Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PEMASANGAN INFUSE DAN MENGHITUNG

KEBUTUHAN CAIRAN PERAWATAN INFUSE

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Hendri Efendi 200101114P
Guruh Arie Sandi 200101075P
Ayu Nindyasari 200101086P
Riska Khusnul Khotimah 200101109P

Santi Suryani 200101108P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS


AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan baik yang berjudul “Pemasangan Infuse dan Menghitung Kebutuhan Cairan
Perawatan Infuse “ makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi
standar proses pembelajaran pada mata kuliah Keperawatan Anak.

Meskipun telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari bahwa makalah
ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari
semua pihak demi perbaikan di hari kemudian.

Akhir kata, penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran
di Fakultas Ilmu Keperawatan.

Bandar Lampung, Desember 2020

Penyusun

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

JUDUL………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1.1 Prosedur Pemenuhan Kebutuhan Cairan


dan Elektrolit….………………………………………………… 2
2.1.2 Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengaturan Cairan…………... 2
2.1.3 Kebutuhan Elektrolit……………………………………………. 3
2.1.4 Pengaturan Elektrolit……………………………………………. 3
2.1.5 Jenis cairan infus………………………………………………... 4
2.1.6 Pembagian cairan lain berdasarkan kelompoknya……………… 5
2.1.7 Macam-macam cairan infus…………………………………….. 5
2.1.8 Gangguan/Masalah Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Cairan………………………………………………. 9
2.1.9 Pemasangan Infus………………………………………………. 11
2.1.10 Cara Menghitung Tetesan Infus………………………………… 17

BAB III PENUTUP

3.1.1 Kesimpulan ................................................................................ 20

3.1.2 Saran ......................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis
kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari total berat
badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan,
presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir
sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa
55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain itu, presentase
jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis
kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa
mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak
pada tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria
dewasa.
Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit adalah dengan pemberian cairan melalui infus. Pemberian
cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan
pengobatan dan pemberian makanan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa tujuan pemasangan infus?
2. Bagaimana prosedur pemasangan infus ?
3. Bagaimana cara menghitung tetesan infus ?
4. Apa manfaat pemasangan infus ?
5. Bagaimana prosedur dalam pemasangan dan pelepasan infus?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui tujuan pemasangan infus.
2. Untuk mengetahui prosedur pemasngan infus.
3. Untuk mengetahui cara menghitung tetesan infus.
4. Untuk mengetahui manfaat pemasangan infus.
5. Untuk mengetahui cara prosedur pemasangan dan pelepasan infus

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemasangan Infuse dan Menghitung Kebutuhan Cairan Perawatan Infuse


2.1.3 Prosedur Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh manusia.
Kebutuhan cairan dan elektrolit bagi manusia berbeda-beda sesuai dengan tingkat usia
seseorang, seperti bayi mempunyai kebutuhan cairan yang berbeda dengan usia dewasa.
Bayi mempunyai tingkat metabolisme air lebih tinggi mengingat permukaan tubuh yang
relatif luas dan presentase air tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.
Kebutuhan cairan sangat dibutuhkan tubuh dalam mengangkut zat makanan ke dalam
sel, sisa metabolisme, sebagai pelarut elektrolit dan nonelektrolit, memelihara suhu
tubuh, mempermudah eliminasi, dan membantu pencernaan. Di samping kebutuhan
cairan, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, dan fosfat) sangat penting untuk
menjaga keseimbangan asam-basa, konduksi saraf, kontraksi muskular dan osmolalitas.
Kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi
system organ tubuh terutama ginjal. Untuk mempertahankan kondisi cairan dan
elektrolit dalam keadaan seimbang maka pemasukan harus cukup sesuai dengan
kebutuhan. Prosedur pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam pelayanan
keperawatan dapat dilakukan melalui pemberian cairan per oral atau intravena.

