DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Putra Sondakh
I wayan Priska
Jeremia R Munoimbala
Cahya M Noor
Dortea Magai
Sutri Tinangon
Meylin Maningkas
Conny Rumintjap
Anita N Dorsa
Janet Siodo
Cristiani Ayal
B 1 (Semester 5)
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III dengan pokok bahasan Asuhan Keperawatan Sistem
Integumen.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat
menyusun makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk memberikan kontribusi bagi kita dalam memajukan ilmu keperawatan.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian .............................................................................................................. 2
B. Etiologi .................................................................................................................. 2
C. Patofisiologi .................................................................................................................. 3
D. Manifestasi Klinis.......................................................................................................... 3
E. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................. 5
F. Penatalaksanaan ............................................................................................................ 5
A. Pengkajian ............................................................................................................. 6
B. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 10
C. Intervensi ............................................................................................................... 10
D. Implementasi ......................................................................................................... 16
E. Evaluasi ................................................................................................................. 16
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sistem integumen
2. Untuk mengetahui fungsi sistem integumen
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan sistem integumen
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Etiologi
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Di antaranya adalah faktor
kebersihan, daya tahan tubuh (imunitas), kebiasaan, atau perilaku sehari-hari (makanan,
pergaulan, atau pola hubungan) seksual, faktor fisik, bahan kimia, mikrobiologi, serta
faktor lingkungan. Banyak klien dengan masalah penyakit kulit lebih senang berobat jalan
dan dirawat dirumah, karena merasa tdak bermasalah secara klinis, dan baru mau
menjalani perawatan dirumah sakit jika kondisi penyakitnya sudah parah. Ini perlu
diperhatikan oleh perawat maupun klien menjalani peawatan dirumah. Klien perlu dibekali
dengan pengetahuan tentang proses penyakit., cara perawatan lesi, prosedur pengobatan,
maupun pola hidupnya. Hal ini perlu dilakukan agar penyakit klien tidak menjadi kronis
dan klien dapat berobat secara tuntas sehingga tidak menulari angota keluarga atau orang
lain.
C. Patofisiologi
Apabila kulit mengalami kelainan atau timbul penyakit pada kulit, akan terjadi
perubahan penampilan. Perubahan penampilan tersebut dapat menimbulkan reaksi
psikologis. Sebagian besar klien dengan masalah kulit memiliki perasaan yang lebih
sensitive sehingga timbul perasaan kurang dihargai, rendah diri, dianggap jijik dan
perasaan dikucilkan. Ketika hal itu terjadi, perawat tidak boleh memperlihatkan gerakan
nonverbal maupun verbal yang negative.
D. Manifestasi Klinis
Bentuk-bentuk ruam primer
Gambaran Keterangan
Makula Macula adalah kelainan kulit yang sama
tinggi dengan permukaan kulit, warna
berubah dan berbatas jelas, contoh :
meladonema, petekie.
Papula Papula adalah kelainan kulit yang lebih
tinggi dari permukaan kulit, padat, berbatas
jelas, ukuran kurang dari 1 cm. contoh :
dermatitis, kutil.
Plak Plak adalah kelainan kulit yang melingkar,
menonjol, lesi menonjol lebih dari 1 cm.
contoh : Fugoides mikosis terlokalisasi,
neurodermatitis.
Nodula Nodula adalah kelainan kulit yang lebih
tinggi dari permukaan kulit, padat berbatas
jelas, ukurannya lebih dari 1 cm. contoh ;
epitelioma.
Vesikula Vesikula adalah gelembung berisi cairan,
berukuran kurang ari 1 cm. contoh ; cacar air,
dermatitis kontak.
Bula Bula adalah sama dengan vesikula, tapi
ukurannya lebih dari 1 cm, contoh ; luka
bakar.
Pustule Postula adalah sama dengan vesikula tapi
berisi nanah, contoh ; scabies.
Urtika Urtika adalah kelainan kulit yang lebih tinggi
dari permukaan kulit, edema, warna merah
jambu, bentuknya bermacam-macam. Contoh
; gigitan serangga.
Tumor Tumor adalah kelainan kulit yang menonjol,
ukurannya lebih besar dari 0,5 cm.
