Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DERMATITIS”

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah


KMB III

Dosen Pembimbing:
Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS

Disusun oleh:
Kelompok 1
A 2017 1

Apriyani Darwin (1711110277) Siti Jamariah (1711110285)

Ayu Wahyuni (1711110283) Tresawati KH. Utami (1711110275)


Indah Afriani (1711110297) Tri Indah Purnama Sari (1711110294)
Lina Triwahyuni (1711110173) Utari Dwi Silvana (1711110295)
Novia Agustina M (1711110305) Vioni Julika Putri (1711110040)
Rina Suprayanti (1711110272)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Dermatitis”. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini, khusunya kepada dosen
pembimbing Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS yang membimbing serta mengarahkan penulis
untuk menyusun dan menyelesaikan makalah dengan sebaik mungkin.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelanjaran serta
referensi bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kekurangan baik itu dalam susunan maupun informasi yang dimuat, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan
kesempurnaan dimasa yang akan datang.

Pekanbaru, 24 September 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 3
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….4
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………...4
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Dermatitis...............................................................................................5
2.2 Epidemiologi Dermatitis......................................................................................5
2.3 Etiologi Dermatitis...............................................................................................6
2.4 Patofisiologi Dermatitis........................................................................................7
2.5 Klasifikasi Dermatitis...........................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis Dermatitis...............................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang Dermatitis....................................................................13
2.8 Penatalaksanaan Dermatitis................................................................................14
2.9 Asuhan Keperawatan Dermatitis........................................................................17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.........................................................................................................25
3.2 Saran...................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan


bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk
menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari
semua bentu ekzema adalah 4,66 %, termasuk dermatitis atopic 0, 69%, ekzema
numular 0,17% dan dermatitis seboroik 2,32 % yang menyerang 2% hingga 5%
dari penduduk.

Eksim atau dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang
mana kulit tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana saja
namun yang paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang
paling sering dijumpai adalah eksim atopik atau dermatitis atopik. Gejala eksim
akan mulai muncul pada masa anak-anak terutama saat mereka berumur diatas 2
tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan bertambahnya usia,
namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya. Dengan
pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga
mengurangi angka kekambuhan. Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala
utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul
sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan
muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup kemungkinan
kemerahan muncul di daerah lain.

Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng.
Pada orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu
berubah menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap,
eksim akan mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak
lebih terang atau lebih gelap.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dermatitis?
2. Bagaimana epidemiologi kasus dermatitis?
3. Bagaimana Etiologi kasus dermatitis?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit dermatitis?
5. Apa saja klasifikasi klasifikasi dermatitis?
6. Bagaimana manifestasi klinis penyakit dermatitis?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus dermatitis?
8. Bagaimana penatalksanna penyakit dermatitis?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani dermatitis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dermatitis
2. Untuk mengetahui epidemiologi kasus dermatitis
3. Untuk mengetahui etiologi dermatitis
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit dermatitis
5. Untuk mengetahui kalsifikasi dermatitis
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dermatitis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kasus dermatitis
8. Untuk mengatahui penatalaksanaan penyakit dermatitis
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dalam menangani kasus dermatitis

1.4 Manfaat
1. Bagi penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini dkharapakan kami sebagai
mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
penyakit dermatitis serta upaya pencegahan dan perawatan dermatitis demi
terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi.
2. Bagi pembaca
Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahu tentang penyakit
dermatitis serta upaya pencegahan dan perawatan dermatitis dan dapat
menciptakan keilmuan yang lebih baik lagi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (Epidermis dan Dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis. (Djuanda Adhi, 2010).
Penyakit kulit akibat kerja atau penyakit kulit okupasi adalah keadaan
abnormal dari kondisi kulit karena adanya kontak dengan substansi atau
berhubungan dengan proses yang ada di lingkungan kerja. Penyakit kulit okupasi
merupakan masalah besar untuk kesehatan masyarakat karena efeknya yang
sering kronik dan memiliki pengaruh yang besar terhadap keadaan ekonomi
masyarakat dan para karyawan (Taylor, 2004).
Dermatitis kontak iritan merupakan respon inflamsi yang tidak berkaitan
dengan reaksi imun dikarenakan paparan langsung dari agen bahan iritan dengan
kulit. Dermatitis kontak Iritan juga merupakan efek sitotoksik lokal langsung
dari bahan iritan fisika maupun kimia yang bersifat tidak spesifik, pada sel−sel
epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu konsentrasi yang
cukup (Verayati, 2011).