2.1.2 Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengaturan Cairan


a. Tekanan cairan
Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan.dalam proses
osmosis, tekanan osmotik merupakan kemampuan partikel pelarut untuk menarik
larutan melalui membran. Bila terdapat dua larutan dengan perbedaan konsentrasi
maka larutan yang konsentrasi molekulnya lebih pekat dan tidak dapat bergabung
disebut koloit. Sedangkan larutan dengan kepekatan yang sama dan dapat bergabung,
maka larutan itu disebut kristaloit.
Prinsip tekanan osmotik sangat penting dalam proses pemberian cairan intra vena
biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus intravena bersifat

2
isotonik karena mempunyai konsentrasi yang sama dengan plasma darah. Larutan
intravena yang hipotonik, yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi kurang pekat
dibanding konsentrasi plasma darah. Hal ini menyebabkan, tekanan osmotik plasma
akan lebih besar dibanding dengan tekanan osmotik cairan interstisial karena
konsentrasi protein dalam plasma lebih besar dibanding cairan interstisial dan molekul
protein lebih besar, sehingga bentuk larutan koloid dan sulit menembus membran
semipermiabel.
b. Membran semipermiable
merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak bergabung.
Membran semipermiable ini terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah, yang
terdapat diseluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.

2.1.3 Kebutuhan Elektrolit


Elektolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen,
nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut dengan
ion. Beberapa jemis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit.
Contohmya NaCl akan dipecah menjadi ion Na dan CI . pecahan elektrolit tersebut
merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negatif
disebut anion sedangkan ion yang bermuatan positif disebut kation. Contoh kation antara
lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium.
Contoh anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.

2.1.4 Pengaturan Elektrolit


a. Pengaturan keseimbangan natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmolaritas
dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan ekstrasel.
b. Pengaturan keseimbangan kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi
mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan
mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal.

3
c. Pengaturan keseimbangan kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls
kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah), dan membantu beberapa enzim
pankreas.
d. Pengaturan keseimbangan magnesium
Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan
intrasel. Keseimbanganya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari
saluran pencernaan.
e. Pengaturan keseimbangan klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat
ditemukan pada cairan eksternal dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan
natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.
f. Pengaturan keseimbangan bikarbonat
Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga) dalam
tubuh.
g. Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4)
Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan tulang.
Fosfat diserap dari saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine

2.1.5 Jenis cairan infus


1) Cairan hipotonik
Osomolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada didalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipopolemi (kekurangan cairan tubuh, shingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung, kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-
Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis ( NaCl 0,9 %).
2) Cairan hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan
elektrolit jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, menikkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).

4
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik misalnya dextroce 5 %, NaCl
45 % hipertonik, dextroce 5 %+ Ringer Laktat , dextroce 5 %+NaCl 0,9 %, produk
drah (darah), dan albumin.

2.1.6 Pembagian cairan lain berdasarkan kelompoknya


a) Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat,dan berguna pada
pasien yang memerlukan cairan segar. Misalnya : Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
b) Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar
dari membran kapiler dan tetap ada pada pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik,
dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contoh : albumin dan steroid.

2.1.7 Macam-macam cairan infus


a. Asering
Indikasi :
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi : gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF) , luka bakar, syok hemoragik, dehidrasiberat, trauma.
Komposisi :
Setiap liter sering mengandung :
a) Na 130 mEq
b) K 4 mEq
c) Cl 109 mEq
d) Ca 3 mEq
e) Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan :
1) Asetat di meabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati.
2) Pada pemberian sebelum oprasi cesare RA mengatasi asidosis laktat lebih baik di
bandingkan RL pada neonatus.

5
3) Pada kasus bedah, aetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anastesi
dengan isofluran.
4) Mempunyai efek vasodilator.
5) Pada kasus stoke akut , penambahan MgSO4 20% sebanyak 10 ml pada 1000 ml
RA dapat meningkatkan, tonisitas larutan infus sehingga memperkecil resiko
memperburuh edema cerebral.

b. KA-EN 1B
Indikasi:
1) Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus
emergensi(dehidrasi karena asupan oral tidak memadahi, demam)
2) < 24 jam pasca operasi.
3) Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya
300 sampai 500 ml perjam (dewasa) dan 50-100 ml perjam pada anak-anak.
4) Bayipremtur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak di berikan ebih dari 100 ml
perjam.

c. KA-EN 3A dan KA-EN 3B


Indikasi :
1) Larutan rumatan nasioal untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas.
2) Rumatan untuk kasus pasca oprasi (>24 sampai 48 jam)
3) Mensuplai kalium sebesar 10 mEq / L untuk KA-EN 3A
4) Mensuplai kalium sebesar 20 mEq er L untuk KA-EN 3B.

d. KA-EN MG3
Indikasi :
1) Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan supa oral
terbatas.

