Oleh:
Pembimbing
Oleh:
Pembimbing:
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 25 April – 20 Mei 2022 .
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan telaah ilmiah yang berjudul “Terapi Caira dan Diet” sebagai salah
satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSMH Palembang. Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada
pembimbing, dr. Hari Ciptadi, Sp. An, yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama penulisan dan penyusunan telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan telaah ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang dari seluruh pihak agar telaah ilmiah ini menjadi lebih baik. Semoga telaah
ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulis dan
pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Distribusi Cairan Tubuh .............................................................. 3
Tabel 2.2 Kebutuhan Cairan Per Hari (Holiday Segar)............................... 4
Tabel 2.3 Perbandingan Kristaloid dan Koloid… ...................................... 11
Tabel 2.4 Rata-Rata Volume Darah… ....................................................... 16
Tabel 2.5 Perkiraan Kebutuhan Energi Berdasar BMR.............................. 23
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
plasma.3 Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan
bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi untuk sel,
seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino. Komponen penting dari
cairan ekstraseluler adalah cairan interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga
perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya merupakan
plasma.3
Laki-laki Perempuan
Distribusi cairan Bayi
Dewasa Dewasa
Total air tubuh (%) 60 50 75
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler 20 20 35
- Plasma 5 5 5
- Interstitial 15 15 30
Tabel 2.1 Distribusi Cairan Tubuh3
Terdapat dua jenis bahan yang terkandung di dalam cairan tubuh, yaitu
elektrolit dan non-elektrolit. Elektrolit adalah zat yang terdisosiasi dalam cairan,
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Kation utama dalam
cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan
intraselular adalah potasium (K+). Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah
klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan
intraselular adalah ion fosfat (PO43-). Kandungan elektrolit dalam plasma dan
cairan interstitial kurang lebih sama, sehingga nilai elektrolitplasma
mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler. Sementara zat-zat yang
termasuk ke dalam nonelektrolit adalah glukosa, urea, kreatinin, dan bilirubin yang
tidak terdisosiasi dalam cairan.3,4
3
2.3.2 Kebutuhan dan Keseimbangan Harian Cairan Tubuh
Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara oral dapat
menjadi asupan cairan dan elektrolit dalam keadaan normal. Total air tubuh juga
dipengaruhi oleh proses metabolisme yang berlangsung. Normalnya, keluaran
cairan tubuh dapat terjadi melalui urin, insensibel water loss, dan juga melalui
saluran cerna. Sedangkan dari keadaan patologis seperti muntah, diare, trauma,
ataupun perdarahan aktif, merupakan beberapa cara yang menyebabkan tubuh dapat
kehilangan cairan. Kebutuhan cairan setiap harinya dapat ditentukan dengan rumus
Holiday Segar.2
Kebutuhan Cairan per Kebutuhan cairan per
Berat Badan
Hari Jam
10 kg pertama 100 ml/kg 4 ml/kg
10 kg kedua 50 ml/kg 2 ml/kg
Berat badan selebihnya 20 ml/kg 1 ml/kg
Tabel 2.2 Kebutuhan Cairan per Hari (Holiday Segar)2
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh dapat dilakukan dengan
mengurangi total cairan masuk dan cairan keluar. Balans cairan sebaiknya tidak
melebihidari 200-400 ml per harinya. Insensibel water loss yang termasukke
dalam cairan keluar, dihitung dengan perkiraan 15 ml/kgBB/hari. Kehilangan
akibat peningkatan suhu tubuh dihitung kurang lebih 10% dari kebutuhan cairan
per hari.2,5
4
1. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah
menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh
membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik
cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah
membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat
terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5
mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik
(NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan
osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi
disebut hipertonik.
2. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.
Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi
melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
3. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yangmemompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa
ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah
untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
5
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;
1. Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL)
sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
2. Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan
yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible
water losses.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat
saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah
larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll.
Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah
dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasidan
mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam
hipovolemik. Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu
diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau
kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai
kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium
sesuai kebutuhan harian. Pada pembedahan akan menyebabkan cairan
pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar
6
tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan,
yaitu :
• 6-8 ml/kg untuk bedah besar
• 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
• 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
a. Cairan Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida).