F. Penatalaksanaan
Dalam pengobatan penyakit kulit cukup banyak digunakan obat-obat topical. Macam
dan jenis-jenis obat topical ini banyak sekali, diantaranya saleb dan bedak, minyak, gel,
krem, solusi, atau astringen. Perawat perlu mempelajari sifat dan jenis, obat-obat topical
ini karena dalam proses perawatan kulit, perawat banyak memegang peranan, baik pada
tahap promotif, preventif, kuratif, maupun pada tahap rehabilitative. Pada penggunaan
obat-obatan topical, jagan oleskan obat terlalu tebal karena dapat menyebabkan iritasi
bahan kimia dan akan menghambat proses penyembuhan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
INTEGUMEN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Tanggal dan waktu pengkajian
Biodata: nama, umur (penting mengetahui angka prevelensi), jenis kelamin, pekerjaan
(pada beberapa kasus penyakit kulit, banyak terkait dengan factor pekerjaan, [misalnya,
dermatitis kontak alergi]).
Riwayat kesehatan: meliputi masalah kesehatan sekarang, riwayat penyakit dahulu, status
kesehatan keluarga, dan status perkembangan.
Menurut Bursaids (1998), disamping menggali keluhan-keluhan diatas, anamnesis harus
menyelidiki 7 ciri lesi kulit yang membantu anda membuat diagnosis, yaitu :
1. Lokasi anatomis, tempat lesi pertama kali timbul, jika perlu digambar.
2. Gejala dan riwayat penyakit yang berhubungan.
3. Urutan waktu perkembangan perubahan kulit atau gejala sistemik yang berkaitan.
4. Perkembangan lesi atau perubahan lesi sejak timbul pertama kali.
5. Waktu terjadinya lesi, atau kondisi seperti apa yang menyebabkan lesi.
6. Riwayat pemaparan bahan kimia dan pemakaian obat-obatan.
7. Efek terpapar sinar matahari.
Riwayat pengobatan atau terpapar zat: obat apa saja yang pernah dikonsumsi atau
pernahkah klien terpapar faktor-faktor yang tidak lazim. Terkena zat-zat kimia atau bahan
iritan lain, memakai sabun mandi baru, minyak wangi atau kosmetik yang baru, terpapar
sinar matahari.
Riwayat pekerjaan atau aktifitas sehari-hari: bagaimana pola tidur klien, lingkungan kerja
klien untuk mengetahui apakah klien berkontak dengan bahan-bahan iritan, gaya hidup
klien (suka begadang, minum-minuman keras, olah raga atau rekreasi, pola kebersihan diri
klien).
Riwayat psikososial: Stress yang berkepanjangan
Pemeriksaan Kulit
Perubahan menyeluruh
Kaji ciri kulit secara keseluruhan. Informasi tentang kesehatan umum klien dapat
diperoleh dengan memeriksa turgor, tekstur, dan warna kulit.
Turgor kulit umumnya mencerminkan status dehidrasi. Pada klien yang dehidrasi dan
lansia, kulit terlihat kering. Pada klien lansia, turgor kulit mencerminkan hilangnya
elastisitas kulit dan keadaan kekurangan air ekstrasel.
Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji, karena tekstur kulit dapat
berubah-ubah di bawah pengaruh banyak variabel. Jenis tekstur kulit dapat meliputi
kasar, kering atau halus.
Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variabel. Gangguan pada melanin
dapat bersifat menyeluruh atau setempat yang dapat menyebabkan kulit menjadi gelap
atau lebih terang dari pada kulit yang lainnya. Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada
kasus albino. Ikterus adalah warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh
endapan pigmen empedu didalam kulit, sekunder akibat penyakit hati atau hemolisis
sel darah merah. Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi kebiruan; paling jelas
terlihat pada ujung jari dan bibir. Sianosis ini disebabkan oleh desiturasi hemoglobin.
Pada teknik palpasi, gunakan ujung jari untuk merasakan permukaan kulit dan
kelembapannya. Tekan ringan kulit dengan ujung jari untuk menentukan keadaan
teksturnya. Secara normal, tekstur kulit halus, lembut dan lentur pada anak dan orang
dewasa. Kulit telapak tangan dan kaki lebih tebal, sedangkan kulit pada penis paling
tipis. Kaji turgor dengan mencubit kulit pada punggung tangan atau lengan bawah lalu
lepaskan. Perhatikan seberapa mudah kulit kembali seperti semula. Normalnya, kulit
segera kembali ke posisi awal . pada area pitting tekan kuat area tersebut selama 5 detik
dan lepaskan. Catat kedalaman pitting dalam millimeter, edema +1 sebanding dengan
kedalaman 2 mm, edema +2 sebanding dengan kealaman 4 mm.