6
2) Rumatan untuk kasus pasca oprasi (>24 sampai 48 jam).
3) Mensuplai kalium 20 mEq / L
4) Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L.
e. KA-EN 4A
Indikasi :
1) Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak.
2) Tanpa kandungan kalium, sehingga dpat di berikan pada asien dengan berbagai
kadar konsentrasi kalium serum normal.
3) Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml) :
a) Na 30 mEq/L
b) K 0 mEq/L
c) Cl 20 mEq/L
d) Laktat 10 mEq/L
e) Glukosa 400 gr/L

f. KA-EN 4B
Indikasi :
1) Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun.
2) Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan resiko
hipokalemia.
3) Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik.
Komposisi :
a) Na 30 mEq/L
b) K 8 mEq/L
c) Cl 28 mEq/L
d) Laktat 10 mEq/L
e) Glukosa 37,5 gr /L

7
g. Otsu – NS
Indikasi :
1) Untuk resusitasi
2) Kehilangan Na> Cl , misalnya : diare
3) Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokorpikal, luka bakar)

h. Otsu – RL
Indikasi :
1) Resusitasi
2) Suplai ion bikarbonat
3) Asidosis metabolik

i. MARTOS-10
Indikasi :
1) Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik.
2) Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutisi oksigen seperti tumor, infeks
berat, stres berat dan defisiensi protein.
3) Dosis : 0,3 gr /kg BB/jam
4) Mengandung 400 kcaL /L

j. AMIPAREN
Indikasi :
1) Stres metabolik berat.
2) Luka bakar
3) Infeksi berat
4) Kwasiokor
5) Pasca oprasi
6) Total parenteral nutrition
7) Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

8
k. AMINOVEL-600
Indikasi :
1) Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
2) Penderita GI yang di puasa kan
3) Kebutuhan metabolik yang meningkat ( misalnya ; luka bakar, trauma dan
pasca oprasi.
4) Stress metabolik sedang
5) Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-40 tpm)

l. PAN-AMIN G
Indikasi :
1) Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan.
2) Nutrisi dini pasca oprasi
3) Tifoid

2.1.8 Gangguan/Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan


a. Hipovolume atau dehidrasi
Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan
kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespon kekurangan cairan tubuh
dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan
vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial,tubuh akan
mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan
muntah.
Kehilangan cairan eksternal yang berlebihan akan menyebabkan volume
eksternal berkurang (hipovolume). Pada keadaan ini,tidak terjadi perpindahan cairan
daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan
cairan eksternal dalam waktu yang lama, maka kadar urea, nitrogen, serta kreatinin
akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan cairan intrasel ke
pembuluh darah. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau
cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan
klorida / natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara

9
berlebihan, serta berkeringat banyak dalam waktu yang lama dan terus menerus.
Kelainan lain yang menyebabkan kelebihan pengeluaran urine adalah adanya
gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal, diare, muntah yang terus
menerus, terpasang drainage dan lain-lain. Macam dehidrasi (kurang volume cairan)
berdasarkan derajatnya:

a) Dehidrasi berat
1) Pengeluaran atau kehilangan cairan 4-6 L
2) Serum natrium 159-166 mEq/L
3) Hipotensi
4) Turgor kulit buruk
5) Oliguria
6) Nadi dan pernafasan meningkat
7) Kehilangan cairan mencapai > 10% BB
b) Dehidrasi sedang
1) Kehilangan cairan 2-4 I atau antara 5-10% BB
2) Serum natrium 152-158 mEq/L
3) Mata cekung
c) Dehidrasi ringan,dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5% BB atau
1,5 - 2 L

b. Hipervolume atau overhidrasi


Terdapat dua manifrestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu
hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada
interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan
hanya terdapat di antara jaringan. Keadaan hipervolume dapat menyebabkan piting
edema, merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung
setelah ditekan pada daerah yang bengkak. Manifestasi edema paru-paru adalah
penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini
disebabkan oleh gagal jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada
kapiler darah paru-paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.