2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan
cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya
yang tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita
dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh
(Djuanda, 2010).
Dermatitis kontak okupasi adalah penyakit okupasi yang paling sering
didunia. Angka kejadian dermatitis akibat pekerjaan di Amerika Serikat
didapatkan 55,6% dari angka tersebut didapatkan 69,7% yang terbanyak adalah
pekerja. Pekerja di bidang kuliner di Denmark merupkan insiden tertinggi
terkena dermatitis kontak iritan, diikuti dengan pekerja cleaning service. Pada
tahun 2014 di Jerman sekitar 4,5 per 10.000 pekerja terkena dermatitis kontak
dengan insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut yaitu 46,9 kasus per
10.000 pekerja pertahun, pembuat roti 23,5 kasus per 10.000 pekerja pertahun,
dan pembuat kue kering 6,9 kasus per 10.000 pekerja pertahun. Dilaporkan
bahwa insiden dermatitis kontak okupasi berkisar antara 5 hingga 9 kasus tiap
10.000 karyawan full−time tiap tahunnya (Hogan, 2014).
Prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Berdasarkan penelitian
dari Netherland Expert Center on Occupational Dermatosis terhadap jumlah
kasus penyakit kulit akibat kerja selama 5 tahun (2001−2005) di Negara
Belanda, didapatkan hasil dari 4516 kasus baru, 3603 kasus merupakan kasus
dermatitis kontak. Bila dibandingkan dengan penyakit lain, persentase kasus
baru dermatitis kontak sebesar 79,8%, sehingga dermatitis kontak merupakan
penyakit kulit akibat kerja yang paling sering diderita oleh masyarakat.
Berdasarkan jenis kelamin, persentase wanita lebih banyak dibandingkan pria
yaitu wanita 51,1% dengan kisaran umur yang dominan sekitar 15−24 dan
25−34 tahun sedangkan pria 49% dengan kisaran umur sekitar 35−44 tahun,
45−54 tahun, dan 55−64 tahun (Pal et al., 2008).
Perdoski (2009) sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan
dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang
merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit
dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Studi epidemiologi, Indonesia
memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana
66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis
kontak alergi. Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh dermatitis
kontak, sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkirakan terjadi pada
0,21% dari populasi penduduk (Sumantri, 2010).

2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan
fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon
tersebut dapat berhubungan dengan alergi. (Arief Mansjoer.1998.”Kapita
selekta”) Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
1. Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen, asam, basa ),
fisik ( sinar matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
2. Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

2.4 Patofisiologi
2.5 Klasifikasi
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan
atau substansi yang menempel pada kulit dan dikenal dua macam
dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis
kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun kronik.
Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa diketahui proses sensitasi.
Sebaliknya, dermatitis alergik terjadi pada seseorang yang telah
mengalami sensitasi terhadap suatu alergen (Djuanda, 2006;
Stateschu,2011).
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit
tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit
batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena
berbagai ransangan pruritogenik.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud
kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini
muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit
sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang
terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan,
lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Dermatitis Seborrheic
Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi dari hidung,
antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini
seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam
keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Dermatitis Stasis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena
(atau hipertensi vena) tungkai bawah yang muncul dengan adanya varises,
menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna menjadi
memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya
akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain
pada kaki juga menjadi penyebab.
5. Dermatitis Atopik
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma
bronkial). kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal,
dan pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut.
Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada
keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya
dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat
keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
6. Dermatitis Medikamentosa
Dermatitis medikamentosa memiliki bentuk lesi eritem dengan
atau tanpa vesikula, berbatas tegas, dapat soliter atau multipel. Terutama
pada bibir, glans penis, telapak tangan atau kaki. Penyebabnya dari obat-
obatan yang masuk kedalam tubuh melalui mulut, suntikan atau anal.
Keluhan utama pada penyakit biasanya gatal dan suhu badan
meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk lokalisasinya
bisa mengenai seluruh tubuh. Apabila di bandingkan dengan melasma
bedanya yaitu plak hiperpigmentasi batasnya tidak tegas.

