Anda di halaman 1dari 33

Referat

TERAPI CAIRAN DAN DIET

Oleh:

Syifa Inanta Mulia Nasution, S.Ked 04084822124145


Maudina Ainul Lisa, S.Ked 04084822124019

Pembimbing

dr. Hari Ciptadi, Sp.An

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD SITI FATIMAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah

Terapi Cairan dan Diet

Oleh:

Syifa Inanta Mulia Nasution, S.Ked


Maudina Ainul Lisa, S.Ked 04084822124019

Pembimbing:

dr. Hari Ciptadi, Sp.An

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 25 April – 20 Mei 2022 .

Palembang, Mei 2022

dr. Hari Ciptadi, Sp.An

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan telaah ilmiah yang berjudul “Terapi Caira dan Diet” sebagai salah
satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSMH Palembang. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada
pembimbing, dr. Hari Ciptadi, Sp. An, yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama penulisan dan penyusunan telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan telaah ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang dari seluruh pihak agar telaah ilmiah ini menjadi lebih baik. Semoga telaah
ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulis dan
pembaca.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2
2.1 Cairan Tubuh ..................................................................................... 2
2.1.1 Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh ................................. 2
2.1.2 Kebutuhan dan Keseimbangan Harian Cairan Tubuh ............. 4
2.1.3 Proses Pergerakan Cairan Tubuh ............................................. 4
2.2 Terapi Cairan..................................................................................... 5
2.2.1 Jenis Cairan dan Indikasinya.................................................... 7
2.2.2 Jalur Pemberian Terapi Cairan ................................................. 14
2.2.3 Terapi Cairan Perioperatif ........................................................ 15
2.2.4 Komplikasi Terapi Cairan ........................................................ 17
2.2.5 Pemantauan Terapi Cairan ....................................................... 18
2.3 Terapi Diet ......................................................................... ............19
2.3.1 Penilaian Kebutuhan Kalori ........................................... 21
2.3.2 Nutrisi Enteral ................................................................ 23
2.3.3 Nutrisi Parenteral ........................................................... 24
2.3.4 Terapi Parenteral Jangka Pendek ................................... 24
2.3.5 Terapi Parenteral Jangka Panjang .................................. 25

BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 26


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Distribusi Cairan Tubuh .............................................................. 3
Tabel 2.2 Kebutuhan Cairan Per Hari (Holiday Segar)............................... 4
Tabel 2.3 Perbandingan Kristaloid dan Koloid… ...................................... 11
Tabel 2.4 Rata-Rata Volume Darah… ....................................................... 16
Tabel 2.5 Perkiraan Kebutuhan Energi Berdasar BMR.............................. 23

v
BAB I
PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling


berhubungan. Cairan merupakan salah satu komponen penting yaitu hampir 60%
dari komposisi tubuh manusia merupakan cairan yang berupa larutan ion dan zat
lainnya. Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi
berdasarkan umur, berat badan, maupun jenis kelamin. Cairan dan elektrolit sangat
dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh agar dapat menjaga danmempertahankan
fungsinya, sehingga tercipta kondisi yang sehat pada tubuh manusia.
Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur sedemikian
rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan. Apabila terjadi
gangguan keseimbangan, baik cairan atau elektrolit, maka akan memberikan
pengaruh pada yang lainnya. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh dapat terjadi pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi,
ekskresi keringat yang berlebih pada kulit, pengeluarancairan yang tidak disadari
(insesible water loss) secara berlebihan oleh paru- paru, perdarahan, berkurangnya
kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume
cairan tubuh yang hilang dapat segera digantikan.1
Pemberian metode terapi cairan dengan tujuan perbaikan dan perawatan
stabilitas hemodinamik pada pasien memerlukan berbagai pertimbangan, karena
pemilihannya tergantung pada jenis dan komposisi elektrolit dari cairan yanghilang
dari tubuh. Jumlah kasus kesalahan terapi cairan jarang dilaporkan, namun
diketahui satu diantara lima pasien menderita komplikasi atau morbiditas karena
pemberian terapi cairan yang tidak tepat.2 Mengetahui pentingnya pemberian terapi
cairan dan pertimbangan lainnya maka akan dibahas referat dengan topik terapi
cairan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cairan Tubuh


2.3.1 Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh
Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air merupakan perlarut
bagi semua yang terlarut. Cairan tubuh merupakan sarana untuk transpor zat
makanan maupun sisa-sisa metabolisme, membawa nutrien (komponenmakanan)
mulai dari proses absorbsi, mendistribusikan, sampai ke tingkatintraselular tempat
nutrien mengalami proses metabolisme. Hasil metabolisme akan didistribusikan ke
seluruh tubuh dan ekskresinya akan dikeluarkan dari tubuh.Air tubuh total atau total
body water (TBW) adalah persentase dari berat air dibagi dengan berat badan
total, yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan kandungan lemak yang
ada di dalam tubuh. Air membuat sampai sekitar 60 persen pada laki laki
dewasa. Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung50 persen dari total berat
badan. Pada neonatus dan anak-anak, presentase ini relatif lebih besar dibandingkan
orang dewasa yaitu sekitar 70-80% berat badan. Untuk beberapa alasan, obesitas
serta peningkatan usia akan menurunkan jumlah kandungan total air tubuh.3,4
Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang
dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler dibagi menjadi intravaskular dan kompartemen interstitial.
Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler, seperti cairan serebrospinal,
cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain- lainnya. Cairan tersebut termasuk
ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler. Dalam beberapa kasus, komposisinya
dapat berbeda dari plasma atau cairan interstitial. 3,4
.Cairan intraseluler mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat
ditambah ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, yang mana semuaion
ini memiliki konsentrasi yang rendah di cairan ekstraseluler. Sel ini juga
mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali jumlah protein dalam

2
plasma.3 Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan
bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi untuk sel,
seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino. Komponen penting dari
cairan ekstraseluler adalah cairan interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga
perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya merupakan
plasma.3

Laki-laki Perempuan
Distribusi cairan Bayi
Dewasa Dewasa
Total air tubuh (%) 60 50 75
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler 20 20 35
- Plasma 5 5 5
- Interstitial 15 15 30
Tabel 2.1 Distribusi Cairan Tubuh3

Terdapat dua jenis bahan yang terkandung di dalam cairan tubuh, yaitu
elektrolit dan non-elektrolit. Elektrolit adalah zat yang terdisosiasi dalam cairan,
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Kation utama dalam
cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan
intraselular adalah potasium (K+). Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah
klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan
intraselular adalah ion fosfat (PO43-). Kandungan elektrolit dalam plasma dan
cairan interstitial kurang lebih sama, sehingga nilai elektrolitplasma
mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler. Sementara zat-zat yang
termasuk ke dalam nonelektrolit adalah glukosa, urea, kreatinin, dan bilirubin yang
tidak terdisosiasi dalam cairan.3,4

3
2.3.2 Kebutuhan dan Keseimbangan Harian Cairan Tubuh
Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara oral dapat
menjadi asupan cairan dan elektrolit dalam keadaan normal. Total air tubuh juga
dipengaruhi oleh proses metabolisme yang berlangsung. Normalnya, keluaran
cairan tubuh dapat terjadi melalui urin, insensibel water loss, dan juga melalui
saluran cerna. Sedangkan dari keadaan patologis seperti muntah, diare, trauma,
ataupun perdarahan aktif, merupakan beberapa cara yang menyebabkan tubuh dapat
kehilangan cairan. Kebutuhan cairan setiap harinya dapat ditentukan dengan rumus
Holiday Segar.2
Kebutuhan Cairan per Kebutuhan cairan per
Berat Badan
Hari Jam
10 kg pertama 100 ml/kg 4 ml/kg
10 kg kedua 50 ml/kg 2 ml/kg
Berat badan selebihnya 20 ml/kg 1 ml/kg
Tabel 2.2 Kebutuhan Cairan per Hari (Holiday Segar)2
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh dapat dilakukan dengan
mengurangi total cairan masuk dan cairan keluar. Balans cairan sebaiknya tidak
melebihidari 200-400 ml per harinya. Insensibel water loss yang termasukke
dalam cairan keluar, dihitung dengan perkiraan 15 ml/kgBB/hari. Kehilangan
akibat peningkatan suhu tubuh dihitung kurang lebih 10% dari kebutuhan cairan
per hari.2,5

2.3.3 Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan
energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan
osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif
berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. Proses pergerakan
cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

4
1. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah
menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh
membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik
cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah
membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat
terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5
mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik
(NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan
osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi
disebut hipertonik.
2. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.
Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi
melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
3. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yangmemompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa
ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah
untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

2.2 Terapi Cairan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti
defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan
rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan
yang pindah ke rongga ketiga.

5
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;
1. Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL)
sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
2. Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan
yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible
water losses.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat
saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah
larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll.
Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah
dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasidan
mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam
hipovolemik. Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu
diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau
kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai
kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium
sesuai kebutuhan harian. Pada pembedahan akan menyebabkan cairan
pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar

6
tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan,
yaitu :
• 6-8 ml/kg untuk bedah besar
• 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
• 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

2.3.1 Jenis Cairan dan Indikasinya


Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan
kristaloid dan koloid.

a. Cairan Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida).
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas
dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular
adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk setiap 1
liter darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonik. Keuntungan dari cairan
kristaloid adalah murah, mudah didapat, mudah penyimpanannya, bebas
reaksi (tidak menimbulkan reaksi imun), dapat segera dipakai untuk
mengatasi defisit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan dapat
digunakan sebagai fluid challenge test. Efek samping yang perlu
diperhatikan adalah terjadinya edema perifer dan edema paru pada jumlah
pemberian yang besar. Larutan kristaloid adalah larutan primer yang
digunakan untuk terapi intravena prehospital. Tonisitas kristaloid
menggambarkan konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam air,
dibandingkan dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3 jenis tonisitas
kritaloid, diantaranya1:
• Isotonis.
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma,
ia memiliki konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik”
(iso, sama; tonik, konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid
isotonis, tidak terjadi perpindahan yang signifikan antara cairan

7
di dalam intravascular dan sel. Dengan demikian, hampir tidak ada
atau minimal osmosis. Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer
Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.2,3
• Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih
terkonsentrasi dan disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi,
tonik, konsentrasi). Administrasi dari kristaloid hipertonik
menyebabkan cairan tersebut akan menarik cairan dari sel ke ruang
intravascular. Efek larutan garam hipertonik lain adalah
meningkatkan curah jantung bukan hanya karena perbaikan preload,
tetapi peningkatan curah jantung tersebut mungkin sekunder karena
efek inotropik positif pada miokard dan penurunan afterload
sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Kedua keadaan ini
dapat memperbaiki aliran darah ke organ-organ vital. Efek samping
dari pemberian larutan garam hipertonik adalah hipernatremia dan
hiperkloremia. Contoh larutan kristaloid hipertonis: Dextrose 5%
dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline,
Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL.1,2,4
• Hipotonis
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma
dan kurang terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo,
rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan
dengan cepat akan berpindah dari intravascular ke sel. Contoh
larutan kristaloid hipotonis: Dextrose 5% dalam air, ½ Normal
Saline.1

b. Cairan Koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid

8
digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat
seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi
darah, pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dankehilangan protein
jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid merupakan turunan
dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki sifat yaitu
plasma expander yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang
digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat
perdarahan, luka bakar, operasi, Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu
harganya yang mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau
jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.1,4
Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (
5% dan 25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama
10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin,
aktivator Prekallikrein (Hageman’s factorfragments) terdapat dalam
fraksi protein plasma dan seringmenimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.1
2. Koloid Sintetik
• Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosadengan
jumlah yang besar. Dextrans diproduksi untuk mengganticairan
karena peningkatan berat molekulnya, sehingga memiliki durasi
tindakan yang lebih lama di dalam ruang intravaskular. Namun, obat
ini jarang digunakan karena efek samping terkait yang meliputi
gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal,
gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-
matching darah.Tersedia dalam bentukDextran 40 (Rheomacrodex)
dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70(Macrodex) dengan
berat molekul 60.000-70.000.6