10
2.1.9 Pemasangan Infus
a. Pemberian Cairan Melalui Pemasangan Infus
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus.
Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
b. Tujuan Pemasangan infus
1. Sebagai akses pemberian obat
2. Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
3. Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui
mulut
c. Indikasi
Pasien dehidrasi, syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum transfusi
darah, pasien yang tidak bisa atau tidak boleh makan dan minum melalui mulut,
pasien yang memerlukan pengobatan tertentu.
d. Kontraindikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis
(cuci darah)
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki) (Yuda, 2010)
e. Resiko Pemasangan Infus
1. Flebitis (peradangan pembuluh vena)
Tanda-tanda: hangat, merah, bengkak di daerah luka tusukan.
Penyebab: kurangnya aliran darah di sekitar abbocath, gesekan di dalam vena.
Intervensi: ganti abbocath, gunakan kompres hangat, pemberian analgesik anti
inflamasi.

11
2. Hematoma
Yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau
tusukan berulang pada pembuluh darah.
Tanda-tanda: tenderness, memar.
Penyebab: vena terembes, jarum tidak pada tempatnya dan darah mengalir.
Intervensi: abbocath dipindahkan, gunakan tekanan dan kompres, cek kembali
tempat keluar darah.
3. Infiltrasi
Yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah) atau kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar. Terjadi akibat ujung
jarum infus melewati pembuluh darah.
Tanda-tanda: kepucatan, bengkak, dingin, nyeri dan terhentinya tetesan infus.
Intervensi: kaji tingkat keparahan, lepas infus, tinggikan ekstremitas yang
terpasang infus.
f. Pedoman Pemilihan Vena
1) Gunakan vena distal terlebih dahulu
2) Gunakan tangan yang tidak dominan jika mungkin
3) Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat
4) Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi prosedur atau pembedahan yang
direncanakan
5) Pastikan lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien

12
g. Perbedaan Vena dan Arteri
Vena Arteri
- Darah merah gelap Darah merah terang
- Aliran darah pelan Aliran darah cepat, berdenyut
- Katup-katup dititik percabangan Tidak ada katup
- Aliran kearah jantung Aliran menjauhi jantung
- Lokasi superfisial Lokasi dalam dikelilingi otot
- Banyak vena menyuplai satu area Satu arteri menyuplai satu area

h. Tipe Vena yang perlu Dihindari


1) Vena yang telah digunakan sebelumnya
2) Vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis
3) Vena keras dan sklerotik
4) Vena kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi sering terjadi
5) Ekstremitas yang lumpuh
6) Vena yang dekat area terinfeksi
7) Vena pada jari, karena mudah terjadi komplikasi (flebitis, infiltrasi) dan dekat
dengan persyarafan
8) Vena yang terletak di bawah vena yang terjadi flebitis dan infiltrasi

i. Pemilihan Abocath
Pemilihan abbocath, tergantung pada vena yang digunakan.
Pemilihan abocath juga harus mempertimbangkan kondisi pasien dan jenis cairan
yang akan diberikan. Di bawah ini adalah ukuran abbocath serta penggunaanya:
26-24 : untuk bayi dan anak-anak
24-22 : untuk anak-anak dan lansia
24-20 : untuk klien penyakit dalam dan post operasi
18 : untuk pasien operasi dan diberikan transfusi darah
16 : untuk pasien yang trauma dan memerlukan rehidrasi yang cepat.