2.6 Manifestasi Klinis


Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang
akut terutama pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya
pada muka (terutama palpebra dan bibir), gangguan fungsi kulit dan genitalia
eksterna.
1. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula,
erosi dan eksudasi sehingga tampak basah.
2. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering
menjadi kusta.
3. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan
likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu
dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium
kronis.

Gambar1: Dermatitis kontak (Dailli, 2005).

Subjektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai


pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan
(rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).
Objektif, biasanya batas kelainan tidak terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul
scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema. Edema
sangat jelas pada kulit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir)
dan genetelia eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.
Dermatitis basah berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika
disertai infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti tdiak madidans bila gelembung-
gelumbung mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta.
Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses
menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi. Menurut Djuanda Adhi 2010, manifestasi klinis dermatitis yaitu:
1. Dermatitis kontak
a. Lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak.
b. Untuk dermatitis kontak alergi, gejala tidak muncul sebelum 24-48 jam,
bahkan sampai 72 jam.
c. Untuk dermatitis kontak iritan, gejala terbagi menjadi akut dan kronis.
Saat akut dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi kemerahan bahkan
terasa perih sampai lecet. Saat kronis gejala dimulai dengan kulit yang
mengering dan sedikit meradang dan akhirnya menjadi menebal.
d. Pada kasus berat, dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan tersebut.
e. Kulit terasa gatal bahkan terasa terbakar.
f. Dermatitis kontak iritan, gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa
dibandingkan dengan tipe alergi.
2. Dermatitis Atopik (DA)
Ada 3 fase klinis DA yaitu:
a. DA infantil (2 bulan-2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu
pada bulan kedua. Lesi mula-mula tampak di daerah muka (dahi-pipi)
berupa eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi
eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher,
pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa
ditemukan didaerah ekstensor ektremitas. Sebagian besar penderita
sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
b. DA anak (2-10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan dari bentuk DA infantile ataupun timbul
sendiri (denovo). Lokasi lesi dilipatan siku/lutut, bagian fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul
likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi
sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat
menggangu pertumbuhan.
c. DA pada remaja dan dewasa
Lokasi lesi pada remaja adalah dilipatan siku/lutut, samping leher,
dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat
misalnya pada bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, putting susu atau
scalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah dilipatan, mengalami
likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar cenderung
berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama. Bias didapati
ekskoriasi dan eksudat akibat garukan dan akhirnya menjadi
hipergimentasi. Umumnya DA remaja dan dewasa berlangsung lama
kemudian cenderung membik setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia
pertengfahan dan sebagian kecil sampai tua.
3. Nurodermatitis sirkumskripta
a. Kulit yang sangat gatal
b. Muncul tunggal didaerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah, paha
atau mata kaki, kadang muncul pada alat kelamin.
c. Rasa gatal sering hilang timbul. Sering timbul pada saat santai atau sedang
tidur, akan berkurang saat beraktivitas. Rasa gatal yang digaruk akan
menambah berat rasa gatal tersebut.
d. Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit yang bersisik akibat
garukan atau penggosokan dan sudah terjadi bertahun-tahun.
4. Dermatitis numularis
a. Gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat menggangu.
b. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm), kemudian
membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas ke samping,
membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam (koin), eritematosa,
sedikit edematosa, dan berbatas tegas.
c. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi
krusta kekuningan.
d. Ukuran lesi bias mencapi garis tengah 5 cm atau lebih, jumlah lesi hanya
dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan
ukuran bervariasi dari miliar sampai nummular, bahkan plakat.
e. Tempat predileksi biasanya terdapat ditungkai bawah, badan, lengan
termasuk punggung tangan.
5. Dermatitis statis
a. Bercak-bercak berwarna merah yang bersisik
b. Bintik-bintik berwarna merah dan bersisik
c. Borok atau bisul pada kulit
d. Kulit yang tipis pada tangan dan kaki
e. Luka (lesi) kulit
f. Pembengkakan pada tungkai kaki
g. Rasa gatal disekitar daerah yang terkena
h. Rasa kesemutan pada daerah yang terkena

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
a. Darah: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
b. Urin: pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik
karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh
sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema
interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis
terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel
mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan
terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis
ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi
perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis
kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan
antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin
intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu
antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit
mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan
setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada
saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat.
Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi,
imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien
yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.

