki, atau daerah lain yang memiliki lapisan epidermis tipis
dan lembap sehingga akan membentuk lesi linear yang khas berupa garis kebiru-biruan.
Lesi satelit adalah suatu lesi sentral yang sangat besar yang dikelilingi oleh dua atau
lebih lesi serupa tetapi lebih kecil yang menunjukan asal lesi dan penyebarannya,
seperti yang dijumpai pada melanoma malignum atau infeksi jamur. Tapi lesi
merupakan cirri penting yang berguna dalam menegakkan diagnosis. Lesi berbatas
tegas adalah lesi yang mempunyai batas yang jelas, sedangkan lesi terbatas tidak tegas
adalah lesi kulit yang menyatu tanpa batas tegas dengan kulit yang normal.
Ruam kulit
Untuk mempelajari ilmu penyakit kulit, mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam
kulit atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. Ruam kulit dapat berubah pada waktu
berlangsungnya penyakit. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi oleh
keadaan dari luar, misalnya trauma garkan dan pengobatan yang diberikan., sehingga
perubahan tersebut tidak biasa lagi. Perawat perlu menguasai pengetahuan tentang ruam
primer atau ruam sekunder untuk digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan
pengkajian serta membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis.
Ruam primer adalah kelainan yang pertama timbul, berbentuk macula, papula, plak,
nodula, vesikula, bula, pustule, irtika, dan tumor.
Ruam sekunder adalah kelainan berbentuk skuama, krusta, fisura, erosion, ekskoriasio,
ulkus, dan parut.

Pemeriksaan kulit yang harus dilakukan:


1. Lakukan pemeriksaan kulit secara menyeluruh, periksa tekstur, elastisitas, warna dan
turgor kulit.
2. Jika terdapat lesi, amati jenis lesi, lokasi, distribusi, ukuran, dan bagaimana permukaan
serta tepi lesi.
3. Periksa bagaimana permukaan kulit yang ada disekitar lesi. Apakah ada kemerahan? Jika
ada apakah local atau menyeluruh?
4. Amati apakah timbul lesi akibat garukan klien.
5. Apakah ada perubahan temperature pada daerah lesi baik panas maupun dingin?
6. Jika terdapat sekret pada daerah lesi, perhatikan karekteristik, warna, viskositas, maupun
jumlahnya.
7. Apabila diperlukan data penunjang, konsultasikan untuk melakukan pemeriksaan kulit
lain sesuai dengan ketentuan dan catat hasilnya

Data objektif yang mungkin ditemukan:


1. Terjadi perubahan warna kulit, turgor, elastisitas, kelembapan, kebersihan, dan bau.
2. Terdapat lesi primer misalnya macula, papula, vesikula, pustule, bula, nodula, atau
urtikaria.
3. Terdapat lesi sekunder, misalnya krusta, skuama/sisik, fisura, erosi, atau lkus.
4. Ditemukannya tanda-tanda radang (rubor/kemerahan, dolor/nyeri, kalor/panas,
tumor/benjolan dan fungsieolesa/perubahan bentuk).
5. Dari pemeriksaan penunjang (kultur kulit, biopsy, uji alergi atau pemeriksaan darah)
didapatkan kelainan.
Keluhan :
1. Mengeluh kulit gatal, nyeri, kemerahan, berminyak, kering, kasar, tidak rata, terkelupas,
lepuh, panas, dingin, perubahan warna kulit dan timbul borok.
2. Adanya riwayat alergi, kontak dengan bahan-bahan tertentu (kosmetik, sabun, obat,
tanaman, bahan kimia)
3. Riwayat keluarga atau tetangga dengan penyakit kulit.
4. Adanya perubahan pola kebiasaan sehari-hari.
5. Ditemukan data psikologis yang berkaitan dengan masalah kulit (rasa malu, dikucilkan
orang lain, harga diri rendah, takut tidak sembuh, dan cemas).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan masalh integument
adalah :
1. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, gangguan
kekebalan tubuh, atau infeksi.
2. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan proses peradangan, terbukanya
ujung-ujung saraf kulit, atau tidak adekuatnya pengetahuan tentang pelaksanaan nyeri.
3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan anatomi kulit atau bentuk
tubuh.
4. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit yang tidak teratasi dengan
mudah.
5. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis, perubahan kulit, atau potensial
keganasan.
6. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tidak adanya perlindungan kulit.
7. Defesiensi pengetahuan tentang factor penyebab timbulnya lesi, cara pengobatan, dan
perawatan diri.
8. Gangguan istirahat tidur yang berhubungan dengan rasa gatal atau nyeri pada kulit.
9. Isolasi sosial yang berhubungan dengan penolakan dari oranglain karena perubahan
bentuk kulit.
10. Potensial kecacatan sekunder yang berhubungan dengan hilangnya sensasi
rasa/anastesi, kurangnya pengetahuan tentang perawatn diri.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan yang harus dicapai pada klien dengan masalah kulit dapat ditentukan
berdasarkan tujuan jangka pendek atau jangka panjang. Tujuan keperawatan secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Kulit menjadi normal kembali.
2. Berkurangnya rasa nyeri atau gatal
3. Terlindungnya kulit dari trauma.
4. Tidak terjadi infeksi
5. Konsep diri positif
6. Tidak terjadi penularan
7. Kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi.
I. JENIS-JENIS GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN
A. Harpes Zoster
Radang kulit akut dengan sifat khas yaitu terdapat vesikel yang
tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik sesuai dengan
dermatomnya dan biasanya unilateral. Diperkirakan kurang lebih terdapat
1,3-5 penderita per 1000 orang/tahun. Lebih dari 2/3 penderita berusia >50
tahun dan <10% usia dibawah 20 tahun. Penyebab herpes zoster adalah
virus varisela zoster,virus ini masuk kedalam tubuh melalui lesi pada kulit,
mukosa saluran napas atas, dan orofaring. Virus ini berkembang biak serta
menyebar keberbagai organ, terutama kekulit dan lapisan mukosa,
selanjutnya masuk keujung saraf sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi
dan kornu posterior. Saat virus masuk pertama kali kedalam tubuh disebut
infeksi primer yang kemudian menimbulkan vesikel. Pertahanan tubuh dan
kekebalan tubuh yang menurun dapat menjadi faktor utama penyebab virus
aktif.
Faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya herpes zoster adalah :
1. Penurunan imunitas tubuh
2. Pemakaian kortikosteroid
3. Radio terapi
4. Obat-obat imunosupresif
5. Stres emosi