13
j. Persiapan Alat pemasangan infus
1) Baki yang telah dialasi
2) Perlak dan pengalas
3) Bengkok
4) Tiang infus
5) Handscoon
6) Torniquet
7) Kapas alkohol
8) Infus set
9) Cairan infus
10) Abbocath
11) Jam tangan
12) Plester /hipafik
13) Kassa
14) Gunting plester

k. Prosedur pemasangan Infus


1) Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2) Menyiapkan alat dan mendekatkan ke pasien
3) Memasang sampiran
4) Mencuci tangan
5) Memasang perlak dan pengalas
6) Memakai sarung tangan
7) Menggantungkan flabot pada tiang infus
8) Membuka kemasan infus set
9) Mengatur klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan menutup klem yang
ada pada saluran infus
10) Menusukkan infus set ke dalam flabot infus dan mengisi tabung tetesan
dengan cara memencet tabung tetesan infus hingga setengahnya.
11) Membuka klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara pada
selang infus lalu tutup kembali klem

14
12) Memilih vena yang akan dipasang infus
13) Meletakkan torniquet 10-12 cm di atas tempat yang akan ditusuk,
menganjurkan pasien menggenggam tangannya
14) Melakukan desinfeksi daerah penusukkan dengan kapas alkohol secara
sirkuler dengan diameter ±5 cm
15) Menusukkan jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum menghadap ke
atas, dengan menggunakan tangan yang dominan.
16) Melihat apakah darah terlihat pada pipa abbocath
17) Memasukkan abbocath secara pelan-pelan jarum yang ada pada abbocath,
hingga plastik abbocath masuk semua dalam vena, dan jarum keluar semua
18) Segera menyambungkan abbocath dengan selang infus
19) Melepaskan tourniquet, menganjurkan pasien membuka tangannya dan
melonggarkan klem untuk melihat kelancaran tetesan
20) Merekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester
21) Mengatur tetesan infus
22) Menutup tempat tusukan dengan kassa steril, dan direkatkan dengan plester
23) Mengatur letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak digerak-
gerakkan agar abbocath tidak bergeser
24) Membereskan alat dan merapikan pasien
25) Melepas sarung tangan
26) Mencuci tangan
27) Melakukan dokumentasi

l. Tehnik Fiksasi
a) Metode Chevron
1) Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan dibawah hub kateter dengan
bagian yang berperekat menghadap ke atas.
2) Silangkan kedua ujung plester melalui hub kateter dan rekatkan pada
kulit pasien.
3) Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan
selang infus untuk memperkuat, kemudian berikan label.

15
b) Metode U
1) Potong plester ukuran 1,25 cm dan letakkan bagian yang berperekat
dibawah hub kateter.
2) Lipat setiap sisis plester melalui sayap kateter, tekan kebawah sehingga
paralel dengan hub kateter
3) Rekatkan plester lain diatas kateter untuk memperkuat. Pastikan kateter
terekat sempurna dan berikan label.
c) Metode H
1) Potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah. Rekatkan plester pada sayap
kateter.

m. Pelepasan Infus
1. Persiapan Alat
a) Baki yang telah di alasi
b) Perlak dan pengalasnya
c) Handuk kecil
d) Nierbekken
e) Sarung tanggan
f) Kapas alkohol
g) Kassa steril
h) Plaster/hipafik
i) Gunting plaster
j) Lembar catatan
k) Baskom berisi larutan chlorin 0,5%

2. Prosedur Pelepasan
a) Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
b) Mempersiapkan alat dan mendekatkan ke pasyen
c) Memasang sampiran
d) Mengatur posisi pasyen senyaman mungkin

16
e) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir mengeringkan dengan
handuk bersih
f) Memakai sarung tangan
g) Membersihkan plaster yang melekat pada kulit dengan kapas alcohol
h) Melepaskan plaster kassa dari kulit
i) Menekan pada tempat tusukan dengan kapas alkohol dan mencabut infus
pelan-pelan
j) Merekatkan kapas alkohol dengan plaster
k) Membereskan alat dan merapikan pasien
l) Melepaskan sarung tangan, merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
m) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir mengeringkan dengan
handuk bersih
n) Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan

2.1.10 Cara Menghitung Tetesan Infus


Berikut penjelasan dan contoh bagaimana cara menghitung tetesan cairan infus :
a. Mengitung tetesan/menit
1. Makro.
Untuk orang dewasa, yaitu dengan 20 tetes/ml.
Rumus TPM = jumlah kebutuhan cairan x faktor tetes (20)
Waktu (jam) x 60 menit