2.8 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang
sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan
sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip
umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres
terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin
rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik
berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi
bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah:
(1) Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.
Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari
dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi
spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit
menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans,
sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi
dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis
yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan
triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara
lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat
penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama
6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa
potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
(2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis
kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji
antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan
fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA
(PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari
sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans
menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans.
(3) Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi
atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
(4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi
tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan
antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
(5) Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat
proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4
tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan
efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin
makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi
0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat
0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat
0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan
adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik
dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara
oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan
atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
(1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh
efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak
terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan
adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin,
serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
(2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena
berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita
ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan
dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-
DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T
dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
(3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T
penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1
dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
(4) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan
derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
(5) FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan
selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF.
Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin
dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
(6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya
seperti nifedipin dan amilorid.
(7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2,
IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari
peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
(8) SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi
yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral
lebih baik daripada siklosporin

2.9 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang
ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti
ini atau penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu
obat
d. Pola Fungsional
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu
sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme


a) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi,
siang dan malam)
b) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
c) Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
d) Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3) Pola eliminasi
a) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
b) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
c) Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4) Pola aktivitas/olahraga
a) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
pada kulit.
b) Kekuatan Otot: Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
c) Keluhan Beraktivitas: kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5) Pola istirahat/tidur
a) Kebiasaan: tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
b) Masalah Pola Tidur: Tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
c) Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa
segar atau tidak?
6) Pola kognitif/persepsi
a) Kaji status mental klien
b) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
c) Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
d) Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
e) Kaji apakah klien mengalami vertigo
f) Kaji nyeri: Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah
pada kulit.
7) Pola persepsi dan konsep diri
a) Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran
dirinya
b) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut
c) Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8) Pola peran hubungan
a) Tanyakan apa pekerjaan pasien
b) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien
seperti: pasangan, teman, dll.
c) Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawatan penyakit klien
9) Pola seksualitas/reproduksi
a) Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
b) Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan
terkait dengan menopause
c) Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
10) Pola koping-toleransi stress
a) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial
atau perawatan diri)
b) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien
mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada
penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi
masalahnya dengan orang-orang terdekat.
11) Pola keyakinan nilai
a) Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
c. Gangguan pola tidur berhungan dengan pruritus
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
bagus
e. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan
kurangnya informasi

3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Kerusakan integritas kulitSetelah dilakukan asuhan  Lakukan inspeksi lesi
berhubungan dengankeperawatan, kulit klien setiap hari
kekeringan pada kulit dapat kembali normal  Pantau adanya tanda-

dengan kriteria hasil: tanda infeksi


 Ubah posisi pasien tiap 2-
 Derajat pengelupasan
4 jam
kulit berkurang  Bantu mobilitas pasien
 Kemerahan berkurang
sesuai kebutuhan
Lecet karena garukan  Pergunakan sarung tangan
berkurang jika merawat lesi
 Penyembuhan area kulit  Jaga agar alat tenun selau
yang telah rusak dalam keadaan bersih dan
 Kenyamanan pada kulit
kering
meningkat  Libatkan keluarga dalam
memberikan bantuan pada
pasien
 Gunakan sabun yang
mengandung pelembab
atau sabun untuk kulit
sensitive
 Oleskan/berikan salep
atau krim yang telah
diresepkan 2 atau tiga kali
per hari.

