Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SEL DARAH

Disusun Oleh:

1. Sultan Nuur Sudarkirana (201811133)


2. Syifa Callista Aurellia (201811134)
3. Westi Tri Hanesia (201811143)
4. Winda Asha Purwoko (201811144)
5. Yasmin Hanuun (201811145)
6. Zahra Nabila (201811147)
7. Kezia Bulan Nazuha (201811150)
8. Tuffa Hatii Airwafa (201811151)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2018
Jalan Bintaro Permai Raya III, Bintaro, Pesanggrahan, RT.6/RW.1, Bintaro, Pesanggrahan,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12330
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini
walaupun sederhana baik bentuknya maupun isinya.

Tim penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
makalah mengenai Sel Darah sebagai tugas mata kuliah Biomedik. Dalam makalah ini kami
mencoba untuk menjelaskan mengenai histologi dan fisiologi sel darah (sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit)

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapakan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan mendatang. Semoga makalah ini dapat
memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 24 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
1.1.Latar belakang................................................................................. 1
1.2.Rumusan masalah............................................................................ 1
1.3.Tujuan.............................................................................................. 1
BAB II ISI ………….……………………………………………………….. 2
2.1. Jaringan pada darah……................................................................ 2
2.2. Histologi sel darah ...............………….…………………………. 2
2.2.1 Histologi sel darah merah……...…………………………… 2
2.2.2 Histologi sel darah putih …………………………..………. 5
2.2.2.1 Neutrofil Batang……….…….…………………….. 8
2.2.2.2 Neutrofil Segmen………………………………….. 8
2.2.2.3 Eusinofil.................................................................... 9
2.2.2.4 Basofil....................................................................... 9
2.2.2.5 Limfosit..................................................................... 9
2.2.2.6 Monosit.................................................................... 10
2.2.3 Histologi trombosit............................................................. 10
2.3 Fisiologi sel darah.......................................................................... 12
2.3.1 Fisiologi sel darah merah...................................................... 12
2.3.2 Fisiologi sel darah putih........................................................ 28
2.3.2.1 Neutrofil............................................................. 28
2.3.2.2 Eusinofil............................................................. 28
2.3.2.3 Limfosit.............................................................. 28
2.3.2.4 Monosit............................................................... 29
2.3.2.5 Basofil................................................................ 29
2.3.3 Fisiologi trombosit................................................................ 29
BAB III PENUTUP………………………………………………………….. 40
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………….. 40
3.2. Saran…..…………………………..……………………………………… 41
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….... 42

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah adalah bentuk khusus jaringan yang terdiri atas tiga jenis sel utama: eritrosit
(sel darah merah ),leukosit (sel darah putih),trombosit. Sel-sel ini, juga disebut unsur
bentukan (formed elements)darah, beredar dalam medium cair yaitu plasma. 1
Darah adalah bagian dari sistem transport tubuh. Dan merupakan jaringan yang
terbentuk dari cairan yang terdiri dari dua bagian besar yaitu plasma darah yang
merupakan cairan darah dan sel-sel darah yaitu elemen-elemen yang ada dalam darah yang
ada dalam darah yang terdiri dari eritrosit (sel darah merah) dan leukosit (sel darah putih)
leukosit sendiri terdiri dari neutrofil batang, neutrofil segmen, eosinofil, basofil,l imfosit,
monosit, dan trombosit. 1
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang
disebut Plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam
arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang
berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan
oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi,
mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem
imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. 1

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja penyusun-penyusun dari darah ?
2. Apakah komponen penyusun Sel darah putih (leukosit) dan bagaimana mekanisme
kerjanya?
3. Apakah komponen penyusun dari sel darah merah dan bagaimana mekanisme
kerjanya?
4. Apakah komponen penyusun dari trombosit dan bagaimana mekanisme kerjanya?
5. Apa fungsi dari eritrosit,leukosit,dan trombosit apa bedanya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui komponen-komponen penyusun darah
2. Untuk mengetahui komponen penyusun sel darah putih dan bagaimana mekanisme
kerja sel darah putih pada tubuh.

1
3. Untuk mengetahui komponen penyusun sel darah merah dan bagaimana mekanisme
kerjanya
4. Untuk mengetahui komponen penyusun trombosit dan bagaimana mekanisme kerja
dari trombosit
5. Untuk mengetahui fungsi dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan
trombosit.

2
BAB 2
ISI

2.1 Jaringan Pada Darah


Darah ialah cairan kental berwarna merah terang hingga merah tua yang sedikit basa (pH,
7,4) dan merupakan 7% dari berat badan total. Volume darah total pada orang dewasa
rata- rata ialah berjumlah 5 L, dan mengalir ke seluruh tubuh dalam sistem pembuluh
darah. Darah ialah jaringan ikat khusus yang terdiri dari unsur-unsur berbentuk-sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah- yang mengapung
dalam komponen cair (matriks ekstraseluler), yang disebut plasma.2

2.2 Histologi Sel darah


2.2.2 Histologi Sel Darah Merah
Eritrosit (sel darah merah) mengalami diferensiasi terminal, memiliki inti, dan
dipenuhi oleh protein hemoglobin pembawa-O2. Dalam keadaan normal, sel-sel
ini tidak pernah meninggalkan sistem sirkulasi seperti kebanyakan sel darah
mamalia, eritrosit manusia yang tertahan dalam suatu medium isotonik merupakan
cakram bikonkaf yang fleksibel (Gambar2.2.2a) Sel-sel tersebut berdiameter
sekitar 7,5 μm, dengan tebal 2,6 μm di tepi, dan tebal hanya 0,75 μm di bagian
tengah. Karena dari diameter beraturan ini dan di sebagian besar adanya bagian
jaringan, sel darah merah sering digunakan oleh histologis sebagai standar internal
untuk memperkirakan ukuran sel lain atau struktur. Bentuk bikonkaf memberikan
rasio yang lebih besar untuk luas permukaan terhadap volume dan mempermudah
pertukaran gas. Konsentrasi eritrosit normal dalam darah sekitar 3,9-5,5 juta per
mikroliter (μL, atau mm3) pada wanita dan 4,1-6,0 juta/ μL pada pria. Eritrosit
cukup fleksibel, yang memungkinkannya beradaptasi dengan ketidak-teraturan
bentuk kapiler dan diameter kapiler yang kecil. Pengamatan secara in vivo
menunjukkan bahwa saat melewati sudut percabangan kapiler, eritrosit dengan
hemoglobin dewasa (HbA) berubah bentuk dengan mudah dan sering berbentuk
mirip mangkuk. Dalam pembuluh darah besar sel darah merah sering mengikuti
satu sama lain dan disusun secara bebas disebut rouleaux. 2

3
Plasmalema eritrosit, karena mudah didapat, adalah membran yang paling dikenal
dari semua sel. Membran ini terdiri atas sekitar 40% lipid, 10% karbohidrat, dan
50% protein. Sebagian besar protein merupakan protein integral membran (lihat
Bab 2), termasuk kanal ion, pengangkut anion yang disebut protein pita 3, dan
glikoforin A. Domain ekstrasel terglikosilasi protein ini mencakup tempat
antigenik yang menjadi dasar penentuan golongan darah. Sejumlah protein perifer
berhubungan dengan permukaan internal membran, termasuk spektrin, yang
membentuk jala yang memperkuat membran, dan ankirin, yang menambat jala
tersebut pada protein pita 3. Jaring-jaring submembran menstabilkan membran,
mempertahankan bentuk sel, dan memberikan elastisitas sel yang diperlukan
untuk perjalanan melalui kapiler. Sitoplasma eritrosit dipenuhi dengan
hemoglobin, protein tetramer pembawa-O2 yang menimbulkan sifat asidofilia sel.
Bila dikombinasi dengan O2 atau CO2 hemoglobin, masing-masing, membentuk
oksihemoglobin atau karbaminohemoglobin. Reversibilitas kombinasi tersebut
merupakan dasar untuk kapabilitas pengangkutan gas oleh hemoglobin.
Kombinasi hemoglobin dengan karbon monoksida (CO) bersifat ireversibel, yang
mengurangi kapasitas sel dalam mengangkut O2. 2

Gambar 2.2.1a Gambaran berwarna SEM eritrosit normal dengan setiap sisi
yang berbentuk konkaf. 3

4
Gambar 2.2.1b Diagram eritrosit yang membentuk dimensi sel.

Bentuk bikonkaf memberikan rasio luas permukaan terhadap volume yang sangat
besar dan meletakkan hemoglobin dalam jarak yang pendek dari permukaan sel;
kedua hal tersebut memberikan efisiensi transpor O2 secara maksimal. Eritrosit
juga juga cukup fleksibel dan dapat mudah tertekuk untuk melewati kapiler kecil.2

Gambar 2.2.1. Dalam pembuluh kecil sel darah merah juga sering menumpuk
di agregat disebut reuleaux.

Ukuran standar dari satu sel darah merah membantu untuk memperkirakan bahwa
ukuran pembuluh darah terlihat dengan diameter 15 m. Diferensiasi eritrosit (disajikan
di Bab 13) mencakup hilangnya inti dan semua organel sesaat sebelum sel dilepaskan
oleh sumsum tulang ke dalam sirkulasi. Tanpa mitokondria, eritrosit matur bergantung
pada glikolisis anaerob untuk kebutuhan energi minimalnya. Tanpa adanya inti, eritrosit
tidak dapat mengganti protein yang mengalami defek. 2

5
Gambar 2.2.1. Substitusi sebuah nukleotida di gen haemoglobin.

Substitusi sebuah nukleotida di gen hemoglobin menghasilkan suatu versi protein


yang berpolimerisasi membentuk agregat kaku, yang menyebabkan kelainan
bentuk sel yang parah dengan penurunan fleksibilitas. Pada individu yang
homozigot untuk gen HbS yang termutasi, hal tersebut dapat menyebabkan
peningkatan viskositas darah, dan sirkulasi mikrovaskular yang buruk; kedua hal
ini merupakan gambaran penyakit sel sabit. 6500x. 2

Eritrosit manusia dapat bertahan dalam sirkulasi lebih kurang selama 120 hari.
Pada saat ini, defek pada jalinan sitoskeleton membran atau sistem transpor ion
mulai menghasilkan pembengkakan atau kelainan bentuk lainnya, serta perubahan
pada kompleks oligosakarida pada permukaan sel. Eritrosit tua atau usang yang
memperlihatkan perubahan tersebut dihilangkan dari sirkulasi, terutama oleh
makrofag limpa, hati, dan sumsum tulang. 2

2.2.2 Histologi Sel Darah Putih


Leukosit (sel darah putih atau leukosit) meninggalkan darah dan bermigrasi ke
jaringan di mana ini menjadi fungsional dan melakukan berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan kekebalan. Menurut jenis butiran sitoplasma dan morfologi
nuklirnya, leukosit dibagi menjadi dua kelompok: granulosit dan agranulosit2

6
Eosinofil Granulosit

Neutrofil Granulosit

Basofil Granulosit

7
Limfosit Agranulosit

Monosit Agranulosit

1. Neutrofil merupakan 54%-62% leukosit yang beredar; sirkulasi bentuk dewasa


meningkatkan nilai ini sebesar 3% sampai 5%. Diameternya 12-15 μm pada sediaan
apus darah dengan inti yang terdiri atas 2-5 lobus yang dihubungkan oleh jembatan
inti yang halus. Pada wanita, kromosom X yang inaktif tampak sebagai alat
pemukul drum di salah satu lobus inti meskipun ciri khas ini tidak jelas terlihat di
semua neutrofil. Neutrofil tidak aktif dan berbentuk sferis saat berada dalam
sirkulasi tetapi menjadi aktif dan ameboid selama diapedesis dan saat melekat pada
substrat solid seperti kolagen pada matriks ekstrasel.Neutrofil adalah fagosit aktif
bakteri dan partikel kecil lainnya dan leukosit biasanya pertama yang tiba di lokasi
infeksi, di mana secara aktif mengejar sel bakteri menggunakan kemotaksis.
Sitoplasma neutrofil mengandung dua jenis granul utama dan aktivitas fungsional
Granul azurofilik primer, yang merupakan lisosom khusus dengan komponen untuk
membunuh bakteri yang ditelan. 2
2. Eosinofil jauh lebih sedikit daripada neutrofil, dan merupakan 1-3% leukosit dalam
darah normal. Pada sediaan apus darah, sel ini berukuran kurang lebih sama dengan
neutrofil dan mengandung inti bilobus yang khas . Ciri utama untuk mengenalinya
adalah sejumlah besar, granula asidofilik tipikal pewarnaan tertentu merah muda
atau merah. Secara ultrastuktural, granul spesifik eosinofil tampak berbentuk oval,
dengan banyak inti kristalin pipih yang mengandung protein basa utama, yaitu
8
faktor yang kaya akan arginin dan menimbulkan sifat asidofilia dan merupakan
hingga 50% dari total protein granul. Protein basa utama, bersama-sama dengan
peroksidase eosinofilik, enzim dan toksin lain, memiliki efek terhadap parasit
seperti cacing helmintik dan protozoa. Eosinofil juga memodulasi respon inflamasi
dengan melepaskan kemokin, sitokin, dan mediator lipid, dengan peran penting
dalam respon inflamasi yang dipicu oleh alergi. Jumlah beredar eosinofil meningkat
selama infeksi cacing dan reaksi alergi. Leukosit ini juga menghapus kompleks
antigen-antibodi dari cairan interstisial oleh fagositosis. Eosinofil sangat banyak di
jaringan ikat pada lapisan usus dan pada situs inflamasi kronis, seperti jaringan
paruparu pasien asma. 2
3. Basofil juga berdiameter sekitar 12-15 μm, tetapi membentuk kurang dari 1%
leukosit darah sehingga basofil sukar ditemukan pada apusan darah normal. Intinya
terbagi menjadi dua atau lebih lobuli iregular, tetapi granul-granul spesifik besar
yang berada di atasnya biasanya mengaburkan bentuk inti tersebut.
Granul spesifik azurofilik (berdiameter 0,5 um) terpulasbiru gelap atau secara
metakromatik dengan pewarna basa dari pulasan apusan darah dan berjumlah lebih
sedikit dengan ukuran serta bentuk granul yang lebih iregular ketimbang2
4. Limfosit Sejauh ini merupakan jenis yang paling banyak dari agranulosit di apusan
darah normal atau CBC, limfosit merupakan suatu familia leukosit dengan inti
berbentuk sperikal . Limfosit secara tipikal adalah leukosit terkecil dan terbanyak,
hingga merupakan sepertiga dari sel-sel ini. Meskipun secara morfologis sama,
limfosit dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan molekul-molekul
permukaan yang khas (disebut "kluster diferensiasi" atau penanda CD) yang dapat
dibedakan dengan menggunakan antibodi dengan imunositokimia atau aliran
sitometri. 2
5. Monosit adalah sel agranulosit yang prekursor dari makrofag, osteoklas, mikroglia,
dan sel-sel lain dari sistem fagosit mononuklir di jaringan ikat (lihat Bab 5). Semua
sel monosit yang diturunkan terdapat sel antigen dan memiliki peran penting dalam
pertahanan imun jaringan. Monosit bersirkulasi memiliki diameter 12 sampai 15
μm, melainkan makrofag yang agak lebih besar. Monosit nukleus besar dan
biasanya jelas lekukan atau berbentuk-C). Kromatinnya kurang padat ketimbang
pada limfosit dan terpulas lebih terang ketimbang kromatin limfosit besar.
Sitoplasma monosit bersifat basofilik dan sering mengandung granula azurofilik
yang sangat halus (lisosom), dan beberapa di antaranya mendekati batas resolusi
9
mikroskop cahaya. Granula ini tersebar di seluruh sitoplasma, dan berinya warna
abu-abu-kebiruan pada sediaan terpulas. Mitokondria dan regio kecil dari RE kasar
yang hadir, terdapat apparatus Golgi yang terlibat dalam pembentukan granula
lisosom. 2

2.2.3. Histologi Trombosit


Trombosit (trombocytus) atau platelet bukanlah sel darah, namun merupakan
unsur bentukan darah yang paling kecil dan tidak berinti serta ditemukan di dalam
darah semua mamalia lebih tepatnya terletak hanya terdapat pada sumsum tulang
merah. Trombosit merupakan fragmen atau sisa sitoplasma megakariosit, sel
terbesar di sumsum tulang . Trombosit terbentuk melalui pelepasan sebagian
sitoplasma atau fragmen dari tepi megakariosit yang kemudian disalurkan ke
dalam aliran darah. Seperti eritrosit,trombosit melakukan fungsi utamanya di
dalam pembuluh darah.1

Gambar 2.2.3a Proses Pembentukan Trombosit


(Hemasitosis;Megakarioblast;Promegakarioblast;Megakariosit;Platelet)

Dibandingkan dengan sel darah lainnya, keping darah memiliki ukuran yang
paling kecil,bentuknya tidak teratur, dan tidak memiliki inti sel.keping darah
dibuat di dalam sumsum merah yang terdapat pada tulang pipih dan tulang
pendek. Setiap 1mm kubik darah terdapat 200.000-300.000 buir keping darah.
Trombosit yang lebih dari 300.000 disebut trombositosis,sedangkan apabila
kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit hanya mampu bertahn 8
hari. Meskipun demikian trombosit mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses pembekuan darah.6

10
Gambar 2.2.3b Mikroskopit Trombosit
Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa trombosit adalah bagian paling terkecil
pada darah,karena trombosit merupakan fragmen atau sisa sitoplasma dari
megakariosit dan tidak berinti.1

11
Fisiologi sel darah
2.3.1 Fisiologi Sel Darah Merah (Eritrosit)
Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen diangkut ke
kapiler jaringan perifer hampir seluruhnya dalam bentuk gabungan dengan
hemoglobin. 3

Gambar 2.3.1a Hemoglobin di dalam sel darah merah3

Adanya hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah untuk


mengangkut 30 sampai 100 kali jumlah oksigen yang dapat diangkut dalam
bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah. 3

Dalam sel jaringan tubuh, oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan untuk
membentuk sejumlah besar karbon dioksida. Karbon dioksida ini masuk ke dalam
kapiler jaringan dan diangkut kembali ke paru. Karbon dioksida, seperti oksigen,
juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan
pengangkutan karbon dioksida 15 hingga 20 kali lipat. 3

Pengangkutan Oksigen dan Karbon Dioksida di dalam Darah dan Cairan


Tubuh

I. Pengangkutan Oksigen dari Paru ke Jaringan Tubuh


Gas dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan cara difusi, dan
pergerakan ini selalu disebabkan oleh perbedaan tekanan parsial dari tempat
pertama ke tempat berikutnya. Dengan demikian, oksigen berdifusi dari alveoli ke
dalam darah kapiler paru karena tekanan parsial oksigen (Po2) dalam alveoli lebih
besar daripada Po2 dalam darah kapiler paru. Dalam jaringan tubuh lainnya, Po2
yang lebih tinggi dalam darah kapiler daripada dalam jaringan menyebabkan
oksigen berdifusi ke dalam sel-sel di sekitarnya. 3

12
Sebaliknya, bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbon
dioksida, tekanan karbon dioksida (Pco2) intrasel meningkat ke nilai yang tinggi,
sehingga menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan.
Setelah darah mengalir ke paru, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah masuk
ke dalam alveoli karena Pco2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam
alveoli. Sehingga, pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah
bergantung baik kepada difusi maupun aliran darah. Sekarang kita akan membahas
secara kuantitatif mengenai faktor-faktor yang berperan menyebabkan efek ini. 3

a. Difusi Oksigen dari Alveoli ke Darah Kapiler Paru


Bagian atas dari melukiskan alveolus paru yang berbatasan dengan kapiler paru,
memperlihatkan difusi molekul-molekul oksigen antara udara alveolus dan
darah paru. Po2 dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata 104 mm Hg,
sedangkan Po2 darah vena yang masuk kapiler paru pada ujung arterinya, rata-
rata hanya 40 mm Hg karena sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini
setelah melalui jaringan perifer. Oleh karena itu, perbedaan tekanan awal yang
menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam kapiler paru adalah 104-40, atau 64
mm Hg. Pada bagian bawah gambar, terdapat kurva yang memperlihatkan
peningkatan Po2 yang cepat dalam darah sewaktu darah melewati kapiler; Po2
darah meningkat hampir sebanding dengan peningkatan yang terjadi pada udara
alveolus sewaktu darah telah melewati sepertiga panjang kapiler, menjadi
hampir 104 mm Hg. 3

b. Pengambilan Oksigen oleh Darah Paru selama Kerja


Selama kerja berat, tubuh manusia membutuhkan 20 kali jumlah oksigen normal.
Juga, karena peningkatan curah jantung selama kerja, waktu menetapnya darah
dalam kapiler paru dapat berkurang hingga menjadi kurang dari setengah
normal. Namun, karena ada suatu faktor pengaman yang besar untuk difusi
oksigen melalui membran paru, darah tersebut hampir sepenuhnya tersaturasi
dengan oksigen pada saat darah meninggalkan kapiler paru.

13
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pertama, kapasitas difusi oksigen meningkat kira-kira hampir tiga kali lipat
selama kerja fisik; hasil ini terutama akibat meningkatnya daerah permukaan
kapiler yang berperan dalam difusi dan juga dari rasio ventilasi-perfusi yang
semakin mendekati ideal di bagian atas paru.

Gambar 2.3.1b Pengambiian oksigen oleh darah kapiler paru. (Kurva pada
gambar ini disusun dari data dalam Milhorn HT Jr, Putley PE Jr: A
Theoretical study of pulmonary capi(lary gas exchange and venous
admixture. BiophysJ, 8:337, 1968.) 3

2. Kedua, perhatikan pada kurva dalam Gambar diatas bahwa pada keadaan
tanpa aktivitas, darah menjadi hampir sepenuhnya tersaturasi dengan oksigen
pada saat melalui sepertiga kapiler paru, dan normalnya ada sedikit
penambahan oksigen yang masuk ke dalam darah selama dua pertiga akhir
dari perpindahannya. Dengan demikian, pada keadaan normal, darah menetap
dalam kapiler paru kira-kira tiga kali lebih lama dari yang diperlukan untuk
oksigenasi penuh. Oleh karena itu, selama kerja fisik, walaupun darah hanya
sebentar saja berada dalam kapiler, tetapi darah masih dapat teroksigenasi
penuh atau hampir penuh. 3

c. Transpor Oksigen dalam Darah Arteri


Kira-kira 98 persen darah dari paru yang memasuki atrium kiri, mengalir melalui
kapiler alveolus dan menjadi teroksigenasi sampai Po2 kira-kira 104 mm Hg.

14
Sekitar 2 persennya lagi melewati aorta melalui sirkulasi bronkial, yang terutama
menyuplai jaringan dalam pada paru dan tidak terpapar dengan udara paru.
Aliran darah ini disebut "aliran pintas", yang berarti darah yang memintas daerah
pertukaran gas. Pada waktu meninggalkan paru, Po2 darah pintas hampir sama
dengan darah vena sistemik normal, kira-kira 40 mm Hg. Ketika darah ini
bercampur dalam darah vena paru dengan darah yang teroksigenasi dari kapiler
alveolus; campuran darah ini disebut campuran darah vena, dan menyebabkan
Po2 darah yang masuk ke jantung kiri dan dipompa ke dalam aorta, menjadi
turun sampai sekitar 95 mm Hg. Perubahan Po2 darah ini pada tempat yang
berbeda dalam sistem sirkulasi dilukiskan pada Gambar dibawah ini. 3

Gambar 2.3.1c Kurva Sirkulasi Transpor Oksigen3

d. Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke dalam Cairan Interstisial

Gambar 2.3.1d Difusi oksigen dari kapiler Perifer3

Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, Po2 dalam kapiler masih 95 mm Hg.

15
Po2 dalam cairan interstisial yang mengelilingi sel jaringan rata-rata hanya 40
mm Hg. Dengan demikian, terdapat perbedaan tekanan awal yang sangat besar
yang menyebabkan oksigen berdifusi secara cepat dari darah kapiler ke dalam
jaringan-begitu cepatnya sehingga Po2 kapiler turun hampir sama dengan
tekanan dalam interstisium, yaitu 40 mm Hg. Oleh karena itu, Po2 darah yang
meninggalkan kapiler jaringan dan memasuki vena sistemik juga kira-kira 40
mm Hg. 3

Gamnar Difusi oksigen dari kapiler jaringan perifer ke sel. (Po2 pada cairan
interstisial = 40 mm Hg, dan di sel jaringan = 23 mm Hg.) 3

e. Pengaruh Laju Aliran Darah terhadap Po2 Cairan Interstisial


Jika aliran darah yang melalui suatu jaringan tertentu meningkat, maka lebih
banyak jumlah oksigen yang diangkut ke dalam jaringan tersebut, dan Po2
jaringan jadi turut meningkat. Peningkatan aliran sebesar 400 persen dari normal
akan meningkatkan Po2 dari 40 mm menjadi 66 mm Hg. Tetapi, batas atas
peningkatan Po2 bahkan dengan aliran darah yang maksimal, adalah 95 mm Hg,
karena nilai ini merupakan tekanan oksigen dalam darah arteri. Sebaliknya, bila
darah yang mengalir melalui jaringan menurun, Po2 jaringan juga menurun. 3

f. Efek Kecepatan Metabolisme Jaringan terhadap Po2 Cairan lnterstisial


Jika sel memakai oksigen untuk metabolisme lebih banyak dari normal, maka
keadaan ini akan menurunkan Po2 cairan interstisial. Penurunan Po2 cairan
interstisial bila pemakaian oksigen selular ditingkatkan, dan peningkatan Po2
bila pemakaian oksigen selular dikurangi. Sebagai kesimpulan, Po2 jaringan
ditentukan oleh keseimbangan antara (1) kecepatan pengangkutan oksigen
dalam darah ke jaringan dan (2) kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan. 3

g. Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Sel Jaringan


Oksigen selalu dipakai oleh sel. Oleh karena itu, Po2 intrasel dalam jaringan

16
perifer tetap lebih rendah daripada Po2 dalam kapiler perifer. Juga, pada
beberapa keadaan, ada jarak fisik yang sangat besar antara kapiler dan sel. Oleh
karena itu, Po2, intrasel normal berkisar dari 5 mm Hg sampai 40 mm Hg,
dengan rata- rata (dengan pengukuran langsung pada hewan tingkat rendah) 23
mm Hg. Karena pada keadaan normal hanya dibutuhkan tekanan oksigen sebesar
1 sampai 3 mm Hg untuk mendukung sepenuhnya proses kimiawi dalam sel
yang menggunakan oksigen, maka kita dapat melihat bahwa Po2 intrasel yang
rendah, yaitu 23 mm Hg, lebih dari cukup dan merupakan suatu faktor pengaman
yang besar. 3

h. Difusi Karbon Dioksida dari Sel Jaringan Perifer ke dalam Kapiler Jaringan dan
dari Kapiler Paru ke dalam Alveoli
Ketika oksigen dipakai oleh sel, sebenarnya seluruh oksigen ini menjadi karbon
dioksida, sehingga Pco2, intrasel meningkat; karena Pco2 sel jaringan yang
tinggi ini, karbon dioksida berdifusi dari sel ke dalam kapiler jaringan dan
kemudian dibawa oleh darah ke paru. Di paru, karbon dioksida berdifusi dari
kapiler paru ke dalam alveoli dan kemudian dikeluarkan. 3

Dengan demikian, pada tiap tempat dalam rantai pengangkutan gas, karbon
dioksida berdifusi dalam arah yang berlawanan dengan difusi oksigen. Meskipun
demikian, terdapat satu perbedaan besar antara difusi karbon dioksida dan
oksigen: karbon dioksida dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dari
oksigen. Oleh karena itu, perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk
menimbulkan difusi karbon dioksida, pada setiap keadaan, jauh lebih kecil
daripada perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan difusi
oksigen.

Tekanan-tekanan CO2 ini kurang lebih sebagai berikut:


1. Pco2 intrasel, kira-kira 46 mm Hg; Pco2 interstisial, kira-kira 45 mm Hg.
Dengan demikian, hanya ada perbedaan tekanan 1 mm Hg

17
2. Pco2 darah arteri yang masuk ke jaringan 40 mm Hg; Pco2 darah vena yang
meninggalkan jaringan, 45 mm Hg. Dengan demikian kapiler jaringan
mencapai imbangan yang hampir sama dengan Pco2 interstisial, yaitu 45
mm Hg.

Gambar 2.3.1e Tekanan CO23

3. Pco2 darah yang masuk kapiler paru pada ujung arteri 45 mm
 Hg; Pco2 udara

alveolus, 40 mm Hg. Dengan demikian, perbedaan tekanan yang dibutuhkan

untuk menyebabkan difusi
 karbon dioksida dari kapiler paru ke dalam alveoli

hanya 5 mm
 Hg. Pco2
 darah kapiler paru turun hampir mendekati Pco2

alveolus, 40 mm
 Hg, sebelum darah melewati lebih dari kira-kira sepertiga

jarak kapiler. Efek ini sama dengan efek yang diamati pada permulaan difusi
oksigen, hanya saja efek ini berlangsung dalam arah yang berlawanan.

i. Efek Kecepatan Metabolisme Jaringan dan Aliran Darah Jaringan terhadap Pco2
Interstisial

Aliran darah kapiler jaringan dan metabolisme jaringan memengaruhi Pco2 dengan
cara yang berlawanan dari pengaruhnya terhadap Po2 jaringan. 3
1. Penurunan aliran darah dari normal menjadi seperempat dari normal meningkatkan

18
Pco2 jaringan perifer dari nilai normal 45 mm Hg, menjadi 60 mm Hg. Sebaliknya,
peningkatan aliran darah menjadi enam kali normal menurunkan Pco2 interstisial
dari nilai normal 45 mm Hg, menjadi 41 mm Hg, turun hampir mendekati Pco2
darah arteri (40 mm Hg) yang memasuki kapiler jaringan.
2. Perhatikan juga bahwa bila kecepatan metabolisme jaringan meningkat 10 kali
lipat, maka peningkatan Pco, cairan interstisial akan lebih besar pada seluruh laju-
aliran darah, sedangkan penurunan metabolisme menjadi seperempat dari normal
menyebabkan Pco2 cairan interstisial turun sampai kira-kira 41 mm Hg, hampir
mendekati Pco2 darah arteri, 40 mm Hg.

j. Peran Hemoglobin dalam Pengangkutan Oksigen


Pada keadaan normal, sekitar 97 persen oksigen yang diangkut dari paru ke
jaringan, dibawa dalam campuran kimiawi dengan hemoglobin di dalam sel darah
merah. Sisanya sebanyak 3 persen diangkut dalam bentuk terlarut dalam cairan
plasma dan sel darah. Dengan demikian, pada keadaan normal, oksigen dibawa ke
jaringan hampir seluruhnya oleh hemoglobin. 3

k. Gabungan Reversibel antara Oksigen dengan Hemoglobin


Sifat kimia hemoglobin menjelaskan bahwa molekul oksigen bergabung secara


longgar dan reversibel dengan bagian heme dari hemoglobin. Bila Po2 tinggi,
seperti dalam kapiler paru, oksigen berikatan dengan hemoglobin, tetapi bila Po2
rendah, seperti dalam kapiler jaringan, oksigen dilepaskan dari hemoglobin. Ini
adalah dasar untuk hampir seluruh pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan. 3

l. Jumlah Maksimum Oksigen yang dapat Bergabung dengan Hemoglobin Darah


Darah orang normal mengandung sekitar 15 gram hemoglobin dalam setiap 100 ml
darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan maksimal dengan 1,34 ml oksigen
(1,39 ml bila hemoglobin secara kimiawi bersifat murni, tetapi ketidak murnian
seperti methemoglobin mengurangi jumlah ini). Oleh karena itu, 15 dikali 1,34
sama dengan 20,1, yang berarti bahwa rata-rata, 15 gram hemoglobin dalam 100 ml
darah dapat bergabung dengan jumlah total sekitar 20 ml oksigen bila saturasi
hemoglobinnya 100 persen. Ini biasanya dinyatakan sebagai 20 persen volume.

19
Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin untuk orang normal dapat juga dinyatakan
dalam bentuk volume persen oksigen, seperti yang diperlihatkan oleh skala paling
kanan pada 2.3.1f, tidak hanya dengan persentase saturasi hemoglobin. 3

Gambar 2.3.1f Kurva DIsosiasi Oksigen-Hemogoblin3

Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin memperlihatkan peningkatan progresif pada


persentase hemoglobin yang terikat dengan oksigen ketika Po2 meningkat, yang
disebut persentase saturasi hemoglobin. Karena darah yang meninggalkan paru dan
memasuki arteri sistemik biasanya mempunyai Po2 kira-kira 95 mm Hg, kita dapat
lihat dari kurva disosiasi bahwa saturasi oksigen pada darah arteri sistemik
normalnya kira-kira 97 persen. Sebaliknya, pada keadaan normal, Po2 darah vena
yang kembali dari jaringan perifer kira-kira 40 mm Hg dan saturasi hemoglobinnya
kira-kira 75 persen. 3

Berbagai faktor dapat menggeser kurva disosiasi pada satu arah atau lainnya seperti
dilukiskan pada Gambar diatas. Gambar ini memperlihatkan bahwa bila darah
menjadi sedikit asam, dengan penurunan pH dari nilai normal 7,4 menjadi 7,2,
terjadi pergeseran kurva disosiasi oksigen- hemoglobin rata-rata 15 persen ke
kanan. Sebaliknya, peningkatan pH normal 7,4 menjadi 7,6 akan menggeser kurva
ke kiri dengan besar yang sama. 3

Selain perubahan pH, dikenal pula beberapa faktor lain yang menyebabkan
pergeseran kurva. Tiga faktor di antaranya, yang ketiganya mengeser kurva ke

20
kanan, ialah: (1) peningkatan konsentrasi karbon dioksida, (2) peninggian suhu
darah, dan (3) peningkatan 2,3 difosfogliserat (DPG), suatu senyawa fosfat yang
secara metabolik penting, terdapat dalam darah dengan konsentrasi yang berubah-
ubah tergantung pada kondisi metabolik yang berbeda. 3

m. Peningkatan Pengiriman Oksigen ke Jaringan bila Karbon Dioksida dan lon

Hidrogen Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin-Efek Bohr


Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sebagai respons terhadap


peningkatan karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah memberi pengaruh
penting dalam meningkatkan pelepasan oksigen dari darah dalam jaringan dan
meningkatkan oksigenasi darah dalam paru. Pengaruh ini disebut efek Bohr, dan
dapat dijelaskan sebagai berikut: Ketika darah melalui jaringan, karbon dioksida
berdifusi dari sel jaringan ke dalam darah. Proses ini menaikkan Pco2 darah, dan
kemudian meningkatkan H2CO3 darah (asam karbonat) darah dan konsentrasi
ion hidrogen. Efek ini menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kanan
dan ke arah bawah, seperti yang terlihat dalam Gambar 40-10, yang memaksa
oksigen terlepas dari hemoglobin dan dengan demikian meningkatkan jumlah
pengiriman oksigen ke jaringan. 3

Terjadi efek yang berlawanan di dalam paru, yang menyebabkan karbon


dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Efek ini menurunkan Pco2 darah
dan menurunkan konsentrasi ion hidrogen, menggeser kurva disosiasi oksigen-
hemoglobin ke kiri dan ke arah atas. Oleh karena itu, jumlah oksigen yang
berikatan dengan hemoglobin pada Po2 alveolus tertentu, menjadi sangat
meningkat sehingga menyebabkan pengiriman oksigen ke jaringan dalam
jumlah yang lebih besar. 3

II. Pengangkutan Karbon Dioksida dalam Darah

Pengangkutan karbon dioksida dalam darah tidaklah sesukar pengangkutan


oksigen, sebab walaupun dalam kondisi yang sangat abnormal, karbon dioksida
biasanya dapat diangkut dalam jumlah yang lebih besar daripada oksigen. Tetapi,
jumlah karbon dioksida dalam darah berhubungan erat dengan keseimbangan asam-

21
basa cairan tubuh, seperti yang telah dibahas pada Bab 30. Pada keadaan istirahat
yang normal, rata-rata 4 ml karbon dioksida diangkut dari jaringan ke paru dalam
setiap 100 militer darah. 3

a. Bentuk-Bentuk Kimia Karbon Dioksida Saat Diangkut


Untuk memulai proses pengangkutan karbon dioksida, karbon dioksida berdifusi
keluar dari sel jaringan dalam bentuk molekul karbon dioksida yang terlarut.
Waktu memasuki kapiler jaringan, karbon dioksida segera memulai serangkaian
reaksi secara kimia dan fisika, yang penting untuk transpor karbon dioksida. 3

Gambar 2.3.1g Mekanisme trasnportasi

b. Pengangkutan Karbon Dioksida dalam Bentuk Terlarut.


Sebagian kecil karbon dioksida ditranspor dalam bentuk terlarut ke paru. Telah
dijelaskan bahwa Pco, darah vena adalah 45 mm Hg dan darah arteri adalah 40
mm Hg. Jumlah karbon dioksida terlarut dalam cairan darah pada tekanan 45
mm Hg kira-kira 2,7 ml/dl (2,7 volume persen). Jumlah yang terlarut pada
tekanan 40 mm Hg kira-kira 2,4 ml, atau berbeda 0,3 ml. Oleh karena itu, kira-
kira hanya 0,3 ml karbon dioksida yang diangkut dalam bentuk karbon dioksida
terlarut oleh setiap 100 ml aliran darah. Jumlah ini kira-kira 7 persen dari semua
karbon dioksida yang diangkut secara normal. 3
22
c. Reaksi Karbon Dioksida dengan Air dalam Sel Darah Merah-Efek Anhidrase
Karbonat.
Karbon dioksida yang tertarut dalam darah bereaksi dengan air untuk
membentuk asam karbonat. Reaksi ini terjadi sangat lambat dan tidak penting
seandainya tidak ada enzim protein di dalam sel darah merah yang disebut
anhidrase karbonat, yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi antara kira-kira
5.000 kali lipat. Oleh karena itu, berbeda dengan reaksi dalam plasma yang
memerlukan waktu berdetik-detik atau bermenit-menit, maka dalam sel darah
merah reaksi ini terjadi sedemikian cepatnya sehingga mencapai keseimbangan
hampir sempurna dalam waktu sepersekian detik. Ini memungkinkan sejumlah
besar karbon dioksida bereaksi dengan cairan sel darah merah bahkan sebelum
darah tersebut meninggalkan kapiler jaringan. 3

d. Disosiasi Asam Karbonat menjadi Bikarbonat dan lon Hidrogen


Dalam waktu sepersekian detik selanjutnya, asam karbonat yang dibentuk dalam

sel darah merah (H2CO3) terurai menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat (H+

dan HCO3-) Kemudian sebagian besar ion bersatu dengan hemoglobin dalam sel
darah merah sebab protein hemoglobin merupakan dapar asam-basa yang kuat.
Lalu, banyak ion HCO3 - yang berdifusi dari sel darah merah ke dalam plasma
sementara ion klorida berdifusi ke dalam sel darah merah untuk
menggantikannya. Hal ini dapat terjadi karena adanya protein pembawa
bikarbonat- klorida yang khusus dalam membran sel darah merah yang
menggerakkan kedua ion ini bolak-balik dengan cepat dalam arah yang
berlawanan. Dengan demikian, kadar klorida sel darah merah vena lebih besar
daripada sel darah merah di arteri, fenomena ini disebut pergeseran klorida. 3

Di bawah pengaruh anhidrase karbonat, gabungan karbon dioksida dengan air


dalam sel darah merah yang bersifat reversibel, meliputi sekitar 70 persen dari
seluruh karbon dioksida yang diangkut dari jaringan ke paru. Dengan demikian,
ini berarti bahwa pengangkutan karbon dioksida merupakan pengangkutan yang
paling penting. Bila suatu inhibitor anhidrase karbonat (asetazolamid) diberikan
pada seekor binatang untuk menghambat kerja anhidrase karbonat dalam sel

23
darah merah, pengangkutan karbon dioksida dari jaringan menjadi sangat sedikit
sehingga Pco2 jaringan dapat meningkat mencapai 80 mm Hg, dibandingkan
dengan keadaan normalnya sebesar 45 mm Hg. 3

e. Pengangkutan Karbon Dioksida dalam Gabungannya dengan Hemoglobin dan


Protein Plasma-Karbaminohemoglobin.
Selain bereaksi dengan air, karbon dioksida juga bereaksi langsung dengan
radikal amino molekul hemoglobin, untuk membentuk senyawa
karbaminohemoglobin (CO2Hgb). Gabungan karbon dioksida dengan
hemoglobin ini adalah reaksi reversibel yang terjadi dengan ikatan longgar,
sehingga karbon dioksida mudah dilepaskan ke dalam alveoli yang memiliki
Pco2 lebih rendah daripada kapiler paru. 3

Sejumlah kecil karbon dioksida juga bereaksi dengan protein plasma dengan
cara yang sama dalam kapiler jaringan. Tetapi reaksi ini kurang penting untuk
pengangkutan karbon dioksida sebab jumlah protein ini dalam darah hanya
seperempat dari jumlah hemoglobin. 3

Jumlah karbon dioksida yang dapat dibawa dari jaringan ke paru dalam bentuk
gabungan karbamino dengan hemoglobin dan protein plasma adalah sekitar 30
persen dari jumlah total yang diangkut-normalnya; kira-kira 1,5 ml karbon
dioksida dalam setiap 100 ml darah. Tetapi, karena reaksi ini jauh lebih lambat
daripada reaksi karbon dioksida dengan air di dalam sel darah merah, masih
diragukan apakah pada kondisi normal mekanisme karbamino ini dapat
mengangkut lebih dari 20 persen dari jumlah total karbon dioksida. 3

24
Gambar 2.3.1h Kurva Disosiasi Karbon Dioksida

Kurva disosiasi karbon dioksida memperlihatkan ketergantungan karbon


dioksida darah total dalam semua bentuknya terhadap Pco2. Perhatikan bahwa
Pco2 darah normal berkisar antara batas nilai 40 mm Hg dalam darah arteri dan
45 mm Hg dalam darah vena, yang merupakan kisaran yang sangat sempit.
Perhatikan juga bahwa konsentrasi karbon dioksida normal dalam darah pada
semua bentuknya yang berbedabeda kira-kira 50 volume persen, tetapi hanya 4
volume persen dari ini yang mengalami pertukaran selama pengangkutan normal
karbon dioksida dari jaringan ke paru. Artinya, konsentrasi meningkat menjadi
sekitar 52 volume persen sewaktu darah melalui jaringan, dan turun menjadi
sekitar 48 volume persen sewaktu darah melewati paru. 3

f. Bila Oksigen Berikatan dengan Hemoglobin, Karbon Dioksida Dilepaskan (Efek

Haldane) untuk Meningkatkan Pengangkutan CO2


Telah ditegaskan bahwa suatu peningkatan karbon dioksida dalam darah akan
menyebabkan oksigen dilepaskan dari hemoglobin (efek Bohr), dan ini
merupakan faktor penting dalam meningkatkan pengangkutan oksigen.
Sebaliknya, pengikatan oksigen dengan hemoglobin cenderung mengeluarkan
karbon dioksida dari darah. Sesungguhnya, efek ini, yang disebut efek Haldane,

25
secara kuantitatif jauh lebih penting dalam meningkatkan pengangkutan karbon
dioksida daripada efek Bohr dalam meningkatkan pengangkutan oksigen. 3

Gambar 2.3.1i Kurva Pengikatan co2 dalam darah

Efek Haldane disebabkan oleh fakta yang sederhana bahwa gabungan oksigen
dengan hemoglobin dalam paru menyebabkan hemoglobin menjadi asam yang
lebih kuat. Hal ini menyebabkan pindahnya karbon dioksida dari darah dan
masuk ke dalam alveoli melalui dua cara: (1) Semakin tinggi keasaman
hemoglobin, semakin berkurang kecenderungannya untuk bergabung dengan
karbon dioksida untuk membentuk karbamino hemoglobin, jadi memindahkan
banyak karbon dioksida dalam bentuk karbamino dari darah. (2) Meningkatnya
keasaman hemoglobin juga menyebabkan hemoglobin melepaskan sejumlah ion
hidrogen, dan ion-ion ini berikatan dengan ion bikarbonat untuk membentuk
asam karbonat; kemudian terurai menjadi air dan karbon dioksida, dan karbon
dioksida dikeluarkan dari darah masuk ke dalam alveoli dan akhirnya, ke udara.3

Gambar di atas melukiskan secara kuantitatif pentingnya efek Haldane terhadap


pengangkutan karbon dioksida dari jaringan ke paru. Gambar ini
memperlihatkan bagian kecil dari dua kurva disosiasi karbon dioksida: (1) bila
Po2 adalah 100 mm Hg, yaitu Po2 dalam kapiler darah paru, dan (2) bila Po2 40
mm Hg, yaitu Po2 dalam kapiler jaringan. Titik A memperlihatkan bahwa pada

26
tekanan Pco2 normal sebesar 45 mm Hg dalam jaringan menyebabkan 52
volume persen karbon dioksida bergabung dengan darah. Pada waktu memasuki
paru, Pco2 turun menjadi 40 mm Hg, sedangkan Po2 meningkat menjadi 100
mm Hg. Jika kurva disosiasi karbon dioksida tidak bergeser akibat efek Haldane,
maka kandungan karbon dioksida dalam darah akan turun hanya sampai 50
volume persen, berarti hanya terjadi kehilangan 2 volume persen karbon
dioksida. Tetapi, peningkatan Po2 dalam paru menurunkan kurva disosiasi
karbon dioksida dari kurva atas menjadi kurva bawah pada gambar, sehingga
kandungan karbon dioksida turun menjadi 48 volume persen (titik B). Ini
menggambarkan tambahan kehilangan karbon dioksida sebesar dua volume
persen. Dengan demikian, efek Haldane menggandakan jumlah karbon dioksida
yang dilepaskan dari darah dalam paru dan pengambilan karbon dioksida dalam
jaringan menjadi dua kali lipat. 3

g. Perubahan Keasaman Darah selama Pengangkutan Karbon Dioksida


Asam karbonat yang terbentuk bila karbon dioksida memasuki darah dalam
jaringan perifer menurunkan pH darah. Namun, reaksi asam ini dengan dapar
asam-basa darah mencegah konsentrasi H+ meningkat terlalu tinggi (dan pH
darah turun terlalu banyak). Biasanya, darah arteri mempunyai pH sekitar 7,41;
dan, ketika darah tersebut mendapat karbon dioksida dalam kapiler jaringan, pH
turun menjadi sekitar 7,37. Dengan kata lain, terjadi perubahan pH sebesar 0,04
unit. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila karbon dioksida dilepaskan dari darah
dalam paru, sehingga pH meningkat mencapai nilai arteri sebesar 7,41 lagi. Saat
kerja berat, atau kondisi aktivitas metabolisme yang tinggi lainnya, atau bila
aliran darah ke jaringan menjadi lambat, penurunan pH dalam darah jaringan
(dan dalam jaringannya sendiri) dapat mencapai 0,50, sekitar 12 kali dari normal
sehingga menyebabkan asidosis jaringan yang bermakna. 3

2.3.2 Fisiologi Sel Darah Putih (Leukosit)


2.3.2.1 Neutrofil
Memiliki rentang usia pendek. Sel ini beredar dalam darah selama sekitar
10 jam dan kemudian masuk ke dalam jaringan ikat, tempat sel ini bertahan
hidup selama 2 sampai 3 hari. Neutrofil adalah fagosit aktif. Sel ini tertarik
oleh faktor kemotaktik (zat kimiawi) yang dikeluarkan oleh sel, jaringan

27
yang cedera atau mati, atau mikroorganisme, terutama bakteri, yang
dimakan (fagositosis) dan cepat dihancurkan oleh enzim lisosom. 1

2.3.2.2 Eosinofil
Eosinofil juga memiliki rentang usia pendek. Sel ini tetap berada di dalam
darah selama hampir 10 jam dan kemudian masuk ke dalam jaringan ikat,
tempat sel ini berdiam selama 10 hari. Eosinofil juga merupakan sel
fagositik dengan afinitas khusus terhadap kompleks antigen-antibodi yang
terbentuk di jaringan pada kondisi alergi. Sel ini juga mengeluarkan zat-
zat kimiawi yang menetralkan histamin dan mediator lain akibat reaksi
alergi inflamatorik. Eosinofil juga bertambah banyak selama infestasi
parasit dan melawan parasit cacing dengan menghancurkannya. 1

2.3.2.3 Limfosit
Leukosit memiliki rentang usia bervariasi, dari hitungan hari hingga bulan,
dan menunjukkan berbagai ukuran. Perbedaan antara limfosit kecil
(lymphocytes parvus) dan limfosit besar lymphocytes magnus) memiliki
makna fungsional. Limfosit besar menunjukkan sel yang teraktivasi oleh
antigen spesifik. Limfosit penting untuk pertahanan imunologik
organisme. Bila dirangsang oleh antigen spesifik, sebagian limfosit
(limfosit B) berdiferensiasi menjadi sel plasma (plasmocytus) di jaringan
ikat dan menghasilkan antibodi untuk melawan atau menghancurkan
organisme invasif. 1

2.3.2.4 Monosit
Monosit dapat hidup di dalam darah selama 2 sampai 3 hari dan kemudian
masuk ke dalam jaringan ikat, tempat sel ini menetap selama beberapa
bulan atau lebih. Monosit darah adalah prekursor sistem fagosit
mononuklear. Setelah masuk ke jaringan ikat, monosit berubah menjadi
fagosit kuat. Di tempat infeksi, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag
jaringan (macrophagocytus) dan kemudian menghancurkan bakteri, benda
asing, dan debris sel. 1

28
2.3.2.5 Basofil
Basofil memiliki rentang usia pendek dan fungsinya mirip dengan sel
mast. Granulanya mengandung histamin dan heparin. Pajanan terhadap
alergen menyebabkan pembebasan histamin dan zat kimia lainnya yang
memerantarai dan meningkatkan respons peradangan. Reaksi-reaksi ini
menimbulkan reaksi alergi berat, perubahan vaskular yang menyebabkan
peningkatan kebocoran cairan dari pembuluh darah, dan respons
hipersensitivitas dan anafilaksis. 1

2.3.3 Fisiologi Trombosit


Trombosit adalah keping darah yang terlepas dari megakariosit. Dalam setiap
mililiter darah secara normal terdapat sekitar 250 juta trombosit (berkisar dari

150.000 hingga 350.0001 mm3). 4

Trombosit, atau keping darah bukan merupakan sel lengkap, tetapi fragmen kecil
sel (garis tengah sekitar 2 hingga 4 mm) yang dilepaskan dari tepi luar sel terikat-
sumsum tulang yang sangat besar (garis tengah hingga 60 mm) yang dikenal
sebagai megakariosit (Gambar 2.3.3). Satu megakariosit biasanya memproduksi
sekitar 1000 trombosit. Megakariosit berasal dari sel punca belum- berdiferensiasi
yang sama dengan yang menghasilkan turunan eritrosit dan leukosit.Trombosit
pada hakikatnya adalah vesikel yang terlepas yang mengandung sebagian
sitoplasma megakariosit yang terbungkus dalam membran plasma4

Gambar 2.3.3a Sebuah megakariosit yang sedang membentuk trombosit 4

29
Trombosit tetap berfungsi selama rerata 10 hari, setelah itu keping darah ini
dibersihkan dari sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama yang terdapat di limpa
dan hati, dan diganti oleh trombo-sit baru yang dibebaskan dari sumsum tulang.
Hormon trombopoietin, yang dihasilkan oleh hati, meningkatkan jumlah
megakariosit di sumsum- tulang dan merangsang tiap-tiap megakariosit untuk
menghasilkan lebih banyak trombosit sesuai yang diperlukan. faktor-faktor yang
mengontrol sekresi trombopoietin dan mengatur kadar trombosit saat ini sedang
dalam penelitian. 4

Karena trombosit merupakan potongan sel maka trombosit tidak memiliki nukleus.
Namun, trombosit memiliki organel dan enzim sitosol untuk menghasilkan energi
dan membentuk produk sekretorik, yang disimpan di banyak granula yang tersebar
di seluruh sitosol. Selain itu, trombosit mengandung banyak aktin dan mio sin, yang
menyebabkan keping darah ini mampu berkontraksi. Kemampuan sekretorik dan
kontraksi ini penting dalam hemostasis, suatu topik yang sekarang akan kita ulas. 4

HEMOSTATIS
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pem-buluh darah yang
rusak—yaitu, penghentian hemoragia (hemo berarti "darah"; stasis berarti
"mempertahankan"). Untuk terjadinya perdarahan dari suatu pembuluh, dinding
pembuluh harus mengalami kerusakan dan tekanan di bagian dalam pembuluh
harus lebih besar daripada tekanan di luarnya untuk memaksa darah keluar dari
kerusakan tersebut. 4

Perdarahan dari vena yang robek sering dapat dihentikan hanya dengan mengangkat
bagian tubuh yang berdarah untuk mengurangi efek gravitasi pada tekanan di vena.
Jika penurunan tekanan vena tersebut belum cukup untuk menghentikan perdarahan
maka tekanan eksternal ringan biasanya memadai. 4

Hemostasis melibatkan tiga langkah utama: (1) spasme vaskular, (2) pembentukan
sumbat trombosit, dan (3) koagulasi darah (pembentukan bekuan darah).
Trombosit memiliki peranan kunci dalam hemostasis. Keping darah ini jelas
berperan besar dalam membentuk sumbat trombosit, tetapi juga memberi kontribusi
signifikan untuk dua langkah lainnya. 4

30
1. Spasme Vaskular

Pembuluh darah yang tersayat atau robek akan segera ber- konstriksi. Mekanisme
yang mendasari hal ini belum jelas, tetapi diperkirakan merupakan suatu respons
instrinsik yang dipicu oleh suatu zat parakrin yang dilepaskan secara lokal dari
lapisan endotel pembuluh yang cedera. Konstriksi ini, atau spasme vaskular,
memperlambat aliran darah melalui kerusakan dan memperkecil kehilangan darah.
Permukaan-permukaan endotel yang saling berhadapan juga saling menekan oleh
spasme vaskular awal ini sehingga permukaan tersebut menjadi lekat satu sama lain
dan semakin menambal pembuluh yang rusak. Tindakan-tindakan fisik ini tidak
cukup untuk mencegah secara sempurna pengeluaran darah lebih lanjut, tetapi dapat
meminimalkan aliran darah yang melalui pembuluh yang robek hingga tindakan
hemostatik lain dapat benar-benar menyumbat lubang tersebut. 4

2. Pembentukan Sumbat Trombosit

Trombosit menggumpal untuk membentuk sumbat di bagian pembuluh yang


terpotong atau terobek. Trombosit dalam keadaan normal tidak melekat ke
permukaan endotel pembuluh darah yang licin tetapi mereka melekat ke pembuluh
darah yang rusak. Ketika permukaan endotel terganggu karena cedera pada
pembuluh darah, faktor von Willebrand (vWF), suatu protein plasma yang
disekresikan oleh megakariosit, trombosit, dan sel endotel serta selalu ada di
plasma, melekat ke kolagen yang terpajan. Kolagen adalah protein fibrosa di
jaringan ikat di bawah lapisan endotel. Faktor von Willebrand memiliki tempat
perlekatan yang merupakan tempat melekatnya trombosit yang bergerak cepat
melalui reseptor permukaan-selnya yang spesifik bagi protein plasma ini. Karena
itu, faktor vWF berfungsi sebagai jembatan antara trombosit dan pembuluh darah
yang cedera. Perlekatan ini mencegah trombosit untuk tersapu oleh sirkulasi.
Lapisan trombosit yang tersumbat ini membentuk dasar dari sumbatan trombosit
hemostatik pada tempat yang mengalami kerusakan. Kolagen mengaktifkan ikatan
trombosit. Pada keadaan normal trombosit berbentuk seperti cakram dan memiliki
permukaan yang halus, tetapi trombosit yang teraktivasi dengan cepat mengatur
elemen sitoskeletal aktin mereka untuk membentuk prosesus seperti paku, yang
membantunya melekat ke kolagen dan trombosit lainnya (lihat Gambar pembuka

31
bab). Trombosit yang teraktivasi juga melepaskan beberapa senyawa kimia yang
penting dari granula simpanan mereka. Di antara senyawa-senyawa kimia ini adalah
adenosin difosfat (AtP) yang menyebabkan permukaan trombosit darah yang
terdapat di sekitar mereka menjadi lekat sehingga trombosit tersebut melekat ke
lapis pertama gumpalan trombosit dan teraktivasi.Trombosit-trombosit yang baru
beragregasi in, melepaskan lebih banyak AP yang menyebabkan semakin banyak
trombosit menumpuk, dan seterusnya; sehingga di tempat kerusakan cepat
terbentuk sumbat trombosit melalui mekanisme umpan-balik positif. Proses
agregasi ini diperkuat oleh pembentukan parakrin yang serupa prostaglandin yang
distimulasi oleh AtP, tromboksan A2, dari komponen membran plasma trombosit.
Tromboksan A2 merangsang agregasi trombosit secara langsung dan selanjutnya
meningkatkannya secara tidak langsung dengan memicu pelepasan lebih banyak
AtP dari granula trombosit. Karena itu, pembentukan sumbat trombosit melibatkan
tiga kejadian adhesi, aktivasi, dan agregasi yang berurutan dan saling terintegrasi. 4

Karena sifat agregasi trombosit yang terus berlanjut, mengapa sumbat trombosit
tidak terus terbentuk dan meluas ke permukaan pembuluh darah normal di
sekitarnya? Alasan utamanya adalah bahwa ADP yang dikeluarkan oleh trombosit
aktif merangsang pelepasan prostasiklin dan nitrat oksida dari endotel normal di
dekatnya. Kedua bahan kimia ini menghambat agregasi trombosit. Karena itu,
sumbat trombosit bersifat terbatas pada kerusakan dan tidak menyebar ke jaringan
vaskular sekitar yang tidak rusak (Gambar 2.3.3b). 4

Sumbat trombosit tidak saja secara fisik menambal kerusakan pembuluh, tetapi juga
melaksanakan tiga fungsi penting. (1) Kompleks aktin-miosin di dalam trombosit
yang membentuk sumbat tersebut berkontraksi untuk memadatkan dan memperkuat
sumbat yang semula longgar.(2) Sumbat trombosit melepaskan beberapa
vasokonstriktor kuat yang memicu konstriksi kuat pembuluh yang bersangkutan
untuk memperkuat vasospasme awal. (3) Sumbat trombosit membebaskan bahan-
bahan kimia lain yang meningkatkan koagulasi darah, yaitu langkah berikut pada
hemostasis. Meskipun mekanisme pembentukan sumbat trombosit saja sering
sudah cukup untuk menambal robekan-robekan kecil di kapiler dan pembuluh halus
lain yang terjadi berkali-kali dalam sehari-hari, lubang yang lebih besar di

32
pembuluh memerlukan pembentukan bekuan darah agar perdarahan dapat
dihentikan seluruhnya. 4

Gambar 2.3.3b Pembentukan Sumbat Trombosit 4

3. Pembentukan Bekuan
Koagulasi darah, atau pembekuan darah, adalah transformasi darah dari cairan
menjadi gel padat. Pembentukan bekuan di atas sumbat trombosit memperkuat dan
menopang sumbat, meningkatkan tambalan yang menutupi kerusakan pembuluh.
Selain itu, sewaktu darah di sekitar kerusakan pembuluh memadat, darah tidak lagi
dapat mengalir. Pembekuan darah adalah mekanisme hemostatik tubuh yang paling
kuat. Mekanisme ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan dari semua kecuali
kerusakan-kerusakan yang paling kecil. 4

33
PEMBENTUKAN BEKUAN Langkah terakhir dalam pembentukan bekuan
adalah perubahan fibrinogen, suatu protein plasma larut berukuran besar yang
dihasilkan oleh hati dansecara normal selalu ada di dalam plasma, menjadi fibrin,
suatu molekul tak-larut berbentuk benang. Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisis
oleh enzim trombin di tempat cedera. Molekul-molekul fibrin melekat ke
permukaan pembuluh yang rusak, membentuk jala longgar yang menjerat sel-sel
darah, termasuk agregat trombosit. Massa yang terbentuk, atau bekuan, biasanya
tampak merah karena banyaknya SDM yang terperangkap tetapi bahan dasar
bekuan dibentuk dari fibrin yang berasal dari plasma (Gambar 2.3.3b). Kecuali
trombosit, yang membantu perubahan fibrinogen menjadi fibrin, pembekuan dapat
berlangsung tanpa adanya sel-sel darah lain. 4

Gambar 2.3.3c Eritrosit terperangkap di jala fibrin di suatu bekuan. 4

Jala fibrin awal ini relatif lemah karena untai-untai fibrin saling menjalin secara
longgar. Namun, dengan cepat terbentuk ikatan kimia antara untai-untai fibrin yang
berdekatan untuk memperkuat dan menstabilkan jala bekuan ini. Proses
pembentukan ikatan-silang ini dikatalisis oleh suatu faktor pembekuan yang dikenal
sebagai faktor XIII (fibrin-stabilizing factor) yang secara normal terdapat dalam
plasma dalam bentuk inaktif. 4

Fibrin adalah protein alami yang paling elastis yang pernah diteliti ilmuwan. Secara
rerata, serat fibrin dapat secara pasif diregangkan hingga 2,8 kali panjang asli

34
mereka dan masih dapat kembali ke ukuran awal serta dapat diregangkan hingga
4,3 kali panjang mereka sebelum akhirnya putus. Sifat yang sangat elastis ini
berkontribusi pada sifat regang bekuan darah yang sangat kuat. 4

PERAN TROMBIN Trombin, selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin


(langkah 1a di Gambar 2.3.3c), juga mengaktifkan faktor XIII untuk menstabilkan
jala fibrin yang terbentuk (langkah 1b), bekerja melalui mekanisme umpan balik
positif untuk mempermdah pembentukan dirinya (langkah 1c), dan meningkatkan
agregasi trombosit (langkah 1d), yang pada saatnya penting bagi proses
pembekuan darah(langkah 2). 4

Gambar 2.3.3d Peran Trombin dalam Homeostatis4

Karena trombin mengubah molekul-molekul fibrinogen yang selalu ada dalam


plasma menjadi bekuan darah, dalam keadaan normal trombin seharusnya tidak ada
dalam plasma kecuali di sekitar pembuluh yang rusak. Jika ada, darah akan selalu
mengalami koagulasi—suatu keadaan yang tidak memungkinkan kehidupan.
Bagaimana trombin dalam keadaan normal tidak terdapat di dalam plasma tetapi
segera tersedia untuk memicu pembentukan fibrin begitu ada pembuluh cedera?
Jawabannya adalah bahwatrombin berada dalam plasma dalam bentuk prekursor
inaktif yang dinamai protrombin, 4

KASKADE PEMBEKUAN Sementara faktor pembekuan plasma teraktivasi


lainnya, faktor X, mengubah protrombin menjadi trombin; faktor X itu sendiri
35
dalam keadaan normal terdapat dalam bentuk inaktif di dalam darah dan harus
diubah menjadi bentuk aktifnya oleh faktor teraktivasi lainnya, demikian
seterusnya. Secara bersama-sama, 12 faktor pembekuan plasma ikut serta dalam
tahap- tahap esensial yang menyebabkan perubahan akhir fibrinogen menjadi jala
fibrin yang stabil (Gambar 2.3.3e). Faktor-faktor ini diberi nama angka romawi
sesuai urutan penemuannya, bukan urutan keikutsertaannya dalam proses
pembekuan1. Sebagian besar faktor pembekuan ini adalah protein plasma yang
disintesis oleh hati. Dalam keadaan normal, faktor-faktor ini selalu terdapat di
dalam plasma dalam bentuk inaktif, misalnya fibrinogen dan protrombin. Berbeda
dengan fibrinogen, yang diubah menjadi untai-untai fibrin tak-larut, protrombin dan
prekursor lain, ketika diubah menjadi bentuk aktifnya, bekerja sebagai enzim
proteolitik (pengurai protein). Enzim-enzirn ini mengaktifkan faktor spesifik lain
dalam rangkaian pembekuan. Jika faktor pertama dalam rangkaian ini diaktifkan
maka faktor tersebut akan mengaktifkan faktor berikutnya,demikian seterusnya,
dalam suatu rangkaian reaksi berantai yang dikenal sebagai kaskade pembekuan,
hingga trombin mengatalisis perubahan akhir fibrinogen menjadi fibrin. Beberapa
tahap ini memerlukan keberadaan Ca2+ plasma dan platelet factor 3 (PF3), suatu
zat kimia yang dikeluarkan oleh sumbat trombosit teragregasi. Karena itu,
trombosit juga ber-peran dalam pembentukan bekuan (lihat Gambar 2.3.3d). 4

JALUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK Kaskade pembekuan dapat dipicu oleh


jalur intrinsik atau jalur ekstrinsik. 4

■ Jalur intrinsik memicu pembekuan di dalam pembuluh yang rusak serta


pembekuan sampel darah di dalam tabung reaksi. Semua unsur yang diperlukan
untuk menghasilkan pembekuan melalui jalur intrinsik terdapat di darah. Jalur ini,
yang melibatkan tujuh langkah berbeda (diperlihatkan dalam warna biru di Gambar
2.3.3e), teraktifkan jika faktor XII (faktor Hageman) diaktifkan oleh kontak
dengan kolagen yang terpajan di pembuluh yang cedera atau permukaan benda
asing misalnya kaca tabung reaksi. Ingat bahwa kolagen yang terpajan juga memicu
agregasi trombosit. Karena itu, pembentukan sumbat trombosit dan reaksi berantai
yang men yebabkan pembentukan bekuan secara bersamaan diaktifkan jika terjadi
kerusakan pembuluh darah. Selain itu, mekanisme- mekanisme hemostatik
komplementer ini saling memperkuat. Agregat trombosit menyekresikan PF3, yang

36
esensial bagi kaskade pembekuan yang pada gilirannya meningkatkan agregasi
trombosit lebih lanjut. 4

Jalur ekstrinsik mengambil jalan pintas dan hanya memerlukan empat langkah
(diperlihatkan dalam warna abu-abu di Gambar 2.3.3e). Jalur ini, yang memerlukan
kontak dengan faktor-faktor jaringan yang eksternal terhadap darah, memicu
pembekuan darah yang telah keluar dari jaringan. Ketika mengalami trauma,
jaringan mengeluarkan suatu kompicks protein yang dikenal sebagai
tromboplastin jaringan. 4

Tromboplastin jaringan secara langsung mengaktifkan faktor X sehingga


melewatkan semua tahap sebelumnya di jalur intrinsik. Dan titik ini, kedua jalur
identik. 4

Mekanisme ekstrinsik dan intrinsik biasanya bekerja ber- samaan. Jika cedera
jaringan melibatkan robeknya pembuluh darah, mekanisme intrinsik menghentikan
darah di pembuluh yang cedera dan mekanisme ekstrinsik membekukan darah yang
keluar dari jaringan sebelum pembuluh tertambal. Biasanya, bekuan darah
terbentuk sempurna dalam tiga hingga enam menit. 4

37
Gambar 2.3.3e Jalur Pembekuan Darah4

Tabel Faktor Pembekuan Darah dan Sinonimnya

Faktor Sinonim
Pembekuan
Fibrinogen Faktor I
Protrombin Faktor II
Tissue Faktor Faktor III; tromboplastin jaringan
Kalsium Faktor IV

Faktor V Proaccelerin; faktor labil; Ac-


globulin (Ac-G)

38
Faktor VII Faktor antihemofilik (AHF);
Globulin antihemofilik (AHG);
Faktor A antihemofilik
Faktor VIII Faktor antihemofilik (AHF);
Globulin antihemofilik (AHG);
Faktor A antihemofilik
Faktor IX Komponen tromboplastin plasma
(PTC); faktor Christmas;

Faktor B antihemofilik

Faktor X faktor Stuart; faktor Stuart-


Prower
Faktor XI Anteseden tromboplastin plasma
(PTA); antihemofilik faktor C
Faktor XII Faktor Hageman
Faktor XIII Faktor stabilisasi-fibrin
Prakarikrain Faktor fletcher
Kininogen dengan Faktor Fitzgerald; HMWK
berat molekul
besar (high-molecular-weight
kininogen

Platetet

39
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi tubuh manusia karena
berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk
menunjang kehiduan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami ganguan
kesehatan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Terdapat 7% darah dari berat badan
total.

Darah sendiri terbentuk oleh jaringan khusus yang terdiri atas tiga jenis sel utama:
eritrosit (sel darah merah ),leukosit (sel darah putih),trombosit. Sel-sel ini, juga disebut
unsur bentukan (formed elements)darah, beredar dalam medium cair yaitu plasma.

Eritrosit (sel darah merah) mengalami diferensiasi terminal, memiliki inti, dan dipenuhi
oleh protein hemoglobin pembawa-O2, berbentuk cakram bikonkaf yang fleksibel
berdiameter sekitar 7,5 μm, dengan tebal 2,6 μm di tepi, dan tebal hanya 0,75 μm di
bagian tengah. Bentuk bikonkaf dari eritrosit sendiri memberikan rasio yang lebih besar
untuk luas permukaan terhadap volume dan mempermudah pertukaran gas. Konsentrasi
eritrosit normal dalam darah sekitar 3,9-5,5 juta per mikroliter (μL, atau mm3) pada
wanita dan 4,1-6,0 juta/ μL pada pria. Eritrosit manusia dapat bertahan dalam sirkulasi
lebih kurang selama 120 hari. Di dalam sel darah merah terdapat hemoglobin yang
memungkinkan darah untuk mengangkut 30 sampai 100 kali jumlah oksigen yang dapat
diangkut dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah.Oksigen bereaksi dengan
berbagai bahan makanan untuk membentuk karbon dioksida yang kemudian masuk ke
dalam kapiler jaringan dan diangkut kembali ke paru.

Leukosit (Sel darah putih) terbagi menjadi dua yaitu granulosit dan agaranulosit.
Granulosit memiliki inti polimorfik dengan 2 atau lebih lobus dan mencakup neutrofil,
eosinofil, dan basophil. Sedangkan agranulosit tidak memiliki inti polimorfik dan tidak
ada banyak lobus serta tidak mencakup neutrofil. Pada leukosit terdapat Neutrofil yang
merupakan fagosit aktif, Eusinofil yang merupakan sel fagositik dengan afinitas khusus
terhadap kompleks antigen-antibodi yang terbentuk di jaringan pada kondisi alergi,

40
Limfosit yang memegang peran penting untuk pertahanan imunologik organisme,
Monosit darah yang merupakan prekursor sistem fagosit mononuclear dimana dia akan
berdiferensiasi menjadi makrofag dan menghancurkan bakteri,dan Basofil yang
bertanggung jawab memberi reaksi alergi

Trombosit pada hakikatnya adalah vesikel yang terlepas yang mengandung sebagian
sitoplasma megakariosit yang terbungkus dalam membran plasma .Trombosit
merupakan fragmen atau sisa sitoplasma megakariosit yang berbentuk paling kecil dan
tidak berinti namun, trombosit memiliki organel dan enzim sitosol untuk menghasilkan
energi dan membentuk produk sekretorik yang berperan penting dalam proses
homestasis (penghentian perdarahan dari suatu pem-buluh darah yang rusak). Trombosit
dapat ditemukan di dalam darah manusia lebih tepatnya terletak hanya terdapat pada
sumsum tulang merah. Dalam setiap mililiter darah normal terdapat sekitar 250 juta
trombosit (berkisar dari 150.000 hingga 350.0001 mm3).

3.2 SARAN
Banyak hal yang dapat kami pelajari selama pembuatan makalah ini, kami berharap agar
yang membaca makalah ini juga mendapatkan pengetahuan baru yang dapat berguna
bagi diri sendiri dan juga orang lain. Mungkin makalah ini masih banyak kesalahan yang
terdapat didalamnya, kami mohon maaf sebesar-besarnya jika ada kesalahan atau salah
kata karna kesempurnaan hanyalah milih Tuhan.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. diFiore’s Atlas Of Histology with fuctional corellation , 11th Editon,Victor p.


Eroschenko
2. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas, 13 th Editon, Anthony L. Mescher
3. Hall, John E. 2011. Guyton & Hall Textbook of Medical Physiology, 12 th
ed.:Saunder Elsevier. Philadelphia. (page: 495-504)
4. Guyton AC, Hall. 2006. Textbook Of Medical Physiology, 12th editon, WB
Saunders Company
5. Harjana, Tri.2011.Universitas Negeri Yogyakarta
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131782835/pendidikan/Buku+Ajar+Histologi+
_baru_.pdf
Diakses pada 25 September 2018 Pukul 23.00
6. L. Hiat,James.P. Gartner, Leslie. 2013. Color Textbook of Histology, 3rd edition.
Saunders.Philadelphia,USA

42

Anda mungkin juga menyukai