Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN JURNAL

A. Judul Jurnal
“PERAWATAN POST OPERASI MIOMA UTERI DI RS PERMATA BUNDA
PURWODADI”

B. Pengarang
Wiji Utami (2016)
Akademi Kebidanan An-Nur Purwodadi.

C. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study).

D. Populasi dan Sampel


Subjek penelitian yang digunakan adalah klien dengan mioma uteri. Informan penelitian
ditentukan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 6 orang klien post operasi mioma
uteri di RS Permata Bunda Purwodadi bulan April-Mei 2016.

E. Hasil Jurnal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien post operasi mioma uteri di RS Permata Bunda
Purwodadi diberikan asuhan berupa : pengkajian Tanda-Tanda Vital (TTV), pengkajian skala
nyeri, mengajarkan teknik relaksasi, pemberian therapy dengan berkolaborasi dengan tim medis,
memberikan Komunkasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) tentang nutrisi, istirahat yang cukup,
dan moblisasi.

F. Kesimpulan
Perawatan post operasi mioma uteri oleh tenaga kesehatan sama pentingnya dengan prosedur
pembedahan itu sendiri yang bertujuan untuk menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi pada pasien post
operasi mioma uteri.

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2015
menyatakan bahwa di indonesia kanker serviks, kanker payudara dan kanker ovariun merupakan
penyakit kanker dengan prevalensi terbesar yaitu kanker serviks sebesar 0,8 ‰, kanker
payudara sebesar 0,5‰ sedangkan kanker ovarium sebesar 3,72‰. Kelompok penderita kanker
dengan prevalensi yang cukup tinggi adalah wanita dengan usia 25-54 tahun (Riskesdas, et al,
2013).
Terjadinya kanker ovarium tidak terlepas dari penyakit-penyakit yang dapat memicu
terjadinya kanker ovarium yang salah satunya adalah mioma uteri. Mioma uteri adalah
neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya dalam
kepustakaan dikenal juga dengan istilah fibromioma, leimioma, ataupun fibroid. Menurut WHO
(World Health Organization) memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari
585.000 orang meninggal karena mioma uteri (DepKes RI, 2010) sedangkan di Indonesia,
mioma uteri di temukan sebesar 2,39-11,7 % pada semua penderita ginekologi yang di rawat
(Winkjosastro, 2009).
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum di ketahuai
(Winkjosastro, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Apriyani, et al (2013) menyatakan bahwa
dari 40 kasus mioma uteri yang terjadi di RSUD dr. Adhyatma Semarang, prevalensi mioma
uteri terbesar terjadi pada usia reprodukif yaitu sebanyak 26 pasien atau 65,0 %. Tidak hanya
faktor usia saja yang dapat memicu terjadinya mioma uteri, tetapi berdasarkan penelitian
Jannah, et al (2015) menyatakan bahwa Indeks masa tubuh, paritas dan alat kontrasepsi menjadi
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya mioma uteri.
Mioma uteri juga dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi yang dapat ditimbulkan
oleh mioma uteri yaitu dapat menutupi malignasi ginekologi lainnya, misal sarcoma uterus,
kanker ovary, degenerasi fibroid yang menyebabkan nyeri serta dapat prolaps melalui serviks
atau myoma geburt (Nugroho, 2008).
Data statistik angka kejadian mioma uteri yang di rawat di RS Panti Rahayu, Purwodadi,
Grobogan, pada tahun 2014 terdapat 58 kasus gynekologi yang di rawat dan salah satunya
adalah mioma uteri sebesar 27,58%, dan kasus mioma uteri tahun 2015 angka kejadian mioma
uteri yang di rawat sebesar 34,37%. Dari data tersebut, angka kejadian mioma uteri yang di
rawat di RS Panti Rahayu mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.

2
Penanganan pada kasus mioma uteri adalah dilakukan tindakan pembedahan baik secara
miomektomi ataupun histerektomi. Tindakan pasca pembedahan tentunya juga merupakan
sebuah perhatian yang penting oleh tenaga kesehatan pada pasien pasca operasi mioma uteri
untuk menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan
nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu
pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman. Upaya yang dapat
dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul
pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk
mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri
pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan post operasi sama pentingnya dengan prosedur
pembedahan itu sendiri.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang teori mioma uteri.
2. Untuk mengetahui bagaimana perawatan post operasi mioma uteri.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mioma Uteri
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya sehingga dapat
dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan lunak, karena otot rahi mnya
dominan.
Mioma uteri adalah tumor jinak rahim ini sebagian besar berasal dari sel muda otot
rahim, yang mendapat rangsangan terus menerus dari hormon estrogen sehingga terus
bertumbuh dan bertambah menjadi besar. Oleh karena itu tumor jinak otot rahim sebagian besar
terjadi pada masa reproduktif aktif, yaitu saat wanita masih menstruasi (Manuaba, 2012)
Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim. Mioma
uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif (Anwar, dkk, 2011 dalam jurnal
Whita Wirantika, 2017).

B. Hasil dan Pembahasan Jurnal Dibandingkan dengan Teori


Penelitian ini dilakukan kepada 6 orang klien post operasi mioma uteri di RS Permata
Bunda Purwodadi bulan April-Mei 2016. Pemberian asuhan post operasi mioma uteri pada 10
klien di RS Permata Bunda Purwodadi adalah:
1. Pengkajian Tanda-Tanda Vital (TTV)
Pasca operasi mioma uteri dilakukan pengkajian TTV pada klien yang terdiri dari:
tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi untuk mengetahui adanya perubahan sistem pada
tubuh klien dan mengetahui keadaan umum klien.
Dalam wawancara yang dilakukan dengan 10 klien pasca opersai mioma uteri,
seluruh klien menyampaikan bahwa setelah operasi tenaga kesehatan melakukan
pengukuran tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan serta memberitahukan hasilnya
kepada klien. Salah satu klien bernama Ny. S (41 tahun) mengatakan: “Setelah selesai
dilakukan tindakan operasi pembedahan mioma uteri, saya diperiksa kondisi tubuh saya
berupa: tensi, suhu, nadi, dan pernafasan saya oleh perawat“. Tenaga kesehatan
menyampaikan hasil pemeriksaan, yaitu:
1) TD : 130/90 mmHg
2) N : 84x/mnt
3) S : 36,5ºc
4) RR : 20x/mnt

4
Klien Ny. W (35 tahun) juga menyampaikan bahwa dirinya juga diperiksa tekanan
darah, nadi, suhu, dan respirasi pasca menjalani operasi mioma uteri.
Menurut Rismawati (2010) perawatan post operasi mioma uteri meliputi perawatan
rutin dan konsultasi . Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran
adalah :
1) Tanda-tanda vital meliputi : tekanan darah (TD), jumah nadi permenit (N), frekuensi
pernapasan permenit (P) ,dan suhu badan (S).
2) Jumlah cairan yang masuk dan keluar (urine).
3) Pemeriksaan lainnya menurut operasi dan kasus.
Konsultasi: pada keaadan dan kasus tertentu, selain kerja sama dengan unit unit
anastesi, kadang kala diperlukan konsultasi dengan disiplin lainnya.

2. Pengkajian skala nyeri


Pengkajian skala nyeri yang dilakukan pada pasien post operasi mioma uteri di
Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi bertujuan untuk mengobservasi nyeri post operasi
mioma uteri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat dilakukan tindakan untuk mengurangi
rasa nyeri pada klien tersebut. Pengkajian skala nyeri pada psien pasca operasi mioma uteri
dilakukan kepada 10 sampel penelitian. Salah satu hasil pengkajian skala nyeri didapatkan
pada Ny. S (41 tahun) dengan memperhatikan ekspresi wajah dengan hasil :
P : Pada saat bergerak
Q: Terpukul-pukul
R: Abdomen
S: 4
T: Setiap bergerak
Dalam wawancara, Ny. S mengatakan: “Perawat menanyakan pada saya bagaimana
nyeri yang saya rasakan saat ini, dan saya pun menjawab bahwa saya merasakan sedikit
agak nyeri di bagian bekas operasi terutama setiap kali saya bergerak bergerak.” Hal yang
sama diungkapkan juga oleh Ny R (42 tahun) dan Ny. M (32 tahun) bahwa klien telah dikaji
tentang nyeri yang dirasakan.
Menurut Rismawati (2010) Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama rasa nyeri
tersebut dapat diberikan obat-obat anti sakit dan penenang seperti suntikan intramuskular
(IM) pethidin dengan dosis 100 – 150 mg atau morphin sebanyak 10 – 15 mg secara
perinfus atau dengan obat-obatan di atas penderita yang kurang tenang atau gelisah akan
merasa lebih tenang.

5
Penatalaksanaan asuhan post operasi mioma uteri dilakukan pengkajian skala nyeri
post operasi. Hal tersebut dikarenakan nyeri setelah tindakan pembedahan atau operasi akan
timbul setelah pembiusan habis. International Association for the Study of Pain, IASP
(2011) mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadiankejadian dimana terjadi kerusakan. Menurut Mustawan (2008)
nyeri merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan pasien dengan tindakan
pembedahan atau operasi.
Nyeri pasca operasi dikelompokkan sebagai nyeri akut yang memiliki awitan yang
cepat atau mendadak dan berlangsung dalam waktu yang singkat. Menurut Smeltzer dan
Bare (2002) nyeri akut adalah nyeri yang biasanya muncul secara tiba tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera spesifik. Nyeri akut biasanya mengindifikasikan bahwa terjadi
kerusakan atau cidera telah terjadi atau berlangsung, nyeri yang timbul dapat berbeda
berdasarkan usia, jenis kelamin dan, pengalaman sensori nyeri. Nyeri yang muncul jika
tidak diberikan tindakan secara intensive untuk menurunkan nyeri akan mengakibatkan
dampak buruk dari penyembuhan luka.
Pengukuran skala nyeri pada klien post operasi mioma uteri untuk melihat intensitas
nyeri yang dirasakan oleh klien sebelum menerapkan teknik relaksasi berupa nafas dalam.
Pada kasus tersebut peneliti mengajarkan pada klien tentang relaksasi nafas dalam dengan
menarik nafas panjang dan dalam lalu menahan 1-2 detik kemudian dikeluarkan melalui
mulut untuk menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Nurdin, et al (2013) dimana tindakan teknik relaksasi nafas terbukti
dapat menurunkan intensitas nyeri. Hal ini dapat diketahui dari 11 orang (55,0 %) dengan
intensitas nyeri hebat berkurang menjadi 10 orang dengan intensitas nyeri sedang dan 1
orang dengan intensitas tidak nyeri. Hal yang sama juga terjadi pada 8 orang (40,0 %)
dengan intensitas nyeri sedang berkurang menjadi intensitas nyeri ringan. Intensitas nyeri
ringan 1 orang (5,0 %) berkurang menjadi tidak nyeri.

3. Mengajarkan teknik relaksasi


Teknik relaksasi yang diajarkan kepada klien bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan oleh klien setelah tindakan pembedahan. Teknik relaksasi diharapkan dapat
mengalihkan perhatian klien terhadap rasa nyeri yang dirasakan. Klien diajarkan teknik
relaksasi berupa menarik nafas panjang dan dalam lalu menahan 1-2 detik kemudian
dikeluarkan melalui mulut. Dalam wawancara dengan peneliti, Ny. S (41 tahun) mengatakan
“ Saya diajari perawat untuk menarik nafas dalam selama beberapa menit untuk
6
mengurangi rasa nyeri yang saya rasakan, dan setelah saya melakukan hal tersebut
beberapa kali saya merasakan nyeri yang saya rasakan tidak begitu terasa.”
Teknik relaksasi nafas dalam dapat merileksasikan kondisi pasien dan meningkatkan
rasa nyaman yang dirasakan oleh pasien. Tujuan dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah retraksi
paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional yaitu
menurunkan intensitas nyeri dan kecemasan pada pasien (Smeltzer dan Bare, 2002). Secara
tidak langsung setelah dilakukan teknik relaksasi pada pasien maka pasien akan dalam
kondisi rileks, pada saat kondisi pasien maka akan mempunyai dampak positif
merileksasikan ketegangan otot syaraf dan mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh
pasien.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy


Pada kasus post operasi mioma uteri di RS Permata Bunda, klien akan diberikan
therapy berupa: Ceftriazone 1 gr, Ketorolac 1 ml, Cefadroxil 3x1 @ 500mg, Asam
mefenamat 3x1 @ 500mg. Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti, Ny. W (35
tahun) mengatakan “Saya diberikan obat untuk diminum sehari tiga kali untuk mengurangi
rasa nyeri yang saya rasakan serta saya juga diberikan suntikan obat yang Jurnal
Kesehatan Ibu dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, Volume 1, Nomor 12 1, Desember
2016 menurut informasi yang diberikan oleh perawat bertujuan untuk mencegah adanya
infeksi setelah operasi.”
Menurut Rismawati (2010) Pemberian obat-obatan:
a. Antibiotic, kemoterapi dan antiplamasi. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat
berbeda-beda disetiap institusi, masing-masing mempunyai cara dan pemilihanobat
yang berlainan.
b. Obat – obatan pencegah kembung. Untuk mencegah perut kembung dan untuk
memperlancar kerja saluran pencernaan dapat diberikan obat – obatan secara suntikan
dan peroral.

5. Pemberian Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) tentang mengkonsumsi makanan


bergizi terutama makanan yang mengandung protein, istirahat yang cukup, dan juga
mobilisasi. Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti, seluruh klien (6 klien)
mengatakan: “Perawat memberikan nasehat kepada saya tentang makanan yang saya harus
makan seperti memperbanyak makanmakanan yang mengandung protein, seperti telur, dan
lainnya untuk mempercepat proses penyembuhan luka operasi. Perawat juga memberikan
7
informasi kepada saya untuk dapat menjaga pola istirahat yang cukup dan sudah mulai
melakukan gerakan-gerakan kecil seperti miring, duduk, dan berjalan untuk mempercepat
proses pemulihan.”
Pada kasus post operasi mioma uteri dilakukan pemberian KIE tentang mobilisasi.
Mobilisasi merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat penyembuhan atau
pemulihan luka pasca bedah serta optimalnya fungsi pernafasan. Banyak keuntungan yang
dapat diraih dari latihan naik turun tempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah,
diantaranya peningkatan kecepatan kedalaman pernapasan, peningkatan sirkulasi,
peningkatan berkemih dan metabolisme (Taylor, 1997).
Mobilisasi akan mencegah kekakuan otot dan sendi hingga juga mengurangi nyeri,
menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh,
mengembalikan kerja fisiologis organ-organvital yang pada akhirnya justru akan
mempercepat penyembuhan luka. Menggerakkan badan atau melatih kembali otot-otot dan
sendi pasca operasi di sisi lainakan memperbugar pikiran dan mengurangi dampak negatif
dari beban psikologis yangtentu saja berpengaruh baik juga terhadap pemulihan fisik.
Mobilisasi sudah dapat dilakukansejak 6 jam setelah pembedahan, tentu setelah pasien sadar
atau anggota gerak tubuh dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan. Pasien
pasca operasi diharapkan dapat melakukan mobilisasi sesegera mungkin, seperti melakukan
gerakan kaki, bergeser di tempat tidur, melakukan nafas dalam dan batuk efektif dengan
membebat luka atau dengan jalinan kedua tangan di atas luka operasi, serta teknik bangkit
dari tempat tidur (Brunner dan Suddarth, 1996).
Sejalan dengan pendapat Long (1998), mobilisasi mempunyai manfaat untuk
peningkatan sirkulasi darah yang dapat menyebabkan pengurangan rasa nyeri, mencegah
tromboflebitis, memberi nutrisi untuk penyembuhan pada daerah luka, dan meningkatkan
kelancaran fungsi ginjal. Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk
membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan
kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh (Mochtar, 1992). Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Gusty (2011) tentang Pengaruh Mobilisasi Dini Pasien Pasca
Operasi Abdomen terhadap Penyembuhan Luka dan Fungsi Pernafasan dimana terdapat
pengaruh mobilisasi dini pasca pembedahan abdomen terhadap penyembuhan luka operasi
abdomen dan fungsi pernafasan.
Menurut Rismawati (2010), Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna
untuk penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi tergantung pada jenis operasi yang
dilakukan dan komplikasi yang mungkin di jumpai. Secara psikologis hal ini memberikan
pula keperca yaan pada klien bahwa mulai sembuh.
8
Perubahan gerak dan posisi ini harus diterangkan pada penderita atau keluarga yang
menunggunya. Miring ke kanan dan miring ke kiri sudah dapat dimulai 6-10 jam setelah
penderita sadar. Latihan pernapasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang sedini
mungkin setelah sadar. Pada hari kedua penderita dapat didudukkan selama 5 menit untuk
bernapas dalam-dalam lalu untuk melonggark an pernapasan sekaligus menumbuhkan
keperca yaan pada penderita bahwa iya mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang
dirubah menjadi posisi setengah duduk (semi fowler).
Selanjutnya secara berturut-turut demi hari penderita dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan sendiri kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3-5 pasca
operasi. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosit dan emboli. Sebaiknya
bila terlalu dini melakukan mobilisasi secara teratur dan bertahap diikuti dengan istirahat
adalah yang paling dianjurkan.
Pada kasus Ny. S, peneliti memberikan KIE mengenai kebutuhan nutrisi pasca
operasi. Kebutuhan utama yang harus dipenuhi pada pasien post operasi adalah nutrisi,
nutrisi yang baik untuk sistem imun dan penyembuhan luka. Nutrisi secara spesifik
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan luka, menurunkan resiko teradap infeksidan
sedikit menimbulkan parut. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pasca operasi harus mematuhi
rekomendasi diet seimbang dan bergizi tinggi bahan yang terdiri dari empat golongan utama
yaitu protein, lemak, karbohidrat, dan mikronutrien (vitamin dan mineral) penting untuk
proses biokimia normal, yang juga dapat membantu tubuh dalam meningkatkan mekanisme
pertahanan tubuh (sistem imun) dan pada akhirnya akan membantu proses penyembuhan
luka (Hanifah, 2009).

9
BAB III
KESIMPULAN

Perawatan post operasi mioma uteri oleh tenaga kesehatan sama pentingnya dengan
prosedur pembedahan itu sendiri yang bertujuan untuk menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi pada pasien post
operasi mioma uteri.
Tenaga kesehatan tentunya harus menyadari pentingnya perawatan post operasi mioma uteri
sehingga dapat memberikan asuhan yang tepat dan menyeluruh mulai dari preoperasi sampai post
operasi.

10
REFERENSI

Wiji Utami (2016). Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak Vol 1 Nomor 1 PERAWATAN POST OPERASI
MIOMA UTERI. Akademi Kebidanan An-Nur Purwodadi.
Whita Wirantika (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. J P0A0 DENGAN MASALAH
UTAMA NYERI AKUT POST OPERASI SALPINGO-OOFOREKTOMI SINISTRA
+PA HARI KE-0 ATAS INDIKASI MIOMA UTERI DAN KISTA OVARI DI
RUANG BOUGENVILE DI RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA. Program Studi Keperawatan DIII Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Rismawati. (2010). KTI. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” DENGAN
POST OPERASI MIOMA UTERI DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR.
Jurusan Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. Ida Bagus Gde Fajar Manuaba. Ida Bagus Gde. (2012). Buku Ajar
Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

11

Anda mungkin juga menyukai