Anda di halaman 1dari 19

REFERAT GAGAL JANTUNG

BLOK KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN PEDIATRI

DISUSUN OLEH :

NADHIRAH ANANDA IDRIS


70600117031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
GAGAL JANTUNG

A. Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk berfungsi dengan baik
diakibatkan oleh kelainan struktural atau fungsional sehingga ventrikel tidak dapat
memompa darah keseluruh tubuh secara optimal(1). Gagal jantung secara klasik dikatakan
sebagai disfungsi pompa ventrikel kiri, yang bersifat progresif, dilatasi, dinding tipis dan
kontraktilitas yang buruk. Sindrom klinis berasal dari patofisiologi yang meliputi
interaksi yang kompleks anatara sirkulasi.
Gagal jantung pada bayi dan anak merupakan sindrom klinis yang ditandai oleh
miokardium yang tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh untuk pertumbuhan(2). Jantung dapat dianggap sebagai
sebuah pompa dengan output yang sebanding dengan volume pengisian dan berbanding
terbalik dengan tahanan yang dialami oleh pompa tersebut. Ketika volume diastolik akhir
ventrikel meningkat (terjadi dilatasi), jantung yang sehat akan meningkatkan isi
sekuncupn (stroke volume) sampai suatu nilai maksimum yang jika dilampaui,isi
sekuncup tidak akan dapat meningkat lagi (hukum Starling). Akibat peningkatan isi
sekuncup, akan terjadi peningkatan curah jantung (cardiac output). Curah jantung adalah
jumlah darah (liter) yang dipompa setiap ventrikel per satuan waktu (menit). Curah
jantung dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara laju jantung (heart rate) dengan isi
sekuncup(3).
B. Epidemiologi
Gagal jantung bisa terjadi pada semua usia dimulai dari neonatus, anak di bawah
usia 5 tahun, anak usia sekolah, remaja dan dewasa. Berbeda dengan dewasa, gagal
jantung pada anak disebabkan oleh berbagai macam etiologi dengan gambaran klinis
yang beragam. Pada anak, penyebab gagal jantung terbanyak yaitu kelainan kongenital
atau penyakit jantung bawaan (PJB) dengan insidensi 8/1000 kelahiran hidup dan 20%
dari kelainan kongenital ini menyebabkan gagal jantung(1).
Di Indonesia, sampai saat ini belum ada data yang valid mengenai insidensi gagal
jantung akut pada anak. Gagal jantung memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta
kematian anak tiap tahun di dunia, dengan penyebab terseringnya adalah PJB. Menurut
dr. Sukma Tulus Putra, Sp.A, ketua divisi kardiologi anak RSCM, penderita PJB 90%
meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang dari 1 tahun, sedangkan sisanya
terjadi pada umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung pada umur 5-15 tahun umumnya
kelainan jantung didapat (diantaranya demam reumatik)(4).
C. Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan maupun didapat
yang diakibatkan oleh beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) berlebih
atau oleh insufisiensi miokard. Umumnya pada gagal jantung terjadi curah jantung yang
rendah misalnya pada miokarditis akut, kardiomiopati dilatasi, takiaritmia kronik,
kelainan koroner dan sekuele pasca operatif. Dapat terjadi juga curah jantung yang
normal atau bahkan meningkat misalnya pada gagal jantung akibat hipertiroid, anemia
atau defisiensi thiamin.

Terdapat dua faktor penyebab gagal jantung dari segi hubungan yang luas, yaitu :

1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung) : kondisi miokardium normal tetapi


gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume
(preload) atau tekanan (afterload) akibat PJB atau didapat.
2. Faktor miokardium : kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium
 Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau
difteri
 Otot jantung kurang makanan  anemia berat
 Perubahan patologis pada struktur jantung  kardiomiopati

Etiologi Gagal Jantung dalam Kandungan


Penyebab yang paling sering adalah anemia hemolisis dari penyakit Rh, transfusi
janin/ ibu atau anemia hipoplastik, baru-baru ini gagal jantung ternyata terkait dengan
aritmia jantung. Sebab-sebab lain gagal jantung dalam uterus meliputi insufisiensi katup
semilunar atau katup atrioventrikuler masif (kadang-kadang ditemukan pada janin dengan
penyakit kanal atrioventrikuler komplit atau penyakit ebstein), fistula arteriovenous besar
sistemik, penutupan foramen ovale premature, atau penyakit radang miokardium(5) .