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas
dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular
adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk setiap 1
liter darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonik. Keuntungan dari cairan
kristaloid adalah murah, mudah didapat, mudah penyimpanannya, bebas
reaksi (tidak menimbulkan reaksi imun), dapat segera dipakai untuk
mengatasi defisit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah, dan dapat
digunakan sebagai fluid challenge test. Efek samping yang perlu
diperhatikan adalah terjadinya edema perifer dan edema paru pada jumlah
pemberian yang besar. Larutan kristaloid adalah larutan primer yang
digunakan untuk terapi intravena prehospital. Tonisitas kristaloid
menggambarkan konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam air,
dibandingkan dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3 jenis tonisitas
kritaloid, diantaranya1:
• Isotonis.
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma,
ia memiliki konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik”
(iso, sama; tonik, konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid
isotonis, tidak terjadi perpindahan yang signifikan antara cairan
7
di dalam intravascular dan sel. Dengan demikian, hampir tidak ada
atau minimal osmosis. Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer
Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.2,3
• Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih
terkonsentrasi dan disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi,
tonik, konsentrasi). Administrasi dari kristaloid hipertonik
menyebabkan cairan tersebut akan menarik cairan dari sel ke ruang
intravascular. Efek larutan garam hipertonik lain adalah
meningkatkan curah jantung bukan hanya karena perbaikan preload,
tetapi peningkatan curah jantung tersebut mungkin sekunder karena
efek inotropik positif pada miokard dan penurunan afterload
sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Kedua keadaan ini
dapat memperbaiki aliran darah ke organ-organ vital. Efek samping
dari pemberian larutan garam hipertonik adalah hipernatremia dan
hiperkloremia. Contoh larutan kristaloid hipertonis: Dextrose 5%
dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline,
Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL.1,2,4
• Hipotonis
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma
dan kurang terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo,
rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan
dengan cepat akan berpindah dari intravascular ke sel. Contoh
larutan kristaloid hipotonis: Dextrose 5% dalam air, ½ Normal
Saline.1
b. Cairan Koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid
8
digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat
seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi
darah, pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dankehilangan protein
jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid merupakan turunan
dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki sifat yaitu
plasma expander yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang
digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat
perdarahan, luka bakar, operasi, Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu
harganya yang mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau
jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.1,4
Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (
5% dan 25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama
10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin,
aktivator Prekallikrein (Hageman’s factorfragments) terdapat dalam
fraksi protein plasma dan seringmenimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.1
2. Koloid Sintetik
• Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosadengan
jumlah yang besar. Dextrans diproduksi untuk mengganticairan
karena peningkatan berat molekulnya, sehingga memiliki durasi
tindakan yang lebih lama di dalam ruang intravaskular. Namun, obat
ini jarang digunakan karena efek samping terkait yang meliputi
gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal,
gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-
matching darah.Tersedia dalam bentukDextran 40 (Rheomacrodex)
dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70(Macrodex) dengan
berat molekul 60.000-70.000.6
9
• Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan
46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang
bermolekul besar, sebesar 64% dalam waktu
8 hari. Rekomendasi dosis maksimal harian penggunaan cairan HES
adalah 33-50 ml/kgBB/hari. Hetastarch nonantigenik dan jarang
dilaporkan adanya reaksi anafilaktoid. Low molecular weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang
diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang
rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan jumlah besar.2
• Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari
gelatin, biasanya berasal dari collagen bovine serta dapat
memberikan reaksi. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi
succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Berat molekul gelatin
relatif rendah, 30,35 kDa, jika dibandingkan dengan koloid lain.
Pengangkut berisi NaCl 110 mmol/l. Efek ekspansi plasmasegera
dari gelatin adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan
dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Efek ekspansi plasma
akan bertahan 1-2 jam. Tidak ada batasan dosis maksimum untuk
gelatin. Gelatin dapat memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering
daripada larutan HES. Meskipun produk mentahnya bersumer dari
sapi, gelatin dipercaya bebas dari resiko penyebaran infeksi.
Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui ginjal, dan tidak ada
akumulasi jaringan.7
10
Sifat Kristaloid Koloid
Berat molekul Lebih kecil Lebih besar
Distribusi Lebih cepat: 20-30 menit Lebih lama dalam
sirkulasi (3-6jam)
Faal hemostasis Tidak ada pengaruh Mengganggu
Penggunaan Dehidrasi Perdarahan massif
Koreksi perdarahan Diberikan 2-3x jumlah Sesuai jumlah
perdarahan perdarahan
Tabel 2.3 Perbandingan Kristaloid dan Koloid.3,6
1. Cairan Pemeliharaan
Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada penyediaan
IV cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
mereka dengan rute enteral, namun sebaliknya baik dalam hal
keseimbangan cairan dan elektrolit dan penanganan (yaitu mereka yang
pada dasarnya euvolemik tanpa signifikan defisit elektrolit, kerugian yang
abnormal yang sedang berlangsung atau masalah redistribusi internal yang
kompleks). Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin adalah untuk
menyediakan cukup cairan dan elektrolit untuk memenuhi insensible losses
(500-1000 ml), mempertahankan status normal tubuh kompartemen cairan
dan memungkinkan ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500
ml.). Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%,
glukosa 5%, glukosa salin, ringer laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk
rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari saluran cerna ataupun ginjal,
glukosa 5% atau glukosa salin.8.9
11
Jumlah kehilangan air tubuh berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
- Dewasa 1,5-2 ml/kg/jam
- Anak-anak 2-4 ml/kg/jam
- Bayi 4-6 ml/kg/jam
- Neonatus 3 ml/kg/jam
Kebutuhan cairan rumatan adalah 25-30 ml/kg/hari. Kebutuhan K, Na dan
Cl kurang lebih 1mmol/kg/hari. Kebutuhan glukosa 50-100 g/hari. Setelah
cairan pemeliharaan intravena diberikan, monitor dan lakukan penilaian
ulang pada pasien. Hentikan cairan intravena jika tidak ada indikasi yang
tepat. Cairan nasogastrium atau makanan enteral lebih dipilih untuk
kebutuhan pemeliharaan lebih dari 3 hari.10,11
2. Cairan Pengganti
Banyak pasien yang membutuhkan cairan intravenamemiliki
kebutuhan spesifik untuk menutupi penggantian dari deficit cairan atau
kehilangan cairan atau elektrolit serta permasalahan redistribusi cairan
internal yang sedang berlangsung, sehingga harus dihitung untuk pemilihan
cairan intravena yang optimal. Cairan dan elektrolit intravena pengganti
dibutuhkan untuk mengangani deficit yang ada atau kehilangan yang tidak
normal yang sedang berlangsung, biasanya dari saluran pencernaan
(contoh: ileostomy, fistula, drainase nasogastrium, dan drainase bedah) atau
saluran kencing (contoh: saat pemulihan dari gagal ginjal akut). Secara
umum, terapi cairan intravena untuk penggantian harus bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit seperti kebutuhan
pemeliharaan, sehingga homeostasis dapat kembali dan terjaga.10
Lakukan penilaian cairan dan elektrolit pasien dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, monitor klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Cari
defisit, kehilangan yang sedang berlangsung, distribusi yang tidak
normal atau permasalahan kompleks lainnya. Periksa kehilangan yang
sedang berlangsung dan perkirakan jumlahnya dengan mengecek untuk
muntah dan kehilangan NG tube, diare,
12
kehilangan darah yang berlangsung. Periksa redistribusi dan masalah
kompleks lainnya dengan memeriksa pembengkakan, sepsis berat, dan
lainnya. Berikan tambahan cairan dari kebutuhan pemeliharaan rutin,
mengatur sumber-sumber cairan dan elektrolit yang lain. Monitor dan
periksa ulang pasien setelah meresepkan.10,11
4. Cairan Nutrisi
Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada
pasien yang tidaak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan
peroral. Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai
komposisi baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus
penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian nutrisi parenteral yaitu berupa:
• Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistulaenterokunateus,
atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
• Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis
berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal,
stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
• Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan,
pseudo-obstruksi dan skleroderma.
• Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan sepertipada
gangguan makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik,
hiperemesis gravidarum.12,13
13
2.3.2 Jalur Pemberian Terapi Cairan
Secara umum telah disepakati bahwa pemberian terapi cairan dilakukan
melalui jalur vena, baik vena perifer maupun vena sentral melalui kanulasi tertutup
atau terbuka dengan seksi vena.14
14
2.3.3 Terapi Cairan Perioperatif
15
Hal yang terpenting juga berdasarkan dari kondisi klinis pasien
dan prosedur operasi yang akan pasien jalani. Jumlah kehilangan darah
dapat dihitung dengan beberapa cara diantaranya:
a) Menghitung Estimated Blood Volume =65ml/kg dikalikan
dengan berat badan pasien.
b) Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit
preoperatif (RBCV preop)
c) Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit 30%
(RBCV 30%)
d) Hitung jumlah kehilangan volume sel darah merah (RBCVlost);
RBCV lost = RBCV preop –RBCV 30%
e) Hitung Allowable Blood Loss= EBV x (Hct preop –Hct 30%)/
Hct preop.1,2,7
16
3. Terapi Cairan Pasca Bedah
Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung dengan
masalah yang dijumpai, bisa mempergunakan cairan pemeliharaan,
cairan pengganti atau cairan nutrisi. Prinsip dari pemberian cairan pasca
bedah adalah2,6:
a. Dewasa:
- Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, diberikan
cairan pemeliharaan
- Apabila pasien puasa dan diperkirakan < 3 hari diberikan cairan
nutrisi dasar yang mengandung air, eletrolit,karbohidrat, dan
asam amino esensial. Sedangkan apabila diperkirakan puasa > 3
hari bisa diberikan cairan nutrisi yang sama dan pada hari ke lima
ditambahkan dengan emulsi lemak
- Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedahyang
buruk segera diberikan nutrisi parenteral total
b. Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang sama, hanya
komposisinya berbeda, misalnya dari kandungan elektrolitnya,
jumlah karbohidrat dan lain –lain.
c. Pada keadaan tertentu misalnya pada penderita syok atau anemia,
penatalaksanaanya disesuaikan dengan etiologinya.2,7,9
17
akan memendekkan pernapasan dan menyebabkan batuk, terdengar crackles
pada auskultasi dan penurunan saturasi oksigen. Manifestasi klinis ini
seringkali diikuti oleh meningkatnya denyut jantung. Gagal ginjaldan
kerusakan ventrikel yang sudah ada dapat memperburuk kondisi.
Sindrom kompartemen abdomen dan sindrom distres resprasiakut adalah
konsekuensi dari kelebihan resusitasi cairan dan kelebihan cairan.
Penanganan khusus juga harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung
atau gagal nafas, ataupun pada orang dengan resiko ketidakstabilan
hemodinamik.9
Tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk
diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon
penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi, dan denyut nadi
merupakan tanda positif yang menandakan perfusi sedang kembali ke
normal. Target terapi cairan pada syok dapat dilihat daribeberapa indikator,
diantaranya sebagai berikut.
1. Hemodinamik
- MAP > 60 – 65 mmHg (lebih tinggi targetnya pada kasus penyakit
jantung koroner)
- CVP = 8 sampai 12 mm Hg/PAOP = 12 – 15 mmHg (lebih tinggi
nilainya pada kasus syok kardiogenik)
- CI > 2.1 L/min/m2
2. Optimasi Pengiriman Oksigen
- Hemoglobin > 9 g/dL; > 7 g/L pasca syok adalah cukup − Saturasi
arterial > 92%
- MVO2 > 60%, sCVO2 > 70%
- Normalisasi serum laktat (hingga 0,5 mL/kg/jam)
3. Reverse Organ System Dysfunction
- Reverse encelopathy
- Pertahankan produksi urin > 0,5 mL/kg/jam
18
2.3 Terapi Diet
Pada pasien kritis terutama akibat trauma atau sepsis berat umumnya
mengalami berbagai perubahan metabolisme termasuk perubahan penggunaan
sumber energi dari tubuh. Selain karena intake yang terganggu, pada keadaan
tersebut umumnya terjadi suatu hipermetabolisme dan hiperkatabolisme yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan energi tubuh. Akibatnya seseorang
dengan penyakit kritis sangat mudah mengalami defisiensi nutrisi dengan akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh, penyembuhan luka yang buruk, kegagalan
fungsi organ, memperpanjang lama perawatan di rumah sakit, serta
meningkatnya mortalitas. Pada keadaan tersebut, nutrisi menjadi sesuatu yang
penting dan menjadi bagian dari terapi medikal klinis.19
19
Glukosa merupakan sumber energi utama yang digunakan oleh jaringan
yang rusak. Selain itu juga digunakan untuk tissue repair dan proses imunitas.
