Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT


yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan- Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yakni Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Indrayanti,


S.pd.,M.keb Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyusun makalah yang berjudul ‘’CAIRAN DAN
ELEKTROLIT PEMASANGAN INFUS DAN TRANFUSI’’ Penulis tentu
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari dosen pembimbing dan teman-teman
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Bojonegoro, 03 September 2019

penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................1

Daftar Isi...................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................4

1.3. Tujuan ...............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Cairan Dan Elektrolit ......................................................................5

2.2. Gangguan Dehidrasi ..........................................................................................5

2.3. Pemasangan Infus Dan Transfusi ....................................................................17

2.4. Transfusi Darah ..............................................................................................22

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan .....................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................30

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cairan infus adalah air yang dimurnikan lewat proses penyulingan.
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan. Cairan infus juga
digunakan sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui,
misal pada kasus dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam, dan
lain-lain. Fungsi infus sangatlah penting bagi pasien, maka proses
pemasangan infus harus dilakukan dengan benar untuk menghindari
timbulnya komplikasi yang dapat mempengaruhi keadaan pasien. Selain itu,
pengontrolan dan pemantauan penggunaan cairan infus harus dilakukan oleh
perawat pada rumah sakit/klinik/puskesmas dengan benar, dimana perawat
harus memeriksa satu-persatu kondisi infus pasien secara berkala.
Keterbatasan waktu, jarak antara ruang pasien dan monitoring room serta
keterbatasan jumlah tenaga medis di rumah sakit/puskesmas dapat
menyebabkan pasien terlambat ditanggulangi. Apabila infus habis, perawat
diharuskan segera menggantinya dengan yang baru, dan kondisi seperti inilah
yang sering terlambat ditanggulangi oleh perawat. Keterlambatan perawat
dalam penggantian cairan infus dapat memberikan dampak negatif terhadap
pasien dengan terjadinya komplikasi seperti darah pasien tersedot naik ke
selang infus dan dapat membeku pada selang infus, sehingga mengganggu
kelancaran aliran infus. Selain itu, jika tekanan pada infus tidak stabil, darah
yang membeku pada selang infus dapat tersedot kembali masuk ke dalam
pembuluh darah. Darah yang membeku (blood clot) tersebut dapat beredar ke
seluruh tubuh dan dapat menyumbat kapiler darah di paru-paru sehingga
menyebabkan emboli di paru-paru. Jika berbagai hal tersebut terjadi maka
tempat pemasangan infus harus dipindahkan dan dipasang ke pembuluh darah
vena lain, yang tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan timbulnya

3
berbagai komplikasi yang jauh lebih berbahaya akibat pemasangan yang tidak
dilakukan dengan benar.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Cairan Dan Elektrolit?

2. Bagaimana cara pemasangan Infus Dan Transfusi?

1.3. Tujuan

1.Untuk mengetahui Cairan Dan Elektrolit

2.Untuk mengetahui cara pemasangan Infus Dan Transfusi

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cairan Dan Elektrolit.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh
tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan
dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan
dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya jika salah satu terganggu maka
akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh
tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan
terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan
interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan
di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara
sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
1. Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Normal Cairan Dan
Elektrolit.
1.) Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini,
usiaberpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh,
kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa
pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar

5
dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan
dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang
dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak juga
dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal
mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orang dewasa.
Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran cairan yang besar
dari kulit dan pernapasan. Pada individu lansia, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh masalah jantung atau
gangguan ginjal
2.) Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses
metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan
Pengeluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan
yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan laju
pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
3.) Iklim
Normalnya,individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak
terlalu panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem
melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar
umumnya tidak dapat disadari (insensible water loss, IWL). Besarnya
IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan,
tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di lingkungan
yang bertsuhu tinggi atau di dearah dengan kelembapan yang rendah
akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan elektrolit.
Demikian pula pada orang yang bekerja berat di lingkungan yang
bersuhu tinggi, mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima litet
sehari melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di
lingkungan panas akan kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam
saat berada ditempat yang panas, sedangkan orang yang tidak

6
biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan cairan hingga dua
liter per jam.
4.) Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit.
Jika asupan makanan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah
simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah simpanan lemak
dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin.
5.) Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh.
Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler,
peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme
ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping itu, stress juga
menyebabkan peningkatan produksi hormone anti deuritik yang dapat
mengurangi produksi urine.
6.) Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit dasar sel atau jaringan yang rusak (mis., Luka robek, atau
luka bakar). Pasien yang menderita diare juga dapat mengalami
peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan cairan melalui saluran
gastro intestinal. Gangguan jantung dan ginjal juga dapat
menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat aliran
darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompajantung menurun,
tubuh akan melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga
terjadi retensi cairan dan kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih
lajut, kondisi inidapat menyebabkan edema paru. Normalnya, urine
akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup untukmenyeimbangkan
cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam tubuh. Apabila
asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih banyak dan
menahan ADH sehingga produksi urine akan meningkat. Sebaliknya,
dalam keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkanproduksi
urine dengan berbagi cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi

7
tubulus, retensi natrium dan pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami
kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan regulasi akan
menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis., gagal ginjal)
individu dapat mengalami oliguria (produksi urine kurang dari 40ml/
24 jam) sehingga anuria (produksi urine kurang dari 200 ml/ 24 jam).
7.) Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap
kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan
lambung dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium.
8.) Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam
tubuh.Akibatnya, terjadi defist cairan tubuh. Selain itu, penggunan
diuretic menyebabkan kehilangan natrium sehingga kadar kalium akan
meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan
retensi natrium dan air dalam tubuh.
9.) Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami
ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak
darah selama perode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru
mengalami kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih
melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH
selama masa stress akibat obat-obat anastesia.
2. Macam – macam Cairan Dan Elektrolit.
1. Cairan kristaloid
Cairan kristaloid merupakan cairan infus yang memiliki kandungan
natrium klorida, natrium glukonat, natrium asetat, kalium klorida,
magnesium klorida, dan glukosa. Cairan ini digunakan pada pasien
dengan tujuan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit,
mengembalikan pH tubuh, menghindari dehidrasi dan dijadikan
sebagai cairan resusitasi. Ada beberapa jenis dalam cairan kristaloid,

8
yakni cairan Saline, Laktat dan Dextrose. Semua cairan tersebut
tentunya memiliki kandungan yang berbeda-beda tergantung pada
kondisi pasien.
2. Cairan koloid.
Cairan koloid merupakan cairan yang memiliki kandungan molekul
lebih banyak dibanding dengan cairan infus lainya. Umumnya cairan
ini diberikan pada pasien yang menderita sakit krisis dan pasien yang
telah melakukan operasi bedah. Cairan koloid juga memiliki berbagai
jenis, termasuk cairan Gelatin, Albumin dan Dextran.
3. Cairan asering.
Cairan asering merupakan cairan yang diberikan pada pasien yang
mengalami dehidrasi akibat shock hipovolemik dan asidosis, demam
berdarah, trauma, luka bakar dan shock hemarogik serta dehidrasi
berat. Kandungan dalam cairan asering ini adalah Na 130 mEq, Cl 109
mEq, Ca 3 mEq, K 4 mEq dan Asetat/garam 28 mEq.
Manfaat pemberian cairan asering pada pasien ini agar dapat
menjaga suhu badan sentral pada anestesi dan insoflural terutama
kandungan asetatnya yang sangat berguna bagi pasien yang telah
melakukan operasi bedah. Selain itu cairan asering dapat
meningkatkan tonisitas dan mengurangi risiko edema serebral.
4. Cairan manitol
Cairan manitol merupakan cairan infus yang memiliki kandungan
karbo, hidrogen dan oksigen (C6H14O6). Cairan ini memiliki banyak
manfaat, yakni membantu menjaga tekanan intrakranial pada kondisi
normal, memberikan peningkatan diuresis pada pasien yang
mengalami gagal ginjal dan membuat eksresi senyawa toksis menjadi
meningkat.
Selain itu pemberian cairan ini sangat dianjurkan pada pasien yang
sedang menjalani proses operasi prostat karena dapat melarutkan
irigasi genitouriner sebelum operasi dilakukan.

9
5. Cairan tutofusin ops.
Cairan tutofusin ops merupakan cairan yang memiliki kandungan
Natrium 100 mEq, Kalium 18 mEq, Kalsium 4 mEq, Sorbitol 50 gram,
Klorida 90 mEq dan Magnesium 6 mEq. Kandungan tersebut memiliki
manfaat yang sangat banyak bagi tubuh pasien, diantaranya memenuhi
kebutuhan pasien akan air dan cairan elektrolit sebelum, sedang dan
setelah operasi bedah dilakukan. Cairan elektrolit tersebut dapat
mencegah pasien dari dehidrasi dan memenuhi kebutuhan pasien akan
makanan yang mengandung karbohidrat secara parsial.

Itulah lima jenis cairan infus yang sering diberikan pada pasien.
Perlu diingat pemberian cairan infus ini tidak boleh sembarang karena
dapat menyebabkan komplikasi berbahaya dan semuanya harus dilakukan
dengan pengawasan dokter.

3. Proporsi Cairan Di Tubuh.


Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air merupakan
perlarut bagi semua yang terlarut. Air tubuh total atau total body water
(TBW) adalah persentase dari berat air dibagi dengan berat badan total,
yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan kandungan lemak yang
ada di dalam tubuh.2 Air membuat sampai sekitar 60 persen pada lakilaki
dewasa. Sedangkan untuk wanita dewasa terkandung 50 persen dari total
berat badan. Pada neonates dan anak-anak, presentase ini relatif lebih
besar dibandingkan orang dewasa.3 Cairan tubuh dibagi menjadi dua
kompartemen menurut anatomi dan fisiologisnya, yakni cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler. Dua pertiga bagian (67%) merupakan cairan
tubuh yang berada di dalam sel disebut dengan cairan intraseluler.
Sepertiganya (33%) berada diluar sel yakni cairan ekstraseluler.

