Anda di halaman 1dari 69

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PEMBERIAN POSISI HIGH FOWLER DALAM


MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN POLA NAPAS PADA
PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

YENI KUSMIYANTI
P27220016095

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
DIII KEPERAWATAN
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Posisi High Fowler Dalam Meningkatkan

Keefektifan Pola Napas Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD)”.

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan atas bimbingan,

pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa disebut satu persatu

dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Satino, SKM., M.Sc.N, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Surakarta.

2. Widodo, MN, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan

Surakarta dan dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan

memberi bimbingan demi sempurnanya studi kasus ini.

3. Sunarsih Rahayu, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi D III

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat

menimba ilmu di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.

4. Suyanto.S.Kp.,M.Kes, selaku Penguji 1 Proposal Karya Tulis Ilmiah yang telah

banyak mengarahkan demi sempurnanya studi kasus ini.

5. Semua dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta yang telah

memberikan bimbingan dengan sabar selama saya menuntut ilmu di Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.

v
6. Kedua orang tua saya bapak Sugiarto, ibu Siti Rukayah dan kakak saya Indah

Maidawati Fitriani yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

7. Teman – teman tercinta tingkat 3 baik D III maupun D IV Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta, khususnya kelas 3B DIII yang

telah memberikan dukungan, semangat serta bantuan kepada penulis.

8. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan dunia

keperawatan. Aamiin.

Surakarta, Oktober 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
LEMBAR KEASLIAN TULISAN .................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5
C. TujuanStudiKasus ..................................................................... 5
D. Manfaat Studi Kasus ................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 7
A. KonsepTeori .............................................................................. 7
1. Chronic Kidney Disease (CKD) ......................................... 7
a. Pengertian .................................................................... 7
b. Klasifikasi .................................................................... 8
c. Etiologi ......................................................................... 9
d. Patofisiologi ................................................................. 10
e. Manifestasi Klisnis ...................................................... 11
f. Pemeriksaan Penunjang .............................................. 14
g. Penatalaksanaan ........................................................... 16
h. Komplikasi .................................................................. 18
2. Kebutuhan Oksigenasi Chronic Kidney Disease (CKD) ... 20
a. Pengertian Oksigenasi .................................................. 20
b. Fisiologi Pernapasan .................................................... 20
c. Faktor Yang Mempengaruhi ....................................... 22
d. Gangguan Pada Fungsi Pernapasan ............................. 23
e. Kebutuhan Dasar Oksigenasi ....................................... 29
3. Asuhan Keparawan kebutuhan Oksigenasi ........................ 30
a. Pengkajian .................................................................... 30
b. PemeriksaanFisik ......................................................... 31
c. Diagnosa Keperawatan ............................................... 32
d. Intervensi ..................................................................... 33
e. Implementasi ............................................................... 35
f. Evaluasi ....................................................................... 35
4. Prosedur Pemberian Posisi High Fowler ........................... 36
a. Alat dan Bahan ............................................................ 36
b. Prosedur ...................................................................... 37
BAB III METODE STUDI KASUS ............................................................... 40
A. Jenis dan Rancangan Studi Kasus ............................................... 40
B. Subyek Studi Kasus ..................................................................... 40
C. Daftar Istilah ................................................................................ 41

vii
D. Tempat dan Waktu ...................................................................... 42
E. Pengumpulan Data....................................................................... 42
F. Metode Analisis Data .................................................................. 46
G. Etika Stui Kasus .......................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel
2.1.Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Dengan Derajadnya................9
2.2 Frekuensi Pernapasan Berdasarkan Umur ................................................25
2.3. Ciri-ciri suara nafas normal ......................................................................27
2.4. Bunyi Suara Nafas Tambahan ..................................................................28

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar
2.1. Pathway Chronic Kidney Disease (CKD) .................................................... 38
2.2.Kerangka Teori.............................................................................................. 39
2.3.Kerangka Konsep .......................................................................................... 39

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ yang penting yang fungsinya membuang sisa-sisa

metabolisme dan racun yang ada di dalam tubuh kedalam bentuk urin. Ginjal

merupakan hal yang penting untuk diperhatikan kesehatannya, seringkali manusia

mengabaikan perawatan ginjal secara baik, sehingga berdampak pada peningkatan

kasus penyakit ginjal di Indonesia(Smeltzer & Bare, 2010). Ginjal merupakan

organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi

elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting ginjal

lainnya adalah untuk mengekskresikan produk-produk akhir/ sisa metabolisme

tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Apabila sisa metabolisme tubuh

tersebut dibiarkan menumpuk, zat tersebut bisa menjadi racun bagi tubuh,

terutama bagi otak (Sherwood, 2012).

Indonesia menurut data World Health Organization (WHO) menempati

peringkat 4 dunia sebagai Negara penderita gagal ginjal terbanyak. Jumlah

penderita mencapai 16 juta jiwa. Pada tahun 2008 terdapat 300 ribu penderita

gagal ginjal di Indonesia dan semakin meningkat dari tahun ketahun, dibuktikan

dari data PT Askes Indonesia pasien gagal ginjal pada tahun 2010 mencapai

17.507 orang dan meningkat menjadi 23.261 orang di tahun 2011, dan di tahun

2012 meningkat menjadi 24.141 orang (Dharma, 2015). Indonesia merupakan

negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Hasil survei yang

1
2

dilakukan oleh perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) diperkirakan ada

sekitar 12,5 % dari populasi atau sebesar 25 juta penduduk Indonesia mengalami

penurunan fungsi ginjal. Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia sekitar 150

ribu orang dan yang menjalani hemodialysis 10 ribu orang (Ismail, Hasanuddin

dan Bahar,2014).

Lebih dari dua triliun rupiah dana BPJS dihabiskan untuk membiayai

hemodialisis selama tahun 2014. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau

memulihkan fungsi ginjal. Peningkatan jumlah penderita gagal ginjal kronis dengan

terapi hemodialisa dari waktu ke waktu menunjukan peningkatan yang sangat cepat.

Menurut data pelayanan dialisis Indonesia, sesuai data jumlah kegiatan dialisis yang

ditunjukan oleh salah satu RS milik Depkes dan Pemda telah mencapai 125.441

tindakan per tahun (Depkes, 2010).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun

berifat progresif dan irreversible atau tidak dapat kembali seperti semula, tubuh

juga tidak mampu menjaga metabolisme dan tidak mampu menjaga keseimbangan

cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan

maninfestasi pen-umpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah sehingga

ureum atau azotemia mengalami peningkatan (Smeltzer & Bare, 2010; Rendy &

Margareth, 2012; Digiulio,Jackson, dan Keogh, 2014).

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, ginjal tidak dapat berfungsi

dengan baik. Ginjal mengalami gangguan untuk memfiltrasi darah sehingga zat

sisa metabolisme tubuh seperti urea, asam urat dan kreatinin tidak dapat
3

diekskresikan. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah bagi tubuh. (National

Chronic Kidney Disease Fact Sheet, 2014).

