Anda di halaman 1dari 43

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN CAIRAN DAN ELEKTOLIT


DAN
TEKNIS PEMBERIAN NUTRISI PADA PASIEN KRITIS

Di Susun Oleh Kelompok 1 :

Ila Afriliyana ( 21116069 )


Aditya Wisnu Pranata ( 21116077 )
Anisa Putri Andini ( 21116082 )
Mutia ( 21116087 )
Dewi ( 21116095 )
Molina Kintan R.J ( 21116107 )
Vadila Zulfa ( 21116112 )
Sri Ayu Maryani ( 21116127 )

Dosen Pembimbing : Apriyani, S.Kep,. Ns.,M.Kep


Prodi : PSIK B / Semester 7

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik dan lancar dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Cairan Dan Elektolit Dan Teknis Pemberian Nutrisi Pada Pasien Kritis”,
tak lupa sholawat serta salam kepada junjungan nabi besar kita Muhammad Saw yang telah
membawa kita dari alam gelap gulita menuju alam yang terang benderang seperti ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca khususnya kepada
penyusun.Namun dalam makalah ini tentu masih banyak kekurangan maka dari itu penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Palembang, 24 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATAR PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
A.1 Asuhan Keperawatan Pemenuhan Cairan Dan Elektolit ...... 1
A.2 Teknis Pemberian Nutrisi Pada Pasien Kritis ...................... 2

B. Tujuan Penulisan
B.1 Asuhan Keperawatan Pemenuhan Cairan Dan Elektolit .... 4
B.2 Teknis Pemberian Nutrisi Pada Pasien Kritis ..................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


I. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Cairan dan Elektrolit
A. Pengertian Cairan dan Elektrolit ................................................... 6
B. Fungsi Cairan ................................................................................. 6
C. Keseimbangan Cairan .................................................................... 7
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan
Cairan Dan Elektrolit ..................................................................... 7
E. Kebutuhan Cairan Menurut Usia dan Berat Badan ........................ 8
F. Masalah Keseimbangan Cairan ...................................................... 8
G. Cara Pengeluaran Cairan ................................................................ 9
H. Pengaturan Elektrolit ...................................................................... 9
I. Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................... 11
J. Cara Menghitung Kecepatan Syringe Pump ................................ 17
K. Rumus Pemerian Obat Emergency............................................... 20

II. Teknis Pemberian Nutrisi pada Pasien Kritis


A. Karbohidrat ..................................................................................... 27
B. Lemak ............................................................................................. 27
C. Mikro Nutrien ................................................................................. 28
D. Nutrisi Tambahan ........................................................................... 29
E. Kebutuhan Energi Pada Pasien Kritis ............................................. 29
F. Menilai Status Nutrisi pada Pasien Kritis ....................................... 30
G. Pemberian Nutrisi pada Pasien Kritis ............................................. 31
ii
H. Rute Enternal .................................................................................. 32
I. Rute Parenteral................................................................................ 33
J. Nutrisi Pada Berbagai Keadaan dan Penyakit ................................ 34

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................ 37
B. Saran ...................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Cairan Dan Elektolit


Cairan dan elektrolit sangat penting mempertahankan keseimbangan atau
homeostosis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
memengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air
yang mengandung partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital
untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi
(FKUI, 2008). Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan
bermuatan negatif (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi
tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa. Pada
fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan
transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008). Sebagian besar tubuh manusia terdiri
atas cairan. Cairan tubuh ini sangat penting perannya dalam menjaga
keseimbangan (hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut
dikarenakan air memiliki karakteristik fisiologis (FKUI, 2008).
Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan
elektrolit. Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik yang
terdapat dalam tubuh sendiri. Pada bayi dan anak sering terjadi gangguan
keseimbangan tersebut yang biasanya disertai perubahan Ph cairan tubuh
(Irwan, 2013). Cairan merupakan komposisi terbesar dalam tubuh manusia.
Cairan berperan dalam menjaga proses metabolisme dalam tubuh. Untuk
menjaga kelangsungan proses tersebut adalah keseimbangan cairan. Cairan
dalam tubuh manusia normalnya adalah seimbang antara asupan (input) dan
haluaran (output). Jumlah asupan cairan harus sama dengan jumlah cairan
yang dikeluarkan dari tubuh. Perubahan sedikit pada keseimbangan cairan
dan elektrolit tidak akan memberikan dampak bagi tubuh. Akan tetapi, jika
terjadi ketidak seimbangan antara asupan dan haluaran, tentunya akan
menimbulkan dampak bagi tubuh manusia. Pengaturan keseimbangan cairan

1
tubuh, proses difusi melalui membran sel, dan tekanan osmotik yang
dihasilkan oleh elektrolit pada kedua kompartemen (Mubarak, 2007).
Pentingnya cairan bagi tubuh membuat sel-sel tubuh hanya dapat hidup
dan berfungsi jika berada /terendam dalam cairan ekstrasel yang sesuai.
Sehingga, homeostasis cairan harus ekstrasel yang sesuai. Meskipun tubuh
mempunyai respon fisiologis untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi,
peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume darah dan
tekanan darah serta sebaliknya. Sehingga, dari hukum tersebut dapat
diasumsikan bahwa yang mengatur tekana darah adalah volume cairan
ekstrasel (Mubarak, 2007). Asupan cairan merupakan jumlah cairan yang
masuk ke dalam tubuh manusia. Secara fisiologis, manusia sudah dibekali
dengan respon untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh. Respon harus
merupakan refleks yang secaara otomatis menjadi perintah kepada tubuh
memasukkan cairan. Pusat pengendalian rasa haus berada di dalam
hipotalamus otak (Pranata, 2013).

2. Teknis Pemberian Nutrisi Pada Pasien Kritis


Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien
yang masuk ke rumah sakit. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan
oleh defisiensi asupan nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan
nutrisi. Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi yang cukup serius
yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan dua pertiga dari
semua pasien mengalami perburukan status nutrisi selama mereka dirawat di
rumah sakit. Untuk pasien kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU)
sering kali menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah
memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan
memulai pemberian nutrisi. Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumnya
bervariasi, yaitu pasien elektif pasca operasi mayor, pasien emergensi akibat
trauma mayor, sepsis atau gagal napas. Kebanyakan dari pasien-pasien
tersebut ditemukan malnutrisi sebelum dimasukkan ke ICU. Keparahan
penyakit dan terapinya dapat mengganggu asupan makanan normal dalam
jangka waktu yang lama. Selanjutnya, lamanya tinggal di ICU dan kondisi
kelainan sebelumnya, seperti alkoholisme dan kanker dapat memperburuk
status nutrisi.
2
Respon hipermetabolik komplek terhadap trauma akan mengubah
metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Efek
cedera atau penyakit berat terhadap metabolisme energi, protein, karbohidrat
dan lemak akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis.
Malnutrisi sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas akibat
perburukan pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator, tingginya
angka infeksi dan penyembuhan luka yang lama, sehingga menyebabkan
lama rawat pasien memanjang dan peningkatan biaya perawatan. Pentingnya
nutrisi terutama pada perawatan pasien-pasien kritis mengharuskan para
klinisi mengetahui informasi yang benar tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen pemberian nutrisi dan pengaruh pemberian nutrisi
yang adekuat terhadap outcome penderita kritis yang dirawat di ICU.
Rasa haus akan muncul jika volume dalam tubuh menurun. Kondisi
tersebut akan memberikan stimulasi pada terhadap pusat rasa haus bahwa
terjadi peningkatan konsentrasi plasma dan penurunan volume darah.
Sehingga pusat rasa haus di hipotalamus akan memerintahkan motorik untuk
memasukkan cairan ke dalam tubuh. Selain itu, untuk memantau osmolalitas
diatur oleh sel-sel reseptor yang disebut dengan osmoresepor akan berespon
dan mengaktifkan pusat rasa haus dan pada akhirnya orang tersebut akan
minum (Pranata, 2013). Anak mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
dehidrasi. Ada banyak alasan untuk hal ini. Anak-anak mempunyai insiden
yang meningkat untuk penyakit gastrointestinal, terutama gastroenteritis,
gejala-gejala gastrointestinal terjadi pada banyak penyakit yang
nongastrointestinal. Anak-anak mengalami kehilangan melaluin
gastrointestinal yang relatif lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa.
Bayi tidak dapat berespons terhadap rasa haus secar bebas. Semua anak sakit,
tidak hanya yang sakit gastroenteritis saja, harus dinilai status hidrasinya
(Pediatri, 2002).
Diare sendiri umumnya disebabkan asupan makanan yang
terkontaminasi bibit penyakit ataupun racun. Diare akibat makanan yang
terkena kuman biasanya menimbulkan gejala bayi sering pup kemudian
muntah. Sebaliknya, diare karena keracunan gejala utamanya muntah baru
diikuti diare.