9
• Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan
46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang
bermolekul besar, sebesar 64% dalam waktu
8 hari. Rekomendasi dosis maksimal harian penggunaan cairan HES
adalah 33-50 ml/kgBB/hari. Hetastarch nonantigenik dan jarang
dilaporkan adanya reaksi anafilaktoid. Low molecular weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang
diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang
rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan jumlah besar.2
• Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari
gelatin, biasanya berasal dari collagen bovine serta dapat
memberikan reaksi. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi
succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Berat molekul gelatin
relatif rendah, 30,35 kDa, jika dibandingkan dengan koloid lain.
Pengangkut berisi NaCl 110 mmol/l. Efek ekspansi plasmasegera
dari gelatin adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan
dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Efek ekspansi plasma
akan bertahan 1-2 jam. Tidak ada batasan dosis maksimum untuk
gelatin. Gelatin dapat memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering
daripada larutan HES. Meskipun produk mentahnya bersumer dari
sapi, gelatin dipercaya bebas dari resiko penyebaran infeksi.
Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui ginjal, dan tidak ada
akumulasi jaringan.7

10
Sifat Kristaloid Koloid
Berat molekul Lebih kecil Lebih besar
Distribusi Lebih cepat: 20-30 menit Lebih lama dalam
sirkulasi (3-6jam)
Faal hemostasis Tidak ada pengaruh Mengganggu
Penggunaan Dehidrasi Perdarahan massif
Koreksi perdarahan Diberikan 2-3x jumlah Sesuai jumlah
perdarahan perdarahan
Tabel 2.3 Perbandingan Kristaloid dan Koloid.3,6

Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi


empat kelompok, yaitu:

1. Cairan Pemeliharaan
Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada penyediaan
IV cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
mereka dengan rute enteral, namun sebaliknya baik dalam hal
keseimbangan cairan dan elektrolit dan penanganan (yaitu mereka yang
pada dasarnya euvolemik tanpa signifikan defisit elektrolit, kerugian yang
abnormal yang sedang berlangsung atau masalah redistribusi internal yang
kompleks). Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin adalah untuk
menyediakan cukup cairan dan elektrolit untuk memenuhi insensible losses
(500-1000 ml), mempertahankan status normal tubuh kompartemen cairan
dan memungkinkan ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500
ml.). Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%,
glukosa 5%, glukosa salin, ringer laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk
rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari saluran cerna ataupun ginjal,
glukosa 5% atau glukosa salin.8.9

11
Jumlah kehilangan air tubuh berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
- Dewasa 1,5-2 ml/kg/jam
- Anak-anak 2-4 ml/kg/jam
- Bayi 4-6 ml/kg/jam
- Neonatus 3 ml/kg/jam
Kebutuhan cairan rumatan adalah 25-30 ml/kg/hari. Kebutuhan K, Na dan
Cl kurang lebih 1mmol/kg/hari. Kebutuhan glukosa 50-100 g/hari. Setelah
cairan pemeliharaan intravena diberikan, monitor dan lakukan penilaian
ulang pada pasien. Hentikan cairan intravena jika tidak ada indikasi yang
tepat. Cairan nasogastrium atau makanan enteral lebih dipilih untuk
kebutuhan pemeliharaan lebih dari 3 hari.10,11
2. Cairan Pengganti
Banyak pasien yang membutuhkan cairan intravenamemiliki
kebutuhan spesifik untuk menutupi penggantian dari deficit cairan atau
kehilangan cairan atau elektrolit serta permasalahan redistribusi cairan
internal yang sedang berlangsung, sehingga harus dihitung untuk pemilihan
cairan intravena yang optimal. Cairan dan elektrolit intravena pengganti
dibutuhkan untuk mengangani deficit yang ada atau kehilangan yang tidak
normal yang sedang berlangsung, biasanya dari saluran pencernaan
(contoh: ileostomy, fistula, drainase nasogastrium, dan drainase bedah) atau
saluran kencing (contoh: saat pemulihan dari gagal ginjal akut). Secara
umum, terapi cairan intravena untuk penggantian harus bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit seperti kebutuhan
pemeliharaan, sehingga homeostasis dapat kembali dan terjaga.10
Lakukan penilaian cairan dan elektrolit pasien dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, monitor klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Cari
defisit, kehilangan yang sedang berlangsung, distribusi yang tidak
normal atau permasalahan kompleks lainnya. Periksa kehilangan yang
sedang berlangsung dan perkirakan jumlahnya dengan mengecek untuk
muntah dan kehilangan NG tube, diare,

12
kehilangan darah yang berlangsung. Periksa redistribusi dan masalah
kompleks lainnya dengan memeriksa pembengkakan, sepsis berat, dan
lainnya. Berikan tambahan cairan dari kebutuhan pemeliharaan rutin,
mengatur sumber-sumber cairan dan elektrolit yang lain. Monitor dan
periksa ulang pasien setelah meresepkan.10,11

3. Cairan untuk Tujuan Khusus


Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakankhusus,
misalnya natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi
khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.10

4. Cairan Nutrisi
Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada
pasien yang tidaak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan
peroral. Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai
komposisi baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus
penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian nutrisi parenteral yaitu berupa:
• Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistulaenterokunateus,
atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
• Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis
berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal,
stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
• Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan,
pseudo-obstruksi dan skleroderma.
• Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan sepertipada
gangguan makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik,
hiperemesis gravidarum.12,13

13
2.3.2 Jalur Pemberian Terapi Cairan
Secara umum telah disepakati bahwa pemberian terapi cairan dilakukan
melalui jalur vena, baik vena perifer maupun vena sentral melalui kanulasi tertutup
atau terbuka dengan seksi vena.14

1. Kanulasi Vena Perifer


Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah vena di daerah ekstremitas atasm
berikutnya dilanjutkan pada vena bagian ekstremitas bawah. Hindari vena
di daerah kepala karena sangat tidak fiksasinya, sehingga mudah terjadi
hematom. Pada bayi baru lahir, vena umbilikalis bisa digunakan untuk
kanulasi terutama dalam keadaan darurat. Tujuan dilakukannya kanulasi
vena perifer ini adalah untuk14:
a. Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Apabila lebih
dari tiga hari, harus pindah lokasi vena dan set infus harus diganti
pula.
b. Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk menganti
kehilangan cairan tubuh atau perdarahan akut.
c. Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara kontinyu
atau berulang
2. Kanulasi Vena Sentral
Kanulasi dengan penggunaan jangka panjang, misalnya untuk nutrisi
parenteral total, kanulasi dikalukan melalui vena subklavikula atau vena
jugularis interna. Sedangkanuntuk jangka pendek, dilakukan melalui vena-
vena di atas ekstremitas atas secara tertutup atau terbuka dengan vena seksi.
Tujuan dari kanulasi vena sentral ini tersendiri adalah13,14:
a. Terapi cairan dan nutrisi pareterla jangka panjang. Terutama untuk
cairan nutrisi parenteral dengan osmolaritas yang tinggi untuk
mencegah iritasi pada vena.
b. Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya cardio
vascular, vena perifer sulit diidentifikasi
c. Untuk pemasanganan alat pemacu jantung

14
2.3.3 Terapi Cairan Perioperatif

Terapi cairan perioperatif mencakup penggantian kehilangan cairan atau


defisiensi cairan yang ada sebelumnya, dan kehilangan darah pada tindakan
bedah seperti pada sebelum tindakan pembedahan, selama, dan pasca
pembedahan.

Menurut National Confidential Enquiry into Patient Outcome and Death


menyatakan bahwa pasien dengan hipovolemik yang mendapatkan terapi cairan
perioperative dengan jumlah tidak adekuat mengalami peningkatan angka
mortalitas 20,5% dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi cairan
dengan jumlah yang adekuat.15

1. Terapi Cairan Prabedah


Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti cairan dan
kalori yang dialami pasien prabedah akibat puasa. Cairan yang
digunakan adalah16:
a. Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan
b. Untuk koreksi defisist puasa atau dehidrasi diberikan cairan
kristaloid
c. Perdarahan akut diberikan cairan kristaloid dan koloid atau
transfuse
2. Terapi Cairan selama Operasi
Tujuan dari pemberian cairan selama operasi adalah sebagai koreksi
kehilangancairan melalui luka operasi, mengganti peredarahan dan
mengganti cairan yang hilang melalui organ eksresi. Idealnya,
perdarahan seharusnya diatasi dengan penggantian cairan dengan
kristaloid atau koloid untuk menjaga volum intravascular
(normovolemia) sehingga resiko terjadinya anemia dapat diatasi.
Namun jika terjadi anemia berat pada pasien dapat diatasi dengan
pemberian transfusi darah. Untuk menentukan jumlah transfusi yang
akan diberikan dapat ditentukan dari hematokrit dan dengan menghitung
estimated blood volume.

15
Hal yang terpenting juga berdasarkan dari kondisi klinis pasien
dan prosedur operasi yang akan pasien jalani. Jumlah kehilangan darah
dapat dihitung dengan beberapa cara diantaranya:
a) Menghitung Estimated Blood Volume =65ml/kg dikalikan
dengan berat badan pasien.
b) Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit
preoperatif (RBCV preop)
c) Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit 30%
(RBCV 30%)
d) Hitung jumlah kehilangan volume sel darah merah (RBCVlost);
RBCV lost = RBCV preop –RBCV 30%
e) Hitung Allowable Blood Loss= EBV x (Hct preop –Hct 30%)/
Hct preop.1,2,7

Usia Volume Darah


Neonatus
- Prematur 95 ml/kg
- Matur 85 ml/kg
Infant 80 ml/kg
Dewasa
- Pria 75 ml/kg
- Wanita 65 ml/kg
Tabel 2.4 Rata – rata volume darah1

Jumlah perdarahan selama operasi dihitung berdasarkan:


- Jumlah darah yang tertampung di dalam botol penampung atau
tabung suction
- Tambahan berat kasa yang digunakan ( 1 gram = 1 ml darah )
- Ditambah dengan factor koreksi sebesar 25% kali jumlah yang
terukur ditambah terhitung (jumlah darah yang tercecer dan melekat
pada kain penutup lapangan operasi).1

16
3. Terapi Cairan Pasca Bedah
Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung dengan
masalah yang dijumpai, bisa mempergunakan cairan pemeliharaan,
cairan pengganti atau cairan nutrisi. Prinsip dari pemberian cairan pasca
bedah adalah2,6:
a. Dewasa:
- Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, diberikan
cairan pemeliharaan
- Apabila pasien puasa dan diperkirakan < 3 hari diberikan cairan
nutrisi dasar yang mengandung air, eletrolit,karbohidrat, dan
asam amino esensial. Sedangkan apabila diperkirakan puasa > 3
hari bisa diberikan cairan nutrisi yang sama dan pada hari ke lima
ditambahkan dengan emulsi lemak
- Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedahyang
buruk segera diberikan nutrisi parenteral total
b. Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang sama, hanya
komposisinya berbeda, misalnya dari kandungan elektrolitnya,
jumlah karbohidrat dan lain –lain.
c. Pada keadaan tertentu misalnya pada penderita syok atau anemia,
penatalaksanaanya disesuaikan dengan etiologinya.2,7,9

Satu atau lebih komplikasi yang terjadi pasca operasimemberikan


dampak buruk dalam jangka waktu pendek atau panjang. Pencegahan angka
morbiditas pada pasca operasi adalah kunci untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang berkualitas.8,12

2.3.4 Komplikasi Terapi Cairan

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah cairan yang masuk ke


dalam tubuh terlalu banyak. Ketika hal ini terjadi, jantung gagal
memompa volume sirkulasi yang terekspansi secara efektif. Distensi
berlebih pada ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung, dengan
konsekuensi berupa edema paru. Pasien dengan edema paru

17
akan memendekkan pernapasan dan menyebabkan batuk, terdengar crackles
pada auskultasi dan penurunan saturasi oksigen. Manifestasi klinis ini
seringkali diikuti oleh meningkatnya denyut jantung. Gagal ginjaldan
kerusakan ventrikel yang sudah ada dapat memperburuk kondisi.
Sindrom kompartemen abdomen dan sindrom distres resprasiakut adalah
konsekuensi dari kelebihan resusitasi cairan dan kelebihan cairan.
Penanganan khusus juga harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung
atau gagal nafas, ataupun pada orang dengan resiko ketidakstabilan
hemodinamik.9

2.3.5 Pemantaua Terapi Cairan17

Tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk
diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon
penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi, dan denyut nadi
merupakan tanda positif yang menandakan perfusi sedang kembali ke
normal. Target terapi cairan pada syok dapat dilihat daribeberapa indikator,
diantaranya sebagai berikut.
1. Hemodinamik
- MAP > 60 – 65 mmHg (lebih tinggi targetnya pada kasus penyakit
jantung koroner)
- CVP = 8 sampai 12 mm Hg/PAOP = 12 – 15 mmHg (lebih tinggi
nilainya pada kasus syok kardiogenik)
- CI > 2.1 L/min/m2
2. Optimasi Pengiriman Oksigen
- Hemoglobin > 9 g/dL; > 7 g/L pasca syok adalah cukup − Saturasi
arterial > 92%
- MVO2 > 60%, sCVO2 > 70%
- Normalisasi serum laktat (hingga 0,5 mL/kg/jam)
3. Reverse Organ System Dysfunction
- Reverse encelopathy
- Pertahankan produksi urin > 0,5 mL/kg/jam
18
2.3 Terapi Diet

Pada pasien kritis terutama akibat trauma atau sepsis berat umumnya
mengalami berbagai perubahan metabolisme termasuk perubahan penggunaan
sumber energi dari tubuh. Selain karena intake yang terganggu, pada keadaan
tersebut umumnya terjadi suatu hipermetabolisme dan hiperkatabolisme yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan energi tubuh. Akibatnya seseorang
dengan penyakit kritis sangat mudah mengalami defisiensi nutrisi dengan akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh, penyembuhan luka yang buruk, kegagalan
fungsi organ, memperpanjang lama perawatan di rumah sakit, serta
meningkatnya mortalitas. Pada keadaan tersebut, nutrisi menjadi sesuatu yang
penting dan menjadi bagian dari terapi medikal klinis.19

Komponen utama dari respons metabolik terhadap stress adalah


hipermetabolisme, proteolisis dan nitrogen loss, peningkatan glukoneogenesis
dan peningkatan penggunaan glukosa. Keadaan ini disebabkan oleh adanya
pelepasan sitokin yang menyebabkan pelepasan dari katekolamin (epinefrin dan
norepinefrin), glukagon dan kortisol. Hormon-hormon ini merupakan counter-
regulatory terhadap efek dari insulin yang bersifat anabolik hormon. Meskipun
kadar insulin meningkat dalam sirkulasi, pada keadaan stress umumnya jaringan
menjadi resisten terhadap insulin.19

Akibat respons sistemik, dimana terjadi ketidak- seimbangan antara


delivery oksigen dengan suplay oksigen pada jaringan yang mengalami
kerusakan, pada tempat lain seperti otot skelet, hepar, usus dan ginjal kebutuhan
oksigennya justru meningkat. Peningkatan metabolisme
initerutamadisebabkanolehadanyainefisiensi penggunaan glukosa pada jaringan
yang rusak. Glukosa menjadi sumber energi utama dan diubah menjadi laktat
melalui glikolisis anaerob oleh karena keadaan hipoksia dimana perfusi ke
jaringan yang rusak itu terbatas. Dari glikolisis anaerob ini dihasilkan 2 ATP.
Laktat yang terbentuk selanjutnya dibawa ke hepar dan diubah lagi menjadi
glsukosa (cori cycle), dimana pada proses ini mengkonsumsi 4 ATP. Akibatnya
terjadi -2 ATP setiap rotasi cori cycle.20

19
Glukosa merupakan sumber energi utama yang digunakan oleh jaringan
yang rusak. Selain itu juga digunakan untuk tissue repair dan proses imunitas.
Sebagai contoh : sel PMN menggunakan energi dari glikolisis saat fagositosis,
fibroblast dikenal sebagai pure glycolyzers yang aktif dalam proses
penyembuhan dan semua sel dalam keadaan anaerob misalkan akibat kurangnya
perfusi ke jaringan yang rusak, sangat bergantung kepada glukosa sebagai
sumber energi. Lemak tidak dapat dimetabolisir tanpa adanya oksigen,
sedangkan cadangan glikogen terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan
glukosa yang diperlukan dalam proses penyembuhan jaringan. Penyembuhan
bergantung dari kemampuan tubuh untuk menghancurkan protein otot menjadi
glukosa melalui glukoneogenesis.20

Baik nutrisi enteral maupun parenteral yang akan diberikan sebaiknya


mengandung campuran karbohidrat, lemak dan protein. Volume cairan,
komposisi ion dan penambahan trace element serta vitamin juga harus
dipertimbangkan dalam pemberian nutrisi. Minimal 100 gram KH (20%–25%
intake kalori) perhari diperlukan untuk mencegah ketosis. 1 gram KH
menghasilkan sekitar 4 Kcal apabila dioksidasi sempurna. Batas maksimal
pemberian glukosa pada pasien sepsis adalah 4 mg/kg/menit (24Kcal/kg/24
jam), dan meningkat sampai 6–7 mg/kg/menit pada pasien luka bakar. Lemak
sangat penting pada pasien sakit berat oleh karena memberikan suplay energi
yang lebih besar dari pada KH pada volume yang sama. 1 gr lemak menghasilkan
sekitar 9 Kcal. Hal ini sangat berguna terutama selama pemberian TPN pada
pasien-pasien yang harus mendapatkan restriksi cairan. Keuntungan lainnya
adalah CO2 yang dihasilkan dari penggunaan lipid sebagai energi lebih kecil
dibanding KH. Hal ini sangat berguna pada pasien dimana produksi CO2
menjadi masalah terutama pada pasien dengan gangguan pernapasan. Kebutuhan
potein dapat diperkirakan dengan menghitung jumlah urea nitrogen yang
diekskresikan dalam urin selama 24 jam. Umumnya pasien memerlukan 1–1,5
gr protein/ kgBB/24 jam. Pemberian protein ditujukan bukan sebagai sumber
kalori akan tetapi lebih bertujuan untuk mengurangi defisit nitrogen pada pasien-
pasien yang mengalami stress.21

20
Kebutuhan cairan pada orang dewasa sekitar 30–35 mL/kg/hari.
Tambahan cairan diberikan sekitar 500–750 mL/24 jam/kenaikan 1oC diatas
normal, serta tambahan untuk kehilangan cairan yang abnormal dari
gastrointestinal dan ginjal. Natrium merupakan kation ekstrasel, kebutuhan
perhari 1–2 mmol/kgBB. Kalium merupakan kation intrasel, kebutuhan perhari
1–2mmol/ kgBB.Ektra Kalium harus diberikan pada pasien- pasien dengan diet
tinggi protein. Klorida merupakan anion ekstrasel, kebutuhan 1–2
mmol/kgBB/hari. Fosfat merupakan anion intrasel, kebutuhan perhari 20–30
mmol. Kalsium kebutuhan perhari 0,1–0,15 mmol/kgBB, Magnesium kebutuhan
perhari 0,1–0,2 mmol/ kgBB. Vitamin dan trace element diberikan sesuai dengan
yang dianjurjkn oleh RDA.21

2.3.1 Penilaian Kebutuhan Kalori

Dalam menilai kebutuhan kalori dan protein pada pasien sakit berat
seharusnya dimulai dari anamnesa untuk mengetahui status gizinya. Riwayat
adanya penurunan berat badan, anorexia, nausea, vomitus dan diare harus
dicari. Pemeriksaan fisik yang mendukung adanya defisiensi nutrisi harus
dicari (adanya dermatitis, kulit pecah-pecah, glositis atau adanya
penyembuhan luka yang buruk). Penilaian berat badan memberikan nilai yang
terbatas oleh karena pasien sakit berat umumnya mengalami retensi atau
kehilangan cairan sehingga berat badan tidak selalu berhubungan dengan
status gizi.21

Pengukuran anthropometric seperti pengukuran ketebalan lipatan kulit


(skin-fold thickness), lingkar otot lengan midarm muscle circumference
(MAMC) penggunaannya terbatas pada pasien sakit berat. Pengukuran skin-
fold thickness (triceps atau subscapula) dapat dipakai untuk menilai lemak
tubuh. MAMC dapat dipakai untuk menilai protein tubuh. Pada pasien dengan
retensi cairan (edema) cara pengukuran diatas, hasilnya tidak dapat dipercaya.
Pemeriksaan lain seperti skin test immune function dan muscle strength
assesment tidak dapat digunakan untuk menilai status gizi pasien-pasien di
ICU. Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk menilai
21
status gizi pasien di ICU, diantaranya : Pemeriksaan protein tubuh: Retinol
binding protein, pre-albumin, transferrin dan albumin. Nilainya sangat
dipengaruhi oleh keadaan ginjal, hepar dan gangguan metabolik lainnya.
Pengukuran ekskresi nitrogen yang diambil dari urin yang dikumpulkan
selama 12–24 jam.21

Kebutuhan protein dapat dihitung dari kadar urin urea nitrogen (UUN).
Protein balance (gr/hari)= Protein intake -Protein catabolic rate Protein
catabolic rate (gr/hari) = [24 jam UUN (gr) + 4] x 6,25.Angka 4 ditambahkan
dari kehilangan nitrogen yang tak terukur dalam urin ( kre-atinin dan asam
urat), keringat, rambut, kulit dan feses. Angka 6,25 didapatkan dari jumlah
protein yang digunakan untuk pembentukan setiap gram nitrogen.Nitrogen
balance adalah nitrogen intake dikurangi nitrogen yang hilang di urin dan
tempat lain. Nitrogen balance yang negatif tidak harus segera diperbaiki
dalam waktu singkat, biasanya 1–2 minggu. Bila terjadi perbaikan pada
nitrogen balance menunjukkan bahwa nutrisi yang diberikan cukup adekuat
atau proses katabolisme sudah mulai berkurang. 21

Indirect calorimetry, menggunakan hukum termodinamik. Yang diukur


adalah konsumsi oksigen, produksi karbondioksida, ekskresi nitrogen dan air.
Dari pengukuran ini dapat diketahui respiratory quotient (RQ) yang
menggambarkan penggunaan substrat tubuh. RQ untuk lemak = 0,7, ; protein
= 0,8 ; karbohidrat = 1,0. RQ biasanya bervariasi antara 0,7 – 1,2. Kelebihan
kalori karbohidrat menghasilkan pembentukan lemak dan meningkatkan
produksi karbondioksida (RQ>1,0). Pengukuran indirect calorimetry menjadi
tidak akurat apabila FiO2>0,4 atau adanya kebocoran pada sistem (misalnya
oleh karena kebocoran pada cuff endotracheal tube). 21

Pengukuran dari basal metabolic rate (BMR), diukur dengan direct


calorimetry yang kemudian di formulasikan secara empiris. Oleh karena
banyaknya pengukuran yang diperlukan untuk menghitung kebutuhan kalori
dan protein dan umumnya tidak praktis, maka untuk menghitung kebutuhan
kalori dan protein secara cepat pada pasien-pasien sakit berat biasanya
biasanya berdasarkan berat badan pasien. 21

22
Kebutuhan kalori perhari antara 25–35 Kcal/ kg dan protein 1–1,5
gr/kg. Pada pasien multiple trauma dan luka bakar kebutuhan protein dapat
meningkat antara 2–2,5 gr/kg. Komposisi karbohidrat umumnya antara 60%–
80% dari total kalori, lemak 20%–40% dan protein 10%–20% dari total
kalori. 21

Tabel 2.5 Perkiraan Kebutuhan Energi Berdasar BMR pada Orang Dewasa.21

2.3.2 Nutrisi Enteral


Nutrisi enteral didefinisikan sebagai pemberian makanan yang langsung
diberikan ke traktus gastrointestinal pasien (pipa nasogastrik, pipa
nasointestinal, pipa gastrostomi, pipa jejunostomi). Bantuan nutrisi untuk
pasienmencakup nutrisi enteral yang dimulai segera, farmakoterapi
(pemberian nutrisi yang memodulasi respon tubuh terhadap cedera) dan
kontrol glikemik. Memberikan bantuan nutrisi di awal, terutama
menggunakan rute enteral, dilihat sebagai strategi terapi proaktif yang dapat
mengurangi keparahan penyakit, menghilangkan komplikasi, mengurangi
lama perawatan di ICU, dan hasil akhir pasien yang lebih baik setelah cedera
parah.18
Adapun cairan enteral yang mengandung macam-macam jumlah protein
(asam amino), karbohidrat (glukosa), lemak (trigliserida rantai sedang dan
panjang), mikronutrien, makronutrien, dan elektrolit telah tersedia. Tidak ada
rumus yang ideal untuk semua pasien. Karbohidrat dapat menjadi sumber
sampai 90% kalori, yang meningkatkan osmolaritas dari cairan ini. Lemak
memiliki densitas kalori yang lebih tinggi dibanding karbohidrat, dan karena
tidak meningkatkan osmolaritas dari formula seperti karbohidrat, cairan iso-
osmolar dapat diberikan. Kecuali pasien memiliki kondisi maldigestif atau
malabsorbsi lemak (dan bahkan formula yang mengandung trigliserida rantai
sedang dapat dicoba), formula dengan kadar konten lemak yang normal
23
(~30%) lebih dipilih. Pemilihan formula yang memberikan total nitrogen
yang cukup sebagai protein (1 sampai 1,5 g protein per kilogram per hari)
atau asam amino sangat penting untuk semua pasien. Peningkatan jumlah
protein diindikasikan ketika kebutuhan nitrogen meningkat, seperti pada
pasien trauma, luka bakar, atau sepsis. Penggunaan protein yang efisien untuk
anabolisme bergantung pada asupan kalori yang adekuat. Formula enteral
yang mengandung glutamin, terutama ketika diberikan pada pasien dengan
luka bakar, mengurangi lama perawatan rumah sakit dan ICU, terutama
melalui pengurangan kejadian infeksi.18
2.3.3 Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral didefinisikan sebagai pemberian nutrisi yang langsung
masuk ke sirkulasi vena (vena perifer atau vena sentral). Nutrisi parenteral
diindikasikan untuk pasien yang tidak mampu menelan atau mencerna nutrien
atau mengabsorbsinya dari traktus gastrointestinal. Nutrisi parenteral
menggunakan cairan isotonik yang diberikan melalui vena perifer dapat
diterima ketika pasien membutuhkan kurang dari 2000 kalori setiap harinya
dan perkiraan kebutuhan bantuan nutrisi hanya dalam waktu singkat. Vena
perifer tidak mentoleransi infus cairan dengan osmolaritas yang melebihi 750
mOsm/L (setara dengan 12,5% glukosa) sehingga membatasi jumlah kalori
yang dapat diberikan. Ketika kebutuhan gizi lebih dari 2000 kalori per hari
atau diperlukan bantuan nutrisi untuk jangka panjang, kateter dipasang pada
sistem vena sentral untuk memungkinkan infus cairan nutrisi hipertonik
(1900 mOsm/L).18
2.3.4 Terapi Parenteral Jangka Pendek
Terapi parenteral jangka pendek (3 sampai 5 hari pada pasien tanpa
defisit gizi) setelah prosedur bedah tanpa komplikasi sering diberikan dengan
cairan hipokalorik, non- nitrogen glukosa-elektrolit. Sebagai contoh, cairan
glukosa, 5% sampai 10% dengan suplemen natrium, klorida, dan elektrolit
lainnya umum diberikan untuk terapi jangka pendek. Cairan ini memberikan
kebutuhan elektrolit dan cairan total dan kalori yang cukup untuk mengurangi
katabolisme protein dan mencegah ketosis. Sebagai contoh, infus harian 150
g glukosa mempertahankan metabolisme otak dan eritrosit dan mengurangi
katabolisme protein dari otot skelet dan organ dalam. Asam amino dapat

24
memiliki efek hemat-protein yang lebih besar dibandingkan glukosa, tapi
asam amino tanpa glukosa tidak sepenuhnya mencegah balans nitrogen
negatif setelah operasi mayor. Lebih mahalnya cairan asam amino dibanding
potensi manfaatnya telah mencegah popularitas penggunaannya
menggantikan glukosa untuk terapi jangka pendek. Infus perifer emulsi lemak
dapat diberikan sebagai sumber kaloti nonprotein untuk menambah cairan
yang disuplai glukosa.18
2.3.5 Terapi Parenteral Jangka Panjang
TPN (hiperalimentasi IV) adalah teknik memberikan kebutuhan nutrisi total
dengan infus asam amino digabungkan dengan glukosa dan sejumlah lemak yang
beragam. Massa tubuh tanpa lemak dijaga, penyembuhan luka ditingkatkan, dan
mungkin ada juga perbaikan pada mekanisme respon imun yang terganggu. Istilah
total parenteral nutrition (TPN) digunakan ketika satu-satunya sumber suplai
makanan hanya melalui rute parenteral.18
Cairan TPN mengandung proporsi kalori dari glukosa yang besar sehingga
bersifat hipertonik. Karena hal ini, cairan ini harus diinfuskan melalui vena sentral
dengan aliran darah yang tinggi untuk memberikan dilusi yang cepat. Kateter
biasanya dipasang secara perkutan ke vena subklavia dan diarahkan ke atrium
kanan. Cairan nutrisi parenteral biasanya diinfuskan secara terus-menerus selama
24 jam. Karena cairan yang digunakan saat ini tidak hipertonik dan hiperkalorik
seperti dulu, tidak ada kekhawatiran bahwa pasien akan menjadi hipoglikemi jika
infus diberhentikan secara tiba-tiba tapi tetap harus dipertimbangkan. Elektrolit
serum, konsentrasi gula darah, dan blood urea nitrogen harus diukur secara
periodik selama TPN. Tes fungsi hepar dan ginjal juga direkomendasikan tapi
dapat dilakukan dalam interval yang lebih jarang.18

25
BAB III
KESIMPULAN

Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentasecairan


tubuh tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Seluruh
cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2 kompartemen, yaitu
intraselular dan ekstraselular. Apabila terjadi deficit atau kekurangan cairan pada
tubuh maka perlu segera diberikan penanganan atau pencegahan untuk mencegah
terjadinya masalah kekurangan cairan.
Terapi cairan secara garis besar dibagi menjadi kristaloid dan koloid.
Kristaloid merupakan larutan berbasis air yang mengandung elektrolit atau gula
yang paling sering dan paling pertama digunakan sebagai cairan resusitasi.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, sedangkan koloid
mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler dan baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan
berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik. Berdasarkan penggunaannya
dibagi menjadi cairan pemeliharaan, pengganti, nutrisi, dan untuk tujuan khusus.
Jalur pemberian cairan dapat melalu kanulasi vena sentral dan perifer
dimana masing memiliki indikasi tersendiri. Pemberian cairan perioperative juga
diperlukan pada saat sebelum, selama, dan setelah atau pasca operasi. Pemantauan
kehilangan darah pada pasien perioperative juga menentukan jenis terapi cairan
yang akan diberikan.
Nutrisi enteral adalah pemberian makanan yang langsung diberikan ke
traktus gastrointestinal pasien (pipa nasogastrik, pipa nasointestinal, pipa
gastrostomi, pipa jejunostomi). Nutrisi parenteral adalah pemberian nutrisi yang
langsung masuk ke sirkulasi vena (vena perifer atau vena sentral). Nutrisi parenteral
diindikasikan untuk pasien yang tidak mampu menelan atau mencerna nutrien atau
mengabsorbsinya dari traktus gastrointestinal.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with


Fluid and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology 5thed. New York: Mc-GrawHill. 2013; 4 (49): h. 1107 –40.
2. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the
Perioperative Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1
: h. 1 –10.
3. Hall, J. E., 2006. Guyton's Textbook of Medical Physiology. 11 ed.
Philadelpia: Elsevier.Chow JL, B. K. a. B. L., 2004. Critical Care Handbook
of the Massachusetts General Hospital. 3rd ed. US: Lippincott Williams &
Wilkins.
4. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and
Electrolytes. Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in
AnestheticPractice 3rded. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 :
h. 341 –49.
5. Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.Dalam
Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2017.6 (5):
h.272 –301.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia.
2010. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. PP IDSAI, 108-142.
7. Niemi TT, Miyasitha R, Yamakage M. Colloid solutions: a clinical update.
Japanese Society of Anesthesiologist. 2010.
8. Intravenous Fluid Selection [cited 2017 May 5]. Available from
catalogue.pearsoned.co.uk. 2005.
9. Floss K, Borthwick M, Clark C. Intravenous fluids principles of
treatment. Clinical Pharmacist Vol.3. 2011.
10. Agro FE, Fries D, Vennari M. Body Fluid Management From Physiology
to Therapy. Verlag Italia: Springer. 2013.
11. Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders.

27
Dalam Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th
ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 –230.
12. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, et al: ESPEN Guidelines on
Parenteral Nutrition: surgery. Clin Nutr 2009;28:378.
13. Weimann A, Braga M, Harsanyi L, et al: ESPEN Guidelines on Enteral
Nutrition: surgery including organ transplantation. Clin Nutr 2006;25:224
14. Gaol, H. L., Tanto, C. & Pryambodho, 2014. Terapi Cairan. In: C. Tando,
F. Liwang, S. Hanifati & E. A. Pradipta, eds. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, pp. 561-564.
15. Brugnolli, A, RN, MSN, Canzan F, RN, MSN, PhD. 2017. Fluid Therapy
Management in Hospitalized Patients: Results From a Cross- sectional
Study.
16. Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting.
Journal of Intensive Care. 2016; 4 : h.27 –39.
17. Sukarata, I Putu RD. (2017). Terapi Cairan. Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan
Terapi Intensif. Denpasar: Universitas Udayana Press; 6-20.
18. Michael J. Muray. 2015. Nutrition. STOELTING’S : Pharmacology &
Physiology in Anesthetic Practice. Edisi 5. Hal 716-731. USA : Wolters
Kluwer Health.
19. Griffiths DR, Bongers T. Nutrition support for patients in the intensive care
unit. Postgrad Med J. 2005;81:629–36.
20. Elamin M, Camporesi E. Evidence-based Nutritional Support in the Intensive
Care Unit in international anesthesiology clinics, Lippincott Williams &
Wilkins; 2009. hlm. 121–38.
21. Kestriani ND, Budipratama D, Pradian E. Terapi Nutrisi pada Pasien di ICU
NutritionTherapy in ICU Patiens. Anesth Crit Care. 2015;33(3):226–34.
22.

28

Anda mungkin juga menyukai