Etiologi Gagal Jantung Pada Neonatal

Terjadinya disfungsi miokardium pada masa neonatal relatif jarang dan hampir
selalu dihubungkan dengan masalah-masalah perinatal lain seperti asfiksia, sepsis,
hipoglikemi, atau cedera sistem organ lain. Masalah-masalah struktural, yang
tersembunyi dalam kandungan sementara sistem sirkulasi tersusun pararel dengan
tahanan pulmonal yang tinggi, dapat menyebabkan kesukaran hemodinamik ketika
duktus arteriosus menutup dan tahanan vaskular paru-paru turun. Gejala gagal jantung
akibat meningkatnya tekanan jantung kiri pada neonatus, biasanya akibat stenosis aorta
atau koarktasio aorta, akan tampak pada minggu pertama atau kedua. Sedangkan pada
peningkatan tekanan berlebihan (pressure overload) pada jantung kanan biasanya
penderita akan tampak sianosis akan tetapi tidak memperlihatkan gejala gagal jantung,
karena foramen ovale paten menyebabkan berkurangnya tekanan jantung kanan akibat
shunt (pirau) dari kanan ke kiri.

Pada kehidupan minggu pertama dan kedua, tahanan vaskular paru-paru tinggi
sehingga anak dengan hubungan sisi jantung kiri dan kanan biasanya tidak timbul gagal
jantung. Namun pada minggu ketiga dan keempat, tahanan vaskular paru-paru telah
cukup menurun sehingga L-R shunt (pirau dari kiri kekanan) yang nyata pada setinggi
ventrikel atau pembuluh darah besar (misalnya duktus arteriosus paten, jendela aorta
pulmonal atau trunkus arteriosus), atau pada setinggi ventrikel (misalnya defek sekat
ventrikel, ventrikel tunggal, kanal atrioventrikular komplit), akan menyebabkan gagal
jantung. Pada fistula arteriovenosa sistemik (biasanya di kepala dan hati) menimbulkan
lesi beban volume berlebih dan dapat ditemukan gagal jantung sebelum masa perinatal
karena tidak tergantung tahanan vaskular pulmonal.

Etiologi Gagal Jantung pada Bayi

Selama masa bayi gagal jantung biasanya disebabkan oleh masalah struktural,
walaupun kelainan pada otot jantung kadang-kadang ditemukan. Pada umur empat
minggu tahanan vaskular paru-paru biasanya sangat menurun, dan hubungan antara
sirkulasi sistemik dan pulmonal, jika cukup besar, sering menyebabkan gagal jantung.
Lesi beban volume berlebih dengan pirau dari kiri-ke kanan pada setinggi pembuluh
darah besar (duktus arteriosus paten, trunkus arteriosus, atau jendela aorta pulmonal)
menjadi bergejala pada umur ini. Gagal jantung dapat juga ditemukan pada anak dengan
defek sekat ventrikel (VSD) besar sebagai lesi satu-satunya atau bersama dengan
penyakit jantung yang lebih rumit, seperti transposisi arteri-arteri besar atau artresia
trikuspidal. biasanya pirau setinggi atrium tidak menimbulkan gagal jantung, tetapi
anomali muara vena balik pulmonal sering menimbulkan gagal jantung

Etiologi Gagal Jantung pada Masa Anak-anak

Pada awal pertengahan masa anak-anak kebanyakan dari cacat kongenital telah
mengalami perbaikan atau diringankan (palliated). Namun gagal jantung dapat
ditemukan dengan makin bertambahnya regurgitasi katup atrioventrikular pada anak-anak
dengan kanal atrioventrikular komplit atau sebagai akibat dari prosedur paliatif seperti
pirau besar arteri sistemik ke pulmonal. Penyakit jantung didapat, seperti demam
reumatik, miokarditis virus atau endokarditis bakterial dapat menimbulkan gagal jantung
meliputi hipertensi akut (biasanya akibat glomerulonefritis), tirotoksikosis, toksisitas
terapi kanker (termasuk radiasi atau doksorubisin (adriamycin)), anemia sel sabit, atau
kor-pulmonal akibat fibrosis kistik.

D. Patofisiologi
Pada gagal jantung terdapat 3 respon hemodinamik yaitu retensi air dan garam,
vasokonstriksi, serta stimulasi jantung. Pada awalnya respon ini berfungsi sebagai
mekanisme adaptasi yang defensif (adaptif) sehingga menguntungkan, namun dalam
jangka panjang justru akan merugikan (maladaptif)(3).
Respon Hemodinamik pada Gagal Jantung

Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu(6) :
1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke
sistem arteri perifer tidak efekif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar dari
jantung mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan aliran
kiri ke kanan (left to the right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak mampu lagi
mengatasi perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering terjadi pada
bayi dan anak dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, atau PDA.
2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran sistemik oleh karena kelainan struktur
jantung yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (stenosis katup aorta,
koarktasio aorta) atau oleh karena otot jantung sangat lemah sehingga tidak kuat
memompa darah keluar menuju arteri sistemik meskipun struktur jantung normal
(kardiomiopati, miokarditis, penyakit kawasaki)

Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut, gagaljantung kongestif
terjadi bila ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan
fungsi ventrikel kanan, sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada
darah sisa di ventrikel kanan, sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi
ventrikel kanan setiap diastol. Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan
diteruskan ke seluruh sistem vena perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri
sehingga tidak mampu memompa darah menuju arteri sistemik,sehingga terjadi
bendungan di sistem vena paru(6).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis awal sering tidak terdeteksi. Kebanyakan pada umumnya, bayi
mengalami kesulitan makan karena dyspnea, mudah lelah, dan sekresi hormon anoreksia
yang membatasi volume pemberian makan. Pada akhirnya, bayi akan gagal tumbuh.
Temuan fisik pada bayi yaitu retraksi ringan hingga berat, takipnea, atau dyspnea dengan
merintih (untuk meningkatkan tekanan ekspirasi akhir positif), takikardia, irama gallop
(S3, S4), dan hepatomegali. Anak-anak yang lebih tua akan bergejala intoleransi terhadap
latihan, somnolen, anoreksia, atau gejala yang lebih "dewasa" seperti batuk, mengi, atau
ditemukan rales, irama gallop, hepatomegali serta edema perifer dan distensi vena
jugularis pada pemeriksaan fisik(7)

F. Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung yaitu:
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian dan
kapasitas latihan maksimal.
3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)
4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon neurohormonal)
Klasifikasi Ross untuk Gagal Jantung pada Bayi sesuai NYHA(8)(9)

Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur dengan
variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang kemampuan kapasitas
latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI sampai kemampuan mengendarai
sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula. Ross dkk tahun 1922 mempublikasikan
sistem skor untuk mengklasifikasikan gagal jantung secara klinis pada bayi Skor Ross ini
disejajarkan dengan klasifikasi New York Heart Association (NYHA)dapat memberikan
gambaran yang lebih rinci oleh karena peningkatan derajat beratnya gagal jantung sesuai
dengan peningkatan kadar norepinefrin plasma dan kadar ini akan menurun setelah
dilakukan koreksi ataupun setelah pemberian obat anti gagal jantung.
Sistem skor Ross untuk Gagal Jantung Pada Bayi(9)

Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann dkk menganjurkan
menggunakan klasifikasi lain. Dengan menggunakan skor ini bila skor lebih dari 6
mempunyai korelasi yang bermakna terhadap menurunnya aktivitas adenilat siklase.

Sistem Klinis Gagal Jantung pada Anak(9)

G. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung pada anak-anak adalah berdasarkan kombinasi tanda dan
gejala klinis, dengan penilaian stratifikasi gejala berdasarkan kriteria Ross/NYHA dan
ditambahkan informasi yang diperoleh dari hasil laboratorium seperti uji kemampuan
aktivitas, pencitraan noninvasif, dan pembuatan profil biomarker. Studi pencitraan
noninvasif dan tes laboratorium pada awalnya diperoleh untuk mengonfirmasi diagnosis,
memastikan keparahan gagal jantung dan menentukan penyebab yang mendasari jika
tidak jelas dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Evaluasi awal umumnya termasuk
radiografi dada, elektrokardiogram, ekokardiografi, dan tes laboratorium (termasuk Brain
Natriuretic Peptide [BNP] atau N-terminal pro-BNP [NT-proBNP], troponin, hitung
darah lengkap, dan kimia darah)(10).
1. Anamnesis
 Sesak napas terutama saat beraktivitas : dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gagal tumbuh.
 Sering berkeringat (peningkatan tonus simpatis).
 Ortopnea
 Dapat dijumpai wheezing ekspirasi/ronkhi
 Edema di perifer atau di kelopak mata.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Gangguan Penampilan Jantung
 Takikardia : Merupakan akibat dari mekanisme adaptasi yang merangsang
sistem adrenergik terhadap penurunan volume sekuncup.
 Kardiomegali
 Hiperaktifitas prekordial :Terutama akibat shunt lesion, kecuali pada
kardiomiopati/tamponade jantung aktivitas prekordial menurun.
 Sianosis perifer : Terjadi akibat penurunan perfusi di kulit dan peningkatan
ekstraksi oksigen jaringan.
 Ekstremitas teraba dingin, pulsasi perifer melemah, tekanan darah sistemik
menurun, penurunan capillary refill time dan gelisah.
 Pulsus paradoksus (pirau kiri ke kanan yang besar), pulsus alternans
(penurunan fungsi ventrikel stadium lanjut).
 Peningkatan tonus simpatis : berkeringat, gangguan pertumbuhan.
 Bising bising : Bising jantung mendukung diagnosis tapi tidak terdengarnya
bising jantung tidak dapat menyingkirkan bahwa bukan gagal jantung
kongestif.
b) Gejala bendungan paru
Peningkatan tekanan pembuluh vena pulmonalis pada awalnya timbul
edema interstitial, bila berlangsung terus maka akan timbul edema alveoli dan
edema bronkiolar yang memberikan gejala berupa retraksi, grunting, wheezing
ekspirasi (akibat obstruksi saluran napas besar oleh pendesakan dari pelebaran
arteri pulmonalis atau atrium kiri). Tampak sianosis sentral yang ringan akibat
penurunan fungsi pertukaran gas oleh penumpukan cairan di alveoli. Gejala
bendungan vena pulmonalis juga dapat berupa takipnea, sesak nafas terutama
saat beraktivitas, ortopnea, paroksismal nokturnal dypsnea, mengi/ronkhi, dan
batuk.
c) Gejala bendungan vena sistemik
Bendungan vena perifer akibat jantung mengalami beban volume yang
berlebihan menimbulkan pembesaran hati (hepatomegali), bendungan vena di
leher, edema perifer dan asites terutama pada anak yang lebih besar(6).
3. Pemeriksaan Penunjang(11)
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb, leukosit, eritrosit) dapat
membantu menyingkirkan adanya anemia dan infeksi. Hemoglobin dan
eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar hemoglobin dibawah 5%
sewaktu waktu dapat menimbulkan gagal jantung dan menambah beban
jantung.Jumlah leukosit dapat meninggi, bila sangat meninggi mungkin
terdapat superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan
jantung.Laju endap darah biasanya menurun, tapi dapat meningkat jika
terdapat infeksi. Analisis gas darah dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis serta derajat sekaligus pengobatan. Serum elektrolit (natrium,
kalium, kalsium, dan magnesium) penting untuk memantau gangguan
keseimbangan elektrolit serta penyulit dan persyaratan sebelum pemberian
digitalis. Kadar natrium dalam darah sedikit menurun, meskipun natrium total
dalam tubuh bertambah. Kadar gula darah akibat hipermetabolisme sering
menimbulkan gejala kejang. Urinalisis, jumlah akan menurun disertai
albuminuria, kenaikan berat jenis dan hematuria mikroskopis.
 Foto Toraks
Foto toraks penting sebagai pemeriksaan rutin untuk melihat besarnya
jantung serta vaskularisasi paru. Hampir selalu ditemukan kardiomegali.
Tidak ditemukannya kardiomegali hampir dapat menyingkirkan diagnosis
gagal jantung. Dikatakan kardiomegali pada foto torak posteroanterior (PA)
jika ratio antara diameter jantung dengan dimensi toraks internal
(cardiothoracic ratio) melebihi 50% pada dewasa, 55% pada anak dan sekitar
60% pada bayi. Peningkatan CTR terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri atau
kanan, hipertrofi ventrikel kiri, atau efusi perikardium. Vaskularisasi paru
perlu dinilai untuk melihat adanya peningkatan atau bahkan kongesti vena.
Foto toraks juga dapat digunakan untuk memantau hasil terapi.
 EKG
Hasil tergantung penyebabnya, terutama adalah untuk melihat adanya
hipertrofi atrium/ ventrikel dan gangguan irama misalnya takikardia supra
ventrikular.
 Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat memberikan gambaran terinci dan kuantitatif
mengenai anatomi dan fungsi jantung. Ekokardiografi dapat memastikan
pembesaran runag jantung, gangguan fungsi ventrikel kiri, dan juga dapat
mendeteksi penyebab dari gagal jantung tersebut misalnya ditemukan defek
septum ventrikel besar. Ekokardiografi juga bermanfaat untuk melihat
efektivitas terapi.
 Kateterisasi dan Angiokardiografi
Suatu pemeriksaan invasif, untuk menilai hemodinamik, anatomi,
elektrofisiologi dan sekaligus intervensi non bedah berupa blade dan balloon
atrial septostomy sebagai upaya dekompresi tekanan atrium kiri pada stenosis
mitral yang berat, dan transposisi pembuluh darah besar.
 Biomarker : Peptida natriuretik (peptida natriuretik otak [BNP] atau terminal
amino [NT]-proBNP) berguna untuk membedakan gagal jantung dari
penyebab. Peningkatan kadar peptida natriuretik mungkin berhubungan
dengan hasil yang buruk pada gagal jantung.Pengukuran protein
antistreptolisin O dan C-reaktif harus dilakukan pada kasus gagal jantung
dengan demam rematik akut atau reaktivasi penyakit jantung reumatik kronis.
H. Tatalaksana(3)
Tatalaksana gagal jantung anak bergantung pada etiologi dan klasifikasi
keparahan. Tatalaksana selalu diawali dengan penyebab yang mendasari gagal jantung.
Terapi medikamentosa untuk pengobatan gagal jantung pada anak terutama berdasarkan
studi pada dewasa dan dilakukan modifikasi untuk kasus tertentu berdasarkan konsensus
ahli yang sebagian besar berdasarkan pengalaman klinis, serial kasus dan penelitian
fisiologis. Ada 3 jenis obat yang digunakan untuk gagal jantung : Inotropik :
meningkatkan kontraktilitas miokardium, Diuretik : mengurangi preload, Pengurang
afterload.
1. Inotropik
Obat inotropik yang bekerja cepat seperti dopamin dan dobutamin digunakan
pada kasus yang kritis atau akut sedangkan obat inotropik lain seperti digoksin digunakan
pada semua kasus yang tidak kritis. Diuretik hampir selalu diberikan bersama obat
inotropik. Obat pengurang afterload (vasodilator) belakangan ini cukup banyak
digunakan karena dapat meningkatkan curah jantung tanpa meningkatkan konsumsi
oksigen miokard.
2. Digoksin
Pada semua kasus gagal jantung dapat diberi digoksin kecuali jika ada
kontraindikasi diantaranya kardiomiopati hipertrofik, blok jantung komplit atau
tamponade jantung. Digoksin harus diberikan secara hati hati karena sempitnya rentang
antar dosis efektif dan dosis toksis. Sebelum pemberian digoksin harus dilakukan EKG
dulu terutama untuk melihat irama jantung dan interval PR. Perubahan irama jantung dan
pemanjangan interval PR merupakan salah satu tanda intoksikasi digitalis. Toksisitas
digoksin terbaik dideteksi dengan EKG dan bukan kadar dalam darah. Kadar elektrolit
juga sebaiknya diperiksa terutama kalium karena toksiksitas digoksin meningkat pada
kondisi hipokalemi dan alkalosis sehingga harus hati-hati saat digunakan bersamaan
dengan diuretik yang dapat menimbulkan hipokalemi seperti furosemid.
Dosis digoksi untuk gagal jantung (oral)

Digoksin dapat diberikan secara intravena dengan dosis 75% dosis oral.
Pemberian intravena harus dilakukan secara perlahan selama 5-10 menit, jika terlalu
cepat dapat terjadi vasokonstriksi arteriol sistemik dan koroner. Pemberian intramuskular
tidak dianjurkan karena absorpsinya kurang baik di samping nyeri dan iritasi pada bekas
suntikan. Digitalisasi diberikan dengan cara pemberian awal ½ dosis digitalisasi total
kemudian dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi total setelah 8 jam, kemudian sisanya
diberikan setelah 8 jam lagi. Dosis rumat diberikan 12 jam setelah dosis digitalisasi total
selesai. Dosis rumat diberikan dalam dua dosis terbagi perhari pada usia < 10 tahun,
sedangkan pada usia >10 tahun dapat diberi sebagai dosis tunggal perhari. Pada kasus
gagal jantung yang ringan, tidak diperlukan pemberian dosis digitalisasi tetapi dapat
langsung diberikan dosis rumat.
3. Dopamin dan dobutamin
Dopamin dan dobutamin merupakan obat inotropik secara parenteral.Mempunyai
mula kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat sehingga lebih disukai dibanding
digoksin untuk menangani gagal jantung yang akut dan berat apalagi jika disertai
gangguan fungsi ginjal. Dopamin maupun dobutamin bersifat simpatomimetik sehingga
meningkatkan curah jantung,tekanan darah dan denyut jantung. Dopamin mempunyai
efek vasodilatasi renal yang bermanfaat untuk mempertahankan fungsi ginjal yang baik
pada penderitagagaljantung,tetapijugadapatmenimbulkantakikardia dan bahkan
vasokonstriksi pada dosis tinggi. Efek vasodilatasi renal tidak dimiliki oleh dobutamin
namun dobutamin relatif tidak menimbulkan takikardia seperti dopamin.
4. Diuretik
Furosemid biasanya dipakai pada anak dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari. Dapat
diberikan secara oral atau intravena dengan dosis yang sama. Penderita gagal jantung
sering mengalami perbaikan setelah pemberian dosis tunggal furosemid meskipun
sebelum digitalisasi. Furosemid menghambat reabsorpsi air dan natrium di ginjal
sehingga mengurangi volume sirkulasi sehingga mengurangi preload jantung . Furosemid
sering digunakan bersamaan dengan digoksin dan vasodilator seperti kaptoptril. Efek
samping furosemid adalah hipokalemia sehingga pada pemberian furosemid kadar
elektrolit harus dimonitor. Pemberian preparat Kalium terutama pada pemberian
furosemid yang lama dengan dosis yang tinggi seringkali diperlukan untuk mencegah
terjadinya hipokalemi.
5. Vasodilator (pengurang afterload)
Sebagai mekanisme kompensasi dari berkurangnya curah jantung pada penderita
gagal jantung, terjadi vasokonstriksi yang disebabkan oleh peningkatan tonus simpatik,
peningkatan katekolamin dan juga peningkatan aktivitas sistem reninangiotensin.
Vasokonstriksi merugikan ventrikel yang gagal karena menambah beban kerjanya
sehingga memperburuk gagal jantung. Pada keadaan ini vasodilator merupakan pilihan
yang tepat. Obat ini mengurangi afterload dengan cara mengurangi resistensi vaskular
perifer melalui vasodilatasi arteri atau bahkan vena. Bersifat meningkatkan isi sekuncup
tetapi tidak meningkatkan kontraktilitas sehingga tidak meningkatkan konsumsi oksigen
pada otot jantung. Obat ini terutama sangat bermanfaat untuk anak dengan gagal jantung
akibat kardiomiopati atau penderita dengan insufisiensi mitral atau aorta yang berat atau
pasca operasi jantung dan sering digunakan bersama dengan digitalis dan diuretik.
Kaptoptril merupakan obat golongan ini yang paling sering dipakai dengan dosis
0.3-6 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, dimulai dengan dosis rendah dulu. Pemberian harus
dilakukan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan mengingat absorpsinya terganggu
oleh makanan. Kaptoptril merupakan angiotensin converting enzyme inhibitor yang
mengakibatkan dilatasi arteri dengan menghambat produksi angiotensin II. Dilaporkan
juga adanya efek venodilatasi.
6. Bedah
Tergantung penyebab misalnya pada defek septum ventrikel dilakukan penutupan
defek setelah gagal jantung teratasi.
7. Suportif
Perbaikan penyakit penyerta atau kondisi yang memperburuk gagal jantung
misalnya demam, anemia, dsb.
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung(12) :
1. Gangguan pertumbuhan,; pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang
lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat
daripada tinggi badan.
2. Dispneu; pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri
dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan ventrikel
kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan dispnea dan
gangguan pada sistem pernapasan lainnya.
3. Gagal ginjal; gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal, sehingga akan
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.
4. Hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal
pada gagal jantung kanan.
5. Serangan jantung dan stroke; disebabkan karea aliran darah pada jantung rendah,
sehingga menimbulkan terjadinya jendalan darah yang dapat meningkatkan resiko
serangan jantung dan stroke.
6. Syok kardiogenik; akibat ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism. Biasanya terjadi pada gagal jantung
refrakter.
J. Prognosis
Prognosis gagal jantung bergantung pada derajat beratnya dan penyebab gagal
jantungnya. Gagal jantung yang penyebabnya non-struktural jantung, prognosisnya
tergantung keberhasilan menangani penyakit dasanya, sedangkan gagal jantung karena
malformasi jantung, tindakan operasi akan memberikan prognosis lebih baik. Tindakan
operasi pada pasien kelainan jantung kongenital hanya bersifat paliatif (11). Luaran pasien
dengan gagal jantung tergantung dari penyebab yang mendasari, jika operable (akibat
malformasi jantung) maka koreksi dengan pembedahan dan non bedah dapat
menyembuhkan gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arafuri N, Nugroho S. Gagal Jantung pada Penyakit Jantung Bawaan: Perubahan