3
B. Tujuan Penulisan
1. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Cairan Dan Elektolit

1.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan dasar
cairan dan elektrolit.

1.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui pengkajian asuhan keperawatan pasien pada
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Untuk mengetahui analisa data asuhan keperawatan pasien pada
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Untuk mengetahui rumusan masalah asuhan keperawatan pasien
pada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Untuk mengetahui perencanaan asuhan keperawatan pasien pada
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Untuk mengetahui implementasi asuhan keperawatan pasien pada
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Untuk mengetahui kriteria hasil asuhan keperawatan pasien pada
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Teknis Pemberian Nutrisi Pada Pasien Kritis

Tujuan pemberian dukungan nutrisi pada kondisi sakit krtis dan sepsis adalah :
1. meminimalkan imbang negatif kalori dan protein dan kehilangan protein
dengan cara menghindari kondisi starvasi.
2. mempertahankan fungsi jaringan, khususnya hati, sistem imun, sistem otot,
dan otot-otot pernapasan.
3. memodifikasi perubahan-perubahan metabolik dan fungsi metabolik
dengan menggunakan substrat khusus.

4
Tujuan dukungan nutrisi bagi pasien sakit kritis (The American Society For
Parenteral ans Enteral Nutrition)
1. Menyediakan dukungan nutrisi yang konsisten dengan kondisi medis
pasien dan ketersediaan rute pemberian nutrisi.
2. Mencegah dan mengatasi defisiensi makronutrian dan mikronutrien.
3. Menyediakan dosis nutrien yang sesuai dengan metabolisme yang telah
ada.
4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemberian
nutrisi.
5. Meningkatkan outcome pasien; mengurangi morbilitas, mortalitas dan
waktu penyembuhan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cairan dan Elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme

tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon terhadap stressor fisiologi

dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang

berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan (Tarwoto &

Wartonah, 2006). Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia

secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari

total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Elektrolit

terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa

metabolisme, seperti karbondioksida, yang semuanya disebut dengan ion (Hidayat,

2006).

Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Air tubuh
lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna perbandingan osmolalitas dari
salah satu cairan tubuh yang normal. Cairan tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan
internal. Sedangkan Elektrolit adalah substansi yang menyebabkan ion kation (+) dan
anion (-).

B. Fungsi Cairan
1. Mempertahnkan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh.
2. Transport nutrient ke sel
3. Transport hasil sisa metabolism
4. Transport hormone
5. Pelumas antar organ
6. Memperthanakan tekanan hidrostatik dalam system kardiovaskuler.

(Tarwoto & Wartonah, 2010)

6
C. Keseimbangan Cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake dan output cairan. Intake cairan berasal
dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800 – 2.500 ml/hari.
Sekitar 1.200ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan pengeluaran
cairan melalui ginjal dalambentuk urine 1.200-1.500 ml/hari, paru-paru 300-500 ml, dan
kulit 600-800 ml (Tarwoto & Wartonah, 2010).

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit


Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, diantaranya
adalah usia, temperatur lingkungan, diet, stres, dan sakit.
1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas perkembangan tubuh, metabolism yang diperlukan
dan berat badan.

2. Temperatur Lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl
melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari.

3. Diet
Pada saat tubuh kekurangan niutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini
menimbulkan pergerakan carian dari interstitial ke intraseluler.

4. Stres
Stres dapat menimbulkan paningkatan metabolism sel, konsentrasi darah dan glikolisis
otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat
meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.

5. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjaldan jantung, gangguan hormon
akan mengganggu keseimbangan cairan.

(Tarwoto & Wartonah, 2010) .

7
E. Kebutuhan Cairan Menurut Usia dan Berat Badan
No. Umur BB (Kg) Cairan (ml/24jam)
1 3 hari 3,0 250 ─ 300
2 1 tahun 9,5 1150 ─ 3000
3 2 tahun 11,8 1350 ─ 1500
4 6 tahun 20 1800 ─ 2000
5 10 tahun 28,7 2000 ─ 2500
6 14 tahun 45 2200 ─ 2700
7 16 tahun (adult) 54 2200 ─ 2700

F. Masalah Keseimbangan Cairan


1. Hipovolemik
Adalah kondisi akibat kekurangan volume Cairan Ekstraseluler (CES), dan
dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan
sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada hipovolemik
adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung,
kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rassa haus, pelepasan hormone ADH dan
adosteron. Hipovolemik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut.
Gejala : pusing, lemah, letih, anoreksia, mual, muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda
– tanda penurunan berat badan akut , mata cekung pengosongan vena jugularis. Pada
bayi dan anak – anak adanya penurunana jumlah air mata.

2. Hipervolemia
Adalah penambahan/kelebihan volume cairan CES dapat terjadi pada saat :
a. Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air
c. Kelebihan pemberian cairan
d. Perpindahan CIT ke plasma.

Gejala : sesak nafas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites,
edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher dan irama gallop.
(Tarwoto & Wartonah, 2010)

8
G. Cara Pengeluaran Cairan
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ ginjal, kulit, paru-paru, dan gastrointestinal :
1. Ginjal
a. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah
untuk disaring setiap hari.
b. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam
c. Pada orang dewaasa produksi urine sekitar 1,5 liter/hari.
d. Jumlah urine yang dipprosuksi oleh ADH dan Aldosteron.

2. Kulit
a. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang menerima rangsang
aktivitas kelenjar keringat
b. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur
lingkungan yang meningkat dan demam.
c. Disebut Insimsible Water Loss (IWL) sekitar 15 – 20 ml/24 jam.

3. Paru – paru
a. Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari
b. Meningkatkan cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan
dan kedalaman nafas akibat pergerakan atau demam.

4. Gastrointestinal
a. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari sekitar
100 – 200 ml.
b. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10 – 15 cc/kg BB/24 jam, dengan
kenaikan 10 % dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1O C.

(Tarwoto & Wartonah, 2010)

H. Pengaturan Elektrolit
Macam-macam elektrolit diantaranya yaitu natrium (sodium), kalium (potassium),
kalsium, magnesium, chlorida, bikarbonat, dan fosfat :
a. Natrium (sodium)
1) Merupakan kation paling banyak yang terdapat pada Cairan Ekstrasel (CES)
2) Na+ mempengaruhi keseimbangan air, hantaran implus saraf dan kontraksi otot.
3) Sodium diatur oleh intake garam aldosteron, dan pengeluaran urine. Normalnya
sekitar 135-148 mEq/lt.

9
b. Kalium (potassium)
1) Merupakan kation utama dalam CIS
Berfungsi sebagai excitability neuromuskuler dan kontraksi otot.
2) Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesa protein, pengaturan keseibangan
asam basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion H+. Nilai normalnya sekitar
3,5-5,5 mEq/lt.

c. Kalsium
1) Berguna untuk integritas kulit dan struktur sel, konduksi jantung, pembekuan
darah, serta pembentukan tulang dan gigi.
2) Kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.
3) Hormon paratiroid mengarbsopsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi melalui
ginjal.
4) Hormon thirocaltitonin menghambat penyerapan Ca+ tulang.

d. Magnesium
Merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Sangat penting untuk
aktivitas enzim, neurochemia, dan muscular excibility. Nilai normalnya sekitar
1,5-2,5 mEq/lt.

e. Chlorida
Terdapat pada CES dan CIS, normalnya sekitar 95-105 mEqlt.

f. Bikarbonat
1) HCO3 adalh buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan CES dan
CIS.
2) Bikarbonat diatur oleh ginjal.

g. Fosfat
2) Merupakan anion buffer dalam CIS dan CES
3) Berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskuler, metabolism karbohidrat,
dan pengaturan asam basa.
4) Pengaturan oleh hormone parathyroid.

(Tarwoto & Wartonah, 2010)

10
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Riwayat keperawatan
1) Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)
2) Tanda umum masalah elektrolit
3) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
4) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit
5) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu minus status
cairan
6) Status perkembangan seperti usia atau status sosial
7) Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu pengobatan
b. Pengukuran klinik
1) Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukkan adanya masalah
keseimbangan cairan.
a) ± 2% : Ringan
b) ± 5% : Sedang
c) ± 10% : Berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.

2) Keadaan Umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan, dan
tingkat kesadaran.

3) Pengukuran pemasukan cairan


a) Cairan oral : NGT dan oral
b) Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV
c) Makanan yang cenderung mengandung air
d) Irigasi kateter atau NGT

4) Pengukuran pengeluaran cairan


a) Urine : volume, kejernihan/kepekatan
b) Feses: jumlah dan konsentrasi
c) Muntah
d) Tube drainase
e) IWL

11
5) Ukur keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar ± 200cc.

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada:
1) Integumen : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani,
dan sensasi rasa.
2) Kardiovaskuler : detensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan
bunyi jantung.
3) Mata : cekung, air mata kering
4) Neurologi : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah,
dan bising usus.

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah,
hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
a) Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok
b) Ht turun : adanya pendarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik
c) Hb naik : adanya hemokonsentrasi
d) Hb turun : adanya pendarahan hebat, reaksi hemolitik

2) Pemeriksaan elektrolit serum : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui


kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.

3) pH dan berat jenis urin : berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk
mengatur konsentrasi urine, normalnya pH urine adalah 4,5-8 dan berat
jenisnya 1,003-1,030.

4) Analisa gas darah : biasanya yang biasa diperiksa adalah pH, PO, HCO, PCO,
dan saturasi O2.
a) PCO2 normal : 35-40 mmHg
b) PO2 normal : 80-100 Hg
c) HCO3 normal : 25-29 mEq/l
d) Saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%)
dan vena (60%-85%).

12
(Tarwoto & Wartonah, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Aktual/resiko defisit volume cairan
Definisi: Kondisi dimana pasien mengalami resiko kekurangan cairan pada
ekstraseluler dan vaskuler.
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Kehilangan cairan secara berlebihan
2) Berkeringat secara berlebihan
3) Menurunnya intake oral
4) Penggunaan deuretik
5) Pendarahan

Kemungkinan data yang ditemukan :


1) Hipotensi
2) Takhikardia
3) Pucat
4) Kelemahan
5) Konsentrasi urin pekat

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:


1) Penyakit Addison
2) Koma
3) Ketoasidosis pada diabetik
4) Pendarahan gastrointestinal
5) Muntah, diare
6) Intake cairan tidak adekuat
7) AIDS
8) Pendarahan
9) Ulcer kolon
(Tarwoto & Wartonah, 2010)

13
b. Volume cairan berlebih
Definisi: Kondisi dimana terjadi peningkatan retensi dan edema,
Kemungkinan berhubungan dengan :

1) Retensi garam dan air


2) Efek dari pengobatan
3) Malnutrisi

Kemungkinan data yang ditemukan:


1) Orthopnea
2) Oliguria
3) Edema
4) Distensi vena jugularis
5) Hipertermi
6) Distres pernapasan
7) Anasarka
8) Edema paru

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:


1) Obesitas
2) Hipothiroidism
3) Pengobatan dengan kortikosteroid
4) Imobilisasi yang lama
5) Cushings syndrome
6) Gagal ginjal
7) Sirosis hepatis
8) Kanker
9) Tosemia

(Tarwoto & Wartonah, 2010)

3. Rencana Keperawatan
a. Aktual/resiko defisit volume cairan
Tujuan yang diharapkan:
1) Mempertahankan keseimbangan cairan.
2) Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urine adekuat,
tekanan darah stabil, membran mukosa mulut lembap, turgor kulit baik.

14
3) Secara verbal pasien mengatakan penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.

(Tarwoto & Wartonah, 2010)

Rencana Tindakan (Tarwoto & Wartonah, 2010) :


Intervensi Rasional
1) Ukur dan catat setiap 4 jam: 1) Menentukan kehilangan dan
a) Intake dan output cairan kebutuhan cairan
b) Warna muntahan, urine,
dan feses
c) Monitor turgor kulit
d) wwTanda vital
e) Monitor IV infus
f) CVP
g) Elektrolit, BUN,
hematokrit, hemoglobin
h) Status mental
i) Berat badan
2) Berikan makanan dan cairan 2) Memenuhi kebutuhan makan
dan minum
3) Berikan pengobatan seperti 3) Menunjukkan pergerakan usus
antidiare dan antimuntah dan muntah
4) Berikan dukungan verbal dalam 4) Meningkatkan konsumsi yang
pemberian cairan lebih
5) Lakukan kebersihan mulut 5) Meningkatkan nafsu makan
sebelum makan
6) Ubah posisi pasien setiap 4 jam 6) Meningkatkan sirkulasi
7) Berikan pendidikan kesehatan 7) Meningkatkan informasi dan
tentang: kerja sama
a) Tanda dan gejala dehidrasi
b) Intake dan output cairan
c) Terapi

15
b. Volume cairan berlebih
Tujuan yang diharapkan :
1) Mempertahankan keseimbangan intake dan outpun cairan
2) Menurunkan kelebihan cairan.

(Tarwoto & Wartonah, 2010)

Rencana Tindakan (Tarwoto & Wartonah, 2010) :


Intervensi Rasional
1) Ukur dan monitor: 1) Dasar pengkajian
a) Intake dan output cairan, kardiovaskuler dan respons
berat badan, tensi, CVP distensi terhadap penyakit
vena, jugularis, dan bunyi paru
2) Monitor rontgen paru 2) Mengetahui adanya edema
paru
3) Kolaborasi dengan dokter dalam 3) Kerja sama disiplin ilmu
pemberian cairan, obat, dan efek dalam perawatan
pengobatan
4) Hati-hati dalam pemberian 4) Mengurangi kelebihan cairan
cairan
5) Pada pasien yang bedrest: 5) Mengurangi edema
a) Ubah posisi setiap 2 jam
b) Latihan pasif dan aktif
6) Pada kulit yang edema berikan 6) Mencegah kerusakan kulit
losion, hindari penekanan yang
terus-menerus
7) Berikan pengetahuan kesehatan 7) pasien dan keluarga
tentang: mengetahui dan kooperatif
a) Intake dan output cairan
b) Berat badan
c) Pengobatan

16
J. Cara Menghitung Kecepatan Syringe Pump
Bagi teman-teman tenaga medis/paramedis, pasti sudah tidak asing lagi dengan
penggunaan obat lewat syringe pump. Mungkin salah satu kesulitan adalah bagaimana
cara menghitung kecepatan syringe pump sesuai dosis obat yang dikehendaki.
1. Tentukan konsentrasi obat dengan rumus :
Kandungan sediaan obat (mg) : volume sediaan obat (ml) x 1000 = konsentrasi obat
(mcg/ml) .

2. Tentukan kecepatan syringe pump dengan rumus :


Dosis obat (mcg/kg/mnt) x BB x 60 : konsentrasi obat (mcg/ml) = kecepatan syringe
pump (ml/jam).
Contoh :
Jika terdapat instruksi untuk memberikan nitroprusside dengan dosis 0,5 mcg/kg/mnt
(sediaan obat : 50 mg dalam 250 ml, berat badan pasien 75 kg), berapakah kecepatan
syringe pump ?

Jawab :
Pertama, tentukan konsentrasi obat
50 : 250 x 1000 =200 mcg/ml
Kedua, hitung kecepatan syringe pump
(0,5 x 75 x 60) : 200 = 11,25ml/jam
Jadi, kecepatan syringe pump = 11,25 ml/jam.

Cara Perhitungan Rumus Cairan


RUMUS PERHITUNGAN DARAH UNTUK TRANSFUSI
Menghitung keb darah tranfusi = (HB yang diinginkan-HB sekarang) x BB x jenis darah.

17
Jenis darah tergantung dari komponen darah, kalo PRC, maka dikalikan 3. Kalo WBC, maka
dikalikan 6,

RUMUS PERHITUNGAN DOPAMIN


Dopamin ;1 ampul = 10 cc, 1 ampul = 200 mg , 1 mg = 1000 mikrogram
Rumus factor pengencer = 1 ampul (200 mg)= 200.000 mikrogram, kemudian diencerkan dlam
50
cc, sehingga 1 cc= 4000 mikrogram (factor pengencer)

Rumus :
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 4000
Atau rumus langsung :
Dosis x BB 60 x 50 = hasil
200.000

Contoh :
Pasien dengan tekanan darah 80/50 mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin dimulai dari 5
mikrogram/kgBB/menit. Menggunakan syringe pump lho!
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil
4000
Kita gunakan rumus praktis saja =
= 3.75 cc/jam
Rumus pemberian Dopamin dalam kolf / drip
Rumus =
200.000 = 400 (factor pengencer)
500
Rumus menggunakan kolf =
Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil ntar disesuaikan dengan mikro atau makro drip.
400

Contoh :
Kita ambil contoh yang sama dengan yang atas ya,
Pasien dengan tekanan darah 80/50 mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin dimulai dari 5
mikrogram/kgBB/menit. Menggunakan kolf lho!
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil
400

18
Kita gunakan rumus praktis saja =
5 x 50 x 60
400
= 37,5 cc/ jam. (harus diingat, 1 ampul dopamine ini diencerkan dalam 500 cc lho, jadi hasilnya
agak banyak. gue juga sempet kaget! )
Nah, berarti kalo pake makro, maka 37,5 cc mejadi 12,5 tetes/menit. (makro factor tetesan 1
cc= 20
tetes)
Nah, kalo mikro drip, 37,5 cc, menjadi 37,5 tts/mnit. (mikro factor tetesan 1 cc= 60 tetes)

RUMUS PERHITUNGAN DOBUTAMIN


Dobutamin ; 1 ampul = 5 cc , 1 ampul = 250 mg , 1 mg = 1000 mikrogram
250 mg = 250.000 mikrogram, kemudian diencerkan dlam 50 cc, sehingga 1 cc= 5000 (sbg
factor pengencer).

Rumus :
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil
5000
Atau rumus langsung : Dosis x BB x 60 x 50 = hasil
250.000
Rumus diatas digunakan untuk pemberian dobutamin dengan menggunakan syringe pump.

Rumus pemberian Dobutamin dalam kolf / drip


Rumus =
250.000 = 500 (factor pengencer)
500

Rumus menggunakan kolf =


Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil disesuain dengan mikro / makro yah!
500

RUMUS PERHITUNGAN NITROCYNE


1 ampul = 10 cc , 1 cc = 1 mg, 1 ampul = 10 mg
Dosis yang digunakan dalam cc ( microgram ) jadi 1 ampul = 10.000 mikrogram
Rumus :

19
Dosis x 60 x pengencer = hasil
10.000
RUMUS PERHITUNGAN ISOKET
1 ampul = 10 cc , 1 ampul = 10 mg , 1mg = 1cc
Isoket atau Cedocard diberikan sesuai dosis yang diberikan oleh dokter.

RUMUS PERHITUNGAN KOREKSI HIPOKALEMI PADA ANAK


Koreksi cepat
Yang dibutuhkan = ( jml K x BB x 0,4 ) + ( 2/6 x BB )
Diberikan dalam waktu 4 jam

Maintenance :
5 x BB x 2
6
Diberikan dalam 24 jam
Keterangan :
Jml K = nilai yang diharapkan ( 3,5 ) – nilai hasil kalian (x)

K. Rumus Pemerian Obat Emergency


1. DOPAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi: 1. Untuk penanggulangan syok syndrom.

Pre syok, severe hypotension.


Kontra indikasi: 1. Pasien Dehidrasi.

Hypotiroidism
a. Dosis kecil : 1 - 5 mcg/BB/menit
Memperbaiki aliran darah ke ginjal, jantung dan otak.

b. Dosis sedang : 5 - 10mcg/BB/menit


Meningkatkan denyut jantung dan tekan darah.

c. Dosis berat : > 10mcg/BB/menit


Vasokonstriksi perifer dan dapat menimbulkan aritmia jantung

20
Cara pemberian :

a. Memakai Mikro drip ( Buret).


Rumus: Dosis ( mcg) X kg BB X 60 tts(mikro) = tts/menit

jumlah mcg/ cc

Contoh : 200 mg Dopamin dilarutkan dalam 100 cc D5%

dosis 5 mcg/BB/ menit dengan BB 50 kg.

200 : 100 = 2 mg X 1000 mcg = 2000 mcg.

5 mcg X 50 kb X 60 tts = 15000

2000 2000

= 7,5 tts(mikro) / menit.

b. Memakai syringe Pump/ infus pump


Rumus: dosis (mcg) X kb BB X 60 menit = cc/jam

jumlah mcg / cc

Contoh : 400 mg Dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%

dosis 5 mcg / menit

BB= 50kg.

400 : 500 = 0.8 mg X 1000 mcg = 800 mcg

5 mcg X 50 X 60 menit = 15000

800 800

= 18,75 cc/ jam

2. Dobuthamin Hydroklorida ( Dobuthrex ).

Indikasi : - Pengobatan syok syndrom

21
- Pre syok, severe hypotension.

Kontra indikasi : - Bukan untuk koreksi aritmia, ventikel fibrilasi.

- Hypothyroidism.

Dosis = 1 - 20 mcg/ BB/ menit.

a. Memakai Buret (micro drip)

Rumus : dosis (mcg) X kg BB X 60 tts

______________________ = tts/mnt

jumlah mcg / cc

Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5%

250 mg Dobutrex

1 cc = ________________ = 5 mg X 1000 mcg = 5000 mcg

50 cc D5%

Dosis : 3 mcg BB : 50 kg

3 X 50 kg X 60 tts 9000

1 cc = __________________ = _____ = 1,8 tts/mnt

5000 5000

b. Memakai Syringe pump/ infus pump

Dosis dalam mcg X kg BB X 60 mnt

Rumus = _________________________________= cc/jam

jumlah mcg / cc

Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5% / NaCl 0,9%

22
1 cc = _250____ = 5 X 1000 mcg = 5000 mcg

50

Dosis : 3 mcg / BB / mt BB : 50 kg

3 X 50 X 60 mnt 9000

= __________________ = ________ = 1,8 cc / jam

5000 5000

3. Lidocain / Xylocard

Indikasi : - VES sering atau > 6 x/mnt

- VES yang berturut-turut

- VES multivokal

- Aritmia ventrikel yang mengancam

Kontra indikasi : - AV Blok grade II & III

- Bradicardi

Dosis standar : 1 - 4 mg / mnt

a. Memakai Burret ( micro drip) :

Dosis (mg) X 60 tts

Rumus = __________________ = tts / mnt

jumlah mcg/mnt

Contoh : 500 mg xylocard dalam 100 cc D5%

23
500

1 cc = ______ = 5 mg

100

Dosis : 2 mg / mnt

2 X 60 tts

= ___________ = 24 tts / mnt

b. Memakai Syringe Pump / infus pump

Dosis (mg) x 60 mnt

Rumus = ___________________ = cc / jam

jumlah mg / cc

Contoh : 500 mg xylocard dalam 200 cc D5%

500

1 cc = ______ = 2,5 mg

200

Dosis : 2 mg / mnt

2 mg x 60 mnt

= ______________ = 48 cc / jam

2,5

24
4. Adrenalin ( Ephineprin Hidroclorida)

Indikasi : - Meningkatkan aliran darah myocard dan susunan saraf


pusat saat ventilasi dan kompresi (RJP)

- Merubah VF halus menjadi kasar.

Kontra indikasi : - dilatasi jantung, kerusakan organ otak,coronary


insufficiency,

syok setelah anesthesi umum, anesthesi extremitas.

Dosis drip : 1 - 4 mcg / mnt

a. Memakai Burret ( mikro drip )

dosis x 60 tts

Rumus = _____________ = tts/ mnt

jumlah mcg / cc

Contoh : 1 mg (1 amp) dalam 50 cc D5%

1 cc = ____ = 0,02 x 1000 mcg = 20 mcg

50

Dosis : 1 mcg / mnt

1 x 60 mnt

= ___________ = 30 cc / jam

20

Pemberian Lasix Lewat Syringe Pump

Rumus : Dosis

Konsentrasi

25
misalkan : dosis yang diminta furosemid 1mg/jam diencerkan dalam 50cc spuit

maka : 1 amp = 20ml = 20mg

konsentrasinya = 20mg : 50 cc = 0,4 mg/cc

dimasukkan rumus = dosis : konsentrasi = 1mg/jam : 0,4 mg/cc = 2,5 cc/jam

26
Teknis Pemberian Nutrisi pada Pasien Kritis

A. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram karbohidrat
menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diet sebaiknya
berkisar 50% – 60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet, karbohidrat tersedia dalam 2
bentuk: pertama karbohidrat yang dapat dicerna, diabsorbsi dan digunakan oleh tubuh
(monosakarida seperti glukosa dan fruktosa; disakarida seperti sukrosa, laktosa dan
maltosa; polisakarida seperti tepung, dekstrin, glikogen) dan yang kedua karbohidrat
yang tidak dapat dicerna seperti serat. Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh
termasuk susunan saraf pusat, saraf tepi dan sel-sel darah. Glukosa disimpan di hati dan
otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan hati terbatas dan habis dalam 24 – 36 jam
melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati habis, glukosa diproduksi lewat
glukoneogenesis dari asam amino (terutama alanin), gliserol dan laktat. Oksidasi
glukosa berhubungan dengan produksi CO2 yang lebih tinggi, yang ditunjukkan oleh
RQ (Respiratory Quotient) glukosa lebih besar dari pada asam lemak rantai panjang.
Sebagian besar glukosa didaur ulang setelah mengalami glikolisis anaerob menjadi
laktat kemudian digunakan untuk glukoneogenesis hati. Kelebihan glukosa pada
pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan akumulasi glukosa dihati berupa
glikogen dan lemak. Meskipun turnover glukosa meningkat pada kondisi stres,
metabolisme oksidatif tidak meningkat dalam proporsi yang sama. Oleh karena itu
kecepatan pemberian glukosa pada pasien dewasa maksimal 5 mg/kgbb/menit.15

B. Lemak
Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral ataupun
parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30% – 50% dari
total kebutuhan. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki fungsi
antara lain sebagai sumber energi, membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak,
menyediakan asam lemak esensial, membantu dan melindungi organ-organ internal,
membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi jaringan-jaringan tubuh.20 Pemberian
kalori dalam bentuk lemak akan memberikan keseimbangan energi dan menurunkan
insiden dan beratnya efek samping akibat pemberian glukosa dalam jumlah besar.
Penting juga bagi kita untuk memperkirakan komposisi pemberian lemak yang
berhubungan dengan proporsi dari asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh
tunggal (MUFA), asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) dan rasio antara asam lemak
esensial omega 6 dan omega 3 dan komponen antioksidan. Selama hari-hari pertama

27
pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien yang mengalami stres, dianjurkan
pemberian infus selambat mungkin, yaitu untuk pemberian emulsi Long Chain
Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan emulsi campuran Medium
Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain Triglyseride (LCT) kecepatan pemberiannya
kurang dari 0,15 gram/kgbb/jam. Kadar trigliserida plasma sebaiknya dimonitor dan
kecepatan infus selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran.15 Protein (Asam-Asam
Amino) Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8
g/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para ahli
merekomendasikan pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25 gram protein
setara dengan 1 gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada kebutuhan minimal
yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Dalam sehari
kebutuhan nitrogen untuk kebanyakan populasi pasien di ICU direkomendasikan
sebesar 0,15 – 0,2 gram/ kgbb/hari.
Ini sebanding dengan 1 – 1,25 gram protein/ kgbb/hari. Beratnya gradasi
hiperkatabolik yang dialami pasien seperti luka bakar luas, dapat diberikan nitrogen
sampai dengan 0,3 gram/kgbb/hari. Kepustakaan lain menyebutkan rata-rata
kebutuhan protein pada dewasa muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun
selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 – 1,5 gram/kgbb/hari.
Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus dikontrol, misalnya kegagalan
hati akut dan pasien uremia, asupan protein dibatasi sebesar 0,5 gram/kgbb/hari.
Kebutuhan protein pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5 – 2 gram
protein/kgbb/hari, seperti pada keadaan kehilangan protein dari fistula pencernaan,
luka bakar, dan inflamasi yang tidak terkontrol.8 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Elwyn21 yang hanya menggunakan dekstrosa 5% nutrisi, menunjukkan bahwa
perbedaan kecepatan kehilangan nitrogen berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit. Disamping itu, keseimbangan nitrogen negatif lebih tinggi 8 kali pada pasien
dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis berat apabila dibandingkan dengan
individu normal. Data ini dengan jelas mengindikasikan pertimbangan kondisi
penyakit ketika mencoba untuk mengembalikan keseimbangan nitrogen.

C. Mikro Nutrien
Mikronutrien Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1
(tiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam folat yang
lebih banyak dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya. Khusus tiamin, asam
folat dan vitamin K mudah terjadi defisiensi pada TPN. Dialisis ginjal bisa
menyebabkan kehilangan vitamin-vitamin yang larut dalam air. Selain defisiensi besi

28
yang sering terjadi pada pasien sakit kritis dapat juga terjadi defisiensi selenium, zinc,
mangan dan copper.

D. Nutrisi Tambahan
Nutrisi tambahan adalah beberapa komponen sebagai tambahan pada larutan
nutrisi untuk memodulasi respon metabolik dan sistim imun, walaupun signifikansinya
belum bisa disimpulkan. Komponen tersebut termasuk growth hormone,
glutamine,branchedchain amino acids (asam amino rantai panjang), novel lipids,
omega-3 fatty acids, arginine, nucleotides. Namun perlu di waspadai khususnya
L-arginine yang sering disebut sebagai immune-enhancing diets, dapat memperburuk
sepsis, karena L-arginine akan meningkatkan NO yang dapat meningkatkan reaksi
inflamasi, vasodilatasi, gangguan motilitas usus dan gangguan integritas mukosa, serta
gangguan respirasi. Heyland DK dkk. menyimpulkan bahwa imunonutrisi dapat
menurunkan komplikasi infeksi, tapi tidak berhubungan dengan mortalitas secara
umum. chain amino acids (asam amino rantai panjang), novel lipids, omega-3 fatty
acids, arginine, nucleotides. Namun perlu di waspadai khususnya L-arginine yang
sering disebut sebagai immune-enhancing diets, dapat memperburuk sepsis, karena
L-arginine akan meningkatkan NO yang dapat meningkatkan reaksi inflamasi,
vasodilatasi, gangguan motilitas usus dan gangguan integritas mukosa, serta gangguan
respirasi. Heyland DK dkk. menyimpulkan bahwa imunonutrisi dapat menurunkan
komplikasi infeksi, tapi tidak berhubungan dengan mortalitas secara umum.

E. Kebutuhan Energi Pada Pasien Kritis


Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi
nutrisi. Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan hilang melalui pertukaran yang
bersifat homeostatik pada jaringan protein tubuh. Keseimbangan nitrogen dapat
dihitung dengan menggunakan formula yang mempertimbangkan nitrogen urin 24 jam,
dalam bentuk nitrogen urea urin (urine urea nitrogen/UUN), dan nitrogen dari protein
dalam makanan : Keseimbangan Nitrogen = ((dietary protein/6,25)(UUN/0,8) + 4).
Karena umumnya protein mengandung 16% nitrogen, maka jumlah nitrogen dalam
makanan bisa dihitung dengan membagi jumlah protein terukur dengan 6,25. Faktor
koreksi 4 ditambahkan untuk mengkompensasi kehilangan nitrogen pada feses, air liur
dan kulit. Keseimbangan nitrogen positif adalah kondisi dimana asupan nitrogen
melebihi ekskresi nitrogen, dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi cukup untuk
terjadinya anabolisme dan dapat mempertahankan lean body mass. Sebaliknya
keseimbangan nitrogen negatif ditandai dengan ekskresi nitrogen yang melebihi

29
asupan. Kebutuhan energi dapat juga diperkirakan dengan formula persamaan
Harris-Bennedict (tabel 1), atau kalorimetri indirek.
Persamaan Harris-Bennedict pada pasien hipermetabolik harus ditambahkan
faktor stres. Penelitian menunjukkan bahwa rumus perkiraan kebutuhan energi dengan
menggunakan prosedur ini cenderung berlebih dalam perhitungan energi expenditure
pada pasien dengan sakit kritis hingga 15%. Sejumlah ahli menggunakan perumusan
yang sederhana “Rule of Thumb” dalam menghitung kebutuhan kalori, yaitu 25-30
kkal/kgbb/hari. Selain itu penetapan Resting Energy Expenditue (REE) harus
dilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE adalah pengukuran jumlah energi yang
dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12 - 18 jam
setelah makan. REE sering juga disebut BMR (Basal Metabolic Rate), BER (Basal
Energy Requirement), atau BEE (Basal Energy Expenditure). Perkiraan REE yang
akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian nutrisi
(overfeeding) seperti infiltrasi lemak ke hati dan pulmonary compromise. Banyak
metode yang tersedia untuk memperkirakan REE, salah satunya adalah kalorimetri
yang dapat dipertimbangkan sebagai gold standard dan direkomendasi sebagai metode
pengukuran REE pada pasien-pasien sakit kritis.

F. Menilai Status Nutrisi Pada Pasien Kritis


Pada penderita sakit kritis ditemukan peningkatan pelepasan
mediator-mediator inflamasi atau sitokin (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan
peningkatan produksi “counter regulatory hormone” (misalnya katekolamin, kortisol,
glukagon, hormon pertumbuhan), sehingga menimbulkan efek pada status metabolik
dan nutrisi pasien. Status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan
beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan
dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI),
serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor. Pengukuran
antropometrik termasuk ketebalan lapisan kulit (skin fold) permukaan daerah trisep
(triceps skin fold, TSF) dan pengukuran lingkar otot lengan atas (midarm muscle
circumference, MAMC), tidak berguna banyak pada pasien sakit kritis karena ukuran
berat badan cenderung untuk berubah. Jenis protein yang paling sering diukur adalah
albumin serum. Level albumin yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang
dihubungkan dengan proses penyakit dan atau proses pemulihan.
Pada pasien kritis terjadi penurunan síntesa albumin, pergeseran distribusi dari
ruangan intravaskular ke interstitial, dan pelepasan hormon yang meningkatkan
dekstruksi metabolisme albumin. Level serum pre-albumin juga dapat menjadi
petunjuk yang lebih cepat adanya suatu stres fisiologik dan sebagai indikator status

30
nutrisi. Level serum hemoglobin dan trace elements seperti magnesium dan fosfor
merupakan tiga indikator biokimia tambahan. Hemoglobin digunakan sebagai
indikator kapasitas angkut oksigen, sedangkan magnesium atau fosfor sebagai
indikator gangguan pada jantung, saraf dan neuromuskular.10,11 Selain itu Delayed
hypersensitivity dan Total Lymphocyte Count (TLC) adalah dua pengukuran yang
dapat digunakan untuk mengukur fungsi imun sekaligus berfungsi sebagai screening .
Penilaian global subyektif (Subjective global assessment/SGA) juga merupakan alat
penilai status nutrisi, karena mempertimbangkan kebiasaan makan, kehilangan berat
badan yang baru ataupun kronis, gangguan gastrointestinal, penurunan kapasitas
fungsional dan diagnosis yang dihubungkan dengan asupan yang buruk. Penilaian
jaringan lemak subkutan dan penyimpanannya dalam otot skelet juga merupakan
bagian dari SGA, dan bersama dengan evaluasi edema dan ascites, membantu untuk
menegakkan kemungkinan malnutrisi sebelumnya. Level stres pada pasien sakit kritis
juga harus dinilai karena bisa memperburuk status nutrisi penderita secara keseluruhan.

G. Pemberian Nutrisi Pada Pasien Kritis


Tujuan pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen,
tapi menghindari masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding
syndrome seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia,
hiperglisemia, koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. Level yang terbaik
untuk memulai pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis adalah 25 kkal/kgbb dari
berat badan ideal per hari. Harus diperhatikan bahwa pemberian nutrisi yang kurang
atau lebih dari kebutuhan, akan merugikan buat pasien. REE dapat bervariasi antara
meningkat sampai 40% dan menurun sampai 30%, tergantung dari kondisi pasien
(tabel 1).

Tabel 1. Rumus untuk memperkirakan kebutuhan energi.


Perhitungan Basal Energy Expenditure (BEE)

Persamaan Harris-Benedict :
Laki-laki: 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) - (6,76 x Umur)
Wanita : 655,1 + (9,56 x BB) + 1,85 x TB) – (4,67 x Umur)
Rata-rata BEE adalah mendekati 25 kkal/kgbb/hari

Faktor Stres
Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajat
hipermetabolisme :

31
* Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 – 1,30
* Kanker 1,10 – 1,30
* Peritonitis / sepsis 1,20 – 1,40
* Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 – 1,40
* Luka bakar 1,20 – 2,00
(perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar)

Koreksi kebutuhan energy (kkal/hari) = BEE x faktor stres

Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses


penyembuhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger.
Disamping itu, serum glukosa dijaga antara 100 – 200 mg/dL.3,15 Hiperglisemia tak
terkontrol dapat menyebabkan koma hiperosmolar non ketotik dan resiko terjadinya
sepsis, yang mempunyai angka mortalitas sebesar 40%.3 Hipofosfatemia merupakan
satu dari kebanyakan komplikasi metabolik yang serius akibat Refeeding Syndrome.
Hipofosfatemia yang berat dihubungkan dengan komplikasi yang mengancam nyawa,
termasuk insufisiensi respirasi, abnormalitas jantung, disfungsi SSP, disfungsi eritrosit,
disfungsi leukosit dan kesulitan untuk menghentikan penggunaan respirator.

H. Rute Enternal
Pada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan daripada oral,
kecuali pada keadaan fraktur basis cranii dimana bisa terjadi resiko penetrasi ke
intrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan jika terjadi kelainan pengosongan
lambung yang menetap dengan pemberian obat prokinetik atau pada pankreatitis.
Alternatif lain untuk akses nutrisi enteral jangka panjang adalah dengan gastrostomi
dan jejunum perkutaneus.6 Larutan nutrisi enteral yang tersedia dipasaran memiliki
komposisi yang bervariasi. Nutrisi polimer mengandung protein utuh (berasal dari
whey, daging, isolat kedelai dan kasein), karbohidrat dalam bentuk oligosakarida atau
polisakarida. Formula demikian memerlukan enzim pankreas saat absorbsinya.
Nutrisi elemental dengan sumber nitrogen (asam amino maupun peptida)
tidaklah menguntungkan bila digunakan secara rutin, namun dapat membantu bila
absorbsi usus halus terganggu, contohnya pada insufisiensi pankreas atau setelah
kelaparan dalam jangka panjang. Lipid biasanya berasal dari minyak nabati yang
mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi trigliserida rantai
sedang yang lebih mudah diserap. Proporsi kalori dari non protein seperti karbohidrat
biasanya dua pertiga dari total kebutuhan kalori.6 Serat diberikan untuk menurunkan
insiden diare. Serat dimetabolisme oleh bakteri menjadi asam lemak rantai pendek,

32
yang digunakan oleh koloni untuk pengambilan air dan elektrolit. Elektrolit, vitamin
dan trace mineral ditambahkan sampai volume yang mengandung 2000 kkal. Nutrisi
enteral adalah faktor resiko independen pneumonia nosokomial yang berhubungan
dengan ventilasi mekanik.
Cara pemberian sedini mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan
kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan
membantu memelihara epitel pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah
peningkatan distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah
duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi.22 Diaresering terjadi pada pasien di
ICU yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk terapi
antibiotik, infeksi Clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak spesifik akibat
penyakit kritis. Komplikasi metabolik paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan
hiperglikemia.

Tabel 2. Nutrisi enteral


Keuntungan Kerugian
Fisiologis Membutuhkan waktu untuk mencapai
sokongan yang utuh
Menyediakan fungsi kekebalan Tergantung fungsi saluran cerna
Menyediakan fungsi saluran usus Kontra indikasi pada obstruksi intestinal
Tidak lebih mahal dibandingkan TPN
Meningkatkan aliran splanchnic yang Ketidakstabilan hemodinamik: output tinggi
melindungi cedera iskemik atau perfusi pada fistulaenterokuntaneus diare berat

I. Rute Parenteral
Nutrisi Parenteral Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan
enteral tidak dapat dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk tetap
memberikan nutrisi enteral walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen
nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan
tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Pada pasien ICU,
kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infus secara kontinu dalam 24 jam. Monitoring
terhadap faktor biokimia dan klinis harus dilakukan secara ketat. Halyang paling
ditakutkan pada pemberian nutrisi parenteral total (TPN/Total Parenteral Nutrition)
melalui vena sentral adalah infeksi. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral.
2. Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi.

33
3. Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif.
4. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.
5. Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.
6. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep antimikroba.
7. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.

Tabel 3. Nutrisi parenteral


Kelebihan Kekurangan
Tersedia apabila rute enteral menjadi kontra Berhubungan dengan atropi jaringan limfoid
indikasi system digestif
Dapat meningkatkan asupan bila oral Morbiditas septic yang meningkat
inadekuat penuh kurang dari 24 jam memberikan dukungan tumbuhnya bakteri
Sedikit kontraindikasi Translokasi mikroorganisme pada sirkulasi
portal

J. Nutrisi Pada Berbagai Keadaan dan Penyakit

1. Nutrisi Pada Keadaan Trauma


Pasien trauma cenderung mengalami malnutrisi protein akut karena
hipermetabolisme yang persisten, yang mana akan menekan respon imun dan
peningkatan terjadinya kegagalan multi organ (MOF) yang berhubungan dengan
infeksi nosokomial. Pemberian substrat tambahan dari luar lebih awal akan dapat
memenuhi kebutuhan akibat peningkatan kebutuhan metabolik yang dapat
mencegah atau memperlambat malnutrisi protein akut dan menjamin outcome
pasien. Nutrisi enteral total (TEN/Total Enteral Nutrition) lebih dipilih dari pada
TPN karena alasan keamanan, murah, fisiologis dan tidak membuat hiperglisemia.
Intoleransi TEN dapat terjadi, yaitu muntah, distensi atau cramping abdomen,
diare, keluarnya makanan dari selang nasogastrik. Pemberian TPN secara dini
tidak diindikasikan kecuali pasien mengalami malnutisi berat.

2. Nutrisi Pada Pasien Sepsis


Pada pasien sepsis, Total Energy Expenditure (TEE) pada minggu pertama
kurang lebih 25 kcal/kg/ hari, tetapi pada minggu kedua TEE akan meningkat
secara signifikan. Kalorimetri indirek merupakan cara terbaik untuk menghitung
kebutuhan kalori, proporsi serta kuantitas zat nutrisi yang digunakan. Pemberian
glukosa sebagai sumber energi utama dapat mencapai 4 – 5 mg/kg/menit dan

34
memenuhi 50 – 60% dari kebutuhan kalori total atau 60 – 70% dari kalori non
protein. Pemberian glukosa yang berlebihan dapat mengakibatkan
hipertrigliseridemia, hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi, peningkatan
produksi CO2 yang dapat memperburuk insufisiensi pernafasan dan
ketergantungan terhadap ventilator, steatosis hepatis, dan kolestasis. Pemberian
lemak sebaiknya memenuhi 25 – 30% dari kebutuhan total kalori dan 30 – 40%
dari kalori non protein. Kelebihan lemak dapat mengakibatkan disfungsi neutrofil
dan limfosit, menghalangi sistem fagositik mononuklear, merangsang hipoksemia
yang dikarenakan oleh gangguan perfusi-ventilasi dan cedera membran
alveolokapiler, merangsang steatosis hepatik, dan meningkatkan sintesis PGE2.
Dalam keadaan katabolik, protein otot dan viseral dipergunakan sebagai energi di
dalam otot dan untuk glukoneogenesis hepatik (alanin dan glutamin). Kebutuhan
protein melebihi kebutuhan protein normal yaitu 1,2 g/kg/protein/hari. Kuantitas
protein sebaiknya memenuhi 15 – 20% dari kebutuhan kalori total dengan rasio
kalori non protein/ nitrogen adalah 80:1 sampai dengan 110:1.

3. Nutrisi Pada Pasien Pankreatitis Akut


Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa pemberian
nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi parenteral pada
pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi. Mortalitas
dilaporkan menurun seiring dengan peningkatan status nutrisi, terutama pada
pasien-pasien pankreatitis akut derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan
penyakit berat pemberian nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah
katabolisme protein. Oleh karena itu, pemberian energi hipokalorik sebesar 15 – 20
kkal/kg/hari lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non
bedah dengan MOF. Pemberian protein sebesar 1,2 – 1,5 g/kg/hari optimal untuk
sebagian besar pasien pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai
diberikan apabila nyeri sudah teratasi dan enzim pankreas telah kembali normal.
Pasien awalnya diberikan diet karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil,
kemudian kalorinya ditingkatkan perlahan dan diberikan lemak dengan hati-hati
setelah 3 – 6 hari.

4. Nutrisi Pada Penykit Ginjal Akut


ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi.
Meski demikian kondisi traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE
(misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%). Adanya penurunan toleransi
terhadap glukosa dan resistensi insulin menyebabkan uremia akut, asidosis atau

35
peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien ARF membutuhkan perhatian yang
hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan penggunaan insulin dimungkinkan
dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar euglikemik. Pemberian lipid harus
dibatasi hingga 20 – 25% dari energi total. Meski demikian lipid sangatlah penting
karena osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber energi, produksi CO2 yang
rendah dan asam lemak essensial. Protein atau asamamino diberikan 1,0 – 1,5
g/kg/hari tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 –
2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat terapi
menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki klirens urea mingguan
yang lebih besar.

5. Nutrisi Pada Penyakit Hati


Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus diberikan
dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak lebih dari 1 g/kg
perhari. Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati hepatik kronis, mulai
dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat ditingkatkan dengan hati-hati menuju ke arah
pemberian normal. Ensefalopati hepatik menyebabkan hilangnya Branched Chain
Amino Acids (BCAAs) mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino
aromatik serebral, yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien dengan
intoleransi protein, pemberian nutrisi yang diperkaya dengan BCAAs dapat
meningkatkan pemberian protein tanpa memperburuk ensefalopati yang sudah ada.
Kegagalan fungsi hati fulminan dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga
terjadi hipoglikemia yang memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid dapat
diberikan, karena masih dapat ditoleransi dengan baik.

36
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Asuhan Keperawatan cairan dan Elektrolit

- Cairan dan elektrolit sangat penting mempertahankan keseimbangan atau

homeostosis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat

memengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas

air yang mengandung partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang

vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen

kimiawi (FKUI, 2008).

- Fungsi Cairan :

1. Mempertahnkan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh.

2. Transport nutrient ke sel

3. Transport hasil sisa metabolism

4. Transport hormone

5. Pelumas antar organ

6. Memperthanakan tekanan hidrostatik dalam system kardiovaskuler.

(Tarwoto & Wartonah, 2010).

2. Teknis Pemberian Nutrisi pada Pasien Kritis

Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat

keparahan cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit

kritis memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya.

Pada sakit kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan

TNF) dan peningkatan produksi “counter regulatory hormone” (misalnya

katekolamin, kortisol, glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian

proses yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang

37
jelas pada status metabolik dan nutrisi pasien. Pemberian nutrisi pada kondisi

sakit kritis bisa menjamin kecukupan energi dan nitrogen, namun harus

dihindari overfeeding seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal

napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-ketotik hiperosmolar dan

hiperlipidemia. Pada pasien sakit kritis tujuan pemberian nutrisi adalah

menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan kebutuhannya saat itu. Bahkan

pemberian total kalori mungkin dapat merugikan karena menyebabkan

hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang menyebabkan

ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi. Secara umum dapat

diuraikan tujuan pemberian dukungan nutrisi pada kondisi kritis adalah

meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan protein dan kehilangan protein

dengan cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan fungsi jaringan

khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot pernapasan, dan

memodifikasi perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan

menggunakan substrat khusus.

B. Saran
Dari makalah yang telah kami buat ini, kami berharap dapat berguna di mata
kuliah Keperawatan Kritis dan dapat berguna bagi mahasiswa/i STIKes
Muhammadiyah Palembang dan masyarakat. Sungguh masih banyak kekurangan
yang harus kami perbaiki dlam penyusunan makalah ini. Apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan, kami mohon maaf, kritik dan saran dari pembaca. Terima kasih.

38
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, dkk. 2010. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan
praktik Volume 2, Edisi 7. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan
Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta

Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Kriteria Hasil


(NOC ) dan Intervensi (NIC). EGC : Jakarta

Repository USU. BAB 2 PENGELOLAAN KASUS. http://repository.usu.ac.id/


bitstream/123456789/45296/4/Chapter%20II.pdf (Diunduh tanggal 21 Oktober
2019)

Barr J et al. Outcomes in critically ill patients before and after the implementation of an
evidencebased nutritional management protocol. Chest 2004;125:1446-57

Heyland DK et al. Should immunonutrition become routine in critically ill patients?: a


systematic review of the evidence. JAMA 2001;286(8):944-53

39

Anda mungkin juga menyukai