Perubahan setempat
Mula-mula, lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh. Selanjutnya,
anjurkan klien untuk membuka pakaiannya dan amati seluruh tubuh klien dari atas
kebawah, kemudian lakukan pemeriksaan yang lebih teliti dan evaluasi distribusi,
susunan, dan jenis lesi kulit. Distribusi lesi dan komposisi kulit sangat bervariasi dari
satu bagian tubuh kebagian tubuh lainnya. Lesi yang timbul hanya pada daerah tertentu
menandakan bahwa penyakit tersebut berkaitan dengan keistimewaan susunan kulit
daerah tersebut. Pada daerah kulit yang lembab permukaan kulit bergesekan dan
mengalami maserasi dan mudah terinfeksi jamur superficial. Kondisi ini banyak kita
jumpai pada daerah aksila, lipat paha, lipat bokong, dan lipatan di bawah kelenjar
mamae.
Pada daerah kulit yang kaya keratin, seperti siku, lutut, dan kulit kepala, sering tejadi
gangguan keratinisasi. Misalnya psoriasis, yaitu kelainan kulit pada bagian epidermis
yang berbentuk plak bersisik.
Mengenai susunan lesi, tanyakan bagaiman pola lesinya. Lesi kulit dengan distribusi
sepanjang dermatom menunjukan adanya penyakit herpes zoster. Disini, lesi vesikuler
timbul tepat pada daerah distribusi saraf yang terinfeksi. Linearitas merupakan lesi
yang terbentuk garis sepanjang sumbu panjang suatu anggota tubuh yang mungkin
mempunyai arti tertentu. Garukan pasien merupakan penyebab tersering lesi linear.
Erupsi karena poison iny, seperti dermatitis kontak, berbentuk linear karena iritannya
disebabkan oleh garukan yang bergerak naik-turun. Peradangan pembuluh darah atau
pembuluh limfe dapat menyebabkan lesi linear berwarna merah. Sedangkan parasit
scabies dapat membuat liang-liang pendek pada lapisan epidermis, terutama pada kulit
di antara jari-jari tangan, kaki, atau daerah lain yang memiliki lapisan epidermis tipis
dan lembap sehingga akan membentuk lesi linear yang khas berupa garis kebiru-biruan.
Lesi satelit adalah suatu lesi sentral yang sangat besar yang dikelilingi oleh dua atau
lebih lesi serupa tetapi lebih kecil yang menunjukan asal lesi dan penyebarannya,
seperti yang dijumpai pada melanoma malignum atau infeksi jamur. Tapi lesi
merupakan cirri penting yang berguna dalam menegakkan diagnosis. Lesi berbatas
tegas adalah lesi yang mempunyai batas yang jelas, sedangkan lesi terbatas tidak tegas
adalah lesi kulit yang menyatu tanpa batas tegas dengan kulit yang normal.
Ruam kulit
Untuk mempelajari ilmu penyakit kulit, mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam
kulit atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. Ruam kulit dapat berubah pada waktu
berlangsungnya penyakit. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi oleh
keadaan dari luar, misalnya trauma garkan dan pengobatan yang diberikan., sehingga
perubahan tersebut tidak biasa lagi. Perawat perlu menguasai pengetahuan tentang ruam
primer atau ruam sekunder untuk digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan
pengkajian serta membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis.
Ruam primer adalah kelainan yang pertama timbul, berbentuk macula, papula, plak,
nodula, vesikula, bula, pustule, irtika, dan tumor.
Ruam sekunder adalah kelainan berbentuk skuama, krusta, fisura, erosion, ekskoriasio,
ulkus, dan parut.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan masalh integument
adalah :
1. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, gangguan
kekebalan tubuh, atau infeksi.
2. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan proses peradangan, terbukanya
ujung-ujung saraf kulit, atau tidak adekuatnya pengetahuan tentang pelaksanaan nyeri.
3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan anatomi kulit atau bentuk
tubuh.
4. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit yang tidak teratasi dengan
mudah.
5. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis, perubahan kulit, atau potensial
keganasan.
6. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tidak adanya perlindungan kulit.
7. Defesiensi pengetahuan tentang factor penyebab timbulnya lesi, cara pengobatan, dan
perawatan diri.