Sebagai contoh : sel PMN menggunakan energi dari glikolisis saat fagositosis,
fibroblast dikenal sebagai pure glycolyzers yang aktif dalam proses
penyembuhan dan semua sel dalam keadaan anaerob misalkan akibat kurangnya
perfusi ke jaringan yang rusak, sangat bergantung kepada glukosa sebagai
sumber energi. Lemak tidak dapat dimetabolisir tanpa adanya oksigen,
sedangkan cadangan glikogen terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan
glukosa yang diperlukan dalam proses penyembuhan jaringan. Penyembuhan
bergantung dari kemampuan tubuh untuk menghancurkan protein otot menjadi
glukosa melalui glukoneogenesis.20
20
Kebutuhan cairan pada orang dewasa sekitar 30–35 mL/kg/hari.
Tambahan cairan diberikan sekitar 500–750 mL/24 jam/kenaikan 1oC diatas
normal, serta tambahan untuk kehilangan cairan yang abnormal dari
gastrointestinal dan ginjal. Natrium merupakan kation ekstrasel, kebutuhan
perhari 1–2 mmol/kgBB. Kalium merupakan kation intrasel, kebutuhan perhari
1–2mmol/ kgBB.Ektra Kalium harus diberikan pada pasien- pasien dengan diet
tinggi protein. Klorida merupakan anion ekstrasel, kebutuhan 1–2
mmol/kgBB/hari. Fosfat merupakan anion intrasel, kebutuhan perhari 20–30
mmol. Kalsium kebutuhan perhari 0,1–0,15 mmol/kgBB, Magnesium kebutuhan
perhari 0,1–0,2 mmol/ kgBB. Vitamin dan trace element diberikan sesuai dengan
yang dianjurjkn oleh RDA.21
Dalam menilai kebutuhan kalori dan protein pada pasien sakit berat
seharusnya dimulai dari anamnesa untuk mengetahui status gizinya. Riwayat
adanya penurunan berat badan, anorexia, nausea, vomitus dan diare harus
dicari. Pemeriksaan fisik yang mendukung adanya defisiensi nutrisi harus
dicari (adanya dermatitis, kulit pecah-pecah, glositis atau adanya
penyembuhan luka yang buruk). Penilaian berat badan memberikan nilai yang
terbatas oleh karena pasien sakit berat umumnya mengalami retensi atau
kehilangan cairan sehingga berat badan tidak selalu berhubungan dengan
status gizi.21
Kebutuhan protein dapat dihitung dari kadar urin urea nitrogen (UUN).