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Biodata
Cantumkan semua identitas klien: umur,jenis kelamin
2. Keluhan utama
Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat ke
rumah sakit atau berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan
kesehatan lain adalah nyeri pada daerah terdapatnya vesikel
berkelompok
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa
gatal/nyeri pada dermatom yang terserang,klien juga mengeluh nyeri
kepala dan badan terasa lelah.Pada daerah yang terserang mula-mula
timbul papula atau plakat berbentuk urtika,setelah 1-2 hari timbul
gerombolan vesikula.
4. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit
herpes zoster,atau klien klien pernah kontak dengan penderita varisela
atau herpes zoster.
5. Riwayat psikososial
Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang
gambaran/citra diri dan harga diri
6. Kebutuhan sehari-hari
Dengan adanya rasa nyeri,klien akan mengalami gangguan
tidur/istirahat dan juga aktivitas.Perlu juga dikaji tentang kebersihan diri
klien dan cara perawatan diri,apakah alat-alat mandi/pakaian bercampur
dengan orang lain
7. Pemeriksaan fisik
Pada klien dengan herpes zoster jarang ditemukan gangguan kesadaran
keculi jika sudah terjadi komplikasi infeksi lain.Tingkatan nyeri yang
dirasakan oleh klien bersifat individual sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan tingkat nyeri dengan skala nyeri.Apabila nyeri terasa hebat
tanda-tanda vital cenderung akan meningkat.pada inspeksi kulit
ditemukan adanya vesikel berkelompok sesuai dengan alur
dermatom.vesikel ini berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu),dapat menjadi pustula dan krusta.Kadang
ditemukan vesikel berisi nanah dan darah yang disebut herpes zoster
hemoragik.Apabila yang terserang adalah ganglion kranialis,dapat
ditemukan adanya kelainan motorik.Hiperestesi pada daerah yang
terkena memberi gejala yang khas,misalnya kelainan pada wajah karena
gangguan pada nerous trigeminus,nerous fasialis,dan oligus.
8. Pemeriksaan laboratorium
Sitologi (64% zanck smear positif ) adanya sel raksasa yang
multilokuler dan sel-sel okantolitik.
9. Penatalaksanaan
Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingkat
keparahannya.Terapi sistemik umumnya bersifat sistomatik,untuk
nyerinya diberikan analgesik.Jika disertai infeksi sekunder diberikan
antibiotik asiklovir.Herpes zoster sangat cocok dengan obat asiklovir
yang diminum.Dengan cepat obat akan menghentikan munculnya
lepuhan kecil,memperkecil ukurannya,mengurangi rasa gatal,dan
membunuh virus yang ada pada cairan lepuhan.Sebaiknya diberikan
dalam 24-27 jam setelah terbentuknya lepuhan.
10. Diagnosis Dan Intervensi Keperawatan
a. Dx 1: Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan
respon peradangan
Hasil yang diharapkan :
1) Lesi mulai pulih,integritas jaringan kembali normal.dan area
bebas dari infeksi lanjut
2) Kulit bersih dan area sekitar bebas dari edema
Rencana tindakan :
1) Kaji kembali tentang lesi,bentuk,ukuran,jenis,dan distribusi
lesi.
2) Anjurkan klien untuk banyak istirahat
3) Pertahankan integritas jaringankulit dengan jalan
mempertahankan kebersihan dan kekeringan kulit.
4) Laksanakan perawatan kulit setiap hari.Untuk mencegah
pecahnya vesikel sehingga tidak terjadi infeksi
sekunder,diberikan bedak salisil 2% bila erosis dapat diberikan
kompres terbuka.
5) Pertahankan kebersihan dan kenyamanan tempat tidur
6) Jika terjadi ulserasi,kolaborasikan dengan tim medis untuk
pemberian salep antibiotik
b. Dx 2: Perubahan kenyamanan yang berhubungan dengan
erupsi dermal dan pruritus
Hasil yang diharapkan :
1) Klien mengatakan nyeri dan ketidaknyamanan berkurang
dalam batas yang dapat ditoleransi
2) Menampakkan ketenangan,ekspresi muka relaks
3) Kebutuhan istirahat tidur/istirahat terpenuhi
Rencana tindakan :
1) Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan menggunakan
skala/peringkat nyeri
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus
3) Bantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri,penggunaan
teknik imajinasi,teknik relaksasi,dan lainnya.
4) Tingkatkan aktivitas distraksi
5) Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
6) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi :
a) Analgesik untuk pereda/penawar rasa sakit
b) Larutan kalamin untuk mengurangi rasa gatal
c) Steroid untuk mengurangi serangan neuralgia

B. Herpes Simpleks
Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat
kronis dan residif, disebabkan oleh virus herpes simpleks/herpes virus
hominis (FK Unair,1993). Herpes simpleks disebabkan oleh virus DNA.
Herpes simpleks ada 2 tipe :
1. Herpes simpleks I, mengenai bibir, mulut, hidung,dan pipi. Diperoleh
dari kontak dekat dengan anggota keluarga atau teman yang terinfeksi,
melalui ciuman, sentuhan, atau memakai pakaian/handuk bersama,dan
tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
2. Herpes simpleks tipe II, menginfeksi daerah genital dan didahului oleh
hubungan seksual. Akan tetapi,sesuai dengan perkembangan pola
hubungan seksual, kasus ini dapat timbul tanpa harus melalui hubungan
seksual.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Biodata
Dapat terjadi pada remaja dan dewasa muda.jenis kelamin dapat terjadi
pada pria dan wanita.Pekerjaan berisiko tinggi pada penjaja seks
komersil.
2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.Pada beberapa
kasus,timbul lesi/vesikel berkelompok pada penderita yang mengalami
demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada
penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis.Penderita
merasakan nyeri hebat,terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang luas.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit
herpes simpleks atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit,terutama yang lesinya berada pada bagian
muka atau yang dapat dilihat oleh orang,biasanya mengalami
gangguan konsep diri.Hal itu meliputi perubahan citra tubuh,ideal
diri,harga diri,penampilan peran,atau identitas diri.Reaksi yang
mungkin timbul adalah :
a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh
b. Menarik diri dari kontak sosial
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang
7. Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri,kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami
gangguan,terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas.Terjadi gangguan
buang air besar dan buang air kecil pada penderita herpes genitalia
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas lokasi timbulnya lesi,dan
daya tahan tubuh klien.Pada kondisi awal/saat proses peradangan dapat
terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda
vital.Pada pengkajian kulit ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri,edema disekitar lesi,dan dapat pula timbul
ulkus pada infeksi sekunder.Perhatikan mukosa mulut,hidung,dan
penglihatan klien.Pada pemeriksaan genitalia pria,daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis,batang penis,uretra,dan
anus.pada wanita daerah yang perlu diperhatikan adalah labia minora
dan mayora,klitoris,intratus vaginal,dan serviks.Jika timbul lesi catat
jenis,bentuk,ukuran/luas,warna,dan keadaan lesi.Palpasi kelenjar limfe
regional,periksa adanya pembesaran.Pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional.
9. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan hasil uji tzank positif
10. Diagnosa Dan Intervensi
a. Dx 1: nyeri akut yang berhubungan dengan inflamasi jaringan
Hasil yang diharapkan :
1) Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
2) Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan
metode untuk mengontrol nyeri secara benar.
3) Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya
nyeri
Rencana keperawatan :
1) Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri
2) Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman
nyeri
3) Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responnya
terhadap nyeri,akui adanya nyeri,dengarkan dan perhatikan
klien saat mengungkapkan nyeri,sampaikan bahwa mengkaji
nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya.
4) Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atau
tindakannya
5) Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang
penyebab rasa nyeri
6) Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi
distraksi,relaksasi dan imajinasi,dan ajarkan teknik/metode
yang dipilih.
7) Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
8) Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik
9) Pantau tanda-tanda vital
10) Kaji kembali respon klien terhadap tindakan penurunan rasa
sakit/nyeri
b. Dx 2: Gangguan citra tubuh/gambaran diri berhubungan dengan
perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes simpleks.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas
penampilannya
2) Menunjukkan keinginan kemampuan untuk melakukan
perawatan diri
3) Melakukan pola-pola penanggulangan baru
Rencana keperawatan :
1) Ciptakan hubungan saling percaya antara klien dan perawat
2) Dorong klien untuk menyatakan perasaannya,terutama tentang
ia merasakan,berpikir,atau memandang dirinya
3) Jernihkan kesalahan konsepsi individu tentang
dirinya,penatalaksanaan,atau perawatan dirinya
4) Hindari mengkritik
5) Jaga privasi dan lingkungan individu
6) Berikan informasi yang dapat dipercaya dan diperjelas
informasi yang telah diberikan
7) Tingkatkan interaksi sosial
a) Dorong klien untuk melakukan aktivitas
b) Hindari sikap untuk selalu melindungi,tetapi terbatas pada
permintaan individu
c) dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan
d) beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan
orang lain
e) lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan
penilaian klien dan pentingnya sistem daya dukungan bagi
mereka.
f) dorong klien untuk berbagi rasa masalah,kekhawatiran,dan
persepsinya.
c. Dx 3: Resiko penularan infeksi yang berhubungan dengan
pemajanan melalui kontak (langsung,tidak langsung,droplet)
Hasil yang diharapkan :
1. Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi
menularkan infeksi
2. Klien dapat menjelaskan penularan penyakit
Rencana keperawatan
1. Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks,penyebab,cara
penularan,dan akibat yang ditimbulkan
2. Anjurkan klien untuk menghentikan kegiatan hubungan seksual
selama sakit dan jika perlu menggunakan kondom
3. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual
dengan satu orang (satu sama lain saling setia) dan pasangan
yang tidak terinfeksi (hubungan seks yang sehat)
4. Lakukan tindakan pencegahan yang sesuai:
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah ke semua klien atau
kontak dengan spesimen
b. Gunakan sarung tangan setiap kali melakukan kontak
langsung dengan klien
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memisahkan alat-alat
mandi klien,dan tidak menggunakannya bersama
(handuk,pakaian,baju dalam,dll)
d. Kurangi transfer patogen dengan cara mengisolasi klien
selama sakit (karena penyakit ini disebabkan oleh virus yang
dapat menular melalui udara)

II. GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI BAKTERI (KUSTA)


Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang
sangat kompleks,tidak hanya dari segi medis (mis.penyakit atau kecacatan fisik ), tetapi juga
meluas sampai masalah sosial dan ekonomi. Di samping itu, ada stigma negatife dari
masyarakat yang mengatakan penyakit kusta adalah penyakit yang menakutkan, bahkan ada
beberapa masyarakat yang mengaggap penyakit ini adalah penyakit kutukan. Ini karena
dampak yang di timbulkan dari penyakit tersebut cukup parah, yaitu adanya
deformitas/kecacatan yang menyebabkan perubahan bentuk tubuh.
Kusta adalah penyakit infeksi kronis. Penyebabnya adalah mycobacterium leprae ,yang
intraseluler obligat (Djuanda,1999). Kusta adalah penyakit kronis
mycobacterium leprae,yang primer menyerang saraf tepi, dan sekunder menyerang kulit,
otot saluran pernapasan bagian atas, mata, dan testis. (RSUD Dr.Soetomo 1994).
Timbulnya penyakit kusta adalah pada seorang tidak mudah sehingga tidak perlu di
takuti.hal ini bergantung pada beberapa factor,antara lain.
a. Patogenitas kuman penyebab,
b. Cara penularan
c. Higiene dan sanitasi
d. Varian genetic yang berhubungan dengan kerentanan
e. Sumber penularan
f. Daya tahan tubuh
Tanda pasti kusta :
1. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
2. Penebalan pada saraf tepidi sertai kelainan fungsinya berupa mati rasa dan
kelemahan pada otot tangan ,kaki,dan mata.
3. Adanya kuman tahan asampada pemeriksaan kerokan kulit TBA positif.
Ridley dan jopling (1960), dalam buku ilmu penyakit kulit dan kelamin ,fakultas
Kedokteran UI memperkenalkan istilah determina spectrum pada penyakit kusta yang
terdiri atas berbagai tipe atau bentuk,yaitu;
TT: tuberkoloid polar ,merupakan bentuk yang stabil tidak mungkin berubah
Ti :tuberkoloid indefinite
BT: Mid borderline lepromatus
BL: Borderline leproumatus
Li:Lepromatosa indifinit
LL: lepramatosa polar, bentu yang stabil