8. Gangguan istirahat tidur yang berhubungan dengan rasa gatal atau nyeri pada kulit.
9. Isolasi sosial yang berhubungan dengan penolakan dari oranglain karena perubahan
bentuk kulit.
10. Potensial kecacatan sekunder yang berhubungan dengan hilangnya sensasi
rasa/anastesi, kurangnya pengetahuan tentang perawatn diri.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan yang harus dicapai pada klien dengan masalah kulit dapat ditentukan
berdasarkan tujuan jangka pendek atau jangka panjang. Tujuan keperawatan secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Kulit menjadi normal kembali.
2. Berkurangnya rasa nyeri atau gatal
3. Terlindungnya kulit dari trauma.
4. Tidak terjadi infeksi
5. Konsep diri positif
6. Tidak terjadi penularan
7. Kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi.
I. JENIS-JENIS GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN
A. Harpes Zoster
Radang kulit akut dengan sifat khas yaitu terdapat vesikel yang
tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik sesuai dengan
dermatomnya dan biasanya unilateral. Diperkirakan kurang lebih terdapat
1,3-5 penderita per 1000 orang/tahun. Lebih dari 2/3 penderita berusia >50
tahun dan <10% usia dibawah 20 tahun. Penyebab herpes zoster adalah
virus varisela zoster,virus ini masuk kedalam tubuh melalui lesi pada kulit,
mukosa saluran napas atas, dan orofaring. Virus ini berkembang biak serta
menyebar keberbagai organ, terutama kekulit dan lapisan mukosa,
selanjutnya masuk keujung saraf sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi
dan kornu posterior. Saat virus masuk pertama kali kedalam tubuh disebut
infeksi primer yang kemudian menimbulkan vesikel. Pertahanan tubuh dan
kekebalan tubuh yang menurun dapat menjadi faktor utama penyebab virus
aktif.
Faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya herpes zoster adalah :
1. Penurunan imunitas tubuh
2. Pemakaian kortikosteroid
3. Radio terapi
4. Obat-obat imunosupresif
5. Stres emosi
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Biodata
Cantumkan semua identitas klien: umur,jenis kelamin
2. Keluhan utama
Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat ke
rumah sakit atau berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan
kesehatan lain adalah nyeri pada daerah terdapatnya vesikel
berkelompok
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa
gatal/nyeri pada dermatom yang terserang,klien juga mengeluh nyeri
kepala dan badan terasa lelah.Pada daerah yang terserang mula-mula
timbul papula atau plakat berbentuk urtika,setelah 1-2 hari timbul
gerombolan vesikula.
4. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit
herpes zoster,atau klien klien pernah kontak dengan penderita varisela
atau herpes zoster.
5. Riwayat psikososial
Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang
gambaran/citra diri dan harga diri
6. Kebutuhan sehari-hari
Dengan adanya rasa nyeri,klien akan mengalami gangguan
tidur/istirahat dan juga aktivitas.Perlu juga dikaji tentang kebersihan diri
klien dan cara perawatan diri,apakah alat-alat mandi/pakaian bercampur
dengan orang lain
7. Pemeriksaan fisik
Pada klien dengan herpes zoster jarang ditemukan gangguan kesadaran
keculi jika sudah terjadi komplikasi infeksi lain.Tingkatan nyeri yang
dirasakan oleh klien bersifat individual sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan tingkat nyeri dengan skala nyeri.Apabila nyeri terasa hebat
tanda-tanda vital cenderung akan meningkat.pada inspeksi kulit
ditemukan adanya vesikel berkelompok sesuai dengan alur
dermatom.vesikel ini berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu),dapat menjadi pustula dan krusta.Kadang
ditemukan vesikel berisi nanah dan darah yang disebut herpes zoster
hemoragik.Apabila yang terserang adalah ganglion kranialis,dapat
ditemukan adanya kelainan motorik.Hiperestesi pada daerah yang
terkena memberi gejala yang khas,misalnya kelainan pada wajah karena
gangguan pada nerous trigeminus,nerous fasialis,dan oligus.
8. Pemeriksaan laboratorium
Sitologi (64% zanck smear positif ) adanya sel raksasa yang
multilokuler dan sel-sel okantolitik.
9. Penatalaksanaan
Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingkat
keparahannya.Terapi sistemik umumnya bersifat sistomatik,untuk
nyerinya diberikan analgesik.Jika disertai infeksi sekunder diberikan
antibiotik asiklovir.Herpes zoster sangat cocok dengan obat asiklovir
yang diminum.Dengan cepat obat akan menghentikan munculnya
lepuhan kecil,memperkecil ukurannya,mengurangi rasa gatal,dan
membunuh virus yang ada pada cairan lepuhan.Sebaiknya diberikan
dalam 24-27 jam setelah terbentuknya lepuhan.
10. Diagnosis Dan Intervensi Keperawatan
a. Dx 1: Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan
respon peradangan
Hasil yang diharapkan :
1) Lesi mulai pulih,integritas jaringan kembali normal.dan area
bebas dari infeksi lanjut
2) Kulit bersih dan area sekitar bebas dari edema
Rencana tindakan :
1) Kaji kembali tentang lesi,bentuk,ukuran,jenis,dan distribusi
lesi.
2) Anjurkan klien untuk banyak istirahat
3) Pertahankan integritas jaringankulit dengan jalan
mempertahankan kebersihan dan kekeringan kulit.
4) Laksanakan perawatan kulit setiap hari.Untuk mencegah
pecahnya vesikel sehingga tidak terjadi infeksi
sekunder,diberikan bedak salisil 2% bila erosis dapat diberikan
kompres terbuka.
5) Pertahankan kebersihan dan kenyamanan tempat tidur
6) Jika terjadi ulserasi,kolaborasikan dengan tim medis untuk
pemberian salep antibiotik
b. Dx 2: Perubahan kenyamanan yang berhubungan dengan
erupsi dermal dan pruritus
Hasil yang diharapkan :
1) Klien mengatakan nyeri dan ketidaknyamanan berkurang
dalam batas yang dapat ditoleransi
2) Menampakkan ketenangan,ekspresi muka relaks
3) Kebutuhan istirahat tidur/istirahat terpenuhi
Rencana tindakan :
1) Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan menggunakan
skala/peringkat nyeri
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus
3) Bantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri,penggunaan
teknik imajinasi,teknik relaksasi,dan lainnya.
4) Tingkatkan aktivitas distraksi
5) Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
6) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi :
a) Analgesik untuk pereda/penawar rasa sakit
b) Larutan kalamin untuk mengurangi rasa gatal
c) Steroid untuk mengurangi serangan neuralgia
B. Herpes Simpleks
Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat
kronis dan residif, disebabkan oleh virus herpes simpleks/herpes virus
hominis (FK Unair,1993). Herpes simpleks disebabkan oleh virus DNA.
Herpes simpleks ada 2 tipe :
1. Herpes simpleks I, mengenai bibir, mulut, hidung,dan pipi. Diperoleh
dari kontak dekat dengan anggota keluarga atau teman yang terinfeksi,
melalui ciuman, sentuhan, atau memakai pakaian/handuk bersama,dan
tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
2. Herpes simpleks tipe II, menginfeksi daerah genital dan didahului oleh
hubungan seksual. Akan tetapi,sesuai dengan perkembangan pola
hubungan seksual, kasus ini dapat timbul tanpa harus melalui hubungan
seksual.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Biodata
Dapat terjadi pada remaja dan dewasa muda.jenis kelamin dapat terjadi
pada pria dan wanita.Pekerjaan berisiko tinggi pada penjaja seks
komersil.
2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.Pada beberapa
kasus,timbul lesi/vesikel berkelompok pada penderita yang mengalami
demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada
penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis.Penderita
merasakan nyeri hebat,terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang luas.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit
herpes simpleks atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit,terutama yang lesinya berada pada bagian
muka atau yang dapat dilihat oleh orang,biasanya mengalami
gangguan konsep diri.Hal itu meliputi perubahan citra tubuh,ideal
diri,harga diri,penampilan peran,atau identitas diri.Reaksi yang
mungkin timbul adalah :
a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh
b. Menarik diri dari kontak sosial
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang
7. Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri,kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami
gangguan,terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas.Terjadi gangguan
buang air besar dan buang air kecil pada penderita herpes genitalia
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas lokasi timbulnya lesi,dan
daya tahan tubuh klien.Pada kondisi awal/saat proses peradangan dapat
terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda
vital.Pada pengkajian kulit ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri,edema disekitar lesi,dan dapat pula timbul
ulkus pada infeksi sekunder.Perhatikan mukosa mulut,hidung,dan
penglihatan klien.Pada pemeriksaan genitalia pria,daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis,batang penis,uretra,dan
anus.pada wanita daerah yang perlu diperhatikan adalah labia minora
dan mayora,klitoris,intratus vaginal,dan serviks.Jika timbul lesi catat
jenis,bentuk,ukuran/luas,warna,dan keadaan lesi.Palpasi kelenjar limfe
regional,periksa adanya pembesaran.Pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional.
9. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan hasil uji tzank positif
10. Diagnosa Dan Intervensi
a. Dx 1: nyeri akut yang berhubungan dengan inflamasi jaringan
Hasil yang diharapkan :
1) Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
2) Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan
metode untuk mengontrol nyeri secara benar.
3) Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya
nyeri
Rencana keperawatan :
1) Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri
2) Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman
nyeri
3) Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responnya
terhadap nyeri,akui adanya nyeri,dengarkan dan perhatikan
klien saat mengungkapkan nyeri,sampaikan bahwa mengkaji
nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya.
4) Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atau
tindakannya
5) Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang
penyebab rasa nyeri
6) Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi
distraksi,relaksasi dan imajinasi,dan ajarkan teknik/metode
yang dipilih.
7) Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
8) Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik
9) Pantau tanda-tanda vital
10) Kaji kembali respon klien terhadap tindakan penurunan rasa
sakit/nyeri
b. Dx 2: Gangguan citra tubuh/gambaran diri berhubungan dengan
perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes simpleks.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas
penampilannya
2) Menunjukkan keinginan kemampuan untuk melakukan
perawatan diri
3) Melakukan pola-pola penanggulangan baru
Rencana keperawatan :
1) Ciptakan hubungan saling percaya antara klien dan perawat
2) Dorong klien untuk menyatakan perasaannya,terutama tentang
ia merasakan,berpikir,atau memandang dirinya
3) Jernihkan kesalahan konsepsi individu tentang
dirinya,penatalaksanaan,atau perawatan dirinya
4) Hindari mengkritik
5) Jaga privasi dan lingkungan individu
6) Berikan informasi yang dapat dipercaya dan diperjelas
informasi yang telah diberikan
7) Tingkatkan interaksi sosial
a) Dorong klien untuk melakukan aktivitas
b) Hindari sikap untuk selalu melindungi,tetapi terbatas pada
permintaan individu
c) dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan
d) beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan
orang lain
e) lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan
penilaian klien dan pentingnya sistem daya dukungan bagi
mereka.
f) dorong klien untuk berbagi rasa masalah,kekhawatiran,dan
persepsinya.
c. Dx 3: Resiko penularan infeksi yang berhubungan dengan
pemajanan melalui kontak (langsung,tidak langsung,droplet)
Hasil yang diharapkan :
1. Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi
menularkan infeksi
2. Klien dapat menjelaskan penularan penyakit
Rencana keperawatan
1. Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks,penyebab,cara
penularan,dan akibat yang ditimbulkan
2. Anjurkan klien untuk menghentikan kegiatan hubungan seksual
selama sakit dan jika perlu menggunakan kondom
3. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual
dengan satu orang (satu sama lain saling setia) dan pasangan
yang tidak terinfeksi (hubungan seks yang sehat)
4. Lakukan tindakan pencegahan yang sesuai:
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah ke semua klien atau
kontak dengan spesimen
b. Gunakan sarung tangan setiap kali melakukan kontak
langsung dengan klien
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memisahkan alat-alat
mandi klien,dan tidak menggunakannya bersama
(handuk,pakaian,baju dalam,dll)
d. Kurangi transfer patogen dengan cara mengisolasi klien
selama sakit (karena penyakit ini disebabkan oleh virus yang
dapat menular melalui udara)
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Kebiasaan sehari hari
8. Pemeriksaan fisik
a. Uji kulit
b. Uji keringat
c. Uji lepromin
9. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSA INTERVENSI
Dx 1: Kemungkinan cedera yang berhubungan dengan anestesia atau hilang rasa akibat
neuritis.
Hasil yang diharapkan:
1. Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko cedera pada
dirinya.
2. Klien dapat menjelaskan tujuan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
Rencana keperawatan:
1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab ansietas atau hilang rasa serta
akibat yang ditimbulkannya.
2. Kaji faktor-faktor penyebab atau pendukung terjadinya cedera.
3. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab jika mungkin.
4. Ajari cara-cara pencegahan.
a. Gunakan selalu alas kaki
b. Jika merokok, gunakan pipa rokok dan jangan merokok sambil tiduran.
c. Kaji suhu air mandi, jika mandi menggunakan air panas, dengan termometer air mandi.
d. Gunakan pelindung tangan saat mengangkat barang dari kompor.
e. Jangan gunakan baju panjang ketika sedang memasak.
f. Hati-hati dan waspada selalu jika beraktivas di dapur.
5. Diskusikan dengan keluarga tentang cara pencegahan di rumah.
Dx 2: Penatalaksanaan aturan terapeutik: ketidakefektifan, yang berhubungan dengan
rumitnya program pengobatan.
A. SCABIES
Scabies banyak diderita masyarakat dengan hiegenenyang buruk dan juga
lingkungan yang padat karena disebabkan oleh parasit sejenis kutu. Skabies adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scbiei yang menyebabkan iritasi kulit.
Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal
dan merusak kulit penderita (Soedarto 1992). Skabies adalah penyakit kulit yang
mudah menular dan ditimbulkan oleh investasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang
membuat terowongan pada startum korneum kulit, terutama pada tempat predileksi
(Wahidayat, 1998). Skabies adalah penyakit kulit menular dengan keluhan gatal-gatal
terutama pada malam hari.
Cara penularan (transmisi) penyakit ini ada 2 macam, yaitu:
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bersama, dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal,
dsb.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan utama, biasanya klien datang dengan keluhan gatal dan ada lesi dikulit.
3. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya klien mengeluh gatal terutama pada
malam hari dan timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak
tangan, ketiak, aerola mammae, bokong, atau peru bagian bawah.
4. Riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan
skabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita.
5. Riwayat penyakit keluarga. Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota
keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan
dan gejala yang sama.
6. Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan
adanya lesi yang berbentuk pastula.
7. Pola kehidupan sehari-hari. Pada saat anamnesis, perlu ditanyakan secara jelas
tentang pola kebersihan diri klien maupun keluarga.
8. Pemeriksaan fisik. pada saaat inspeksi ditemukan lesi yang khas berbentuk,
papula, pustule, vesikel, urtikaria, dll.
9. Pemeriksaan laboratarium. Sarcoptes scabiei ditemukan dengan membuka
terowongan postula atau vesikula dengan pisau insisi atauujung jarum sambil
mengorek dasarnya. Hasil kerokan diletakkan di kaca sediaan, kemudian diberi
beberapa tetes gliserin dan ditutup dengan gelas pentup, selanjutnya dilihat di
bawah mikroskop. Hasil dianggap positif bila dianggap positif bila didapatkan
sarcoptes scabiei atau telurnya.
10. Terapi. Kolaborasikan dengan tim medis, biasanya jenis obat topical
a. Sulfur presipitatum
b. Emulsi benzyl-benzous
c. Gama benzene heksa klorida
d. Krotamiton 10%
e. Permetrin 5%
f. Antibiotil jika ditemukan adanya infeksi sekunder
Dx 2: resiko gangguan konsep diri (harga diri rendah) b/d penampilan dan respons
orang lain.
a. Jalin komunikasi teraupetik antara perawat, px dan keluarga
b. Bantu individu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaannya.
c. Bantu kx mengidentifikasi evaluasi diri yang positif maupun perasaan
negative
d. Bantu kx dalam mempelajari koping baru.
Diagnosa
Dx 1: Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan diri sekunder
akibat penyakit kronis.
Hasil yang diharapkan :
Klien menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal yang realistic tanpa menyimpang.
Dapat menyatakan dan menunjukan peningkatan konsep diri.
Dapat menunjukan adaptasi yang baik dan menguasai kemampuan diri.
Rencana keperawatan:
Bina hubungan saling percaya antara perawat dank lien.
Dorong klien untuk menyatakan perasaannya, terutama cara ia merasakan sesuatu,
berpikir, atau memandang dirinya sendiri.
Dorong klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan, pengobatan,
dan kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.
Beri informasi yang dapat dipercaya dan meguatkan informasi yang telah diberikan.
Jernihkan kesalahan persepsi individu tentang dirinya, mengenai perawatan dirinya.
Hindari kata-kata yang mengecam dan memojokan klien.
Lindungi privasi (hak-hak pribadi) dan jamin lingkungan yang kondusif.
Kaji kembali tanda dan gejala gangguan harga diri, gangguan citra tubuh, dan perubahan
penampilan peran.
Beri penjelasan dan penyuluhan tentang konsep diri yang positif.
Dx 2: Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan keadaan yang memalukan pada
psoriasis.
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat megidentifikasi perilaku yang bermaalah yang menghalangi hubungan sosial.
Klien dapat menunjukan perilaku yang konstruktif dalam hubungan sosial.
Klien dan keluarga dapat menjelaskan strategi untuk meningkatkan sosialisasi yang
efektif.
Rencana keperawatan :
Beri dukungan untuk mempertahankan dasar keterampilan sosial dan mengurangi isolasi
sosial.
Ciptakan hubungan yang baik dengan klien:
1. Kaji kemampuan klien dalam mengelola stress kehidupannya.
2. Ajak klien untuk berpikir realitas, berfokus pada kondisi saat ini.
3. Bantu klien mengidentifikasi massalah pencetus stress.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi alternative tindakan.
Beri dukungan untuk melakukan aktivitas kelompok:
Dorong pperilaku sosial baru.
Beri model peran yang pasti dalam perilaku sosial (mis, menjawab salam, teman
melawan tidak ditanggapi).
Bantu perkembangan hubungan di antara anggota melalui pengungkapan diri dan
kesungguhan.
Gunakan pertanyaan dan observasi untuk mendorong klien dengan keterbatasan
interaksi.
Dorong anggota untuk memvalidasi persepsi mereka dengan yang lain.
Pantau perkembangan keterampilan sosial klien.
Libatkan keluarga dan anggota masyarakat dalam memahami dan memberikan dukungan
pada klien.
Beri informasi yang nyata tentang penyakit, pengobatan, dan kemajuan pada anggota
keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN
LUKA BAKAR
2. Respon Sistemik
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka-bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder
akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik.
Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui 20% dari luas total permukaan tubuh akan
memperlihatkan respons yang terutama bersifat local. Insidensi, intensitas dan durasi
perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar dengan
respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mengenai 60% atau lebih dari luas permukaan
tubuh. Kejadian luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya
integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari
ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidak stabilan hemodinamika bukan hanya
melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit,
volume darah, mekanisme pulmoner dan berbagai mekanisme lainnya.
3. Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan
ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respons, system saraf simpatik akan
melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (Vasokonstriksi) dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung-tekanan vena sentral,
tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis-tetap rendah selama periode
syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributif.
5. Respon Pulmoner
Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang
berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi
oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh
pasien akan meningkatkan dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan
respon local (White, 1993).
Cidera Inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran.
Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa dicegah dengan alat pendeteksi asap.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:
1. Cedera saluran napas atas;
2. Cedera inhalasi di bawah glottis;
3. Keracunan karbon monoksida;
4. Defek restriktif.
Lebih dari sepuluh korban luka bakar yang menderita gangguan paru pada mulanya
tidak memperlihatkan gejala dan tanda-tanda pulmoner. Penurunan kelenturan paru,
penurunan kadar oksigen serum dan asidosis respiratorik dapat terjadi secara berangsur-
angsur dalam 5 hari pertama setelah luka bakar.
Indikator kemungkinan terjadinya kerusakan paru mencakup hal-hal berikut ini:
Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu daerah yang tertutup,
Luka bakar pada wajah atau leher,
Rambut hidung yang gosong,
Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor, sputum yang
penuh jelaga,
Sputum yang berdarah,
Pernapasan yang berat atau takipnea (pernapasan yang cepat) dan tanda-tanda penurunan
kadar oksigen (hipoksemia) yang lain,
Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.
A. Kesimpulan
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi,
dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan
bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar
keringat dan produknya (keringat atau lendir).
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia
rata-rata 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg
jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang.
Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis,
seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-
sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra
violet matahari.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi mahasiswa terutama bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Gohen J.I. Varicella-zoester Virus. The virus Infect Dis Clin North Am. 10(3):457-
68/September 1996.
Galil K., Choo P.W.,Donahue J.G., dan Platt R. The Sequelae of Harpes Zoester. Arch
Intern Med.157 (11):1209-13/9 jun 1997.
Liang M.G., Heidelberg K.A., Jacobson R.M., dan McEvoy M.T. Herpes Zoester after
Varicella Immunization.J AM Acad Dermatol. 38(5 Pt I ) : 761-3/Mei 1998.