Protein balance (gr/hari)= Protein intake -Protein catabolic rate Protein
catabolic rate (gr/hari) = [24 jam UUN (gr) + 4] x 6,25.Angka 4 ditambahkan
dari kehilangan nitrogen yang tak terukur dalam urin ( kre-atinin dan asam
urat), keringat, rambut, kulit dan feses. Angka 6,25 didapatkan dari jumlah
protein yang digunakan untuk pembentukan setiap gram nitrogen.Nitrogen
balance adalah nitrogen intake dikurangi nitrogen yang hilang di urin dan
tempat lain. Nitrogen balance yang negatif tidak harus segera diperbaiki
dalam waktu singkat, biasanya 1–2 minggu. Bila terjadi perbaikan pada
nitrogen balance menunjukkan bahwa nutrisi yang diberikan cukup adekuat
atau proses katabolisme sudah mulai berkurang. 21
22
Kebutuhan kalori perhari antara 25–35 Kcal/ kg dan protein 1–1,5
gr/kg. Pada pasien multiple trauma dan luka bakar kebutuhan protein dapat
meningkat antara 2–2,5 gr/kg. Komposisi karbohidrat umumnya antara 60%–
80% dari total kalori, lemak 20%–40% dan protein 10%–20% dari total
kalori. 21
Tabel 2.5 Perkiraan Kebutuhan Energi Berdasar BMR pada Orang Dewasa.21
24
memiliki efek hemat-protein yang lebih besar dibandingkan glukosa, tapi
asam amino tanpa glukosa tidak sepenuhnya mencegah balans nitrogen
negatif setelah operasi mayor. Lebih mahalnya cairan asam amino dibanding
potensi manfaatnya telah mencegah popularitas penggunaannya
menggantikan glukosa untuk terapi jangka pendek. Infus perifer emulsi lemak
dapat diberikan sebagai sumber kaloti nonprotein untuk menambah cairan
yang disuplai glukosa.18
2.3.5 Terapi Parenteral Jangka Panjang
TPN (hiperalimentasi IV) adalah teknik memberikan kebutuhan nutrisi total
dengan infus asam amino digabungkan dengan glukosa dan sejumlah lemak yang
beragam. Massa tubuh tanpa lemak dijaga, penyembuhan luka ditingkatkan, dan
mungkin ada juga perbaikan pada mekanisme respon imun yang terganggu. Istilah
total parenteral nutrition (TPN) digunakan ketika satu-satunya sumber suplai
makanan hanya melalui rute parenteral.18
Cairan TPN mengandung proporsi kalori dari glukosa yang besar sehingga
bersifat hipertonik. Karena hal ini, cairan ini harus diinfuskan melalui vena sentral
dengan aliran darah yang tinggi untuk memberikan dilusi yang cepat. Kateter
biasanya dipasang secara perkutan ke vena subklavia dan diarahkan ke atrium
kanan. Cairan nutrisi parenteral biasanya diinfuskan secara terus-menerus selama
24 jam. Karena cairan yang digunakan saat ini tidak hipertonik dan hiperkalorik
seperti dulu, tidak ada kekhawatiran bahwa pasien akan menjadi hipoglikemi jika
infus diberhentikan secara tiba-tiba tapi tetap harus dipertimbangkan. Elektrolit
serum, konsentrasi gula darah, dan blood urea nitrogen harus diukur secara
periodik selama TPN. Tes fungsi hepar dan ginjal juga direkomendasikan tapi
dapat dilakukan dalam interval yang lebih jarang.18
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Dalam Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th
ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 –230.
12. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, et al: ESPEN Guidelines on
Parenteral Nutrition: surgery. Clin Nutr 2009;28:378.
13. Weimann A, Braga M, Harsanyi L, et al: ESPEN Guidelines on Enteral
Nutrition: surgery including organ transplantation. Clin Nutr 2006;25:224
14. Gaol, H. L., Tanto, C. & Pryambodho, 2014. Terapi Cairan. In: C. Tando,
F. Liwang, S. Hanifati & E. A. Pradipta, eds. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, pp. 561-564.
15. Brugnolli, A, RN, MSN, Canzan F, RN, MSN, PhD. 2017. Fluid Therapy
Management in Hospitalized Patients: Results From a Cross- sectional
Study.
16. Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting.
Journal of Intensive Care. 2016; 4 : h.27 –39.
17. Sukarata, I Putu RD. (2017). Terapi Cairan. Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan
Terapi Intensif. Denpasar: Universitas Udayana Press; 6-20.
18. Michael J. Muray. 2015. Nutrition. STOELTING’S : Pharmacology &
Physiology in Anesthetic Practice. Edisi 5. Hal 716-731. USA : Wolters
Kluwer Health.
19. Griffiths DR, Bongers T. Nutrition support for patients in the intensive care
unit. Postgrad Med J. 2005;81:629–36.
20. Elamin M, Camporesi E. Evidence-based Nutritional Support in the Intensive
Care Unit in international anesthesiology clinics, Lippincott Williams &
Wilkins; 2009. hlm. 121–38.
21. Kestriani ND, Budipratama D, Pradian E. Terapi Nutrisi pada Pasien di ICU
NutritionTherapy in ICU Patiens. Anesth Crit Care. 2015;33(3):226–34.
22.
28