Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

“KONSEP RESUSITASI CAIRAN”

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
1. Sella Pratimi (P051202200)
2. Sukma Wijaya (P05120220081)
3. Yopen Mardiansyah (P051202200)

Dosen Pembimbing :

Ns.Husni,S.Kep.,M.Pd

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D
III TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul
tentang “Konsep Resusitasi Cairan”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Tujuan penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas belajar pada prodi keperawatan
Politeknik Kesehatan Bengkulu, dimana diharapkan mahasiswa sebagai calon perawat dapat dan
mampu memahami dan mengaplikasikan ilmunya baik untuk dirinya sendiri ataupun di
masyarakat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan mahasiswa dan dosen
pembimbing untuk kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Bengkulu, 11 Agustus 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2

C. Tujuan............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3

A Manajemen Resusitasi Cairan.......................................................................................3

B. Jenis Cairan...................................................................................................................3

C. Indikasi Resusitasi Cairan.............................................................................................9

D. Prinsip Resusitasi Cairan..............................................................................................12

E. Pemilihan Cairan Intravena..........................................................................................13

F. Kontraindikasi Resusitasi Cairan..................................................................................15

G. Konsep Asuhan Keperawatan......................................................................................15

BAB III PENUTUP......................................................................................................................24

A. Kesimpulan...................................................................................................................24

B. Saran.............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................25

ii
A. Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat
dan bagianyang cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan
yang lain. Sedangkan bagian yang cair berupa cairan intraselular dan
ekstraselular. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi plasma darah sebanyak 5% dan
cairan interstitial sebanyak 15%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler,
seperti cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain-
lainnya. Dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler, terdapat elektrolit-elektrolit
utama yang berbeda. Elektrolit utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium
dan klorida, sedangkan elektrolit utama dalam cairan intraseluler adalah kalium,
magnesium, kalsium, dan fosfat. Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan oleh sel-
sel dalam tubuh agar dapat menjaga dan mempertahankan fungsinya, sehingga
tercipta kondisi yang sehat pada tubuh manusia.
Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur
sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.
Apabila terjadi gangguan keseimbangan, baik cairan atau elektrolit, maka akan
memberikan pengaruh pada yang lainnya. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom
malabsorbsi, ekskresi keringat yang berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang
tidak disadari (insesible water loss) secara berlebihan oleh paru-paru, perdarahan,
berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi
cairan agar volume cairan tubuh yang hilang, dengan segera dapat digantikan.
Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen
dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input
cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air
dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan
cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah yaitu
Bagaimana Konsep Resusitasi Cairan?

C. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini, adapun tujuan yang hendak dicapai yaitu:
1. Untuk mengetahui mengenai Manajemen Resusitasi cairan
2. Untuk mengetahui mengenai Jenis cairan
3. Untuk mengetahui mengenai Indikasi Resusitasi cairan
4. Untuk mengetahui mengenai Prinsip Terapi Cairan
5. Untuk mengetahui mengenai Pemilihan Cairan Intravena
6. Untuk mengetahui mengenai Kontraindikasi Resusitasi cairan
7. Untuk mengidentifikasi Asuhan Keperawatan Syok

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Resusitasi
cairan

Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen


dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input
cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air
dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan
cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.

Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan


pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan
akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan
mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit,
plasma, atau darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah
mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus
Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test.
Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika
hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.

Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok


hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar
dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan
yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok.
Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma
atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama
atau emesis, dan pankreatitis akut.

B. Jenis Cairan
Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan
koloid atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang
mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini
bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan
koloid yaitu cairan yang BM nya tinggi 7,8.
3
1. Cairan Kristaloid
a. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh
karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler
seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit
terutama pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan
cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai
cairan resusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%.

b. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer
laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi
intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar
dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan
waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding dengan cairan
koloid.

c. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler
utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan
intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus
internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek inotropik
positif antara lain mevasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan
ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka
bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan,
contohnya NaCl 3%

Beberapa contoh cairan kristaloid :

1) Ringer Laktat (RL)


Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L,
Kalium 4 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28
mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme di dalam hati dan sebagian
kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan

4
terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat
dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan H2O
(80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20%
dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk
HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena
komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan
ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut.
Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam
berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa
diguyur.

2) Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109
mEq/l, Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l.
Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik
dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di
dalam otot, sedangkan laktat di dalam hati. Laju metabolisme
asetat 250 – 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam.
Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara
asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil
ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan
mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa
mengganti pemakaian Ringer Laktat.

3) Glukosa 5%, 10% dan 20%


Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter ,
200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal
jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada
keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal
ginjal akut dengan oliguria.

4) NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan
154 mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti

5
dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia
yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis
metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue
dan renjatan kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan
dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada anak dan bayi
sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan cairan
lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %.

2. Cairan Koloid
a. Albumin, Terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Albumin endogen.
Albumin endogen merupakan protein utama yang
dihasilkan dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000
sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino.
Albumin merupakan protein serum utama dan berperan
80% terhadap tekanan onkotik plasma.

Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik


plasmanya 1/3nya.

2. Albumin eksogen.
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin
eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin
eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma
manusia yang dimurnikan.

Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam


fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan
meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan.Hal
ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma.

Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke


intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.
Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan

6
depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat
dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator
prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu harganya pun lebih
mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan ini digunakan pada
sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.

3. HES (Hidroxy Ethyl Starch)


Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini
mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang
sangat heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis.
Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310
mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang
polimer glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan
volume ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat
berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah
cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi.
Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan
darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.

4. Dextran
Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan
berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang
dikembang biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu
sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran
70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). sediaannya terdapat dalam
konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat
dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih
efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik
dibadingkan dengan dextran 40.
Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10%
dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat
oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat

7
menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian
lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler.
Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan
menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor
oksigen. Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma nefrotik dan dengue
syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik
dan gangguan pembekuan darah.

5. Gelatin
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada
orang dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:

1) Modified Fluid Gelatin (MFG)


2) Urea Bridged Gelatin (UBG)

Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini


punya efek volume expander yang baik pada kegawatan.
Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.

3. Cairan Kombinasi
a. KaEn 1 B (GZ 3 : 1)
Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida
38,5 mEq/L. Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini digunakan sebagai
cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia, status asmatikus
dan bronkiolitis.

b. Cairan 2a
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 %
dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat
55gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150 mmol/L dan
klorida 150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan
komplikasi dan bronkopneumoni dengan komplikasi. Sedangkan
campuran glukosa 10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1:1

8
digunakan pada bronkopneumoni dengan dehidrasi oleh karena
intake kurang.

c. Cairan G:B 4:1


Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan Natrium
Bikarbonat 1,5 % yang merupakan campuran dari 500 cc Glukosa
5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%. Cairan ini digunakan
pada neonatus yang sakit.

d. Cairan DG
Cairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium
18mEq/L serta Laktat 27 mEq/L dan Klorida 52 mEq/L
serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan pada diare
dengan komplikasi.

e. Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)


Cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan
bicarbonat 25 mEq/25ml. Cairan ini digunakan pada
keadaan asidosis akibat defisit bicarbonat.9 Sediaan dalam
bentuk flakon sebanyak 25 ml dengan konsentrasi 8,4%
( 84 mg/ml)

f. Cairan RLD
Cairan yang terdiri dari I bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa
5% yang bisa digunakan pada demam berdarah dengue .

g. Cairan G:Z 4:1


Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL
0,9% yang bisa digunakan pada dehidrasi berat karena diare murni.

C. Indikasi Resusitasi Cairan


Indikasi resusitasi cairan adalah ketidakstabilan hemodinamik.
Ketidakstabilan hemodinamik atau syok yang diindikasikan untuk mendapatkan

9
resusitasi cairan, antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok
distributif.