2. Resiko infeksiSetelah dilakukan asuhan Lakukan tekni aseptic dan
berhubungan dengankeperawatan diharapkan antiseptic dalam
penurunan imunitas tidak terjadi infeksi dengan melakukan tindakan pada
kriteria hasil: pasien

 Ukur tanda vital tiap 4-6
Hasil pengukuran tanda
jam
vital dalam batas 
Observasi adanya tanda-
normal.
tanda infeksi
- RR :16-20 x/menit 
Batasi jumlah pengunjung

- N : 70-82 x/menit Kolaborasi dengan ahli

- T : 37,5 C gizi untuk pemberian diet

- TD : 120/85 mmHg TKTP




Libatkan peran serta
Tidak ditemukan tanda-
keluarga dalam
tanda infeksi
memberikan bantuan pada
(kalor,dolor, rubor,
klien
tumor, infusiolesa) 
Kolaborasi dengan dokter

Hasil pemeriksaan
dalam terapi obat
laborat dalam batas
normal Leuksosit darah:
5000-10.000/mm3

3. Gangguan pola tidurSetelah dilakukan asuhan  Menjaga kulit agar selalu


berhungan dengan pruritus keperawatan diharapkan lembab
klien bisa istirahat tanpa  Determinasi efek-efek

danya pruritus dengan medikasi terhadap pola

kriteria hasil: tidur


 Mencapai tidur yang  Jelaskan pentingnya tidur
nyenyak yang adekuat
 Melaporkan gatal  Fasilitasi untuk
mereda mempertahankan aktifitas
 Mengenali tindakan sebelum tidur
untuk meningkatkan  Ciptakan lingkungan yang
tidur nyaman
 Mempertahankan  Kolaborasi dengan dokter
kondisi lingkungan dalam pemberian obat
yang tepat tidur.
4. Gangguan citra tubuhSetelah dilakukan asuhan  Kaji adanya gangguan
berhubungan dengankeperawatan diharapkan citra diri (menghindari
penampakan kulit yangPengembangan peningkatan kontak mata ucapan
tidak bagus. penerimaan diri pada klien merendahkan diri
tercapai dengan kriteria sendiri).
hasil:  Identifikasi stadium
psikososial terhadap
 Mengembangkan
perkembangan.
peningkatan kemauan
 Berikan kesempatan
untuk menerima
pengungkapan perasaan.
keadaan diri.  Nilai rasa keprihatinan
 Mengikuti dan turut
dan ketakutan klien, bantu
berpartisipasi dalam
klien yang cemas
tindakan perawatan diri.
mengembangkan
 Melaporkan perasaan
kemampuan untuk
dalam pengendalian
menilai diri dan
situasi.
 Menguatkan kembali mengenali masalahnya.
dukungan positif dari  Dukung upaya klien
untuk memperbaiki citra
diri sendiri.
diri, spt merias,
merapikan.
 Mendorong sosialisasi
dengan orang lain.
5. Kurang pengetahuanSetelah dilakukan asuhan  Kaji apakah klien
tentang program terapikeperawatan diharapkan memahami dan mengerti
berhubungan denganterapi dapat dipahami dan tentang penyakitnya.
kurangnya informasi dijalankan dengan kriteria  Jaga agar klien
hasil: mendapatkan informasi
 Memiliki pemahaman yang benar, memperbaiki
terhadap perawatan kesalahan
kulit. konsepsi/informasi.
 Mengikuti terapi dan  Peragakan penerapan
dapat menjelaskan terapi seperti, mandi dan
alasan terapi. penggunaan obat-obatan
 Melaksanakan mandi, lainnya.
pembersihan dan  Nasihati klien agar selalu
balutan basah sesuai menjaga hygiene pribadi
program juga lingkungan.
 Menggunakan obat
topikal dengan tepat.
 Memahami pentingnya
nutrisi untuk kesehatan
kulit.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan
gatal).
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya: bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis
atopik.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini penulis mengaharapkan agar para pembaca bisa
memahami apa yang sudah dijelaskan sehingga dapat bermanfaat bagi semuanya dan
agar lebih dapat mengaplikasikan dalam merawat pasien dan mampu dalam
pembuatan asuhan keperawatan yang tepat yang banyak melibatkan orang terdekat
klien, mulai dari keluarga, kerabat sampai teman pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Penerbit :
LWW, Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit
:EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit:
EGC, Jakarta
Djuanda, Adhi. 2005i Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai Penerbit FK
UI, Jakarta.
Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3. Penerbit : Media
Aesculapius FK UI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai