Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

DIALISIS DAN TRANSPLANTASI GINJAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


“Sistem Perkemihan”

Disusun oleh :
KELOMPOK 8
1. ADAM ROHMAN
2. AGUN GANDARA
3. AGUNG RINALDI
4. ARTON SENA R.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
2016

1
KATA PENGANTAR.

Alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat
yang diberikanNya saya  dapat menyelasaikan makalah yang berjudul “Dialisis
dan Transplantasi Ginjal” ini untuk membantu proses belajar mengajar pada mata
kuliah Sistem Perkemihan.
Saya  mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini dan saya  menyadari terdapat banyak kekurangan dan kesalahan
dalam pembuatan makalah ini, jadi saya mengharapkan kritik dan saran dari
teman-taman semua agar lebih baik untuk kedepanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan di manfaatkan oleh kita semua.amin

Tasikmalaya,  April  2016

                                                                                              penyusun

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 3
C. Tujuan ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dialisis (Cuci Darah) ........................................................... 4
1. Sejarah Singkat Mesin Cuci Darah ................................. 4
2. Proses dan Pengertian Cuci darah .................................. 5
3. Macam-macam Dialisis .................................................. 6
a. Hemodialisis ............................................................. 6
b. Dialisis Peritonial ..................................................... 19
4. Pelaksanaan Dialisis ....................................................... 25
5. Pemeriksaan diagnostik .................................................. 26
B. Transplantasi Ginjal .............................................................. 26
1. Pengertian Transplantasi atau Cangkok Ginjal .............. 26
2. Anatomi fisiologi ............................................................ 27
3. Etiologi ........................................................................... 29
4. Terminologi transplantassi ginjal ................................... 29
5. Faktor-faktor yang berperan dalam keberhasilan
transplantasi ginjal .......................................................... 29
6. Persiapan pembedahan (pra-operatif dan pasca operatif) 32
7. Proses transplantasi ginjal .............................................. 33
8. Komplikasi ..................................................................... 35
9. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul ............... 35
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 36
B. Saran ..................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak
terhadap kompleknya masalahehatan. Sejalan dengan hal tersebut pelayanan
kesehatan juga mengalami perkembangan akibat meningkatnya tuntutan
kebutuhan masyarakat. Apalagi dengan adanya pergeseran budaya yang
menyebabkan perubahan pola hidup yang berdampak terhadap munculnya
berbagai penyakit terminal. Penyakit terminal adalah suatu keadaan yang menurut
akal sehat tidak ada harapan lagi untuk sembuh, salah satu penyakit terminal itu
adalah penyakit gagal ginjal (Nugroho, 2000).
Penyakit ginjal merupakan salah satu penyebab paling penting dari
kematian dan cacat tubuh dibanyak negara seluruh dunia. Beberapa penyakit
ginjal dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar: (1) gagal ginjal akut,dimana
seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti tetapi akhirnya
membaik mendekati fungsi ginjal normal, dan (2) gagal ginjal kronis, dimana
ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu persatu yang secara
bertahap menurunkan seluruh fungsi ginjal ( Price dan Wilson, 2006).
Dalam penatalaksanaan pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronis
dapat dilakukan melalui terapi pengganti ginjal dimana salah satu terpi pengganti
gagal ginjal adalah dilakukannya dialisis yaitu dengan tindakan hemodialisa.
Hemodialisa (HD) adalah cara pengobatan atau prosedur tindakan untuk
memisahkan darah dari zat-zat sisa atau racun yang dilakukan dengan
mengalirkan darah melalui membrane semipermiabel dimana zat sisa atau racun
ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan
darah kembali ke dalam tubuh.
Dari banyaknya pasien gagal ginjal yang dating berobat ke rumah sakit,
tidak semua penderita dilakukan hemodialisa. Sebagai salah satu indikasi
dilakukannya hemodialisa pada penderita gagal ginjal yaitu dilihat perubahan
berkemihnya pasien gagal ginjal. Menurut Shardjono dkk (2001) indikasi
dilakukan hemodialisa adalah anuria berkepanjangan (>5 hari), namun pada

1
kenyataan praktek lapangannya tidak hanya pasien gagal ginjal yang mengalami
anuria saja yang dilakukan tindakan hemodialia, tetapi pasien dengan oliguria pun
dapat dilakukan tindakan hemodialisa.
Pasien gagal ginjal yang dilakukan hemodialisa meningkat setiap
tahunnya. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, yaitu suatu kegiatan
registrasi dari perhimpunan Nefrologi Indonesia, menjelaskan bahwa pasien
hemodialisa tahun 2007 berjumlah 2.148 orang meningkat menjadi 2.260 orang
pada tahun 2008 (Setyawan, 2009)
Penderita yang menjalani dialisa memerlukan makanan dan obat khusus.
Nafsu makan penderita menurun dan terjadi kehilangan protein selama dialisa
peritoneal, karena itu penderita biasanya memerlukan diet tinggi protein (secara
kasar sebanyak 1 gram/kg BB). Asupan natrium dan kalium harus dibatasi sampai
2 gram/hari. Asupan makanan kaya fosfat juga harus dibatasi. Asupan cairan pada
penderta yang memiliki kadar natrium rendah harus dibatasi.Sangat penting untuk
melakukan penimbangan berat badan setiap hari. Penambahan berat badan yang
berlebihan menunjukkan terlalu banyaknya asupan cairan.
Multivitamin dan tambahan zat besi perlu diberikan untuk menggantikan
zat gizi yang hilang pada proses dialisa.
Penderita yang menjalani dialisa dan menerima banyak transfusi darah
seringkali mendapatkan terlalu banyak zat besi karena darah mengandung
sejumlah besar zat besi. Karena itu penderita tidak mendapatkan tambahan zat
besi.
Untuk merangsang pembentukan se darah merah bisa diberikan hormon
(testosteron atau eritropoietin).
Pengikat fosfat (misalnya kalsium karbonat atau kalsium asetat) diberikan
untuk membuang kelebihan fosfat. Kadar kalsium darah yang rendah atau
penyakit tulang hiperparatiroid yang berat diobati.dengan kalsitriol (salah satu
bentuk vitamin D) dan tambahan kalsium.
Pada penderita gagal ginjal sering dijumpai tekanan darah tinggi. Pada
50% penderita, hal ini bisa diatasi secara sederhana dengan membuang sejumlah
cairan selama dialisa. Sedangkan pada penderita lainnya perlu diberikan obat-
obatan untuk menurunkan tekanan darah. 

2
Ketika ginjal mengalami kerusakan maka ginjal tidak dapat membersihkan
tubuh dari sisa-sisa metabolisme. Sisa-sisa metabolisme dan kelebihan air
menumpuk dan lama kelamaan menjadi banyak di dalam darah yang disebut
uremia.
Gagal ginjal kronik berarti kehilangan fungsi ginjal yang bisa terjadi
secara cepat atau lambat dalam beberapa tahun. End Stage Renal Disease (ESRD)
terjadi ketika ginjal mengalami kerusakan tahap akhir, dimana ginjal tidak dapat
bekerja dengan baik untuk menjaga keseimbangan zat-zat kimia tubuh yang
diperlukan untuk hidup. Pada saat ini pasien memerlukan dialysis sebagai terapi
pengganti.
Terapi pengganti fungsi ginjal (dialysis) :
1.Hemodialisis (HD)
2.Peritoneal Dialisis (PD) :Acute Peritoneal Dialisis (PD Acute), Kronis
Peritoneal Dialisis (CAPD)

B. Rumusan masalah
1. Jelaskan tentang pengertian dialisis beserta macam-macamnya ?
2. Jelaskan tentang transplantasi ginjal beserta

C. Tujuan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan dan untuk menambah
pengetahuan mahasiswa tentang dialisis dan transplantasi ginjal.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DIALISIS (CUCI DARAH)


1. Sejarah Singkat Mesin Cuci Darah

Bagi para penderita gangguan dan gagal ginjal akut, cuci darah dan
cangkok ginjal menjadi pilihan utama untuk memulihkan kondisi tubuh.
Mesin cuci darah pun menjadi kebutuhan utama mereka. Tapi tahukah Anda
siapa yang pertama kali menciptakan mesin yang mampu menyambung hidup
banyak orang itu? Ternyata, mesin cuci darah diciptakan oleh Willem Kolf
asal Belanda, tepatnya pada tahun 1911. 
Hebatnya, mesin cuci darah yang diciptakan Willem Kolf tidak
dipatenkan. Ia beralasan karena temuannya merupakan pengabdian kepada
rasa kemanusiaan. Usaha Kolf tidak berhenti sampai di sini. Demi
pengabdiannya ia juga melakukan penelitian untuk mesin jantung buatan di
Cleveland Clinic Foundation. Sungguh, sebuah hal sangat mulia yang
dicontohkan Willem. 
Alternatif lain selain cuci darah adalah dengan melakukan
transplantasi ginjal bagi pasien yang menderita gagal ginjal. Pada tahun 1909,
ginjal manusia yang rusak mulai ditransplantasi dengan ginjal hewan. Namun
sayangnya, belum ada satu pun penerima transplantasi ginjal yang selamat
dengan metode ini. Para peneliti pun terus mengembangkan metode
transplantasi ginjal. 
Setelah ketidakberhasilan menggunakan ginjal hewan, cangkok ginjal
mulai dilakukan dari manusia ke manusia. Seperti yang dilakukan oleh ahli
bedah di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, Charles Hufnagel tepatnya

4
pada tahun 1947 dengan mencoba mencangkok ginjal dari orang yang baru
meninggal ke tubuh seorang wanita penderita ginjal akut. Saat itu, cangkok
ginjal yang dilakukan adalah dengan menanamkan ginjal donor tersebut di
bagian tangan pasien. Alhasil, ginjal donor dapat bekerja sesaat. Walaupun
pada akhirnya pasien tidak dapat pulih kembali. 
Akhirnya pada tanggal 23 Desember 1954, sebuah upaya transplantasi
antara ginjal pendonor yaitu Ronald Herrick dengan penderita yang
merupakan saudara kembarnya, Richard, berhasil dilakukan dengan
sempurna. Transplantasi sempurna ini berhasil dilakukan oleh dokter Joseph
Murray di rumah sakit Peter Brigham, Boston, Amerika Serikat. Berkat
keberhasilannya, dokter Murray mendapatkan hadiah Nobel pada tahun 1990
di bidang Fisiologi.

2. Proses Dan Pengertian Cuci Darah (Dialisis)

Cuci darah atau dialisis merupakan suatu proses yang dilakukan untuk
mengganti tugas ginjal yang sehat. Seperti yang telah kita ketahui, ginjal
berperan vital bagi tubuh yaitu berfungsi untuk menyaring dan membuang
sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, menyeimbangkan unsur kimiawi
dalam tubuh serta menjaga tekanan darah. Prosedur ini ditempuh saat
kerusakan ginjal telah mencapai 85-90 persen atau “Gagal Ginjal Terminal”
dimana ginjal tidak dapat lagi berfungsi seperti sediakala.
Ada dua macam cuci darah, yakni hemodialisis dan dialisis peritoneal.
Prinsipnya, pada proses dialisis, darah akan dialirkan ke luar tubuh dan
disaring. Kemudian darah yang telah disaring dialirkan kembali ke dalam
tubuh. Pada hemodialisis, proses penyaringan dilakukan oleh suatu mesin
dialisis yang disebut dengan membran dialisis. Jenis dialisis ini yang banyak

5
dilakukan di Indonesia. Sedangkan pada dialisis peritoneal, jaringan tubuh
pasien sendiri bagian abdomen (perut) yang digunakan sebagai penyaring.
Biasanya dialisis dilakukan 2-3 kali seminggu selama masing-masing 4-5 jam
tiap kali proses.
Cuci darah harus dilakukan secara teratur untuk menghindari efek
yang tidak diinginkan akibat penumpukan sisa metabolime maupun cairan
dalam tubuh. Karena hanya bersifat menggantikan fungsi ginjal, bukan
menyembuhkannya, tindakan dialisis harus dilakukan selama seumur hidup,
kecuali pasien melakukan transplantasi ginjal. Pasien juga perlu mengatur
pola makan dan minumnya untuk keberhasilan terapi dialisis. Dengan
berpikir positif dan menjalankan terapi dengan sungguh-sungguh serta
mengikuti segala petunjuk dokter, bukan tidak mungkin pasien gagal ginjal
tetap dapat menjalani hidup secara normal.[Cyn]
Cuci darah atau dialisis (dialysis) adalah suatu proses pencucian darah
untuk membersihkan tubuh dari zat-zat limbah yang berbahaya yang terdapat
dalam aliran darah. Normalnya pencucian darah ini secara alami dilakukan
oleh organ tubuh kita sendiri yaitu ginjal yang sehat. Ketika ginjal tidak dapat
melakukan fungsi utamanya tersebut maka diperlukan suatu cara agar tubuh
tetap sehat dan terhindar dari limbah metabolisme yang berbahaya, cara yang
saat ini bisa dilakukan adalah dialisis atau cuci darah dengan menggunakan
alat bantu atau mesin. Cuci darah sering digunakan pada orang dengan
penyakit gagal ginjal kronis, dimana ginjal kehilangan sebagian atau seluruh
kemampuannya untuk berfungsi secara normal.

3. Macam-Macam Dialisis
Ada dua macam cuci darah, yakni hemodialisis dan dialisis peritoneal.
a. HEMODIALISIS
1) Pengertian
Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan
atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah
berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh
suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui

6
oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu
proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel
( Pardede, 1996 ).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana
terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi
sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis
waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti
ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat
dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui
membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi.
Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk
keracunan (Christin Brooker, 2001).
Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput
yang melapisi perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki
area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari
darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga
perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus
dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu
tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan
masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang,
dan diganti dengan cairan yang baru.
Pada hemodialisa, darah penderita mengalir melalui suatu selang
yang dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke dalam dialyzer.

7
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka
diberikan heparin.
Di dalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi
kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat
racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat.
Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori
selaput buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam
tubuh penderita.
Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-beda.
Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa
dialisa lebih pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan
waktu 3-5 jam).
Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa
sebanyak 3 kali/minggu.
2) Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan
asam urat
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa
antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

8
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan
yang lain.
3) Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang
jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan
pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan
berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai
penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita
sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer
atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat
dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4
mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4
ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring
ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan
lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang
dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala
dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa
biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10
mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL.
Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat
membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa.
Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi
relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati,
dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah

9
perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
4) Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa
adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium
terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI
(2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan
akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003).
5) Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan
kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan
kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke
dalam dialisat.
b. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut
karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia,
yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).
6) Alasan Dilakukan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
a. Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
b. Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
c. Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan
respon
terhadap pengobatan lainnya.
d. Gagal jantung
e. Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).

10
7) Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
a. Penderita kembali menjalani hidup normal.
b. Penderita kembali menjalani diet yang normal.
c. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com,
2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk
gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum
penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut,
dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa
minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
8) Cara pelaksanaan Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian
dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar
5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5
liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu
masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh
dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV
fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena
cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. ?Sebelum
melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda –
tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani
Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk
menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat

11
terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci
darah dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses
vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses
untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka
proses terapi hemodialisa dapat dimulai.?Pada proses hemodialisa, darah
sebenernya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui
selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari
komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk
mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan
informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya.
Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana
cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa
yang ada dalam mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh
ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
9) Peralatan
a) Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran,
struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk
kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi
dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air
(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
b) Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit
utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih
dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system
yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan
potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari
produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya
pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman
secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh
pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,

12
namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien
tertentu.
c) Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien.
Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat
pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio
konsentrat-air.
d) Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis
meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat
monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan,
konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
e) Komponen manusia
f) Pengkajian dan penatalaksanaan
10) Prosedur Hemodialisa
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan
memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai
hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari
beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter
hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16)
dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen
yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau
femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan
institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu
oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser
diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan
darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai
dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial”
diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur
untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di

13
klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada
kejadian hipotensi, darah yang  mengalir dari pasien dapat diklem
sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan
dengan cepat menginfus  untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi
darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit  pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah.
Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah,
tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah
mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya
pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati
detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah
bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat
yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan.
Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui
“venosa” atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang
diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser. Tindakan
kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
11) Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
a. Perawatan sebelum hemodialisa
 Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
 Kran air dibuka

14
 Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
 Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
 Hidupkan mesin
 Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
 Matikan mesin hemodialisis
 Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
 Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
 Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
b. Menyiapkan sirkulasi darah
 Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
 Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda
merah) diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
 Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari
dializer.
 Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari
dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
 Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc
 Hubungkan set infus ke slang arteri
 Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang
lalu diklem.
 Memutarkan letak dializer dengan posisi  “inset” di bawah dan
“out set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
 Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
 Buka klem dari infus set ABL, VBL
 Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
 Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan

15
 Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan
udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas
udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
 Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak
500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada
gelas ukur.
 Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
 Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
 Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20
menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
 Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas
dan “outlet” di bawah.
 Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10
menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
c. Persiapan pasien
 Menimbang berat badan
 Mengatur posisi pasien
 Observasi keadaan umum
 Observasi tanda-tanda vital
 Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi,
biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses
seperti di bawah ini:
-          Dengan interval A-V shunt / fistula simino
-          Dengan external A-V shunt / schungula
-          Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
12) Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji
jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam
basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar
elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses

16
penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan
perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

13) Komplikasi pada Hemodialisa


Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada
saat dilakukan terapi adalah :

Komplikasi Penyebab

Demam Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di


dalam darah
Dialisat terlalu panas

Reaksi anafilaksis yg Alergi terhadap zat di dalam mesin


berakibat fatal Tekanan darah rendah
(anafilaksis)

Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yg dibuang

Gangguan irama jantung Kadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam
darah

Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin

Perdarahan usus, otak, Penggunaan heparin di dalam mesin untuk


mata atau perut mencegah pembekuan

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005)
selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang
terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan
cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

17
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat
asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik,
neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama
dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum
yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer
dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea
yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang
menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang
perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi
trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko
terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan
muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan
sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi
pada akses vaskuler.

18
8. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin
yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

b. DIALISIS PERITONIAL
1) Pengertian dialisis peritonial
Peritoneal Dialisis adalah Metode pencucian darah dengan
mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus
organ perut). Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang
menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan
selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara
perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan,
dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
Peritoneum merupakan suatu membran yang dapat melakukan
dialisis, yaitu suatu proses terjadinya bahan-bahan didalam suatu larutan
dapt dipisahkan satu dengan yang lainnya. Prosedur dialisis peritoneum
dilakukan dengan memasukan cairan tertentu kedalam rongga peritoneum,
sebagai usaha untuk mempebaharui keseimbangan cairan dan elektrolit
secara terus-menerus sebagai pengobatan.
2) Komplikasi dialisis peritonial
Terdiri atas masalah drainase, infeksi, sindrom disekuilibrium
dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan dialisis.
a) Nyeri abdomen hebat
Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptura peritoneum bila
mengikuti drainase isi kembali ruang abdomen dengan sebagian
dialisa.
b) Penyumbatan drain
Urut perut penderita dan penderita diubah posisinya. Manipulasi
kateter atau suntikan 20ml dialisat dengan kuat untuk membebaskan
sumbatan. Bila gagal pindahan kateter pada posisi lain, diberikan
heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan

19
merendahkan fibrin, kontrol dengan pemeriksaan sinar-X, kontrol
kadar hemaktokrit dialisat untuk menilai lama dan berat pendarahan.
c) Hipokalsemia
Dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/1 kalsium per-liter dialisat.

d) Hidrasi berlebihan
Dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat badan
penderita akan turun 0,5-1% setiap hari, jika meninggi berikan dialisat
dekstrose 2-7% atau kedalam cairan dialisat ditambahkan cairan
dekstrose 1,5% dan 7% berganti-ganti atau bersama-sama dengan
perbandingan 1:1.
e) Hipovolemial
Dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah dan mengawasi
tanda-tanda renjatan. Bila ada, diberikan albumin 5% secara intravena
atau infus NaCl 0,9%.
f) Hipokalemia
Ditentukan dengan mengukur kadar kalium darah dan mengawasi
perubahan EKG yang terjadi.
g) Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau
berwarna. Peritonitis terjadi biasanya karena kuman gram negatif atau
staphylococcus aureus. Antibiotikum yang sesuai hendaknya
diberikan.
h) Hiperglikemia
Terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah
meningkat, dapat dikoreksi dengan pemberian insulin dosis yang
sesuai.
3) Indikasi
Dibedakan indikasi klinis dan biokemis
1. Indikasi klinis
a. Gagal ginjal akut, ditandai oliguria mendadak dan gejala toksik
uremia, gagal ginjal kronis berguna untuk menopang kehidupan

20
selama penderita ada dibawah pengawasan atau dibawah rencana
transplantasi ginjal
b. Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
c. Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Keracunan obat mendadak untuk mengeluarkan obat tersebut
melalui dialisis.
e. Gejala uremia mayor menunjukan adanya gagal ginjal akut atau
kronis yang telah terminal gejalanya : muntah, kejang, disorientasi,
somnolen sampai koma, hidrasi berlebihan seperti edema paru,
gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali dan pendarahan.
2. Indikasi biokemis
a. Ureum darah lebih dari 250mg%, ureum sendiri tidak sangat
toksik, tetapi pemeriksaan teratur kadar ureum selama dialisis
sangat bermanfaat.
b. Kalium darah lebih dari 8mEq / 1. Peninggian kadar kalium darah
lebih dari 8mEq/1 dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal.
c. Bikarbonat darah kurang dari 12mEq/1. Kadar bikarbonat darah
yang rendah merupakan cermin toleransi terhadap asidosis
metabolik, kadar bikarbonat plasma yang rendah secara klinis
ditunjukan oleh pernafasan yang cepat dan dalam.
4) Etiologi
Adapun penyebab dilakukan tindakan hemodialisis dan dialyisis
peritoneal:
1. Pembuangan cairan yang berlebihan, toksin atau obat karena tidak
adekuatnya osmotic dialisat
2. Kehilangan darah aktual (heparinisasi sitemik atau pemutusan aliran
darah.
3. Distensi abdomen atau konstipasi.
4. Penurunan area ventilasi dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan
kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan infeksi. dimana bunyi nafas

21
adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan
inspeksi.
5. Penggunaan dialisat hipertonik dengan pembuangan cairan yang
berlebihan dari volume sirkulasi.

5) Manifestasi klinis
1. Hemodialisis
Penurunan aliran darah akan mengakibatkan “kedinginan” pada
akses vascular. Penurunan tekanan hemodinamik menunjukkan
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan terjadi hipotensi dan
takikardi. Kelebihan cairan atau hipervolemia dapat berpotensi
terjadinya edema serebral (sindrom disekuilibrasi), hipertensi dan
takikardi. Destruksi sel darah merah (hemolisis) oleh dialysis
mekanikal dapat mengakibatkan anemia berat atau progesif.
2. Dialisis Peritoneal
Adanya keluhan nyeri dikarenakan pemasukan kateter melalui
dinding abdomen atau iritasi kateter dan penempatan kateter yang
tidak tepat. Takipnea, dispnea, nafas pendek dan nafas dangkal
selama dialysis diduga karena tekanan disfragmatik dari distensi
tongga peritoneal. Penuruna area ventilasi dapat menunjukkan
adanya atelektasis. Berikut ini gejala-gejala lainnya :
• Peritonitis
• Penurunan tekanan darah (hipotensi)
• Takikardi
• Hiponatremia atau intoksikasi air
• Turgor kulit buruk, dll.
6) Patofisiologi
Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada
penanganan gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit
ginjal tahap akhir menjalani dialysis peritoneal (Health Care Financing
Administration,1986.

22
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada
tehnik ini peritoneum berfungsi sebagai membrane semi permeable. Akses
terhadap rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai trokar
lurus, kaku untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih permanent,
sedangkan untuk yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.
Dialysis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan
dialysis kedalam kavum peritoneal menggunakan kateter abdomen. Ureum
dan kreatinin yang merupakan hasil akhir metabolisme yang diekskresikan
oleh ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan osmosis. Ureum
dikeluarkan dengan kecepatan 15-20 ml/ menit, sedangkan kreatinin
dikeluarkan lebih lambat.
Dialysis peritoneal kadang-kadang dipilih karena menggunakan
tehnik yang lebih sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih
bertahap dari pada hemodialisis.
7) Macam-macam Dialysis Peritoneal
1. Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Memungkinkan pasien untuk menangani prosedur dirumah dengan
kantung dan aliran gravitasi, memerlukan waktu lama pada malam
hari, dan total 3-5 siklus harian/ 7 hari seminggu.
2. Automated Peritoneal Dialysis (APD)
APD sama dengan CAPD dalam melanjutkan proses dialysis tetapi
berbeda pada tambahan mesin siklus peritoneal. APD dapat
dilanjutkan dengan siklus CCPD, IPD dan NPD.
3. Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD)
CCPD merupakan variasi dari CAPD dimana suatu mesin siklus
secara otomatis melakukan pertukaran beberapa kali dalam semalam
dan satu siklus tambahan pada pagi harinya. Di siang hari, dialisat
tetap berada dalam abdomen sebagai satu siklus panjang.
4. Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD)
IPD bukan merupakan lanjutan prosedur dialisat seperti CAPD dan
CCPD. Dialysis ini dilakukan selama 10-14 jam, 3 atau 4 jam kali per
minggu, dengan menggunakan mesin siklus dialysis yang sama pada

23
CCPD. Pada pasien hospitalisasi memerlukan dialysis 24-48 jam kali
jika katabolis dan memerlukan tambahan waktu dialisat.
5. Nightly Peritoneal Dialysis (NPD)
Dilakukan mulai dari 8-12 jam misalnya dari malam hingga siang
hari.
8) Penatalaksanaan medis dan perawat
Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Dialisis Peritomeal
1. Persiapan
Proses persiapan pasien dan keluarganya yang dilaksanakan oleh
perawat adalah penjelasan prosedur dialysis peritoneal, surat
persetujan (Informed Consent) yang sudah ditandatangani, data dasar
mengenai tanda-tanda vital, berat badan dan kadar elektrolit serum,
pengosongan kandung kemih dan usus. Selain itu perawat juga
mengkaji kecemasan pasien dan memberikan dukungan serta petunjuk
mengenai prosedur yang akan dilakukan.
Persiapan cairan dialisis
Cairan untuk dialisis ada tersendiri adalahg dexterose yang berkadar
1,5%, 4,25% dan 7%. Selain itu harus tersedia larutan KCL, larutan 
Natrium-Bikarbonat, Albumisol dan heparin 10 mg/ml. Untuk infus
biasa diperlukan glukosa 5%-10%.
Alat-alat untuk tindakan dialisis
1. Set untuk dialisis (terdiri dari: Selang/kateter khusus yang telah
dilengkapi denga klem. Kateter tersebut dimasukan kedalam
rongga peritoneum dan bagian sebelah luar salah satu cabangnya
dihubungkan dengan penampung urine (urine bag) atau kantong
plastyikkhusus yang ada skalanya dan cabang yang lain ke botol
cairan.
2. Stylet atau bisturi kecil, trokar yang ssuai dengan ukuran kateter,
pinset
3. Sarung tangan steril
4. Kasa dan kapas lidi steril
5. Arteri klem 2

24
6. Spuit 2 cc, 5 cc, 10 cc dan 20 cc
7. Desinfektan: yodium/betadin 10% alkohol 70%
8. Novocain 2%
9. Gunting, plester, pembalut
10. Pengukat tanan atau kaki
11. Bengkok
12. Kertas untuk catatan
13. Tempat pemanas cairan yang harus selalu terisi air panas (khusus
bila ada untuk pemanas cairan yang elektrik).
Persiapan pasien
Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan
moril agar pasien tidak takut. Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan
kulit pada permukaan perut sampai di daerah simpisis dibersihkan
dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres dengan
alkohol 70% sampai dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar
kompres tetap di tempatnya.
      Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien
disuruh berkemih atau dipasang kateter. Pasang pengikat pada tangan
dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan jangan terlalu kencang).
4. Pelaksanaan Dialisis
  Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal
kateter dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan
dialisis yang digantungkan pada sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan
dengan selang cairan dialisis). Pasang klem pada selang pembuangan ini.
 Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis;
memasukan cairan ini berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan.
Setelah cairan habis klem ditutup biarkan cairan berada didalam rongga
peritoneum selama 30 menit. Banyaknya cairan yang dimasukan dimulai
dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2 leter. Sesudah 30 menit
 Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu 15
menit. Jika tidak ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang
keluar harus sebanding dengan yang dimasukan.Pada uumnya kurang

25
sedikit; tetapi jika trlalu banyak perbdaannya harus memberitahukan
dokter.
 Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan
selanjutnya dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36
kali sesuai dengan hasil pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam
selama dialisis berlangsung. Tesimeter dipasang menetap dan diukur
secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan melihat perkembangan
pasiennya).
 Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan.
Untuk mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol
cairan dialisis ditambahkan 1.000 Unit Heparin. Biasanya dilakukan
terutama pada permulaan dialisis.
5. Pemeriksaan diagnostik
  Pada laboratorium didapatkan:
1.      Hb menurun
2.      Ureum dan serum kreatinin meningkat
3.      Elektrolit serum (natrium meningkat)
4.      urinalisis (BJ. Urine meningkat, albumin, Eritrosit , leukosit)

B. TRANSPLANTASI GINJAL
1. Pengertian Transplantasi atau Cangkok Ginjal
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai
daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak
bisa berfungsi lagi dengan baik. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal
adalah suatu metode terapi dengan cara memanfaatkan sebuah ginjal
sehat( yang diperoleh melaui pendonoran) melalui prosedur pembedahan.
Ginjal sehat dapat berasal dari individu yang masih hidup ( donor hidup ) atau
yang baru saja meninggal ( donor kadaver). Menurut Brunner and Suddarth
transplantasi ginjal adalah melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup
atau kadaver manusia recepient yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
Transplantasi ginjaldapat dilakukan secara “cadaveric “( dari seorang yang
telah meninggal ) atau dari donor yang masih hidup ( biasanya anggota

26
keluarga ). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang
masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara
menyeluruh sebelum transplantasidan ginjal tersebut cenderung mempunyai
jangka hidup lebih panjang.

2. Anatomi fisiologi
Ginjal adalah organ ekresi yang bentuknya mirip seperti kacang. Ginjal
merupakan bagian dari sistem urinari, ginjal berfungsi sebagai filter
kotoran(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air
dalam bentuk urin. Manusia mempunyai sepasang ginjal yang terletak
dibelakang abdomen. Ginjal terletak disebelah kanan dan kiri tulang belakang.
Ginjal sebelah kiri terletak dibawah hati dan ginjal sebelah kanan terletak
dibawah limpa. Dibagian atas(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal(juga
disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperinealyang berarti terletak
dibagian belakang peritoneumyang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal
terletak disekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan letaknya lebih rendaah
dibanding ginjal kiri dikarenakan dibagian atas ginjal kanan terdapat organ
hati yang lumayan besar. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga
kesebelas dan dua belas. Kedua ginjal dibungkus oleh lapisan lemak(lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Pada orang dewasa setiap ginjal memiliki ukuran panjang 11 cmdan
ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti
kacang dengan lekukan yang menghadap kedalam.ditiap ginjal terdapat
bukaan yangdisebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renaldan
ureter.
Bagian paling luar ginjal disebut korteks. Bagian lebih dalam lagi
disebutmedulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Ginjal dibungkus oleh
lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. Unit fungsional ginjal
adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam ginjal
normalmanusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terrlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah,
kemudian mengabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh.

27
Molekul dan sisa cairan lainnyadibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arusdan kontranspor.
Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.sebuah nefron terdiri
dari sebuah komponen yang disebut korpuskula(badan Malphigi) yang
dilanjutkan oelh saluran-saluran(tubulus). Setiap korpuskula mengandung
gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darahdari arteri aferen. Dinding
kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan.darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori
dari glomerulus dan kapsul Bowman karena adanya tekana dari darah yang
mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk kedalam tubulus
ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri
eferen. Diantara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam
kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:
1.    Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2.    Lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3.    Selapisan sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman(podosit).
Dengan bantuan tekanan, cairan dalam darah didorong keluar dari glomerulus
melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk kedalam ruangan dalam kapsula
Bowman dalam bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak
mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam
bentuk molekul yang kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia
melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter permenit,
menghasilkan 122 cc filtrat glomerular permenitnya. Laju penyaringan
glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal. Jaringan ginjal
warna biru menunjukan satu tubulus. Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari
kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya
adalah lengkung Henle yang bermuara pad atubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam perrtukaran lawan arus yang
digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak
mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor
aktif untuk menyerap kembali glukossa, asam aminodan berbagai ion mineral.

28
Sebagian besar air (97,7%) dalam filtrat masuk kedalam tubulus konvulasi dan
tubulus kolektivus melalui osmosis. Cairan mengalir dari tubulus konvulasi
distal kedalam sistem pengumpul yang terdiri dari tubulus penghubung,
tubulus kolektivus kortikal, tubulus kolektivus medularis. Tempat lengkung
Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular
mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular
adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. Cairan menjadi semakin
kental disepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin yang kemudian
dibawa kekandungkemih melewati ureter.
3. Etiologi
Yang menyebabkan seseorang harus dilakukan transplantasi ginjal adalah
penyakit gagal ginjal terminal atau biasa disebut dengan stadium akhir.
4. Terminologi transplantassi ginjal
Beberapa terminologi dalam transplantasi ginjal adalah
- Autograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokan berasal
dari individu yang sama.
- Isograft adalah transplantassi dimana jaringan yang dicangkokan berasal
dari saudara kembar.
- Allograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokan berasal
dari individu lain dalam satu spesies atau spesies yangsama.
- Xenograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokan berassal
dari spesies yang berbeda. Misalnya ginjal binatang yang
ditransplantasikan kepada manusia
5. Faktor-faktor yang berperan dalam keberhasilan transplantasi ginjal
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada transplantasi ginjal
terdiri dari faktor yang bersangkut paut dengan donor, resepien, faktor
imunologis, faktor pembedahan antara lain penanganan praoperatif dan post-
operatif.
a. Donor ginjal
Donor ginjal dibagi menjadi dua yaitudonor hidup ( living donor )
dan donor jenasah ( cadaver donor ). Donor hidup dapat berasal dari

29
individu yang mempunyai hubungan keluarga ( living related donor ) atau
tidak ada hubungan keluarga (living non related donor ).
Syarat untuk donor hidup, terutama untuk donbor keluarga yaitu :
1.    Usia lebih dari 18 tahun dan kurang dari 65 tahun.
2.    Motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa ada unsur paksaan.
3.    Kedua ginjal normal.
4.    Tidak mempunyai penyakit yang dapat menurunkan fungsi ginjal
dalam jangka waktu yang lama.
5.    Kecocokan golongan darah, HLA dan tes silang darah (cross match).
6.    Tidak mempunyai penyakit menular.
7.    Sehat mental.
8.    Toleransi operasi baik.
Pemeriksaan calon donor meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik
lengkap, tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan darah dan sistem HLA ,
infeksi virus ( hepatitis B, hepatitis C, CMV, HIV ), foto dada,
ekokardiografi, dan arteriografi ginjal.
Untuk donor jenasah biasanya berasal dari pasien yang mengalami
mati batang otak akibat kerusakan otak yang fatal, usia 10-60 tahun, tidak
mempunyai penyakit menular, fungsi ginjal harus baik saat menjelang ajal.
Panjang hidup ginjal transplantasi dari donor jenasah yang meninggal
karenana strok, iskemia, tidak sebaik meninggal karena perdarahan
subarachnoid.
b. Resepien ginjal
Pasien gagal ginjal terminal yang potensial menjalani transplantasi
ginjal harus dinilai oleh tim transplantasi. Setelah itu dilakukan evaluasi
untuk melakukan persiapan untuk transplantasi. Sebelum dilakukan
transplantasi resepien akan dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk
mengetahui adanya hiperrtensi, penyakit pembuluh darah perifer dan
penyakit jantung koroner, ulkus peptikum dan keadaan saluran kemih.
Selain itru, juga dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap termasuk
tanda-tanda infeksi, foto dada, USG, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan
gigi geligi dan THT. Syarat resepien transplantasi ginjal adalah :

30
a. Dewasa
b. Pasien yang kesulitan mengalami hemodialisis dan CAPD
c. Saluran kemih bawah harus normal bila ada kelainan koreksi terlebih
dahulu.
d. Dapat menjalani imunosupresa dalam jangka waktu lama dan
kepatuhan berobat tinggi.
Kontra indikasi
a.    Infeksi akut : tuberkulosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut.
b.    Infeksi kronik, bronkiektasis
c.    Aterotema yang berat
d.   Ulkus peptikum yang aktif
e.    Penyakit keganasan
f.     Mal nutrisi
c. Imunologi transplantasi
Ginjal donorharus mempunyai kecocokan dengan ginjal resepien
agar transplantasi behasil baik. Golongan darah yang sama merupakan
syarat yang utama. Kesesuaian imunologis pada transplantasi ginjal dapat
diperiksa melalui pola HLA. Bila ginjal tidak cocok secara imunologis
maka akan terjadi reaksi rejeksi. Reaksi ini merupakan usaha tubuh
resepien untuk menolak benda asing yang masuk ketubuhnya. Ada tiga
jenis reaksi rejeksi yaitu :
o Reaksi hiperakut yaitu terjadiseegera dengan beberapa menit atau
beberapa jam setelah klem pembuluh darah dilepas. Dan disebabkan
adanya antibodyterhadap sistem golongan darah atau HLA yang tidak
cocok. Rejeksi hiperaktif tidak bisa diatasi harus dilaksanakan
nefrektomi ginjal cangkok. Reaksi hiperakut sekarang jarang terjadi
karena dapat dihindarkan dengan reaksi silang.
o Rejeksi akut biasanya terjadi dalam waktu 3 bulan pasca transplantassi,
dapat dicetuskan oleh penghentian atau pengurangan dosis obat
imunosupresi.Manifestasi klinis: Demam, mialgia, malaise, nyeri pada
ginjal baru, produksi urine menurun, berat badan meningkat, tekanan
darah meningkat, kreatinin serum meningkat, histopatologi. Terapi

31
rejeksi akut : metil prednisolon 250 mg – 1 gr IV/hari selama 3 hari,
ALG ( Anti Lymphocyte Globulin ), ATG ( Anti Thympocyte
Globulin ) atau antibodi monoklons sebagai terapi alternatif bila tidak
teratasi.
o Rejeksi kronik terjadi setelah berrbulan-bulan atau bertahun-tahun
pasca transplantasi. Pada rejeksi kronik terjadi penurunan fungsi ginjal
cangkok. Saat inibelum ada pengobatan yang spesifik untuk mengobati
rejeksi kronik.
Keberhasilan transplantasi ginjal menurut harapan klinis
a. Lama hidup ginjal cangkok ( Graft Survival )
Lama hidup ginjal cangkok sangat dipengaruhi oleh
kecocokan antigen antara donor dan resepien. Waktuparuh ginjal
cangkok paada HLA ( Human Leukocyte Antigens ) identik 20-25
tahun, HLA yang seebagian cocok ( one haplotype match ) 11
tahun dan pada donor jenazah 7 tahun. Lama hidup ginjal cangkok
pada pasien diabetes mellitus lebih buruk daripada pasien non
diabetes.
b. Lama hidup passien ( Patient Survival )
Sumber organ donor sangat mempengaruhi lama hidup
pasien dalam jangka panjang. Lama hidup pasien yang mendapat
donor ginjal hidup lebih baik dibanding donor jenasah,
kemungkinan dikarenakan pada donor jenasah lebih banyak obat
imunosupresi.
6. Persiapan pembedahan ( pra-operatif dan pasca operatif )
Persiapan pra-operatif untuk calon resepien bertujuan untuk : menilai
kemampuan menjalani operasi besar, menilai kemampuan menerima obat
imunosupresi untuk jangka waktu yang lama, menilai status vaskular
anastosmosis, menilai traktus urinarius bagian bawah, menghilangkan semua
sumber infeksi, menilai dan mempersiapkan unsur psikis.
Persiapan pra-operatif untuk calon donor : menilai kerelaan ( tak ada unsur
paksaan atau jual beli ), menilai kemampuan untuk nefrektomi, menilai akibat

32
jangka panjang ginjaltunggal, menilai kemungkinaan anastosmosis,menilai
kecocokan golongan darah, HLA dan crossmatch.
Obat-obat imunosupresi
Untuk mencegah terjadinya rejeksi kepada pasien yang mengalami
transplantasi ginjal diberikan obat-obat imunosupresi. Ada beberapa macam
obat imunosupresi yangtersedia pada umumnya dikelompokan menjadi :
- Obat imunosupresi konvensional : siklosporin-A, kortikosteroid,
azatioprin,antibodi monoklonal OKT-3,antibodi poliklonal ALG ( anti
Lymphocte Globulin ), ATG ( Anti Thympocyte Globulin ).
- Obat imunosupresi baru yaitu tacrolimus dan mycophenolate mofetil. Efek
samping tacrolimus hampir sama engan siklosporin, infeksi yang timbul
biasanya CMV ( cytomegali virus ), ATG ( anti thympocyte globulin ),
ALG ( anti lympocyte globulin ), MMF( micophinolatemofetil ).
7. Proses transplantasi ginjal
Ginjal yang rusak diangkat. Kelenjar adrenal dibiarkan ditempatnya arteri
dan vena renal diikat. Ginjal transplan diletakan difosa iliaka. Arteri renal dari
donor dijahit ke arteri iliaka dan vena renal dijahit kevena iliaka. Ureter ginjal
donor dijahit ke kandung kemih atau vesika urinari. Setelah terhubung, ginjal
akan dialiri darah yang akan dibersihkan. Urine biasanya langsung
diproduksi. Tetapi beberapa keadaan, urine diproduksi bahkan setelah
beberapa minggu.Ginjal lama akan dibiarkan di tempatnya. Tetapi jika ginjal
tersebut menyebabkan infeksi atau menimbulkan penyakit darah tinggi, maka
harus diangkat.
8. Komplikasi
Dalam transplantassi ginjal tidak semuanya berhasil, tapi kadang akan
menimbulkan berbagai komplikasi.komplikasi-komplikassi tersebut yaitu :
1. Penolakan pencangkokan
Yaitu sebuah kekebalan terhadap organ donor asing yang dikenal oleh
tubuh sebagai jarringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh reaksi
antigen terhadap kesesuaian organ asing. Reaksi penolakan yang terjadi
adalah reaksi penolakan secara klinik yaitu hiperakut, akut dan kronis.
2. Infeksi

33
Infeksi meninggalkan masalah yang potensial dan mewakili komplikasi
yang serius memberikan ancaman pada tingkatatan kehidupan. Infaksi
yang sering dijumpai adalah infeksi sistem urinari, pneumonia dan sepsis
adalah yang paling sering terjadi.

3. Komplikasi sistem urinari


Komplikasi sistem urinari adalah dikarenakan terputusnya ginjal secara
spontan. Selain itu,ada juga komplikasi lain yaitu bocornya urine dari
ureteral bladder anastomosisyang menyebabkan terjadinya urinoma yang
dapat memberikan tekanan pada ginjal dan ureter yang mengurangi fungsi
ginjal.
4. Komplikasi kardiovasskular
Komplikasi ini bisa berupa komplikasi lokal atau sistem. Hiperrtensi
daapat terjadi pada 50%-60% pada dewasa yang mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu stenosis arteri ginjal, nekrosis tubular akut,
penolakan pencangkokan jenis kronik dan akut, hidronefrosis.
5. Komplikasi pernafasan
Komplikasi pada pernafasan yang sering terrjadi adalah pneumonia yang
disebabkan oleh jamur dan bakteri.
6. Komplikasi gasstrointestinal
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah komplikasi hepatitis B dan
serosis yang dihubungkan dengan pengunaan obat-obatan hepatotoksik.
7. Komplikassi kulit
Karsinoma kulit aadalah yang paling sering terjadi. Penyembuhan luka
dapat menjadi lama karena status nutrisi yangtidak adekuat, serum albumin
yang sedikit dan terapi steroid.
8. Komplikasi – komplikasi yang lain
Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah pencangkokan ginjal adalah
diabetes mellitus yang disebabkan oleh steroid. Akibat terhadap
muskuloskeletalyang termasuk adalah osteoporosis dan miopaty. Nekrosis
tulang aseptik adalah disebabkan oleh terapi kortikosteroid. Masalah

34
reproduksi yang digambarkan dalam frekuensi CRF mmuncul setelah
transplantasi.
9. Kematian
Rata-rata kematian setelah 2 tahun pelaksanaan transplantasi tersebut
hanya 10%. Biasanya kematian ini diakibatkan oleh infeksi pada dua tahun
pertama setelah dua tahun pencangkokan telah terjadi.
9. Keuntungan dan kerugian transplantasi ginjal
Pada transplantasi ginjal ada keuntungan dan kerugiannya terutama bagi
resepien. Adapu keuntungannya yaitu :
-        Ginjal baru akan bekerja sama halnya seperti ginjal normal.
-        Resepien akan merasa lebih sehat dan normal kembali.
-        Penderita tidak perlu melakukan dialisis.
-        Penderita mempunyai harapan hidup lebih besar.
Adapun kekurangan transplantasi ginjal yaitu :
-        Butuh proses pembedahan besar
-        Proses untuk mendapatkan ginjal lebih lama atau sulit.
-        Tubuh bisa menolak ginjal yang didonorkan.
-        Penderita harus rutin minum obat imunosupresan yang mempunyai
banyak efek samping.
10. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Pre operatif
- Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan transplantasi ginjal.
- Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi.
Post operatif
- Nyeri akut berrhubungan dengan agen cidera fisik (terputusnya kontinuitas
jaringan).
- Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan efek samping
terapi (obat, pembedahan).
- Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan efek samping
obat (medikasi, drain).
- Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping dari pembedahan
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan drainase urin.

35
- Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka
operasi).

36
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. cuci darah atau dialisis merupakan suatu proses yang dilakukan untuk
mengganti tugas ginjal yang sehat. Seperti yang telah kita ketahui, ginjal
berperan vital bagi tubuh yaitu berfungsi untuk menyaring dan membuang
sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, menyeimbangkan unsur
kimiawi dalam tubuh serta menjaga tekanan darah. Prosedur ini ditempuh
saat kerusakan ginjal telah mencapai 85-90 persen atau “Gagal Ginjal
Terminal” dimana ginjal tidak dapat lagi berfungsi seperti sediakala. Ada
dua macam cuci darah, yakni hemodialisis dan dialisis peritoneal.
Prinsipnya, pada proses dialisis, darah akan dialirkan ke luar tubuh dan
disaring. Kemudian darah yang telah disaring dialirkan kembali ke dalam
tubuh. Pada hemodialisis, proses penyaringan dilakukan oleh suatu mesin
dialisis yang disebut dengan membran dialisis. Jenis dialisis ini yang
banyak dilakukan di Indonesia. Sedangkan pada dialisis peritoneal,
jaringan tubuh pasien sendiri bagian abdomen (perut) yang digunakan
sebagai penyaring. Biasanya dialisis dilakukan 2-3 kali seminggu selama
masing-masing 4-5 jam tiap kali proses.
2. Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai
daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan
tidak bisa berfungsi lagi dengan baik. Transplantasi ginjal atau cangkok
ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara memanfaatkan sebuah ginjal
sehat( yang diperoleh melaui pendonoran) melalui prosedur pembedahan.
Ginjal sehat dapat berasal dari individu yang masih hidup ( donor hidup )
atau yang baru saja meninggal ( donor kadaver). Yang menyebabkan
seseorang harus dilakukan transplantasi ginjal adalah penyakit gagal ginjal
terminal atau biasa disebut dengan stadium akhir. Komplikasi yang terjadi
setelah pencangkokan ginjal adalah penolakan pencangkokan,infeksi,
komplikasi sistem urinari, komplikasi kardiovasskular, komplikasi

37
pernafasan, komplikasi gastrointestinal, komplikassi kulit, komplikasi –
komplikasi yang lain,kematian.

B. SARAN
1. Bagi petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat memberikan informasi,pendidikan tentang terapi
hemodialisa khususnya penderita gagal ginjal.Selain itu diharapkan
perawat dapat memberikan pelayanan,perawatan,dan pengobatan sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan serta perlunya memantau urine
pasien selama 24 jam pada pasien gagal ginjal
2. Bagi penderita Gagal Ginjal
Pada penderita gagal ginjal diharapkan dapat mematuhi prosedur
pengobatan dan terapi hemodialisa dari para tim medis agar tidak
mengalami kemunduran kerja ginjal yang lebih parah,dan mempercepat
penyembuhan

38
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Price Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

Efendi. (2003). Nefrologi Klinik, Tata Laksana Gagal Ginjal Kronik.FK Unsri.
Palembang

Mansjoer,Arif,dkk.(2005).Kapita Selekta Kedokteran.FKUI Jakarta : Media


Aesculapius

Setyawan.(2009).http//:www.blogspot.Hemodialisa.com.Terapi dialisis.diakses
tanggal 9 April 2016

Smeltzer C.Suzanne.(2005).Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Sudarth Vol II


Jakarta:EGC

39

Anda mungkin juga menyukai