Hemodinamik dan Tatalaksana. The Role of Pediatrician in Pediatric Cardiac Care with
Limited Resources . Pediatric Cardiology Update VII. 2019. 15–26 p.

2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman Pelayanan Medis. Vol. 25, Badan Penerbit IDAI. Jakarta; 2009. 190–192 p.

3. FK Udayana. Buku Panduan Belajar Koas : Ilmu Kesehatan Anak. Udayana University
Press; 2017.

4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak UI. Gagal Jantung. Jakarta; 1985.

5. Fred MD. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press; 1996. 79–88 p.

6. T O. Konsep Terbaru Mengenai Gagal Jantung pada Anak. MS N, Ismoedijanto, MC U,


editors. Surabaya: Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSUD Dr Sutomo; 2002.

7. Madriago E, Silberbach M. Heart failure in infants and children. Pediatr Rev.


2010;31(1):4–12.

8. Wahab, Samik. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC; 2003.

9. Supriyanto, Bambang. Management of Pediatric Heart Disease for Practitioner: From


Early Detection to INtervention. Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM; 2009.

10. Kirk R, Dipchand AI, Rosenthal DN, Addonizio L, Burch M, Chrisant M, et al. The
International Society for Heart and Lung Transplantation Guidelines for the management
of pediatric heart failure: Executive summary. J Hear Lung Transplant [Internet].
2014;33(9):888–909. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.healun.2014.06.002

11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Gagal Jantung. Jakarta: Pedoman Pelayanan Medik; 2009.
79–83 p.

12. Bernstein, Daniel. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. USA: Elsevier Science;
2003.

Anda mungkin juga menyukai