10
Kompartemen Cairan sebagai Air Volume
persen Berat tubuh Cairan (L)
badan(%) total
Intraseluler 40 67 28

ekstraseluler

Intersisial 15 25 10.5

Intraveskular 5 8 3.5

Total 60 100 42

Cairan ekstraseluler dibagi menjadi 3 bagian lagi yaitu cairan


interstitial yang merupakan cairan limfatik yang menempati ruang di sel
tersebut. Cairan interstitial menempati 80 persen dari cairan ekstraseluler
atau 5 persen dari total berat badan. Cairan intravaskuler atau plasma darah
yang meliputi 20 persen cairan ekstraseluler atau 15 persen dari total berat
badan. Selain itu, ada juga cairan transelular yang termasuk cairan
gastrointestinal (GI), cairan empedu, urin, cairan serebrospinal, aqueous
humour, cairan sendi, cairan pleura, cairan peritoneum, dan cairan
perikardial. Pada cairan intraseluler, membran sel bagian luar memegang
peranan yang sangat penting dalam mengatur volume dan komposisi
intraseluler. Oleh karena membran sel relatif tidak permeabel terhadap ion
Na dan K, Potassium akan lebih terkonsentrasi di intraseluler, sedangakan
Sodium akan dikonsentrasikan di ekstraseluler. Potasium merupakan
kation utama pada cairan intraseluler, dan pada anion utamanya
merupakan fosfat. Zat terlarut yang ada didalam cairan tubuh terdiri dari
elektrolit dan non elektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak
terlarut dan tidak bermuatan listrik yang terdiri dari protein, urea, glukosa,
oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik lainnya. Elektrolit tubuh

11
terdiri dari natrium (Na+ ), kalium (K+ ), kalsium (Ca2+), magnesium
(Mg2+), klorida (Cl), bikarbonat (HCO3 -), fosfat (HPO4 2-), dan sulfat
(SO4 2-). Ion yang bermuatan positif disebut kation dan yang bermuatan
negatif disebut anion.

4. Fungsi Cairan Untuk Tubuh.


Cairan mempunyai fungsi bagi kehidupan kita, antara lain :
1. Mengatur suhu tubuh.
Bila kekurangan air, suhu tubuh akan menjadi panas dan naik.
2. Melancarkan peredaran darah.
Jika tubuh kita kurang cairan, maka darah akan mengental. Hal ini
disebabkan cairan dalam darah tersedot untuk kebutuhan dalam tubuh.
Proses tersebut akan berpengaruh pada kinerja otak dan jantung.
3. Membuang racun dan sisa makanan
Tersedianya cairan tubuh yang cukup dapat membantu
mengeluarkan racun dalam tubuh. Air membersihkan racun dalam
tubuh melalui keringat, air seni, dan pernafasan.
4. Kulit.
Air sangat penting untuk mengatur struktur dan fungsi kulit.
Kecukupan air dalam tubuh berguna untuk menjaga kelembaban,
kelembutan, dan elastisitas kulit akibat pengaruh suhu udara dari luar
tubuh.
5. Pencernaan.
Peran air dalam proses pencernaan untuk mengangkut nutrisi dan
oksigen melalui darah untuk segera dikirim ke sel-sel tubuh. Konsumsi
air yang cukup akan membantu kerja sistem pencernaan di dalam usus
besar karena gerakan usus menjadi lebih lancar, sehingga feses pun
keluar dengan lancar.

12
6. Pernafasan.
Paru-paru memerlukan air untuk pernafasan karena paru-paru
harus basah dalam bekerja memasukkan oksigen ke sel tubuh dan
memompa.
5. Organ Yang Berperan Dalam Keseimbangan.
1. Ginjal.
Merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur
kebutuhan cairan dan elektrolit. Terlihat pada fungsi ginjal, yaitu
sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah,
pengatur keseimbangan asam-basa darah dan ekskresi bahan buangan
atau kelebihan garam. Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air
ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus dalam
menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc
plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10% nya disaring keluar.
Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui
tubuli renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan.
Jumlah urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan
aldosteron dengan rata – rata 1ml/kg/bb/jam.
2. Kulit.
Merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengan
proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas
yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan
arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan vasokontriksi. Proses
pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan. Jumlah
keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya darah yang mengalir
melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainnya
dapat dilakukan melalui cara pemancaran panas ke udara sekitar,
konduksi (pengalihan panas ke benda yang disentuh), dan konveksi
(pengaliran udara panas ke permukaan yang lebih dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah
pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat suhu dapat

13
diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih
setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan
dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu lingkungan dan kondisi
suhu tubuh yang panas.
3. Paru – paru.
Merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengan
proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas
yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan
arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan vasokontriksi. Proses
pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan. Jumlah
keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya darah yang mengalir
melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainnya
dapat dilakukan melalui cara pemancaran panas ke udara sekitar,
konduksi (pengalihan panas ke benda yang disentuh), dan konveksi
(pengaliran udara panas ke permukaan yang lebih dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah
pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat suhu dapat
diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih
setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan
dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu lingkungan dan kondisi
suhu tubuh yang panas.
4. Gastrointestinal.
Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam
mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air.
Dalam kondisi normal, cairan hilang dalam system ini sekitar 100-200
ml/hari.
5. Sistem Endokrim.
 ADH
Memiliki peran meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormone ini
dibentuk oleh hipotalamus di hipofisis posterior, yang mensekresi

14
ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan
ekstrasel.
 Aldosteron.
Berfungsi sebagai absorpsi natrium yang disekresi oleh kelenjar
adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur
oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium dan system
angiotensin renin.
 Prostaglanding.
Merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang berfunsi
merespons radang, mengendalikan tekanan darah dan konsentrasi
uterus, serta mengatur pergerakan gastrointestul. Pada ginjal, asam
lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
 Glukokortiroid.
Berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi
natrium.
 Mekanisme Rasa Haus.
Diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan cara
merangsang pelepasan rennin yang dapat menimbulkan produksi
angiostensin II sehingga merangsang hipotalamus untuk rasa haus.
6. Kebutuhan Cairan Sesuai Dengan Usia.
Cairan tubuh manusia akan berkurang saat kita berkeringat, mencerna
makanan dan bahkan bernafas. Karenanya kita perlu mengembalikan
cairan tubuh yang hilang tersebut dengan mengonsumsi air dan makan
makanan yang mengandung air. Nah, soal berapa banyak air yang
perlu kita konsumsi setiap harinya tentu dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Misalnya usia, iklim tempat kita tinggal, jumlah aktivitas kita
dan juga kondisi kesehatan kita. Sebagai acuan dasar yang paling
sederhana, berikut ini adalah panduan mengani jumlah air yang perlu
dikonsumsi berdasarkan usia seseorang agar cairan tubuh selalu
tercukupi.

15
1) Anak-anak.
Berdasarkan angka kecukupan gizi 2013 yang ditentukan
Kementerian Kesehatan RI, anak-anak perlu mengonsumsi air
sebagai berikut:
 1-3 tahun membutuhkan cairan sebanyak 1200 ml (4-5 gelas) per
hari.
 4-6 tahun membutuhkan cairan sebanyak 1500 ml (6 gelas) per
hari.
 7-9 tahun membutuhkan cairan sebanyak 1900 ml (7-8 gelas) per
hari.
 10-18 tahun membutuhkan cairan sebanyak 2000 ml (8 gelas) per
hari.
2) Dewasa.
Pada umumnya, orang dewasa perlu minum air sebanyak 2 liter
perhari, atau sama dengan 8 gelas air. Tetapi, seperti yang sudah
disebut di atas, kebutuhan ini akan berbeda bagi setiap orang
berdasarkan beberapa faktor berikut ini:
 Aktivitas.
Jika Anda melakukan aktivitas yang banyak mengeluarkan
keringat, maka tentunya Anda perlu mengonsumsi air dalam
jumlah yang lebih banyak untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang akibat berkeringat.
 Cuaca dan lokasi tempat tinggal.
Cuaca yang panas dapat membuat kita berkringat, karenanya
kita perlu minum lebih banyak agar tidak sampai mnegalami
dehidrasi. Di sisi lain, jika kita tinggal di daerah yang dingin
sehingga kita kerap buang air kecil, kita juga perlu
mengonsumsi air dalam jumlah banyak untuk mengganti cairan
tubuh.

16
 Kondisi kesehatan.
Saat kita sakit seperti demam, diare atau sakit yang membuat
kita sering muntah, maka kita membutuhkan konsumsi air yang
lebih banyak. Kondisi lain yang membutuhkan asupan air
dalam jumlah yang lebih banyak adalah saat Ibu sedang hamil
dan menyusui.
Gangguan Dehidrasi
Dehidrasi adalah kondisi dimana tubuh kita kehilangan
cairan yang berlebih. Dehidrasi bukanlah suatu kondisi yang
sepele. Ketika dehidrasi, air bergerak keluar dari sel tubuh kita
lebih banyak dari apa yang sel dapatkan melalui minum. Kita
kehilangan air setiap hari dalam bentuk uap air dalam napas
yang kita keluarkan dan juga dalam bentuk keringat, urin, dan
feses. Seiring dengan keluarnya air, sejumlah kecil garam tubuh
juga hilang. Maka, ketika mencicipi keringat, tak dipungkiri
ada rasa asin yang kita dapatkan. Ketika kita kehilangan terlalu
banyak air, kondisi cairan tubuh menjadi tidak seimbang atau
dehidrasi. Dehidrasi berat dapat menyebabkan kematian.
Penyebab
Banyak kondisi dapat menyebabkan kehilangan cairan cepat
dan terus menerus sehingga seseorang jatuh ke dalam
menyebabkan dehidrasi:
1. Demam, paparan panas, dan terlalu banyak berkeringat
2. Muntah, diare, dan peningkatan buang air kecil karena
infeksi
3. Penyakit seperti diabetes atau kencing manis
4. Gangguan kemampuan untuk minum (misalnya, seseorang
dalam keadaan koma atau stroke)

5. Tidak ada akses air minum yang aman untuk dikonsumsi,


misalnya para pengungsi korban bencana alam

17
6. Cedera yang signifikan pada kulit, seperti luka bakar atau
penyakit kulit yang parah atau infeksi pada kulit sehingga
kulit mengelupas (sehingga air hilang melalui jaringan kulit
yang terbuka)
Gejala Pada orang Dewasa
Tanda-tanda dan gejala dari ringan sampai berat, meliputi:
1. Haus
2. Mulut kering
3. Lemas
4. Pusing
5. Palpitasi (jantung berdebar-debar)
6. Kebingungan
7. Pingsan
8. Tidak bisa berkeringat
9. Volume pipis turun atau bahkan tidak pipis sama sekali
10. Pada anak, anak tampak rewel, gelisah, dan menangis
tetapi tidak mengeluarkan air mata
11. Mual dan muntah yang justru akan memperberat kondisi

dehidrasi Warna urine mungkin menunjukkan dehidrasi.


Jika urin sangat pekat, berwarna sangat kuning atau kuning,
kemungkinan Anda mengalami dehidrasi.

Penanganan di rumah
Prinsip penanganannya adalah dengan memberikan cairan.
Di rumah, cairan dapat diberikan dengan cara berikut:
1. Meminum air dalam jumlah cukup namun sering
2. Minum minuman yang mengandung elektrolit,
3. banyak dijual di pasaran
4. Jika seseorang dalam kondisi luka pada rahang, atau
mulut, seruput minuman melalui sedotan

18
Cobalah untuk mendinginkan seseorang, jika terpapar panas
atau jika orang tersebut sedang demam, dengan cara
berikut:

 Lepaskan pakaian yang berlebihan seperti jaket dan


longgarkan pakaian yang ketat.
 Kondisikan seseorang pada daerah yang ber-AC untuk
membantu suhu tubuh kembali normal dan memutus
siklus paparan panas.
 Jika AC tidak ada, tempatkan orang di tempat teduh,
jika sedang berada di lapangan. Tempatkan handuk
basah di sekitar orang tersebut.
 Jika ada, gunakan botol semprot untuk menyemprotkan
air hangat pada permukaan kulit untuk membantu
dengan pendinginan dengan metode penguapan.
 Hindari kompres es atau air es. Sebaiknya gunakan air
hangat. Hal ini dapat menyebabkan pembuluh darah di
kulit mengerut dan menurun. Paparan dingin yang
berlebihan juga dapat menyebabkan menggigil, yang
akan meningkatkan suhu tubuh padahal kita
membutuhkan penurunan suhu tubuh.
Perawatan medis

Jika dehidrasi berat seperti pingsan, penurunan


kesadaran, bayi menangis tanpa air mata, maka
disarankan untuk segera membawa pasien ke UGD
karena hal ini merupakan kegawatdaruratan medis.
Perawatan di UGD pertama kali berfokus pada
pemulihan volume darah dan cairan tubuh, sambil
mencari penyebab dehidrasi.

19
 Jika tidak ada mual dan muntah, penggantian cairan dapat dilakukan
secara peroral yaitu dengan minum.
 Jika ada tanda-tanda dehidrasi yang signifikan (peningkatan denyut
jantung istirahat, tekanan darah yang mulai turun), cairan umumnya
diberikan melalui infus, tabung ditempatkan ke pembuluh darah.
 Watak
 Jika kondisi Anda membaik, Anda mungkin akan dikirim pulang,
sebaiknya dalam perawatan teman atau keluarga yang bisa membantu
memantau kondisi Anda.
 Jika Anda tetap mengalami dehidrasi, bingung, demam, memiliki
tanda-tanda vital abnormal yang terus menerus, atau tanda-tanda
infeksi, Anda mungkin perlu untuk tinggal di rumah sakit untuk
perawatan tambahan.

Obat
Obat hanyalah mengatasi penyebab mendasar dari dehidrasi, misalnya, jika
dehidrasi diakibatkan oleh demam, maka dokter akan meresepkan parasetamol
atau ibuprofen untuk menurunkan suhu tubuh. Jika dehidrasi disebabkan oleh
diare, maka dokter akan mencaritahu apakah diare disebabkan oleh virus, bakteri,
atau parasit seperti amoeba. Jika terdapat muntah, dokter akan menganjurkan
untuk opnam sehingga pasien dapat memperoleh asupan cairan dan obat melalui
infus.

1.

2.2 Pemasangan Infus Dan Transfusi


Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering
dilakukan sebagai tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk
memasukkan bahan-bahan larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat
untuk mendapatkan efek pengobatan secara cepat. Bahan yang dimasukkan
dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk infus darah
adalah transfusi darah. Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilang

20
akibat perdarahan, dehidrasi karena panas atau akibat suatu penyakit,
kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus
1. Sterilitas.
Sterilitas adalah Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak
menyebabkan infeksi lokal pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak
masuk ke dalam pembuluh darah mengakibatkan bakteremia dan sepsis.
Beberapa hal perlu diperhatikan untuk mempertahankan standard sterilitas
tindakan, yaitu :
a. Tempat tusukan harus di sterilkan dengan pemakaian desinfektan
(golongan iodium, alkohol 70%).
b. Cairan, jarum dan infus set harus steril.
c. Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan
antiseptik yang benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di
tangan.
d. Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat
juga mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya
vena yang dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai,
sedangkan anak-anak dapat juga dilakukan di daerah frontal kepala.
2. Fiksasi.
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau
tercabut. Apabila kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk
dinding vena bagian dalam sehingga terjadi hematom atau trombosis.
3. Pemilihan cairan infus.
Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian
cairan.
4. Kecepatan tetesan cairan.
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar
ditinggikan atau menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh.
Kantung infus dipasang ± 90 cm di atas permukaan tubuh, agar gaya
gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat sehingga cairan

21
masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan tetesan cairan dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume
tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan perlu
dibaca petunjuknya.
5. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak
terlipat atau terlepas sambungannya.
6. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada
penggunaan kateter intravena berukuran kecil karena lebih mudah
tersumbat.
7. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau
mengalami spasme.
8. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah
terpasang.

2. Tujuan Pemasangan Infus.


1) Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral.
2) Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
3) Memperbaiki volume komponen darah.
4) Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh.
5) Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
6) Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan.
3. Penyebab Pemasangan Infus.
1) Gangguan pencernaan, seperti diare berat, tukak lambung, dan perdarahan
saluran cerna.
2) Dehidrasi berat.

22
3) Serangan jantung.
4) Stroke
5) Keracunan
6) Syok.
7) Pasien dengan gangguan fungsi organ, seperti gagal ginjal atau gagal hati.
8) Kanker
9) Infeksi parah atau sepsis.
10) Malnutrisi parah.
11) Penurunan kesadaran atau koma.
4. Alat Yang Digunakan Untuk Pemasangan Infus :
1) Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2) Saluran infus (infus set).
infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang infus untuk
mengatur kecepatan tetesan. Jenis infus set berdasarkan penggunaannya
Macro drip set, Micro drip set, Tranfusion Set.
3) Kateter intravena (IV catheter) : Kateter intravena (IV catheter)
Penggunaan ukuran kateter intravena tergantung dari pasien dan tujuan
terapi intravena itu sendiri.
4) kapas alkohol
5) larutan povidone
6) iodine 10%
7) Kassa steril
8) Plester
9) kassa pembalut
10) Torniket
11) Gunting
12) Bengkok
13) Tiang infus
14) Perlak kecil
15) Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
16) Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak

23
17) Masker
18) Tempat sampah medis

5. Prosedur tindakan :
1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang
mudah dijangkau oleh dokter/ petugas.
2. Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai
dengan identitas atau kebutuhan pasien.
3. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus.
4. Memasang infus set pada kantung infuse : Buka tutup botol cairan
infus.Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran
infus.
5. Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang
sehingga tidak ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum ditutup
kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh.
6. Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
7. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk bersih dan kering.
8. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.
9. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat
suntikan.
10. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas,
membentuk sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.
11. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah
mengalir keluar.
12. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena
(stylet) kira-kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter
vena dari jarum agar jarum tidak melukai dinding vena bagian dalam.
Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
13. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang
memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena
yang berwarna putih ke dalam vena.

24
14. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
15. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan
kantung infus atau kantung darah.
16. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.
17. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan
plester.
18. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
19. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan
plester.
20. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk)
supaya jarum tidak mudah bergeser.
21. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke
dalam sharp disposal (jarum tidak perlu ditutup kembali).
22. Bereskan alat-alat yang digunakan.

6. Cara melepas infus :


1) Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2) Mendekatkan alat
3) Mencuci tangan
4) Memasang perlak dan pengalas
5) Memakai sarung tangan
6) Membasahi plester yang melekat pada kulit dengan kapas alkohol
7) Melepas plester dan kassa dari kulit.
8) Menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol dan mencabut infus pelan-
pelan
9) Menekan kapas alkohol dengan plester
10) Membereskan alat dan merapikan pasien
11) Melepas sarung tangan
12) Mencuci tangan
13) Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
Cara mengatur kecepatan tetesan :

25
Supaya masuknya cairan sesuai dengan kebutuhan yang dijadwalkan,
pemberian cairan infus harus dihitung jumlah tetesan per menitnya. Untuk
menghitung jumlah milliliter cairan yang masuk.

2.3 TRANSFUSI DARAH


Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien yang membutuhkan darah dengan cara memasukan darah melalui vena
dengan menggunakan set transfusi. Pemberian transfusi darah digunakan
untuk memenuhi volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan
protein serum. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen
darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang kemungkinan mematikan,
penularan penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi tranfusi
yang mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar
atau pembuatan label darah atau komponen darah yang tidak akurat,
menyebabkan pemberian darah yang inkompatibel.
Perawat harus memastikan bahwa kateter yang dipakai klien menggunakan
kateter ukuran besar (18-19). Komponen darah harus diberikan oleh personel
yang kompeten, berpengalaman dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
1. Tujuan Dilakukan Transfusi Darah.
1) Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau
perdarahan
2) Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien yang mengalami anemia berat.
3) Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti
(misal : faktor pembekuan plasma untuk membantu mengontrol
perdarahan pada klien yang menderita hemofilia).
2. Indikasi Dilakukan Transfusi Darah.
1) Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar,
perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit
kekurangan kadar Hb atau penyakit kelainan darah).
2) Pasien dengan syok hemoragi.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan Saat Dilakukan Transfusi Darah

26
1) Kondisi pasien sebelum ditranfusi
2) Kecocokan darah yang akan dimasukkan
3) Label darah yang akan dimasukkan
4) Golongan darah klien
5) Periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak)
6) Homogenitas (darah bercampur semua atau tidak).
7) Alat dan bahan yang streril.
4. Alat Dan Bahan Untuk Transfusi Darah.
1) Standar infus.
2) Set transfusi
3) Botol berisi NaCl 0,9%
4) Produk darah yang benar sesuai program medis
5) Pengalas
6) Torniket
7) Kapas alcohol
8) Plester
9) Gunting
10) Kasa steril
11) Betadin
12) Sarung tangan.
5. Prosedur Kerja Transfusi Darah.
1) Jelaskan prosedur kepada klien.
2) Pastikan bahwa klien telah menandatangani persetujuan (informed
consent)
3) Identifikasi kebenaran produk darah dan klien
4) Cuci tangan
5) Gantungkan larutan NaCl 0,9.
6) Gunakan selang infus yang mempunyai filter (selang Y atau Tunggal)
7) Pakai sarung tangan
8) Lakukan pemasangan infus NaCl 0,9% terlebih dahulu sebelum
pemberian transfusi darah

27
9) Lakukan lebih dahulu transfusi darah dengan memeriksa identifikasi
kebenaran produk darah : periksa komtabilitas dalam kantong darah,
periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa kadaluwarsa, dan
periksa adanya bekuan
10) Buka set pemberian darah
 Untuk selang Y, atur ketiga klem
 Untuk selang Tunggal, klem pengatur pada posisi off
11) Transfusi darah dengan selang Y.
 Tusuk kantong NaCl 0,9%
 Isi selang dengan NaCl 0,9%
 Buka klem pengatur pada selang Y dan hubungkan ke kantong NaCl
0,9%
 Tutup/klem pada selang yang tidak digunakan
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruan filter
terisi sebagian)
 Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan selang terisi NaCl 0,9%
 Kantong darah perlahan dibalik-balik 1-2 kali agar sel-selnya
tercampur. kemudian tusuk kantong darah dan buka klem pada selang
dan filter terisi darah
12) Transfusi darah dengan selang Tunggal
 Tusuk kantong darah
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruan filter
terisi sebagian)
 Buka klem pengatur biarkan selang infuse terisi darah
13) Hubungkan selang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem
pengatur bawah
14) Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit
pertama , dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
15) Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan NaCl 0,9%
16) Catat tipe, jumlah, dan komponen darah yang diberikan.

28
6. Risiko Setelah Transfusi Darah.
Risiko yang dapat muncul, walaupun jarang, pada saat transfusi darah atau
beberapa waktu setelahnya, di antaranya:
1) Demam.
Dapat terjadi secara tiba-tiba ketika transfusi darah. Walau
demikian, demam merupakan bentuk respons tubuh terhadap sel darah
putih pendonor yang masuk ke dalam tubuh resipien. Kondisi ini bisa
ditangani dengan pemberian obat pereda demam atau dicegah dengan
memberikan jenis darah yang sudah dibuang sel darah putihnya
(leukodepleted).
2) Reaksi alergi.
Menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri dada atau punggung, sulit
bernapas, demam, mengigil, kulit memerah, denyut jantung cepat, tekanan
darah turun, dan mual.

3) Kelebihan zat besi.


Terlalu banyak jumlah darah yang ditransfusikan bisa menyebabkan
kelebihan zat besi. Kondisi ini umumnya dialami penderita thalasemia,
yang sering membutuhkan transfusi darah. Kelebihan zat besi bisa
mengakibatkan kerusakan jantung, hati, dan organ tubuh lainnya.
4) Cedera paru-paru.
Walau jarang terjadi, transfusi darah bisa merusak paru-paru. Kondisi ini
umumnya terjadi 6 jam setelah prosedur dilakukan. Dalam beberapa kasus,
pasien dapat sembuh dari kondisi ini. Namun, sebanyak 5-25 persen pasien
yang menderita cedera paru-paru dapat kehilangan nyawanya. Belum
diketahui penyebab kenapa transfusi darah bisa merusak paru-paru,
5) Infeksi.
Penyakit infeksi, seperti HIV, hepatitis B, atau hepatitis C, dapat
ditularkan melalui darah pendonor. Namun hal ini sangat jarang terjadi di

29
masa sekarang, karena darah yang akan didonorkan sudah diperiksa
terlebih dahulu ada tidaknya infeksi yang dapat ditularkan melalui darah.
6) Penyakit graft versus host
Sel darah putih yang ditransfusikan akan berbalik menyerang jaringan
penerima. Penyakit ini tergolong fatal dan berisiko menyerang orang yang
memiliki kekebalan tubuh rendah, seperti orang dengan penyakit
autoimun, leukemia atau limfoma.
7) Acute immune hemolytic reaction.
Sistem imun akan menyerang sel darah yang ditransfusikan, yang
disebabkan ketidakcocokan darah yang diterima pasien. Pada kondisi ini,
sel-sel darah yang telah diserang akan melepaskan senyawa yang
membahayakan ginjal.
8) Delayed hemolytic reaction.
Mirip dengan acute immune hemolytic reaction, hanya saja reaksinya
berjalan lebih lambat (dalam waktu 1-4 minggu). Reaksi ini dapat
menurunkan jumlah sel darah merah secara perlahan hingga ke tingkat
yang sangat rendah, bahkan penderitanya bisa sampai tidak sadar. Reaksi
hemolitik, baik akut maupun tertunda (delayed) biasanya terjadi pada
pasien yang sudah pernah menerima transfusi darah sebelumnya.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel
mengandung cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya paling
cocok untuk sel tersebut dan berada di dalam cairan ekstraseluler (cairan di luar
sel) yang cocok pula.
Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai
didalam cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang
masuk dan keluar.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel

31
di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar
sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan
interstitial dan cairan transeluler. Cairan tubuh terdiri dari air (pelarut) dan
substansi terlarut (zat terlarut).
Air menyusun ± 50 – 60% dari total berat badan. Hubungan antara berat
badan total dan total air dalam tubuh relatif konstan pada tiapindividu dan
merupakan refleksi dari lemak tubuh. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit diantaranya adalah :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Sel-sel lemak
4. Stres
5. Sakit
6. Temperatur lingkungan
7. Diet
Pemasangan infus merupakan teknik yang mencakup penusukan vena
melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan
jarum yang disambungkan. Pemberian infus melalui vena. Tujuannya Untuk
mengembalikan kembali cairan tubuh yang hilang dan Sebagai pengganti nutrisi.

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis


darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah
berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar
disebabkan oleh trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk
sel darah merah. Dalam pemberian darah harus diperhatikan kondisi pasien,
kemudian kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golongan darah, dan
periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak), homogenitas (bercampur rata
atau tidak).

Tujuan transfuse darah yaitu :

1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau


perdarahan).

32
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien anemia berat
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misal faktor
pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemophilia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alexander, M, Corrigan, A, Gorski, L, Hankins, J., & Perucca, R. (2010).
Infusion nursing society, Infusion nursing: An evidence-based approach
(3rd Ed.). St. Louis: Dauders Elsevier.
2. Royal College of Nursing (RCN). 2005. Standard for infusion therapy.
London: RCN IV Therapy Forum.
3. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Media Aesculapius. Jakarta. 2000.
4. Potter&Perry.2005. Fundamental Keperwatan Edisi IV. Jakarta EGC
5. Ariningrum, Dian, DKK. 2017. Buku Pedoman Keterampilan Klinis
Pemasangan Infus Untuk Semester 7 Fakultas Kedokteran UNS.
Surakarta.
6. dr. Kiswari,Rukman. 2011. Hematologi Dan Transfusi. PT. Penerbit
Erlangga : Surabaya.

33

Anda mungkin juga menyukai