Menurut WHO ,kusta dibagi menjadi multibasiler dan pausibasiler:


1. Multibasiler (MB) berarti mengandung banyak basil. Tipenya adanya BB,BL,dan LL.
2. Pausibasiler (PB) berarti mengandung sedikit basil.tipenya adalah TT,BT,dan I.
Tuberkoloid polar (TT) terjadi pada penderita dengan resistensi tubuh cuckup tinggi.tipe
TT adalah bentuk yang stabil. Gambaran histopologisnya menunjukan granuloma
epitetoloid dengan banyak sel limfosit dan sel raksasa ,zona epidermal yang bebas ,erosi
epidermis karena gangguan pada saraf kulit yang sering disertai penebalan serabut saraf .
karena resistensi tubuh cukup tinggi ,maka infiltrasi kuman akan terbatas dan lesi yang
muncul terlokalisasi di bawah kulit dengan gejala:
1. Hipopigmentasi karena sratum basal yang mengandung pigmen rusak
2. Hipo atau anastesi karena ujung ujung saraf rusak
3. Batastegas karena kerusakan terbatas (marwali Harahap,1990)
Jenis pengobatan yang di berikan pada penerita kusta adalah :
a. Tipe pausbasiler (PB).
b. Tipe mulitibasiler (MB)

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Kebiasaan sehari hari
8. Pemeriksaan fisik
a. Uji kulit
b. Uji keringat
c. Uji lepromin
9. Pemeriksaan penunjang

DIAGNOSA INTERVENSI
Dx 1: Kemungkinan cedera yang berhubungan dengan anestesia atau hilang rasa akibat
neuritis.
Hasil yang diharapkan:
1. Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko cedera pada
dirinya.
2. Klien dapat menjelaskan tujuan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
Rencana keperawatan:
1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab ansietas atau hilang rasa serta
akibat yang ditimbulkannya.
2. Kaji faktor-faktor penyebab atau pendukung terjadinya cedera.
3. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab jika mungkin.
4. Ajari cara-cara pencegahan.
a. Gunakan selalu alas kaki
b. Jika merokok, gunakan pipa rokok dan jangan merokok sambil tiduran.
c. Kaji suhu air mandi, jika mandi menggunakan air panas, dengan termometer air mandi.
d. Gunakan pelindung tangan saat mengangkat barang dari kompor.
e. Jangan gunakan baju panjang ketika sedang memasak.
f. Hati-hati dan waspada selalu jika beraktivas di dapur.
5. Diskusikan dengan keluarga tentang cara pencegahan di rumah.
Dx 2: Penatalaksanaan aturan terapeutik: ketidakefektifan, yang berhubungan dengan
rumitnya program pengobatan.

Hasil yang diharapkan:


1. Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang perilaku sehat yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhannya, serta mencegah kekambuhan atau komplikasi
yang ditimbulkan.
2. Klien/keluarga dapat menjelaskan proses terjadinya penyakit, penyebab dan faktor yang
mendukung gejala, dan perturan untuk mengontrol penyakit.
Rencana Keperawatan:
1. Identifikasi faktor penyebab ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik .
a. Kurang percaya.
b. Kurang pengetahuan.
c. Kurangnya sumber-sumber pendukung.
2. Bina hubungan saling percaya dengan klien/keluarga.
3. Jelaskan tentang penyebab penyakit, proses penyakit, dan risiko yang terjadi jika tidak
diobati.
4. Beri penyuluhan tentang perawatan penderita kusta sebelum pengobatan, selama
pengobatan, dan setelah pengobatan.
a. Perlunya pengobatan yang teratur
b. Cara makan obat
c. Lama pengobatan
d. Hal-hal yang dapat timbul selama pengobatan, antara lain efek samping obat dan
reaksi yang ditimbulkan.
e. Perawatan luka di rumah.
f. Pentingnya gizi/nutrisi.
g. Perubahan gaya hidup/aktivitas.
III. GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT PARASIT

A. SCABIES
Scabies banyak diderita masyarakat dengan hiegenenyang buruk dan juga
lingkungan yang padat karena disebabkan oleh parasit sejenis kutu. Skabies adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scbiei yang menyebabkan iritasi kulit.
Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal
dan merusak kulit penderita (Soedarto 1992). Skabies adalah penyakit kulit yang
mudah menular dan ditimbulkan oleh investasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang
membuat terowongan pada startum korneum kulit, terutama pada tempat predileksi
(Wahidayat, 1998). Skabies adalah penyakit kulit menular dengan keluhan gatal-gatal
terutama pada malam hari.
Cara penularan (transmisi) penyakit ini ada 2 macam, yaitu:
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bersama, dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal,
dsb.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan utama, biasanya klien datang dengan keluhan gatal dan ada lesi dikulit.
3. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya klien mengeluh gatal terutama pada
malam hari dan timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak
tangan, ketiak, aerola mammae, bokong, atau peru bagian bawah.
4. Riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan
skabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita.
5. Riwayat penyakit keluarga. Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota
keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan
dan gejala yang sama.
6. Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan
adanya lesi yang berbentuk pastula.
7. Pola kehidupan sehari-hari. Pada saat anamnesis, perlu ditanyakan secara jelas
tentang pola kebersihan diri klien maupun keluarga.
8. Pemeriksaan fisik. pada saaat inspeksi ditemukan lesi yang khas berbentuk,
papula, pustule, vesikel, urtikaria, dll.
9. Pemeriksaan laboratarium. Sarcoptes scabiei ditemukan dengan membuka
terowongan postula atau vesikula dengan pisau insisi atauujung jarum sambil
mengorek dasarnya. Hasil kerokan diletakkan di kaca sediaan, kemudian diberi
beberapa tetes gliserin dan ditutup dengan gelas pentup, selanjutnya dilihat di
bawah mikroskop. Hasil dianggap positif bila dianggap positif bila didapatkan
sarcoptes scabiei atau telurnya.
10. Terapi. Kolaborasikan dengan tim medis, biasanya jenis obat topical
a. Sulfur presipitatum
b. Emulsi benzyl-benzous
c. Gama benzene heksa klorida
d. Krotamiton 10%
e. Permetrin 5%
f. Antibiotil jika ditemukan adanya infeksi sekunder

Dx 1: gangguan pola tidur b/d pruritus/ gatal


Intervensi :
a. Identifikasi faktor-faktor penyebab tidak bisa tidur dan penunjang keberhasilan
tidur
b. Beri penjelasan pada kx dan keluarga penyebab gangguan pola tidur.
c. Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan
d. Atur prosedur tindakan medis atau keperawatan untuk member sedikit mungkin
gangguan selama periode tidur.
e. Hindari prosedur yang tidak penting selama waktu tidur.
f. Anjurkan kx mandi air hangat sebelum tidur dan mengoleskan obat salep pada
daerah lesi.

Dx 2: resiko gangguan konsep diri (harga diri rendah) b/d penampilan dan respons
orang lain.
a. Jalin komunikasi teraupetik antara perawat, px dan keluarga
b. Bantu individu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaannya.
c. Bantu kx mengidentifikasi evaluasi diri yang positif maupun perasaan
negative
d. Bantu kx dalam mempelajari koping baru.

IV. GANGGUAN SITEM INTEGUMEN KARENA KEGAGALAN KERATINASI


(PSORIASIS)
Psioriasis adalah penyakit kulit kronis dengan bentuk lesi-lesi yang khas berupa
penebalan epidermis dengan pergantian epidermis yang cepat. (Harahap, M, 1990). Suatu
dermatosis kronis residif dengan gambaran klinis yang khas, yaitu adanya makula eritematosa
yang berbentuk bulat dan bulat lonjong, diatasnya ada skuama yang tebal, berlapis-lapis dan
berwarna putih transparan seperti mika (Sastrawijaya, 1993).
Etiologi penyakit ini secara pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
dapat mempengaruhinya, yaitu:
1. Genetic/herediter
Penyakit ini diturunkan melalui suatu gn dominan.
2. Infeksi
Merupakan faktor pencetus dan faktor yang memperberat timbulnya psoriasis. Misalnya,
infeksi kronis tonsillitis, faringitis, dermatokosis, dan TB paru.
3. Faktor cuaca
Biasanya penyakit ini sering kambuh terutama pada musim dingin. Hal ini terjadi karena
pada suhu dingin, proses eksresi atau pengeluaran zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
melalui kulit tidak berlangsung lancar.
4. Trauma
Adanya gesekan atau tekanan serta trauma pada kulit dapat menyebabkan timbulnya lesi
psoriasis.
5. Faktor psikologis
Sebagian besar (68%) stress dan gangguan emosi yang berlebih dapat memicu
kekambuhan dan eksaserbasi.
V. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Biodata
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, penyakit psioriasis dapat
menyerang semua kelompok umur tetapi umumnya pada orang dewasa, jenis kelamin
insidens pada pria lebih banyak daripada wanita, suku bangsa, lebih banyak diderita orang
kulit putih daripada kulit berwarna.
b. Keluhan utama
Biasanya klien dating ketempat pelayanan kesehatan dengan keluhan timbul lesi bersisik
pada kulit, terasa agak gatal, dan panas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Faktor pencetus dapat disebabkan oleh adanya infeksi sehingga tanda-tanda infeksi dapat
ditemukan, apat juga karena faktor psikologis. Biaanya klien sedang mengalami psikologis
yang tidak menyenangkan (stress, sedih, marah, dll). Lesi yang timbul semakin menghebat
pada cuaca dingin, dan rasa gatal semakin terasa tterutama pada daerah predileksi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Prosis adalah penyakit kronis residif/hilang timbul, sehingga pada riwayat penyakit dahulu
sebagian besar lklien pernha menderita penyakit yang sama dengan kondisi yang dirasa
sekarang. Riwayat penyakit infeksi juga perlu dikaji (mis, tosilitis, faringitis, atau TB
paru). Pada klien yang menderita infeksi, terutama infeksi kronis, dapat terjadi penurunan
daya tahan tubuh/imunitas.
e. Riwayat penyakit keluarga
Etiologi penyakit psoriasis belum dpat diketahu pasti. Namun diduga faktor
genetic/herediter juga mempengaruhi sehingga perlu dikaji riwayat keluarga yang
menderita psoriasis.
f. Riwayat psikososial
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini menyebabkan
gangguan kosmetik karena psoriasis dapat mengenai seluruh tubuh sehingga tidak enak
dipandang mata. Oleh karena itu, perlu dikaji respons klien tentang penyakitnya,
pandangan diri klien, identitas diri, tanggung jawab terhadap peran/tugas yang dipikul,
masalah somatic yang timbul selama sakit, dan suasana batin klien, karena salah satu
faktor penyebab timbulnya penyakit ini adalah stress atau emosi yang labil. Disamping itu,
perlu juga dikaji tentang hubungan sosial klien karena penyakit ini dapat menggangg
interaksi sosial.
g. Kebiasaan sehari-hari
Perlu dikaji kebiasaan memberihkan diri klien, cara mandi (lesi psoriasis tidak boleh
digosok secara kasar karena dapat menimbulkan trauma (fenomena koebner)) dan dapat
merangsang pertumbuhan kulit lebih cepat. Jika lesi psoriasis mengenai telapak
tangan/tumit kaki dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Kebersihan lingkungan klien,
terutama tempat tidur, perlu dikaji karena skuama lesi sering di jumpai di tempat tidur
terutama saat klien bangun tidur pagi.
h. Pemeriksaan fisik
Saat inspeksi pada beberapa tempat lesi di temukan adanya perubahan struktur kulit.
Tampak adanya makula dan papil eritematosa yang jika terkumpul akan membentuk lesi
yang lebar pada daerah predileksi, dapat ditemukan ruam dan keropeng/skuama yang
berlapis-lapis sperti lilin atau mika berwarna putih perak berbentuk bulat dan lonjong.
Pada palpasi teraba skuama yang kasar, tebal, dan berlapis-lapis.
i. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan histopatologi untuk menentukan kepatian diagnosis dari psoriasis dapat
ditemukan:
Pemanjangan dan pembesaran pada papilla dermis.
Penipisan ampai hilangnya stratum granulosum.
Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
Edema dermis disertai infiltrasi limfosit dan monosit.

Diagnosa
Dx 1: Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan diri sekunder
akibat penyakit kronis.
Hasil yang diharapkan :
Klien menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal yang realistic tanpa menyimpang.
Dapat menyatakan dan menunjukan peningkatan konsep diri.
Dapat menunjukan adaptasi yang baik dan menguasai kemampuan diri.
Rencana keperawatan:
Bina hubungan saling percaya antara perawat dank lien.
Dorong klien untuk menyatakan perasaannya, terutama cara ia merasakan sesuatu,
berpikir, atau memandang dirinya sendiri.
Dorong klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan, pengobatan,
dan kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.
Beri informasi yang dapat dipercaya dan meguatkan informasi yang telah diberikan.
Jernihkan kesalahan persepsi individu tentang dirinya, mengenai perawatan dirinya.
Hindari kata-kata yang mengecam dan memojokan klien.
Lindungi privasi (hak-hak pribadi) dan jamin lingkungan yang kondusif.
Kaji kembali tanda dan gejala gangguan harga diri, gangguan citra tubuh, dan perubahan
penampilan peran.
Beri penjelasan dan penyuluhan tentang konsep diri yang positif.

Dx 2: Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan keadaan yang memalukan pada
psoriasis.
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat megidentifikasi perilaku yang bermaalah yang menghalangi hubungan sosial.
Klien dapat menunjukan perilaku yang konstruktif dalam hubungan sosial.
Klien dan keluarga dapat menjelaskan strategi untuk meningkatkan sosialisasi yang
efektif.
Rencana keperawatan :
Beri dukungan untuk mempertahankan dasar keterampilan sosial dan mengurangi isolasi
sosial.
Ciptakan hubungan yang baik dengan klien:
1. Kaji kemampuan klien dalam mengelola stress kehidupannya.
2. Ajak klien untuk berpikir realitas, berfokus pada kondisi saat ini.
3. Bantu klien mengidentifikasi massalah pencetus stress.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi alternative tindakan.
Beri dukungan untuk melakukan aktivitas kelompok:
Dorong pperilaku sosial baru.
Beri model peran yang pasti dalam perilaku sosial (mis, menjawab salam, teman
melawan tidak ditanggapi).
Bantu perkembangan hubungan di antara anggota melalui pengungkapan diri dan
kesungguhan.
Gunakan pertanyaan dan observasi untuk mendorong klien dengan keterbatasan
interaksi.
Dorong anggota untuk memvalidasi persepsi mereka dengan yang lain.
Pantau perkembangan keterampilan sosial klien.
Libatkan keluarga dan anggota masyarakat dalam memahami dan memberikan dukungan
pada klien.
Beri informasi yang nyata tentang penyakit, pengobatan, dan kemajuan pada anggota
keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN
LUKA BAKAR

1. Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat
dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi
akibat koagulasi denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran napas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens
penyebab (Burning agent). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.

2. Respon Sistemik
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka-bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder
akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik.
Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui 20% dari luas total permukaan tubuh akan
memperlihatkan respons yang terutama bersifat local. Insidensi, intensitas dan durasi
perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar dengan
respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mengenai 60% atau lebih dari luas permukaan
tubuh. Kejadian luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya
integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari
ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidak stabilan hemodinamika bukan hanya
melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit,
volume darah, mekanisme pulmoner dan berbagai mekanisme lainnya.

3. Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan
ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respons, system saraf simpatik akan
melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (Vasokonstriksi) dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung-tekanan vena sentral,
tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis-tetap rendah selama periode
syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributif.

4. Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume Darah


Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka-
bakar. Di samping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3
hingga 5L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup.
Selama syok luka-bakar, respons kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi.
Biasanya hiponatremia (deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam
minggu pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstisial ke dalam ruang
vakuler.
Segera setelah terjadi luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium yang tinggi) akan
dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang massif. Hipokalemia (deplesi kalium) dapat
terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya mengalami
kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai hematokrit pasien dapat
meninggi akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan,
perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis serta tindakan hemodialisis
lebih lanjut turut menyebabkan anemia. Transfusi darah diperlukan secara periodik untuk
mempertahankan kadar hemoglobin yang memadai yang diperlukan guna membawa oksigen.
Abnormalitas koagulasi, yang mencakup penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan
masa pembekuan serta waktu protrombin yang memanjang juga ditemukan pada luka

5. Respon Pulmoner
Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang
berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi
oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh
pasien akan meningkatkan dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan
respon local (White, 1993).
Cidera Inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran.
Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa dicegah dengan alat pendeteksi asap.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
1. Cedera saluran napas atas;
2. Cedera inhalasi di bawah glottis;
3. Keracunan karbon monoksida;
4. Defek restriktif.
Lebih dari sepuluh korban luka bakar yang menderita gangguan paru pada mulanya
tidak memperlihatkan gejala dan tanda-tanda pulmoner. Penurunan kelenturan paru,
penurunan kadar oksigen serum dan asidosis respiratorik dapat terjadi secara berangsur-
angsur dalam 5 hari pertama setelah luka bakar.
Indikator kemungkinan terjadinya kerusakan paru mencakup hal-hal berikut ini:
Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu daerah yang tertutup,
Luka bakar pada wajah atau leher,
Rambut hidung yang gosong,
Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor, sputum yang
penuh jelaga,
Sputum yang berdarah,
Pernapasan yang berat atau takipnea (pernapasan yang cepat) dan tanda-tanda penurunan
kadar oksigen (hipoksemia) yang lain,
Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.

6. Respons Sistemik Lainnya


Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat ari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-
sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika
terjadi kerusakan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan dari
sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal.
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon imun
akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan
pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar immunoglobulin serta
komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit
(limfositopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami
sepsis.
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhunya.
Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam
beberapa jam pertama pasca-luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme
menyetel kembali suhu inti tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama
sebagian besar periode pasca-luka bakar kendati tidak terdapat infeksi.
Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu: ileus paralitik (tidak adanya
peristalsis usus) dan ulkus Curling. Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan
manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan mausea dapat
mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan tindakan dekompresi lambung (dengan
pemasangan sonde lambung).

Respon local dan luas luka bakar


Kedalaman luka bakar
Luka bakar derajat satu (super ficial partial-thickness)
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka
tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau
mengalami lepuh/bullae.
Luka bakar derajat dua (deep partial-thickness)
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis
yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi
cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel
rambut masih utuh.
Luka bakar derajat tiga (full-thickness)
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang
berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga
merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut
sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan
kelenjar keringat turut hancur.

DIAGNOSA KEPERAWATAN. Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan


mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka
SARAN. Pemeliharaan suhu tubuh yang adekuat
1. Berikan lingkungan yang 1. Lingkungan yang Suhu tubuh tetap pada
hangat dengan stabil mengurangi rentang 36,10 sampai
penggunaan perisai kehilangan panas 38,30.
pemanas, selimut lewat evaporasi. Tidak ada mengigil atau
berongga, lampu atau gemetar.
selimut pemanas.
2. Bekerja dengan cepat 2. Pajanan yang minimal
kalau lukanya terpajan mengurangi kehilangan
udara dingin. panas dari luka.

3. Kaji suhu inti tubuh 3. Kaji suhu tubuh yang


dengan sering. frekuensi membantu
mendeteksi terjadinya
hipotermia.
DIAGNOSA KEPERAWATAN. Nyeri yang berhubungan dengan dan saraf serta
dampak emosional cedera
SARAN. Pengendalian rasa nyeri
1. Gunakan skala nyeri 1. Tingkat nyeri Menyatakan tingkat nyeri
untuk menilai tingkat memberikan data dasar menurun
nyeri (yaitu 1-10) untuk mengevaluasi Tidak ada petunjuk
bedakan dengan keadaan efektivitas tindakan nonverbal tentang nyeri
hipoksia mengurangi nyeri.
Hipoksia dapat
menimbulkan tanda-tanda
serupa dan harus
disingkirkan terlebih
dahulu sebelum
pengobatan nyeri
dilaksanakan.
2. Berikan preparat 2. Penyuntikan preparat
analgetik opioid menurut analgetik intravena
program medik. Amati diperlukan karena
kemungkinan supresi terjadinya perubahan
pernapasan pada pasien perfusi jaringan akibat
yang tidak memakai luka bakar.
ventilasi mekanis.
Lakukan penilaian respon
pasien terhadap
pemberian analgetik
3. Berikan dukungan 3. Dukungan emosional
emosional dan sangat penting untuk
menentramkan mengurangi ketakutan
kekhawatiran pasien. dan ansietas akibat luka
bakar. Ketakutan dan
ansietas akan
meningkatkan presepsi
nyeri.

DIAGNOSA KEPERAWATAN. Ansietas yang berhubungan dengan rasa takut dan


dampak emosional luka bakar
SASARAN. Pengurangan ansietas pasien dan keluarga
1. Kaji pemahaman pasien 1. Strategi koping Pasien dan keluarga
dan keluarganya sebelumnya yang berhasil mengungkapkan
terhadap luka bakar, dapat dikuatkan untuk pemahaman tentang
keterampilan koping digunakan pada krisis perawatan luka bakar
dann dinamika keluarga. sekarang. Pengkajian darurat.
memungkinkan Mampu menjawab
perncanaan intervensi pertanyaan sederhana.
yang sesuai.
2. Beri respons individual 2. Reaksi terhadap cedera
terhadap tingkat koping luka bakar sangat
pasien dan keluarga. bervariasi. Intervensi
harus sesuai dengan
tingkat koping pasien dan
keluarganya yang ada
sekarang
3. Jelaskan semua prosedur 3. Perningkatan pemahaman
kepada pasiean dan akan menghilangkan rasa
keluarga dengan istilah takut terhdap sesuatu
sederhana dan jelas. yang tidak di ketahui.
Tingkat ansietas yang
tinggi dapat menggangu
pemahaman tentang
penjelasan yang
kompleks.
4. Mempertahankan 4. Nyeri akan meningkatkan
peredaan nyeri ansietas
5. Pertimbangkan 5. Tingkat ansietas selama
pemberian preparat fase darurat dapat
antiansietas yang melampawi kemampuan
diprogramkan jika koping pasien.
pasien tampak sangat Pengobatan dapat
cemas kendati sudah menurunkan respon
dilakukan intervensi fisiologik dan psikologik
non-farmakologi. dan psokilogik ansietas.
PROGRAM KLOBORASI. Gagal napas akut, syok sirkulasi, gagal ginjal akut, sindrom
kompartemen, ileus paralitik, tukak curling.
SASARAN. Tidak ada komplikasi
Gagal napas akut
1. Kaji gejala dispnea, 1. Tanda-tanda semacam itu Hasil pemeriksaan gas
stridor, perubahan pada mencerminkan status darah arteri berada dalam
pola respirasi. respirasi yang memburuk. batas-batas yang dapat
2. Pantau hasil pemeriksaan 2. Tanda-tanda semacam itu diterima pO2 >80 mm
oksimetri denyut nadi, mencerminkan Hg.
hasil analisa gas darah, oksigenisasi yang Bernapas spontasn
arteri untuk mendeteksi memburuk. dengan tidal volume yang
penurunan pO2, saturasi memadai
oksigen dan peningkatan Foto ronsen toraks
pCO2. menunjukan hasil yang
3. Memonitor hasil foto 3. Pemeriksaan sinar x normal
toraks. dapat mengungkapkan Tidak adanya tanda-
cedera baru. tanda hipoksia pada otak.
4. Kaji kegelisahan, 4. Menifestasi semacam itu
kebingungan, kesulitan dapat menunjukan
untuk memahami hipoksia sendiri.
pertanyaan atau
penurunan tingkat
kesadaran
5. Laporkan dengan segera 5. Gagal napas akut
status respirasi yang merupakan keadaan yang
memburuk kepada dapat menimbulkan
dokter. kematian dan diperlukan
intervensi segera.

6. Siap membantu 6. Intubasi memungkinkan


pelaksanaan intubasi atau pelaksanaan ventilasi
eskaratomi jika mekani. Eskarotomi
diperlukan. memungkinkan perbaikan
eksursi dada saat respirasi.
Syok sirkulasi/distribusi
1. Kaji penurunan haluaran 1. Tanda-tanda itu dapat Haluaran urin berkisar
urin, tekanan arteri menunjukan syok sirkulasi antara 0,5 ml/kg/jam dan
pulmunal, tekanan baji dan volume intravaskular 1,0 ml/kg/jam
kapiler polmunalis, curah yang tidak stabil Tekanan dalam darah
jantung atau peningkatan normal pasien (biasanya
frekuensi denyut nadi. >90/60mmhg
2. Kaji edema yang 2. Ketika cairan berpindah Frekuensi jantung berada
progresif ketikak terjadi ke ruang intersisial pada pada kisaran normal
perpindahan cairan. syok luka baka, edema pasien (>110/menit).
akan terjadi dan dapat PAP, PCWP, CO tetap
menggangguperfusi dalam keadaan normal.
jaringan.
3. Atur resusitasi cairan 3. Resusitasi cairan yang
melalui kaloborasi optimal akan mencegah
dengan dokter sebagai syok sirkulasi dan
respon terhadap memperbaiki prognosa
gambaran fsikologik. pasien.
Gagal ginjal akut
1. Pantau haluaran urin, 1. Nilai-nilai ini Haluaran urin yang
kadar BUN dan kreatin. mencerminkan fungsi memadai
ginjal. Kadar BUN dan kreatin
2. Lapor penurunan 2. Nilai laboratorium ini tetap dalam batas-batas
haluaran urin atau menunjukan kemungkinan normal
peningkatan kadar BUN gagal ginjal.
dan kreatinin pada dokter
3. Kaji urin untuk mengkaji 3. Hemoglobin
hemoglobin atau ataumioglobin dalam urin
mioglobin. meningkatkan resiko
terjadinya gagal ginjal.
4. Biarkan infus cairan 4. Cairan membantu
dengan jumlah yang di membilas keluar hemo dan
tingkatkkan. mio dari dalam tubulus
renal dan mengurangi
kemungkinan terjadinya
gagal ginjal.
Sindrom kompartemen
1. Kaji nadi perifer setiap 1. Pengkajian dengan dopler Tidak adanya parestesia
satu jam sekali dengan menggantikan auskultasi atau gejala iskemia pada
alat ultrasound dofler dan menunjukan saraf dan otot
karakteristik aliran darah Denyut nadi prifer dapat
arteri. terdeteksi dengan dopler
2. Kaji kehangatan 2. Pengkajian ini
pengisian kembali menunjukan karakteristik
kapiler, sensibilitasi dan perfusi perifer.
gerakan ekstremitas
setiap jam sekali.
Bandingkan ekstermitas
yang terbakar dengan
ekstermitas yang normal
3. Lepaskan menset 3. Menset tensimeter dapat
transmeter setiap kali bekerja seperti torniket
selesai mengukur tekanan ketika terjadi
darah. pembengkakan
ekstermitas
4. Tinggikan ekstermitas 4. Akan
yang terbakar. mengurangi pembentukan
edema.
5. Laporkan dengan segera 5. Tanda-tanda dan gejala ini
kepada dokter jika denyut dapat menunujukan
nadi pasien tidak teraba perfusi jaringan yang tidak
atau bila terjadi gangguan memadai
sensibilitas atau terdapat
rasa nyeri.
6. Siap membantu dalam 6. Eskaratomi akan
pelaksanaan eskaratomi mengurangi konstriksi
yang disebabkan oleh
pembengkakan di bawah
luka bakar yang melingkar
dan akan memperbaiki
perfusi jaringan.
Usus paralitik
1. Pertahankan selang 1. Tindakn ini akan Tidak ada distensi
nasogastrik dengan mengurangi distensi abdomen.
pengisapan intermiten lambung dan abdomen Bising usu kembali
rendah sampai bising selain mencegah normal dalam waktu 48
usus terdengar kembali. terjadinya vomitus jam.
2. Lakukan auskultasi untuk 2. Ketika bising usus
mendengar bising usus terdengar kembali
dan mendeteksi detensi pemberian nutrisi oral
abdomen. dapat dimulai secara
bertahap. Distensi
abdomenmencerminkan
tindakan dekompresi
yang tidak memadai
Tukak curling
1. Kaji hasil anspirasi 1. Ph yang menunjukan Tidak ada distensi
lambunr untuk perlunya pemberian abdomen.
menentukan ph dan preparat antasid atau Bising usus yang norma
adanya darah penyakit histamin. dalam waktu 48 jam
Keberadaan darah Hasil aspirasi lambung
menunjukan kemungkinan dan feses tidak
danya perdarahan lambung mengandung darah.

2. Kaji feses untuk 2. Darah pada feses akan


mendeteksi darah okulta. menunjukan tukak pada
lambung atau duodenum

3. Berikan preparat penyakit 3. Pengobatan semacam itu


histamin dan antasid akan mengurangi keasaman
sesuai program medik lambung dan resiko
terjadinya ulserasi
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi,
dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan
bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar
keringat dan produknya (keringat atau lendir).
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia
rata-rata 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg
jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang.
Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis,
seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-
sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra
violet matahari.

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi mahasiswa terutama bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Baik J.S.,Kim W.C.,Heo J.H,.dan Zheng H.Y.Recurrent Herpes Zoester Myelitis.J


Korean Med Sci.12 (4):36-3/Agustus 1997.

Centers For Disease Control and Prevention (CDC). Advisory Committee on


Immunization Practices ( ACIP ). Update: Recommendations from The Advisory on
Committee on Immunization Practies ( ACIP ) regarding administration of Combination
MMRV Vaccine . MMWR Morb Mortal Wkly Rep.57(10):258-60/14 Mar 2008.

Gohen J.I. Varicella-zoester Virus. The virus Infect Dis Clin North Am. 10(3):457-
68/September 1996.

Galil K., Choo P.W.,Donahue J.G., dan Platt R. The Sequelae of Harpes Zoester. Arch
Intern Med.157 (11):1209-13/9 jun 1997.

Liang M.G., Heidelberg K.A., Jacobson R.M., dan McEvoy M.T. Herpes Zoester after
Varicella Immunization.J AM Acad Dermatol. 38(5 Pt I ) : 761-3/Mei 1998.

Morgan R dan King D. Characteristic of Patiens With Shingles Admitted to a District


General Hospital. Poatgrad Med J.74 (868):101-3/Februari 1998.

Anda mungkin juga menyukai