Kematian yang disebabkan oleh gagal ginjal kronik pada tahun 2012

menurut WHO penyakit sebanyak 850.000 jiwa dan penyakit gagal ginjal kronik

adalah penyakit tertinggi ke-12. WHO juga memperkirakan penderita gagal ginjal

kronis di wilayah Asia Tenggara, Mediteraniam, Timur Tengah, dan Afrika akan

terus meningkat, serta pada tahun 2025 diperkirakan penderita gagal ginjal kronis

lebih dari 380 juta orang. Jepang merupakan Negara tertinggi yang penduduknya

menderita gagal ginjal dengan 1.800 kasus per juta penduduk, dan 220 kasus baru

per tahun. Sedangkan Amerika Serikat penderita gagal ginjal kronik pada tahun

2007 prevalensinya mencapai 1.569 orang per sejuta penduduk. Pada tahun 2015

sebanyak 3 juta penduduk perlu mendapatkan pengobatan untuk gagal ginjal

terminal atau ESRD (End Stage Renal Disease) (Dharma, 2015).

Pada tahun 2013 Sulawesi Tengah merupakan provinsi dengan penderita

gagal ginjal kronis terbanyak dengan prevalensi 0,5 % disusul oleh Aceh,

Gorontalo, Sulawesi Utara dengan prevalensi 0,4% , sedangkan provinsi Nusa

Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan

Jawa Timur prevalensi penderita gagal ginjal masing- masing 0,3 % (Dharma,

P.S, dkk, 2015). Prevelensi gagal ginjal kronik berdasarkan diagnosis dokter di

Indonesia sebesar 0,2% dan Sulawesi Utara menempati urutan ke 4 dari 33

propinsi dengan prevalensi 0,4% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013)

Keluhan umum yang terjadi pada penderita gagal ginjal kronik dengan

kardiovaskuler dampaknya adalah oedema, nyeri dan keluhan utama yang paling
4

sering dirasakan oleh penderita gagal ginjal kronik adalah sesak nafas, nafas

tampak cepat dan dalam atau yang disebut pernafasan kussmaul. Hal tersebut

dapat terjadi karena adanya penumpukan cairan di dalam jaringan paru atau dalam

rongga dada, ginjal yang terganggu mengakibatkan kadar albumin menurun.

Selain disebabkan karena penumpukan cairan, sesak nafas juga dapat disebabkan

karena pH darah menurun akibat perubahan elektrolit serta hilangnnya bikarbonat

dalam darah (Naga S, 2014).

Analisa praktik klinik keperawatan dengan masalah pada pasien gagal

ginjal kronis. Asuhan keperawatan dilakukan pada 5 orang responden dengan

masa perawatan 3-8 hari. Satu orang dari 5 orang responden mengalami masa

perawatan 8 hari dengan masalah kelebihan volume cairan dimana pasien

mengalami oliguri dan sesak nafas (Mardiana, 2013).

Dalam memaksimalkan pernafasan pasien dapat dilakukan dengan

mengatur posisi pasien. Posisi duduk merupakan posisi yang efektif dalam

mengingkatkan fungsi ventilasi paru-paru karena organ abdominal menekan

diafragma sehingga kondisi ini membuat orang yang melakukan tindakan posisi

duduk lebih mudah untuk bernafas (Ratiningsih, 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas menunjukkan bahwa pentingnya peran

perawat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dalam mengatasi

permasalahan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD), maka penulis

tertarik untuk mengaplikasikan pemberian posisi fowler dalam meningkatkan

keefektifan pola nafas pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD), karena

pemberian posisi fowler sangat penting dalam meningkatan keefektifan pola


5

nafas, pemberian posisi fowler dapat dipraktekkan serta tidak menimbulkan efek

samping. Harapannya setelah diberikan prosedur pemberian posisi high fowler

pola nafas pasien yang tidak efektif menjadi lebih efektif.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pemberian posisi high fowler dalam meningkatkan keefektifan

pola nafas pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Menggambarkan prosedur pemberian posisi high fowler untuk

meningkatkan keefektifan pola nafas pada pasien Chronic Kidney Disease

(CKD).

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian ketidakefektifan pola nafas melalui

pemberian posisis high fowler pada pasien Chronic Kidney Disease

(CKD).

b. Menggambarkan diagnosa keperawatan pasien dengan pola nafas tidak

efektif pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD).

c. Menggambarkan intervensi keperawatan melalui pemberian posisi high

fowler dalam meningkatkan keefektifan pola nafas pada pasien Chronic

Kidney Disease (CKD).

d. Menggambarkan implementasi keperawatan melalui pemberian posisi

high fowler dalam meningkatkan keefektifan pola nafas pada pasien

Chronic Kidney Disease (CKD).


6

e. Menggambarkan evaluasi keefektifan pola nafas melalui pemberian

posisi high fowler pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD).

f. Menggambarkan manfaat prosedur pemberian posisi high fowler untuk

meningkatkan kefektifan pola nafas pada pasien Chronic Kidney

Disease (CKD).

D. Manfaat Studi Kasus

1. Pasien

Memperoleh pengetahuan tentang prosedur pemberian posisi high fowler

sehingga dapat meningkatkan keefektifkan pola nafas pasien.

2. Peneliti

Memperoleh pengalaman dan dapat mengimplementasikan prosedur

pemberian posisi high fowler pada pasien ketidakefektifan pola nafas pada

pasien pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD).

3. Institusi Pelayanan Keperawatan

Menambah wawasan dan informasi tentang prosedur pemberian posisi high

fowler untuk meningkatkan keefektifkan pola nafas pada pasien pasien

dengan ketidakefektifan pola nafas pada pasien Chronic Kidney Disease

(CKD) bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah

khususnya dalam bidang keperawatan, serta sebagai referensi

pengembangan dan peningkatan pelayanan keperawatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Chronic Kidney Disease (CKD)

a. Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal

yang menahun berifat progresif dan irreversible atau tidak dapat

kembali seperti semula, tubuh juga tidak mampu menjaga

metabolisme dan tidak mampu menjaga keseimbangan cairan dan

elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan

maninfestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam

darah sehingga ureum atau azotemia mengalami peningkatan

(Smeltzer & Bare, 2010; Rendy & Margareth, 2012;

Digiulio,Jackson, dan Keogh, 2014).

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu penyakit

yang menyerang organ ginjal dimana keadaan organ ginjal menurun

secara progresif, kronik, maupun metetap dan berlangsung. Kriteria

yang terdapat pada penyakit ginjal kronik ini adalah timbulnya

kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dengan kata lain terjadinya kelainan

structural maupun fungsional (Faradilla, 2009).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan

7
8

atau tanpa penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas &

Levin,2010).

Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan salah satu

penyakit yang menjadi masalah besar di dunia. Gagal ginjal kronik

merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi organ ginjal

mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan

fungsinya dengan baik (Cahyaningsih, 2009).

b. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut Muttaqin dan Sari (2014) gagal ginjal kronik selalu

berkaitan dengan penurunan progresif LFG (Laju Filtration

Glomerulus). Stadium-stadium CKD didasarka pada tingkat LFG yang

tersisa dan meliputi hal-hal berikut :

1) Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 50%

dari normal.

2) Insufiensi ginjal, yang terjadi apabila LFG turun menjadi 20-35%

dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami

kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.

3) Gagal ginjal, yang terjadi apabila LFG kurang dari 20% normal.

Semakin banyak nefron yang mati.

4) Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila LFG menjadi kurang

dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa.

Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.


9

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG

(Laju Filtrasi Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125

ml/min/1,73m2 sebagia berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya


Derajat Penjelasan LFG
(ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG (Laju ≥ 90
Filtration Glomerulus) normal
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan 60-89
LFG (Laju Filtration Glomerulus)
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG (Laju 30-59
Filtration Glomerulus) penurunan
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG (Laju 15-29
Filtration Glomerulus) penurunan
berat
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Sudoyo, 2015)
c. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut Muttaqin dan Sari (2014) begitu banyak kondisi klinis

yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi

apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal

secara progresif. Kondisi klinis yang dapat mengakibatkan CKD bisa

disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.

1) Penyakit dari ginjal

a) Penyakit pada saringan (glomelurus) : glomerulonefritis.

b) Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis.

c) Batu ginjal : nefrolitiasis.

d) Kista di ginjal : polcystis kidney.


10

e) Trauma langsung pada ginjal.

f) Keganasan pada ginjal.

g) Sumbatan : batu, tumor, penyempitan / striktur.

2) Penyakit umum di luar ginjal

a) Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

b) Dyslipidemia.

c) SLE.

d) Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.

e) Preeklamsi.

f) Obat-obatan.

g) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).

d. Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut Muttaqin dan Sari (2014), patofisiologi dari Chronic

Kidney Disease (CKD) yaitu:

Gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,

keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa

masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai

fungsi gimjal turun kurang dari 25% normal, tanda dan gejala gagal gnjal

kronik karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron

yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,

reabsorbsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron

yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron


11

tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini

berkaitan dengan tuntutan nefron untuk meningkatkan reabsorpsi protein.

Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan

jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan

meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat

menyebabkan edema paru. Edema paru akan menyebabkan sesak nafas

karena oksigen yang berada dalam paru-paru akan berkurang. Selain

penumpukan cairan pada paru juga dapat terjadi penumpukan dalam perut

yang menyebabkan asites, asites juga dapat memperburak pola nafas pasien

karena mengalami pembesaran perut

Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak

terbentuknya jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan

secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan tanda penumpukan

metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga

akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak gejala pada

setiap organ tubuh.

e. Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)

Manifestasi klinik menurut Nahas &Levin (2010) adalah sebagai

berikut:

1) Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi

perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan

irama jantung dan edema. Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian
12

pergelangan kaki, tangan, wajah, dan betis. Kondisi ini disebabkan

ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan yang menumpuk

dalam tubuh, genjala ini juga sering disertai dengan beberapa tanda

seperti rambut yang rontok terus menerus, berat badan yang turun

meskipun terlihat lebih gemuk.

2) Gangguan pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak.

Perubahan pola nafas terjadi karena adanya edema paru, hal ini

menyebabkan sesak nafas karena cairan yang harusnya dikeluarkan

oleh tubuh tetapi tertumpuk dalam paru-paru yang menyebabkan

oksigen dalam paru berkurang.

3) Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea dan fomitus yang berhubungan dengan

metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran

gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

4) Gangguan muskuloskeletal

Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),

burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama

ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot –

otot ekstremitas).
13

5) Gangguan integumen

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat

penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan

rapuh.

6) Gangguan endokrin

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan

menstruasi dan amenore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan

metabolik lemak dan vitamin D.

7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan

natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,

hipokalsemia.

8) Sistem hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,

sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang,

hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana

uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan

trombositopeni.
14

f. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut Muttaqin dan Sari (2014), pemeriksaan penunjang pada

pasien Chronic Kidney Disease (CKD) antara lain:

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Laju Endapan Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya

anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normesitor normokrom,

dan jumlah retikulosit yang rendah.

b) Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandinagn antara

ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa

meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka

bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.

Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin,

pada diet rendah protein, dan tes Kliens Kreatinin yang menurun.

c) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia:

biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan

menurunnya diuresis.

d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya

sintesis vit D3 pada CKD.

e) Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme

tulang, terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.

f) Hipoalbuminemia dan hipokolesteromia: umumnya disebabkan

gangguan metabolisme dan diet rendah protein.


15

g) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme

karbohidrat pada gagal ginjal (retensi terhadap pengaruh insulin

pada jaringan perifer).

h) Hipertligiserida, akibat gangguan metabolisme lemak,

disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunnya

lipoprotein lipase.

i) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH

yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2

yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik

pada gagal ginjal.

2) Pemeriksaan diagnostik lain

a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal

(adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan

memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita

diharapkan tidak puasa.

b) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises

dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal

ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes

melitus, dan nefropati asam urat.

c) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim

ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises,

ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.


16

d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari

gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.

e) EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri,

tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolitm

(hiperkalaemia).

g. Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD)

Morton dan Patricia (2011) menjelaskan penatalaksanaan pada

pasien CKD adalah :

1) Penatalaksanaan gangguan cairan

Pada pasien CKD, pembatasan cairan dan garam adalah penyokong

terapi untuk mencegah kelebihan beban cairan. Deuretik juga

digunakan untuk memperlambat kebutuhan akan dialisis.

2) Penatalaksanaa gangguan asam basa

Pengakjian dengan analisa gas darah (AGD) dan karbondioksida

vena dapat sebagai panduan untuk pemebrian terapi obat-obat yang

bersifat basa.

3) Penatalaksanaan gangguan kardiovaskuler

a) Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi pada pasien CKD dapat berupa,

pembatasan natrium dan cairan, penggunaan deuretik, terapi anti

hipertensi serta dialisis untuk membuang cairan yang berlebih.


17

b) Hiperkalemia

Penatalaksanaan pada pasien hiperkalemia dapat melalui,

pembtasan kaliaum dalam diet, diuretik, dan resin yang mengikat

kalium, sedangkan untuk hiperkalemia berat dilakukan dengan

berusaha melawan efek kalium melalui pemberian kalsium

glukonat atau klorida IV, membuang kalium dari tubuh melalui

pemberian diuretik dan resin, serta memindahkan kalium ke

dalam sel melalui pemberian bikarbonat IV dan insulin.

4) Penatalaksanaan gangguan pulmoner

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien CKD adalah edema paru,

akibat kelebihan volume cairan, gagal jantung atau keduanya.

Penatalaksanaan gangguan paru berupa pembatasan cairan dan

natrium, penanganan pada gagal jantung yang mendasari, serta

pemberian deuretik.

5) Penatalaksanaan gangguan gastrointestinal

Pada pasien CKD sering terjadi perdarahan pencernaan,

penatalaksanaan dapat melalui pemberian cairan kristaloid dan

produk darah.

6) Penatalaksanaan gangguan hematologi

Pada pasien CKD akan mengalami gangguan hematologi berupa,

peningkatan kecenderungan perdarahan, gangguan sistem imun dan

anemia, penatalaksanaannya melalui penatalaksanaan kolaboratif


18

mencakup pemberian produk darah sesuai kebutuhan, memberikan

suplemen zat besi oral, memberikan suplemen vitamin.

7) Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat

Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat ini sangat penting karena

agen farmakologis, metabolitnya atau keduanya diekskresikan oleh

ginjal, kewaspadaan perawat sangat perlu untuk memastikan

pemberian waktu yang tepat.

8) Penatalaksanaan pada gangguan skeletal

Penatalaksanaan pada gangguan skeletal terdiri dari, pengaturan

fosfat, suplementasi kalsium dan vit D, pencegahan toksilitas

alumunium, dan pengendalian asidosis metabolik.

9) Penatalaksanaan sistem integumen

Penatalaksanaan kolaboratif pada sistem integumen adalah

penurunan fosfat, pemberian vit D, obat-obatan anti histamin serta

perawatan kulit dengan seksama melalui alih baring pasien untuk

mencegah kerusakan kulit.

h. Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD)

Morton dan Patricia (2011) menerangkan komplikasi yang terjadi

pada pasien CKD yaitu:

1) Gangguan kardiovaskular

Gangguan di sistem kardiovaskular dapat menyebabkan atau

mempercepat proses gagal ginjal, selain itu komplikasi


19

kardiovaskular juga dapat muncul sebagai akibat CKD. Komlikasi

yang sering muncul yaitu hipertensi, hiperkalemia, dan perikarditis.

2) Gangguan pulmoner

Komplikasi pada paru yang sering muncul pada pasien CKD adalah

terjadinya edema paru. Komplikasi ini sering terjadi karena

kelebihan cairan, gagal jantung atau keduanya.

3) Gangguan gastrointestinal

Komplikasi yang sering timbul adalah perdarahan pencernaan,

etiologinya dapat terjadi karena kelainan pembekuan darah dan

trombosit, pemakaian anti koagulan. Selain itu komplikasi pada

sistem pencernaan dapat berupa, anoreksia, mual, muntah,

diare,konstipasi, serta gangguan rongga mulut seperti stomatitis.

4) Gangguan neuromuskuler

Gangguan neuromuskuler dapat manyebabbkan komplikasi berupa

ganguan tidur, gangguan proses kognitif, latergi, iritabilitas otot, dan

neuropati perifer.

5) Gangguan sistem imun

Pasien dengan CKD berada pada daya tanggap imun rendah,

gangguan ini disebabkan malnutrisi dan efek uremia pada leukosit.

6) Gangguan muskuloskeletsl

Gangguan muskuloskeletal muncul pada pasien CKD dikarenakan

terjadinya gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat, hal ini


20

menyebabkan berbagai komplikasi sistem muskuloskeletal seperti,

nyeri tulang, fraktur, pseudogout, serta pruritus.

2. Kebutuhan Oksigenasi Pada Chronic Kidney Disease (CKD)

a. Pengertian Oksigenasi

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,

mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh.

Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsure

vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan

kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigen diperoleh dengan

cara menghirup O2 setiap setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen

kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh (Andarmoyo, 2012).

b. Fisiologi Pernapasan

Menurut Fitri (2014), fisiologi pernapasan dibagi dua tahap yaitu :

1) Pernapasan eksternal

Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada

keseluruhan proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan

eksternal dan sel tubuh. Secara umum, proses ini berlangsung

dalam tiga langkah yaitu :

a) Ventilasi pulmoner, saat bernapas, udara bergantian masuk-

keluar paru melalui proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran

gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi

ini dipengaruhi beberapa faktor, yaitu jalan napas yang bersih,


21

sistem saraf pusat dan sistem pernapasan yang utuh, rongga

toraks yang mampu mengembang dan berkonsentrasi dengan

baik, serta komplians paru yang adekuat.

b) Pertukaran gas alveolar, setelah oksigen memasuki alveolus,

proses pernapasan berikutnya adalah difusi oksigen dari

alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah

pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan

tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini

berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi

oleh ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.

c) Transport oksigen dan karbondioksida, pada proses ini,

oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan

karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru.

Transpor O2 berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru.

2) Pernapasan internal

Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada proses

metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitokondria, yang

menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan

energi molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak

mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler

sistemik dan sel jaringan. Selanjutnya terjadi pertukaran O 2 dan CO2

antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru,


22

pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan

gradien tekanan parsial.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

Chronic Kidney Disease (CKD)

1) Faktor Fisiologis

Gangguan pada fungsi fisiologis antara lain :

a) Penurunan kapasitas angkut O2

Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O2

ke jaringan adalah 97%. Nilai tersebut dapat berubah sewaktu-

waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh.

b) Penurunan konsentrasi O2 inspirasi

Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapi

pernapasan dan penurunan kadar O2 lingkungan.

c) Hipovolemia

Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah

akibat kehilangan cairan ekstraselular yang berlebihan. Misalnya

pada penderita syok atau dehidrasi berat.

d) Peningkatan laju metabolik

Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang

terus menerus yang mengakibatkan peningkatan laju matabolik.

Akibatnya, tubuh mulai memecah persediaan protein dan

menyebabkan penurunan masa otot.


23

2) Faktor Status Kesehatan

Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan

kadar oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan

tetapi, pada kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat

terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen

tubuh. Kondisi tersebut antara lain gangguan pada sistem

pernapasan dan kardiovaskular, penyakit kronis, penyakit obstruksi

pernapasan atas, dll. Pasien CKD terjadi gangguan pernapasan

karena terjadi penumpukan cairan dalam paru dan terjadi edema

paru.

d. Gangguan Pada Fungsi Pernapasan pada Chronic Kidney Disease

(CKD)

1) Hipoksia

Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan

kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau

peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan

adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Pada pasien CKD

hipoksia terjadi karena gangguan ventilasi yang dapat menurunkan

konsentrasi oksigen, hal ini karena adanya penumpukan cairan pada

paru sehingga menyebabkan edema paru.


24

2) Perubahan Pola Pernapasan

a) Takipnea

Merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24

kali per menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan

atelektasis atau terjadinya emboli.

b) Bradipnea

Merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10 kali

per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan

tekanan intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.

c) Hiperventilasi

Merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan

jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan

dalam.

d) Pernapasan kassmaul

Merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat

ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.

e) Hipoventilasi

Adalah upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida

dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta

tidak cukupnya penggunaan oksigen.


25

f) Dispnea

Merupakan perasaan sesak dan berat saat bernapas disebabkan

oleh perubahan kadar gas dalam darah / jaringan, kerja berat /

berlebihan, dan pengaruh psikis.

g) Ortopnea

Merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau

berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang

mengalami kongestif paru.

Tabel 2.2 Frekuensi Pernapasan Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Per Menit

Bayi baru lahir dan bayi 30-60

1-5 tahun 20-30

6-10 tahun 18-26

10-dewasa 12-20

60 tahun ke atas 16-25

(Tarwoto dan Wartonah, 2012)

3) Pertukaran Gas

Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen

maupun karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vaskular,

dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau imobilitasi akibat

penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, atau penyakit

radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini

menunjukkan kapasitas difusi menurun, antara lain disebabkan oleh


26

penurunan luas permukaan difusi, penebalan membran alveolar

kapiler, terganggunya pengangkutan O2 dari paru ke jaringan akibat

rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia, keracunan CO2, dan

terganggunya aliran darah.

Tanda Klinis :

a) Dispnea pada usaha napas

b) Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang

c) Agitasi

d) Lelah, letargi

e) Meningkatnya tahanan vaskular paru

f) Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya Pco2

g) Sianosis.
27

Tabel 2.3 Ciri-ciri suara nafas normal

Dekripsi Lokasi Asal

Vesikuler Paling baik terdengar Diciptakan oleh


Bunyi vesikuler halus, di perifer paru udara yang
lembut dan bernada (kecuali diatas bergerak
rendah. Fase inspirasi 3 scapula) melewati jalan
kali lebih lama dari fase nafas yang lebih
ekspirasi kecil

Bronkovesikuler Paling baik didengar Diciptakan oleh


Bunyi bronkhovesikuler secara posterior udara yang
bernada sedang dan bunyi antara scapula dan bergerak
tiupan dengan intensitas anterior diatas melewati jalan
sedang. Fase inspirasi bronkhiolus di nafas yang lebih
sama dengan fase samping sternum besar
ekspirasi pada rongga
interkosta pertama
dan kedua

Bronkhial Paling baik terdengar Diciptakan oleh


Bunyi bronkhial terdengar diatas trakhea udara yang
keras dan bernada tinggi bergerak
dengan kualitas bergema. melewati trachea
Ekspirasi lebih lama yang dekat
daripada inspirasi (rasio dengan dinding
3-2) dada

(Sumber: Andarmoyo, 2012)


28

Tabel 2.4 Bunyi Suara Nafas Tambahan

Bunyi Daerah yang di Penyebab Karakter


auskultasi
Krekels Paling sering Reinflasi Krekels halus adalah
terjadi dilobus sekelompok alveolus bunyi gemercik bernada
dependen: dasar yang acak dan tiba- halus tinggi, singkat, yang
kanan dan kiri. tiba: aliran udara terdengar di akhir
yang kacau. inspirasi, biasanya tidak
hilang dengan batuk.
Krekels basah adalah
bunyi yang lebih lambat
terdengar dipertengahan
inspirasi, tidak hilang
dengan batuk.
Ronkhi Terdengar di atas Spasme mukular, Bunyi keras, bernada
trakhea dan cairan atau mucus rendah, bergemuruh,
bronkus: jika pada jalan nafas kasar, yang paling sering
cukup keras yang besar, terdengar selama inspirasi
dapat terdengar menyebabkan atau ekspirasi, dapat
disebagian bisar turbulensi hilang dengan batuk
bidang paru.
Wheezing Dapat didengar Aliran udara Bunyi musikal bernada
diseluruh bidang kecepatan tinggi tinggi dan continue seperti
paru. melewati bronkus bedecit yang terdengar
yang mengalami secara kontinu selama
penyempitan berat inspirasi atau ekspirasi
biasanya lebih keras pada
ekspirasi, tidak hilang
dengan batuk
Gesekan Terdengar Pleura yang Bunyi kering, berciut yang
pleura dibidang paru mengalami paling terdengar selama
lateral (jika klien inflamasi, pleura inspirasi: tidak hilang
duduk tegak) parietalis yang dengan batuk, terdengar
bergesekan dengan paling keras di atas
pleura viseral permukaan anterior lateral

(Sumber: Andarmoyo, 2012)


29

e. Kebutuhan Dasar Oksigenasi Pada Chronic Kidney Disease (CKD)

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,

mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Jaringan

yang melakukan metabolisme aerob, proses membentuk energi dengan

adanya oksigen, bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan

hidup.

Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) cenderung

ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul),

irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas

normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya

untuk mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan

dada yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama

getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat perkusi paru

sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru

cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan

ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari

ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya

edema paru, nyeri dada dan sesak nafas akibat adanya penimbunan

cairan di paru-paru (Potter dan Patricia, 2010).


30

3. Asuhan Keperawatan Kebutuhan Oksigenasi

Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data

mengenai biodata pasien, umur pasien bisa menunjukkan tahap

perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin,

dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya

terhadap terjadinya masalah/ penyakit, dan tingkat pendidikan dapat

berpengaruh terhadap pengetahuan pasien tentang masalahnya/

penyakitnya.

Asuhan keperawatan menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), sebagai

berikut:

a. Pengkajian

1) Riwayat Keperawatan

a) Masalah pernapasan yang pernah dialami

b) Pernah mengalami perubahan pola pernapasan

c) Pernah mengalami batuk dengan sputum

d) Pernah mengalami nyeri dada

e) Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala

diatas.

2) Riwayat penyakit pernapasan

a) Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TB, dan

lain-lain?

b) Bagaimana frekuensi setiap kejadian?


31

3) Riwayat kardiovaskular

a) Pernah mengalami penyakit jantung

b) Gagal jantung, infark miokardium

4) Gaya hidup

a) Merokok, keluarga perokok, atau lingkungan perokok.

b) Penggunaan obat-obatan dan minuman keras

c) Konsumsi tinggi kolesterol

5) Keluhan saat ini

a) Adanya batuk

b) Adanya sputum

c) Sesak napas, kesulitan bernapas

d) Intoleransi aktivitas

e) Perubahan pola pernapasan

b. Pemeriksaan Fisik

Head To Toe :

1) Mata

a) Konjungtiva pucat

b) Konjungtiva sianosis

c) Konjungtiva terdapat pethechial

2) Kulit

a) Sianosis perifer

b) Sianosis secara umum

c) Penurunan turgor
32

d) Edema

3) Jari dan Kuku

a) Sianosis

b) Jari tabuh

4) Mulut dan bibir

a) Membran mukosa sianosis

b) Bernapas dengan mengerutkan mulut

5) Hidung

a) Bernapas dengan cuping hidung

6) Leher

a) Adanya distensi / bendungan vena jugulariss

b) Pemasangan trakeostomi

7) Dada

a) Retraksi otot bantu pernapasan

b) Pergerakan tidak simetris antara dada kira dan dada kanan

c) Taktil fremitus, thrills

d) Suara napas normal

e) Suara napas tidak normal

f) Bunyi perkusi

c. Diagnosa Keperawatan

1) Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengn menurunnya

ekspansi paru
33

2) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan

menurunnya energi dan kelelahan

3) Tidak efektifnya perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipervolemia, hipovolemia

4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan

dalam paru

d. Intervensi

1) Tidak Efektifnya Pola Pernapasan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan masalah tidak efektifnya pola

pernapasan dapat teratasi.

Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan pola pernapasan

yang efektif, data objektif menunjukkan pola

pernapasan yang efektif, pasien merasa lebih

nyaman dalam bernapas

Rencana Tindakan :

a) Kaji pola dan frekuensi pernapasan pasien

Rasional : Mengetahui pola napas yang tidak efektif

b) Monitor bunyi paru

Rasional : Menentukan adanya sekret atau kelainan

c) Monitor hasil analisis gas darah

Rasional : Abnormalitas gas menunjukkan tidak adekuatnya

oksigenasi
34

d) Monitor kadar hemoglobin

Rasional : Hemoglobin berperan dalam transpor oksigen

sehingga sangat menentukan oksigenasi

e) Monitor TTV

Rasional : peningkatan suhu tubuh berpengaruh dalam

peningkatan metabolisme dan berkontribusi terhadap perubahan

pola napas, nadi akan meningkat pada kondisi takipnea.

f) Atur posisi semi fowler

Rasional : Melonggaarkan rongga dada dan mengurangi

tekanan diafragma karena tekanan abdomen.

g) Pastikan jalan napas paten

Rasional : Terhambatnya aliran udara akan menghambat difusi

oksigen

h) Observasi adanya pernapasan cuping hidung

Rasional : Kadar oksigen yang kurang menimbulkan hipoksia

jaringan perifer yang dimanifestasikan adanya sianosis

i) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen

Rasional : meningkatkan suplai oksigen

j) Anjurkan pasien menghindari kondisi yang dapat

meningkatkan konsumsi oksigen

Rasional : Meminimalkan kebutuhan oksigen tubuh


35

k) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian inhalasi /

nebulizer

Rasional : meningkatkan ventilasi dengan cara vasodilatasi

saluran pernapasan

l) Monitor hasil radiologi paru

Rasional : Menentukan adanya kelainan paru-paru sebagai

penyebab gangguan pola napas.

m) Laksanakan program pengobatan medis

Rasional : Mengatasi penyebab gangguan pola napas

e. Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses

keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat

diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama,

mungkin berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan.

Aplikasi yang dilakukan klien akan berbeda, disesuaikan dengan

kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien.

f. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima dari proses

keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan

yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta

menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya

sebagian atau bahkan belum teratasi semuanya.


36

4. Pemberian Posisi High Fowler

Posisi high fowler adalah posisi dimana tempat tidur diposisikan

dengan ketinggian 600-900 bagian lutut tidak ditinggikan. Posisi ini

dilakukan untuk menghilangkan tekanan pada diafragma yang

memungkinkan pertukaran volume lebih besar dari udara yang bertujuan

untuk memfasilitasi pasien yang kesulitan bernapas (Barbara, 2010). Posisi

semi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian

kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan (450-650) (Uliyah dan

Hidayat, 2012). Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan

dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien dan meningkatkan ekspansi

paru.

Peningkatan saturasi oksigen pada posisi high fowler 5,73% dan

semi fowler 4,07% maka dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini

saya menggunakan posisi high fowler karena peningkatan saturasi oksigen

dapat berhubungan dengan keefektifan pola napas (Meilirianta, Tohri dan

Suhendra, 2016).

Prosedur dalam pemberian posisi high fowler menurut

Sigalingging (2013) sebagai berikut:

a. Alat Dan Bahan

1) Tempat tidur fungsional

2) Bantal 2-5 buah

3) Sandaran punggung, jika ada

4) Gulungan handuk
37

b. Prosedur

2) Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan tindakan yang akan

dilakukan.

3) Bawa alat ke dekat pasien.

4) Cuci tangan.

5) Anjurkan pasien menekuk lulut sebelum kepala dinaikkan.

6) Naikkan tempat tidur bagian kepala 600-900 jika ada functional bed.

7) Letakkan balok atau bantal di punggung pasien jika functional bed

tidak tersedia.

8) Topang kepala pasien dengan bantal kecil dan lembut.

9) Berikan bantal pada daerah punggung bawah, tungkai bawah mulai

dari lutut hingga tumit kaki, telapak kaki, dan kedua tangan pasien

jika pasien dalam keadaan lemas.

10) Observasi tingkat kenyamanan pasien terhadap posisi dan ekspresi

pasien.

11) Cuci tangan, dokumentasikan meluputi jenis posisi, kenyamanan

pasien dan keadaan umum pasien


38

B. Pathway

Chronic Kidney Disease (CKD)

Kondisis yang menyebabkan penurunan fungsi neuron

Menyebabkan kematian nefron

Membentuk jaringan parut dan aliran darah ginjal

LFG menyebabkan kegagalan mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit

Volume cairan , hipernatreima Sindrom uremik

hiperkalemia, pH ,hipokalsemia

Respons asidosis dan sindrom

Respons hiperkalemia Kelebihan uremia pada sistem saraf dan

Kerusakan implus saraf volume pernapasan.

Gangguan konduksi cairan - Pernapasan Kussmaul

elektrikal otot ventrikel - Letargi, kesadaran

-Edema sel otak

Aritmia resiko tinggi kejang - Disfungsi serebral

Gangguan pola napas

Penurunan perfusi serebral Perubahan proses

Pikir Posisi High fowler

Ket (Muttaqin dan Sari, 2012)


Gambar 2.1 Pathway
Objek yang diteliti :
39

C. Kerangka Teori

Chronic Kidney Disease (CKD)

Sindrom uremik Respons asidosis dan sindrom uremia

pada sistem saraf dan dan pernapasan.

- Pernapasan Kussmaul

- Letargi, kesadaran

-Edema sel otak

- Disfungsi serebral

Gangguan Posisi

Pola Napas High fowler

Gambar 2.2 Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep

Chronic Kidney Posisi Peningkatan

Disease (CKD) High Fowler Keefektifan Pola Napas

Oksigenasi Terpenuhi

Gambar 2.3 Kerangka Konsep


BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan rancangan studi kasus

deskriptif dengan pendekatan case studi (Studi kasus). Studi kasus merupakan

rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara

intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi.

Rancangan penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan

(memaparkan) peristiwa - peristiwa penting yang terjadi masa kini salah

satunya pemberian posisi semi fowler pada pasien Chronic Kidney Desease

(CKD). Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih

menekankan pada data factual ( Nursalam, 2016).

B. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus pada Proposal Karya Tulis Ilmiah ini adalah 2 pasien

dengan diagnosa Chronik Kidney Disease (CKD).

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang diambil sebagai subjek studi

kasus pada pasien dengan Chronik Kidney Disease (CKD) adalah sebagai

berikut:

1) Kriteria Inklusi

a) Pasien yang baru masuk ke ruang HD

b) Pasien di ruang HD yang belum dalam posisi high fowler

40
41

c) Pasien sebelum dipindahkan ke ruang HD belum dalam posisi high

fowler

d) Pasien dengan pola napas tidak efektif

e) Pasien kooperatif dan mampu diajak komunikasi

2) Kriteria Ekslusi

a) Pasien di ruang HD yang sudah dalam posisi semi fowler

b) Pasien dengan pola nafas efektif.

C. Daftar Istilah

1. Posisi high fowler adalah posisi dimana tempat tidur diposisikan dengan

ketinggian 600-900 bagian lutut tidak ditinggikan. Posisi ini dilakukan

untuk menghilangkan tekanan pada diafragma yang memungkinkan

pertukaran volume lebih besar dari udara yang bertujuan untuk

memfasilitasi pasien yang kesulitan bernapas (Barbara,2009)

2. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang

menahun berifat progresif dan irreversible atau tidak dapat kembali

seperti semula, tubuh juga tidak mampu menjaga metabolisme dan tidak

mampu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi

struktur ginjal yang progresif dengan maninfestasi pen-umpukan sisa

metabolit (toksik uremik) di dalam darah sehingga ureum atau azotemia

mengalami peningkatan (Smeltzer & Bare, 2010; Rendy & Margareth,

2012; Digiulio,Jackson, dan Keogh, 2014).

3. Menurut Judith & Ahern (2013) mendiskripsikan pola nafas yang tidak

efektif adalah inspirasi dan atau ekspirasi ventilasi pernafasan tidak


42

adekuat. Dalam kasus ini pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hiperventilasi. Hyperventilation menurut kamus keperawatan adalah

pernafasan yang dilakukan pasien sangat cepat dan dapat juga disertai

dengan gejala pusing.

D. Tempat dan Waktu

Tempat pengambilan kasus ini adalah di ruang HD Rumah Sakit dr.

Soeradji Tirtonegoro Klaten. Waktu pelaksanaan pengambilan kasus ini

adalah Januari 2019.

E. Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan

dalam pemberian posisi semi fowler pada pasien Chronic Kidney

Disease (CKD) dalam meningkatkan keefektifan pola nafas. Langkah-

langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan studi

kasus dan teknik instrumen yang digunakan. Selama proses

pengumpulan data peneliti memfokuskan pada penyediaan subjek,

melatih tenaga pengumpul data (jika diperlukan), memperhatikan

prinsip-prinsip validitas dan reabilitas, serta menyelesaikan masalah-

masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai rencana

(Nursalam, 2016).
43

Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan

sekunder. Pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus ini

adalah :

a. Metode Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan secara langsung kepada pasien Chronic

Kidney Disease (CKD) dengan ketidakefektifan pola napas untuk

mengamati peningkatan keefektifan pola nafas setelah dilakukan

pemberian posisi semi fowler. Bentuk observasi ada tiga yaitu

observasi partisipasi, observasi tidak terstuktur dan observasi

kelompok. Dalam metode observasi ini, instrumen yang

digunakan anatara lain lembar observasi, panduan pengamatan,

atau lembar checklis (Hidayat, 2014). Observasi dalam studi

kasus ini menggunakan metode observasi partisipatif dilakukan

untuk pengumpulan data dan mengetahui perkembangan pasien.

b. Metode wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mewawancarai langsung pada pasien Chronic Kidney Disease

(CKD) dengan ketidakefektifan pola napas, sehingga metode ini

memberikan hasil secara langsung keadaan pola napas pasien.

Jenis wawancara yang digunakan diantaranya wawancara

mendalam dan wawancara terarah (Hidayat, 2014). Wawancara

dapat dilakukan melalui dua cara yaitu auto anamnesa untuk


44

menyakan respon yang dirasakan pasien dan allo anamnesa umtuk

mengetahui riwayat penyakit yang dialami pasien.

c. Metode pengukuran atau pemeriksaan

Pengukuran atau pemeriksaan yang dilakukan yaitu menilai hasil

tindakan pemberian posisi high fowler dalam meningkatkan

keefektifan pola nafas pasien Chronic Kidney Disease (CKD.

d. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi :

1) Inspeksi (I)

Menggunakan indera penglihatan, memerlukan bantuan

pencahayaan yang baik, dan pengamatan yang teliti (Debora,

2012). Inspeksi penelitian dilakukan untuk mengamati pola

nafas pasien.

2) Perkusi (P)

Dilakukan dengan mengetuk permukaan tubuh dengan tangan

pemeriksa. Digunakan untuk memperkirakan densitas organ

tubuh atau jaringan yang diperiksa (Debora, 2012). Perkusi

dilakukan untuk menilai normal tidaknya suara perkusi paru.

3) Palpasi (P)

Palpasi menggunakan serabut saraf sensoris di permukaan

telapak tangan untuk mengetahui kelembapan, suhu, tekstur,

adanya massa, dan penonjolan, lokasi dan ukuran organ, serta

pembengkakan (Debora, 2012). Palpasi dilakukan untuk


45

mendeteksi kelainan seperti nyeri tekan, melalui palpasi

dapat diteliti gerak dinding toraks pada saat proses inspirasi

dan ekspiasi.

4) Auskultasi (A)

Menggunakan indera pendengaran, atau menggunakan alat

bantu stetoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa

bunyi paru untuk menilai adanya suara nafas diantaranya

suara nafas dasar dan suara nafas tambahan

e. Dokumentasi

Metode pengumpulan data dengan cara mengambil data yang

berasal dari dokumen asli untuk mendukung peniitian yang

dilakuan (Hidayat, 2014). Dokumen asli tersebut dapat berupa

pemeriksaan atau catatan medis klien, rekam medis, hasil

laboratorium serta terapi.

2. Instrumen studi kasus

Instrument yang digunakan pada Studi kasus ini adalah SOP

pemberian posisi high fowler.


46

F. Metode Analisi Data (Domain Analisis)

Dalam studi kasus ini peneliti membandingkan antara hasil studi

kasus dengan jurnal Studi Kasus ataupun sumber-sumber lain (jurnal,

buku, dll).

G. Etika Studi Kasus

Merupakan suatu keharusan pada saat akan memulai suatu studi

kasus untuk menjaga kerahasiaan dan memberi keamanan pada responden.

Etika studi kasus merupakan masalah yang sangat penting dalam studi

kasus, mengingat Studi Kasus keperawatan berhubungan langsung dengan

manusia, maka segi etika studi kasus harus diperhatikan. Masalah etika

yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Informed consent (persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent persetujuan menjadi responden. Tujuannya agar

subyek mengerti maksud dan tujuannya Studi Kasus. Jika responden

bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Anonimity merupakan pemberian jaminan dalam penggunaan

subyek Studi Kasus dengan cara tidak mencantumkan nama responden

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil studi kasus yang akan disajikan.


47

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality merupakan pemberian jaminan hasil studi

kasus, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh penulis.

4. Ethical Clearance (kelayakan etik)

Ethical Clearance merupakan keterangan tertulis yang

diberikan oleh komisi etik penelitian untuk riset yang melibatkan

makhluk hidup (manusia hewan dan tumbuhan) yang menyatakan

bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi

persyaratan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, F. R. (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua


Satria Offset.

Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Barbara, K. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan


Praktik edisi VII Volume I. Jakarta: EGC.

Cahyaningsih, N. D. (2009). Hemodialisa: Panduan Praktis Perawatan Gagal


Ginjal. Jogjakarta: Mitra Cendekia Press.

Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Dharma, P. S. (2015). Penyakit Ginjal Deteksi Dini dan Pencegahan. Yogyakarta:


Condongcatur.

Digiulio., Mario., Donna, J., Jim, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah


Demystified. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Faradilla, N. (2009). Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: salemba Medika.

Hidayat, A. dan Masrifatul, U. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia


Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A., Azizm, A & Uliyah, M. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar


Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Ismail, H & Bahar, B. (2014). Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Motivasi


dengan Kepatuhan Diet pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Vol.1, No.3, pp. 1-8.

Judith & Ahern. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC
Edisi 9. Jakarta : EGC.

Meilirianta., Tohri, T., Suhendra. (2016). Jurnal Posisi Semi Fowler dan Posisi
High Fowler Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien asma
Bronkial Di Ruang Rawat Inap D3 dan E3 Rumah Sakit Umum Daerah
Cibabat Cimahi.Tersedia di http://stikesrajawali.ac.id/repository/16_perban
dingan_posisi_full.pdf. Diunduh 11 November 2018.
Morton, P. G. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik Edisi 8
Alih Bahasa Nike et.al. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. dan Sari, K. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Naga, S. (2014). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: Diva
Press.

Nahas, M. E & Adeera, L. (2010). Chronic Kidney Disease: A Practical Guideto


Understanding and Management. USA : Oxford University Press.

Nursalam. (2016). Metodologi Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis ed. 4.


Jakarta: Salemba Medika.

Oda, D. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika.

Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, dan Praktik, Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta: EGC.

Ratiningsih, N. (2011). Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Klien Ppok


Dengan Posisi High Fowler & Orthopneic. Jurnal Keperawatan Indonesia.
Volume 14. No. 1, 1 Maret 2011; hal 31-36.

Rendy dan Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Riskesdas. (2013). Riset Keseharan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitibang


Kemenkes RI.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan, edisi 5. Jakarta: SalembaMedika.

Sigalingging, G. (2013). Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Dasar


Manusia. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

Sudoyo A. W., Setyohadi, B., Alwi, I. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.
Lampiran 1

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Yeni Kusmiyanti

Institusi : POLTEKKES KEMENKES Surakarta

Jurusan : Prodi Diploma - III Keperawatan

Dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam

penelitian yang berjudul “Pemberian Posisi High Fowler dalam Meningkatkan

Keefektifan Pola Napas pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD)”. Tujuan

dari penelitian studi kasus ini untuk menggambarkan manfaat pemberian posisi

high fowler dalam meningkatkan keefektifan pola napas pada pasien Chronic

Kidney Disease (CKD). Data yang didapat akan dibandingkan dengan jurnal,

buku, maupun studi kasus lainnya sehingga dapat memberi manfaat berupa

informasi dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan keperawatan

professional saat melakukan pemberian posisi high fowler pada pasien Chronic

Kidney Disease (CKD) secara tepat dan efisien.

Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin

dengan menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung kurang lebih

10 - 15 menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak

perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan ilmu

keperawatan.
Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian

ini adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan keperawatan

yang diberikan. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara

sampaikan akan tetap dirahasiakan.

Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,

silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp : 085701060098.

Peneliti,

Yeni Kusmiyanti
NIM. P27220016095
Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN


(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah

mendapatkan penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang

akan dilakukan oleh Yeni Kusmiyanti dengan judul “Pemberian Posisi High

Fowler dalam Meningkatkan Keefektifan Pola Napas pada Pasien Chronic Kidney

Disease (CKD)”. Saya memutuskan setuju / tidak setuju untuk ikut

berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila selama

penelitian ini saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat

mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

.........,....................2019
Saksi Yang memberikan persetujuan

___________________ __________________________

_
Surakarta, 2019
Peneliti

Yeni Kusmiyanti
NIM. P27220016095
Lampiran 3
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

POSISI FOWLER
No. Dokumen No. Revisi Halaman

Prosedur Tetap Tgl Terbit Ditetapkan

Pengertian Membaringkan pasien dg posisi supinasi :


 Fowler : Bagian kepala dinaikkan setinggi 45˚.
 Semi fowler : Bagian kepala dinaikkan setinggi 30˚.
 High Fowler : Bagian kepala dinaikkan setinggi 90˚.

Indikasi 1. Pasien yang mengalami sesak nafas


2. Memberikan kenyamanan klien
3. Pasca bedah (daerah thorax, paru)

Tujuan 1. Mengurangi sesak nafas


2. Memberikan perasaan tenang
3. Membantu melancarkan keluarnya cairan (waterseal
drainage)

Petugas 1. Perawat
2. Bidan

Pengkajian 1. Periksa buku cacatan pengobatan pasien


2. Kaji kemampuan Pasien

Persiapan Pasien 1. Tentukan alat yg dibutuhkan


Dan Lingkungan 2. Posisi & lingkungan Pasien yg nyaman
3. Kontrak waktu dg pasien
4. Pasien diberi penjelasan dll.

Persiapan Alat 1. Tempat tidur kusus yang bisa diatur


2. Selimut, bantal, guling

Prosedure 1. Salam
2. Perkenalan
3. Cuci tangan
4. Pasien berbaring telentang posisi supinasi
5. Pada tempat tidur kusus klien langsung diatur posisi;
fowler, semi fowler, high fowler, dibawah lutut ditinggikan
sesuai dengan keinginan klien / bantal seperlunya
6. Tempat tidur biasa : Klien didudukkan. Sandaran
punggung/kursi diletakkan dibawah kasur bagian kepala,
bantal disusun menurut selera, klien dibaringkan kembali,
diujung kaki dipasang penahan kaki
7. Perhatikan :
 KU Pasien
 Hindarkan bahaya jatuh
 Hindarkan tindakan yang menimbulkan rasa malu dan
lelah pada pasien, tetap menjaga prefasi .
8. Merapihkan pasien dan alat-alat
9. Perawat cuci tangan.

Evaluasi 1. Hasil tindakan


2. Kenyamanan klien.
Dokumentasi 1. Catat hasil pemeriksaan
2. Catat bila ada kelainan pada pasien.
Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI

Hari/ Hasil Observasi


Tanggal Kesimpulan
Sebelum Sesudah

Data Subjektif : Data Subjektif :

Data Objektif : Data Objektif :


Lampiran 5

JADWAL KEGIATAN

NO Jenis Tahun 2018-2019


Kegiatan Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Pengajuan
Judul
2. Mencari
sumber
referensi
3. Penyusunan
Proposal
Karya Tulis
Ilimah :
BAB I
BAB II
BAB III
4. Sidang
Proposal :
presentasi
proposal
5. Perijinan
6. Pengumpulan
data
7. Analisis Data
8. Penulisan
Laporan
Hasil :
Penyusunan
Karya Tulis
Ilmiah :
BAB IV
BAB V
9. Ujji
sidang/hasil
KTI

Anda mungkin juga menyukai