1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple
organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat
1) Penyebab
a. Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang
sering/frekuensi, peritonitis)
b. Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)
c. Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma (perdarahan
post partum / HPP massif, KET-kehamilan ekstra-uterina
terganggu)).
2) Tanda Gejala
a. Perubahan perfusi perifer: Ekstremitas: dingin, basah dan pucat,
Capillary refill time memanjang > 2 detik
b. Tachikardia
c. Pada keadaan lanjut: Takipneu, Penurunan tekanan darah,
Penurunan produksi urine dan Tampak pucat, lemah, apatis,
kesadaran menurun
3) Tindakan
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan
berikan infus cairan kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah
kristaloid melebihi yang hilang.

Syok Hipovolemik (Dehidrasi, Muntah, Diare, Peritonitis)


Klasifikasi Klinis Pengolahan
Dehidrasi - Nadi normal atau Penggantian
ringan meningkat volume Cairan
Kehilangan - Selaput lendir kering yang Hilang
cairan tubuh dengan Cairan
sekitar 5 % kristaloid NACL

10
BB 0,9% atau ringer
laktat atau ringer
asetat
Dehidrasi - Nadi cepat Penggantian
sedang - Tekanan darah turun volume cairan
Kehilangan - Selaput lender kering yang hilang
cairan tubuh - Oliguria dengan cairan
sekitar 8 % - Status mental tampak lesu kristaloid (NaCL
BB dan lemas 0,9% atau
Ringer Laktat
atau Ringer
Asetat
Dehidrasi - Nadi sangat cepat, kecil, Penggantian volume
cairan yang hilang
berat sulit diraba
Dengan cairan
Kehilangan - Tekanan darah turun kristaloid (NaCL
0,9% atau Ringer
cairan tubuh - Anuria
Laktat atau Ringer
sekitar 10 - Selaput lender pecah-pecah Asetat
% BB - Kesadaran menurun

2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan syok yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jantung untuk mempertahankan cardiac output. Kondisi ini disebabkan oleh
depresi berat cardiac index kurang dari 2,2 L/menit/m2 dan hipotensi sistolik
arterial yang menetap kurang dari 90 mmHg. Keadaan syok kardiogenik
merupakan pump failure yang dapat disebabkan oleh:

a. Infark miokard
b. Aritmia
c. Gagal jantung

11
Seperti jenis syok lain, syok kardiogenik dapat menyebabkan pasien
mengalami penurunan kesadaran, lemas, dan takipnea. Pasien dapat
mengeluhkan nyeri dada, sesak, dan keringat dingin. Nadi dapat teraba cepat
atau sangat lambat dengan tekanan yang lemah.

3. Syok Distributif
Syok distributif merupakan syok yang disebabkan oleh penurunan stroke
volume akibat penurunan venous return karena dilatasi pembuluh darah. Dilatasi
pembuluh darah ini dapat disebabkan oleh:
a. Infeksi berat
b. Neurogenik
c. Reaksi anafilaksis
Jenis syok ini terjadi ketika pembuluh darah kehilangan
kemampuannya untuk mengalirkan darah dengan benar. Sebagai
akibatnya,aliran darah dan oksigen ke organ-organ vital mejadi terganggu.
Syok distributif dapat dibagi lagi menjadi 3 tipe di bawah ini:

a. Syok anafilaksis, yaitu komplikasi dari reaksi alergi yang sangat


parah (anafilaksis). Pemicu reaksi ini biasanya datang dari makanan,
sengatan serangga, maupun obat-obatan tertentu.
b. Syok septik yang disebabkan oleh sepsis. Sepsis adalah komplikasi
dari infeksi bakteri yang sangat parah, yang menyebabkan adanya
bakteri yang masuk ke dalam aliran darah danmemicu kerusakan
serius pada organ-organ dalam.
c. Syok neurogenik yang terjadi akibat kerusakan pada sistem saraf
pusat. Penyebab kerusakan ini umumnya adalah cedera pada saraf
tulang belakang.
Gejala syok, seperti penurunan kesadaran dan tekanan darah, juga terjadi
pada syok distributif. Pasien dengan syok distributif akan mengalami gejala lain
sesuai dengan penyebabnya, seperti demam, sesak, atau nyeri.

D. Prinsip Terapi Cairan

12
Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan
pasien. Pemilihan cairan sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolik yang ada. Secara sederhana tujuan
terapi cairan dibagi atas resusitasi atau pengganti yaitu untuk mengganti
kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kehilangan harian.
Kebutuhan air dan elektrolot sebagai terapi dapat dibagi atas 3 kategori:

1) Terapi pemeliharaan atau rumatan


Sebagai pengganti cairan yang hilang melalui pernafasan, kulit, urin
dan tinja ( Normal Water Losses = NWL). Kehilangan cairan melalui
pernafasan dan kulit disebut Insesible Water Losses (IWL). Kebutuhan cairan
pengganti rumatan ini dihitung berdasarkan kg BB. Kebutuhan cairan untuk
terapi rumatan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan C diatas aktifitas
terutama IWL oleh karena itu setiap kenaikan suhu 1 C kebutuhan cairan
ditambah 12%. Sebaliknya IWL akan suhu tubuh 37 menurun pada keadaan
menurunnya aktivitas seperti dalam keadaan koma dan keadaan hipotermi
maka kebutuhan cairan rumatan harus dikurangi 12% C dibawah suhu tubuh
normal. Cairan pada setiap penurunan suhu 1 intravena untuk terapi rumatan
ini biasanya campuran Dextrosa 5% atau 10% dengan larutan NaCl 0,9%
4:1 , 3:1, atau 1:1 yang disesuaikan dengan kebutuhan dengan menambahkan
larutan KCl 2 mEq/kgBB.

2) Terapi deficit
Sebagai pengganti air dan elektrolit yang hilang secara abnormal
(Previous Water Losses=PWL) yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya
berkisar antara 5-15% BB. Biasanya kehilangan cairan yang menyebabkan
dehidrasi ini disebabkan oleh diare, muntah-muntah akibat stenosis pilorus,
kesulitan pemasukan oral dan asidosis karena diabetes.

Berdasarkan PWL ini derajat dehidrasi dibagi atas ringan yaitu kehilangan
cairan sekitar 3-5% BB, dehidrasi sedang kehilangan cairan sekitar 6-9% BB
dan dehidrasi berat kehilangan cairan berkisar 10% atau lebih BB.

13
3) Terapi pengganti kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung
( Concomitant water losses=CWL).
Kehilangan cairan ini bisa terjadi melalui muntah dan diare yang masih
tetap berlangsung, pengisapan lendir, parasentesis dan lainnya. Jumlah
kehilangan CWL ini diperkirakan 25 ml/kgBB/24 jam untuk semua umur.
Untuk mengatasi keadaan diatas diperlukan terapi cairan. Bila pemberian
cairan peroral tidak memungkinkan, maka dicoba dengan pemberian cairan
personde atau gastrostomi, tapi bila juga tidak memungkinkan, tidak
mencukupi atau membahayakan keadan penderita, terapi cairan secara intra
vena dapat diberikan.

E. Pemilihan Cairan Intravena


Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan
parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi
medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting
yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2


liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan
cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah
cedera luka bakar.

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan


kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping.
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh
tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok


hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler.

14
RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan
kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma
syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan
sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat


metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan
asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai
tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan
asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien
sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk
mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian
F. Kontraindikasi Resusitasi cairan
Tidak terdapat kontraindikasi absolut pada resusitasi cairan. Pemberian
cairan secara agresif pada resusitasi cairan perlu dihindari pada pasien yang tidak
mengalami ketidakstabilan hemodinamik. Pemberian cairan secara agresif tidak
sesuai indikasi akan menimbulkan komplikasi pada pasien seperti edema paru
akut hingga kematian.
Pada kasus yang jarang terjadi, pasien dapat mengalami reaksi alergi
terhadap beberapa jenis cairan. Bila pasien menunjukan reaksi alergi terhadap
cairan yang diberikan, pemberian cairan harus dihentikan segera.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Pengkjian Primer
a. Airway

15
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen
diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100
mmHg.

b. Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada
dada.

c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan


Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena
yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka
eksternal biasanya dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan
pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan ekstremitas.
Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase pra
RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)
dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior,
tetapi alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus.
Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang.

d. Disability – Pemeriksaan Neurologis


Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah
menentukan tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai
perfusi otak.

2) Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien

16
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara
sehingga riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau
orang yang mengetahui kejadiannya
b. Keluhan utama
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan
obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti
klien sebelumnya.

f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia),
Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal)dan Basah pada fase
lanjut syok (sering kering pada syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg
(lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap
hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik,
respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan.
Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

17
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di
jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik,
kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik
meninggi pada syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2
menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2
karena adanya aliran pintas di paru)
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit,
kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
2) Analisa gas darah
3) EKG

18
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre
load dan afterload, kontraktilitas jantung.
b. Perfusi jaringan tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2,
gangguan aliran arteri dan vena
c. Defisit Volume Cairan Berhubungan dengan:Kehilangan volume cairan
secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan.

3. Intervensi keperawatan

Diagnosa keperawatan masalah Rencana keperawatan Intervensi


Tujuan dan kriteria hasil SIKI

SLKI
Penurunan curah jantung b/d Setelah dilakukan Observasi :
gangguan irama jantung, stroke tindakan keperawatan
selama 3x24 jam, - Evaluas
volume, pre load dan afterload, diharapkan :
i adanya
kontraktilitas jantung. - Cardiac Pump nyeri
DO/DS: effectiveness dada
- Aritmia, - Circulation - Catat
takikardia, Status adanya
bradikardia - Vital Sign disritmia
- Palpitasi, Status
jantung
oedem - Tissue
- Catat
- Kelelahan perfusion:
adanya
- Peningkatan/pen perifer tanda dan
urunan JVP Setelah dilakukan gejala
- Distensi vena asuhan Selama penuruna
jugularis penurunan n cardiac
- Kulit dingin dan kardiak putput
lembab output klien teratasi - Monitor
- Penurunan dengan kriteria hasil: status
denyut nadi - Tanda Vital - Pernafasan
perifer dalam rentang Monitor
18
normal
(Tekanan

18
- Oliguria, kaplari darah, Balance
refill lambat Nadi,respirasi) cairan
- Dapat -Monitor
- Nafas pendek/
mentoleransi respon
aktivitas, pasien
tidak - Ada terhadap
kelelahan efek
Tidak ada pengobatan
edema paru, antiaritmia
perifer, dan - Atur
tidak period
adaasites e
latihan
- Tidak
dan
adapenurun
istirah
an Tidak
at
ada edema
untuk
paru,
mengh
perifer, dan
indari
tidak ada asites
Kelela
- Tidak
han
ada
-Monitor
penuruna
adanya
n
dyspneu
- Tidak ada
, fatigue,
distensi vena
tekipneu
leher
dan
- Warna kulit
ortopne
normal
u
-Monitor
TD,
nadi
,

19
suh
u,
dan
RR
-Monitor VS saat
pasien
berbaring,

duduk, atau
berdiri
- Monitor
TD, nadi,
RR,
sebelum,
selama,
dan
setelah
aktivitas
- Monitor
jumlah,
bunyi
dan
irama
jantung
Monitor
suhu,
warna,
dan
kelemba
ban
kulit
-Monitor
sianosis
- Monit

20
or
adany
a
tekan
an
nadi
yang
meleb
ar,
bradi
kardi
- peningk
atan
sistolik
Setelah dilakukan Observasi :
Perfusi jaringan tidak pemeriksaan selama
Monitor
efektif b/d gangguan afinitas Hb 3x24 jam maka
diharapkan : nyeri
oksigen,
- Cardiacpump - dada
penurunan konsentrasi Hb,
Effectiveness (durasi,
Hipervolemia, Hipoventilasi,
Circulation status intensitas
gangguan transport O2,
- Tissue Prefusion : dan
gangguan aliran
cardiac, faktor-
periferal Faktor
arteri dan vena DS:
- Vital Sign Statusl presipitasi)
Nyeri dada
Observasi
Sesak nafas Perubah
DO: Setelah dilakukan asuhan an ECG
-
AGD abnormal selama…ketidakefektifan Ausk
Aritmia perfusijaringan Ults
Bronko spasme kardiopulmonal teratasi I
Kapilare refill > 3 dtk dengan kriteria hasil: Sua
Retraksi dada - Tekanan systole dan Ra
- Penggunaan otot-otot diastole dalam rentang Jant

yang diharapkan Ung

21
- CVP dalam batas normal
- Nadi perifer kuat dan

22
tambahan simetris dan
- Tidak ada oedem par
perifer dan asites u
Denyut jantung, Monitor irama

- dan

AGD, ejeksi fraksi dalam jumlah

batas normal denyut


jantung
Bunyi jantung abnormal
-Monito
tidak ada nyeri dada
r
kelelahan yang ekstrem
elek
tidak ada
troli
t
(pot
assi
m
dan
mag
nesi
um)
-Monitor status
cairan
-Evaluasi
oedem
perifer
dan
denyut
nadi
- Monit
or
pening
katan
kelela

23
han
dan
kecem
asan
- Jelask
an
pemba
tasan
intake
kafein
,
sodiu
m
kolest
erol
dan
lemak
Kelola
pemberia
n obat-
obat:
analges
ik, anti
koagula
n,
nitrogli
serin,

vasodil
ator
dan
diuretik
.

24
-

Defisit volume cairan fluit baance


berhubungan -Hydration Mempert
dengan:Kehilangan volume - Nutritional Status : Food ahankan
cairan secara aktif, and Fluid Intake catatan
Kegagalan mekanisme Setelah dilakukan intake
pengaturan tindakan keperawatan dan
DS : selama…. defisit volume output
- Haus cairan teratasi dengan yang
DO: kriteria hasil: akurat

- Penurunan turgor kulit/lidah - Monitor


-Mempertahankan status
- Membran
urine output sesuai hidrasi
mukosa/kulit
dengan usia dan BB, BJ - nadi
kering
urine normal, adekuat,
- Peningkatan denyut tekanan
-Tekanan darah, nadi, suhu
nadi, darah
tubuh dalam batas normal
penurunan tekanan darah, ortostati
-Tidak ada tanda tanda
penurunan k ),
dehidrasi,
- volume/tekanan nadi jika
-Elastisitas turgor kulit
- Pengisian vena menurun diperluk
baik,
- Perubahan status mental an
-membran mukosa lembab,
- Konsentrasi urine meningkat tidak Monitor
Temperatur tubuh hasil
meningkat -ada rasa haus yang lab yang
- Kehilangan berat berlebihan sesuai
- badan secara tiba tiba -Orientasi terhadap waktu
dengan
penurunan urine HMT dan
retensi
meningkat Kelemahan tempat baik
cairan
-Jumlah dan irama
- (BUN , Hmt
Pernapasan ,

25
Ph urine norma osmolalit
Intake oral intravena as urin,
dan albumin,
adekuat total
-
protein )
- Monitor
vital
sign
setiap
15menit
– 1
jam
- Kolaborasi
pemberia
n cairan
IV
Monitor
status nutrisi
-Berikan
cairan
oral
-Berikan
pengganti
an
nasogatri
k sesuait
ouput
100 cc
jam
persiapk
an untuk
tranfusi
Pasang

26
kateter
jika perlu
- Monitor
intake
dan urin
output
setiap 8
jam

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat
berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus
sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit.
Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi
penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada
fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut.
Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang
terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.
Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika
hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik.
Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera
dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk
segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari
hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti
luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut.

28
B. Saran
Dengan mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami
mengenai resusitasi cairan dan ketika menemukan klien yang klien yang mengalami
mengalami syok sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Dan mahasiswa
mampu mengaplikasikan dalam asuhan keperawatan pada klien dengan masalah syok
dan resusitasi cairan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: ECG
David SS. 2016. Clinical Pathways in Emergency Medicine.
Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Doyle GR, McCutcheon JA. 2015. Clinical Procedures for Safer Patient Care. Hahn
RG. 2017. Adverse Effects of Crystalloid and Colloid Fluids. Anaesthesiology Intensive
Therapy.
Shirley A. Jones. 2016. Seri panduan klinis BLS, ACLS, dan PALS . Jakarta : EMS ,
Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA
NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.

30
31

Anda mungkin juga menyukai