Jadi, 20 tetesan untuk 1cc atau 20 tetesan/ml


Contohnya :
Seorang pasien dewasa dipasang Infus set Makro diperlukan rehidrasi dengan
1000 ml (2 botol) dalam 1 jam atau mendapat advis dari dokter 1000ml/1jam, maka
tetesan per menit adalah?
Jawabannya :
TPM = jumlah kebutuhan cairan x 20 tetes
Waktu (jam) x 60 menit
= 1000 x 20
1 x 60
= 333 tetes permenit

17
2. Mikro.
Untuk anak-anak atau bayi, yaitu dengan 60 tetes/ml
Rumus TPM = jumlah kebutuhan cairan x faktor tetes (60)
Waktu (jam) x 60 menit

Jadi, 60 tetesan untuk 1cc atau 60 tetesan/ml


Contohnya :
Seorang pasien neonatus dipasang Infus set Mikro diperlukan rehidrasi dengan
250 ml dalam 2 jam atau mendapat advis dari dokter 250ml/2jam, maka tetesan per
menit adalah?
Jawabannya :

TPM = jumlah kebutuhan cairan x 60 tetes


Waktu (jam) x 60 menit

= 250 x 60
2 x 60

= 125 tetes permenit

3. Pasien dengan Tranfusi.


Yaitu dengan 15 tetes/ml
Rumus TPM = jumlah kebutuhan cairan x 15 tetes
Waktu (jam) x 60 menit

Jadi, 15 tetesan untuk 1cc atau 15 tetesan/ml


Contoh :
Seorang pasien dipasang Tranfusi set diperlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2
botol) dalam 1 jam atau mendapat advis dari dokter 1000ml/1jam, maka tetesan per
menit adalah?
Jawabannya :
TPM = jumlah kebutuhan cairan x 15 tetes
Waktu (jam) x 60 menit

= 1000 x 15
1 x 60
= 250 tetes permenit

18
b. Menghitung Waktu yang diperlukan
Menghitung waktu yang diperlukan ini, sama saja dengan menghitung
tetesan/menit. Dengan rumus yang berbeda-beda, pada Mikro dengan 60
tetesan/menit, sedangkan pada Makro dengan 20 tetesan/menit dan untuk transfusi
darah dengan 15 tetesan/menit.
Contohnya :
Seorang pasien anak dipasang Infus set Mikro diperlukan rehidrasi cairan
dengan 1000 ml untuk 80 tetesan/menit, maka waktu yang diperlukan adalah?
Jawabannya :
Waktu = jumlah kebutuhan cairan x 60 tetes
Jumlah tetesan x 60 menit

= 10.000 x 60
80 x 60

= 60.000
4800

= 12,5 jam

19
BAB III
PENUTUP

3.1.1 Kesimpulan
Dalam melakukan pemasangan dan perlepasan infus diperlukan keahlian dan
dilakukan sesuai dengan prosedur (cara kerja). Sebagai seorang Perawat maupun tenaga
medis lainnya diwajibkan mempelajari hal ini dengan benar dan serius. Prosedur
tentunya memiliki alasan mengapa dilakukan pemasangan infus tersebut. Dengan ini
kita dapat mengetahui seberapa penting pembelajaran Keterampilan Dasar Klinik. Satu
kali praktek lebih baik dari pada satu juta teori, ini membuktikan bahwa teori hendaknya
diiringi atau diimbangi dengan praktek sesuai prosedur yang benar.

3.1.2 Saran
Dalam pemasangan infus dan pemberian terapi intravena khususnya infus, tetesan
infus sangat penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga dalam
perhitungannya dibutuhkan ketelitian khususnya untuk factor tetes yang digunakan,
karena untuk factor tetes dewasa dan anak-anak adalah berbeda, ketelitian perawat
sangat penting dalam menyesuaikan jumlah tetesan dengan waktu yang telah
ditentukan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Ajis Alimul, at all.2005.Buku Saku Kebutuhan Dasar Manusia.Jakasrta:EGC


Lorin, Martin I.2008.Kumpulan Soal-soal pediatri . Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Jakarta: EGC
Uliyah, M. & Hidayat.AAA.2008.Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
untuk Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika
C Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK
Jan Tambayong (2000). Patofisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai