Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PERIOPERATIF PADA NY. S DENGAN


DIAGNOSA CA MAMMAE DILAKUKAN OPERASI MASTEKTOMI DENGAN
GENERAL ANESTESI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD DR. TJITROWARDOJO PURWOREJO

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anestesi II

D-IV Keperawatan

Disusun oleh:

Eka Rini Susanti P07120213014


Nia Handayani P07120213027
Shilmah Wahyuningsih P07120213041
Putri Prastiti Mubarokah P07120213042

PRODI D-IV KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PERIOPERATIF PADA NY. S DENGAN


DIAGNOSA CA MAMMAE DILAKUKAN OPERASI MASTEKTOMI DENGAN
GENERAL ANESTESI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD DR. TJITROWARDOJO PURWOREJO

Oleh :

Eka Rini Susanti

Nia Handayani

Shilmah Wahyuningsih

Putri Prastiti Mubaarokah

Telah diperiksa dan disetujui tanggal : April 2017

Oleh :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

Umi Istianah, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB ( )


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker dapat menyerang semua lapisan masyarakat tanpa mengenal

status sosial, umur dan jenis kelamin. Anak-anak, remaja, dan orang dewasa

tak luput dari serangan penyakit mematikan inI. Namun dari data yang ada,

kaum wanita paling banyak terkena kanker (Widiawati, 2011).


Ca mammae merupakan kanker yang sering dijumpai dalam

masyarakat Indonesia dan menempati tempat ke dua terbanyak setelah kanker

leher rahim. Penyakit kanker ini menyerang pada payudara yang membuat

wanita merasa kesempurnaannya berkurang, karena payudara merupakan

organ reproduksi yang sangat penting bagi wanita (Widiawati, 2011).


Ca mammae memiliki dampak fisik, psikologis dan sosial. Dampak

fisik berupa penurunan fungsi salah satu organ tubuh yang dioperasi atau di

amputasi, rasa nyeri dan perubahan fisik karena efek samping dari

pengobatan yang dijalani pasien. Dampak psikologis dapat berupa reaksi

psikologis terhadap diagnosa ca mammae yang harus dihadapi, rangkaian

terapi atau pengobatan yang di jalani pasien dan kondisi fisik yang baru.

Dampak sosial yang dapat terjadi yaitu perubahan status sosial karena

kehilangan pekerjaan dari tempat pasien, perubahan peran dan tugas karena

tidak mampu melakukan tugasnya sebagai salah satu anggota keluarga

(Rachmadahniar, 2005).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) dan data pemeriksaan patologi di

Indonesia menyatakan bahwa ca mammae termasuk 5 besar kanker yang

paling banyak terjadi. Kanker payudara merupakan kanker terbanyak yang


diderita oleh wanita. Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta

pada wanita.
Jumlah kasus baru kanker payudara di Indonesia meningkat hampir

12% per tahun dan semakin banyak wanita usia kisaran 20 tahun yang

menderita kanker payudara. Kasus kanker payudara 5%-10% diturunkan

dalam anggota keluarga, 50% anak-anak dari ibu yang carrier akan

menurunkan mutasi gen ke anak (Widiawati, 2011).


Jumlah kasus kanker payudara di Kabupaten Purworejo dalam laporan

kasus penyakit tidak menular di Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo yaitu

336 kasus pada tahun 2006, 396 kasus pada tahun 2007 dan 402 kasus pada

tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2009 yang tercatat sampai dengan bulan

April 2009 yaitu 179 kasus kanker payudara (Widiawati, 2011).


Menurut Komite Penanggulangan Kanker Nasional, penatalaksanaan

kanker payudara dimulai dari diagnosa yang akurat dan akurat.

Penatalaksanaannya sendiri tergantung dari stadium kanker payudara.

Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk pengobatan

kanker payudara.
Tindakan pembedahan kanker payudara diperlukan tindakan anestesi

tujuannya untuk mengurangi nyeri, menghilangkan ingatan selama operasi

berlangsung. Dalam hal ini yang berperan adalah dokter anestesi dan perawat

anestesi. Perawat anestesi mempunyai peran dalam penatalaksanaan anestesi

yaitu dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan perioperatif.


Keperawatan perioperatif meliputi tahap pre, intra dan pasca operatif.

Pada tahap pre anestesi, perawat anestesi wajib memeriksa kembali data dan

persiapan anestesia. Pada tahap intra anestesi seorang perawat anestesi selalu

mengupayakan fungsi vital pasien selama anestesi berada dalam kondisi


optimal agar pembedahan dapat berjalan lancar dengan baik. Kemudian tahap

pasca anestesi Perawatan pasca anestesi dimulai sejak pasien dipindahkan ke

ruang pulih sadar sampai diserahterimakan kembali kepada perawat di ruang

rawat inap. Jika kondisi pasien tetap kritis pasien dipindahkan ke ICU (Majid,

dkk, 2011).
Berdasarkan urairan diatas diperlukan asuhan keperawatan perioperatif

dalam penanganan pasien yang dilakukan pembedahan mastektomi sehingga

tingkat mortalitas dan morbiditas yang disebabkan oleh kanker payudara

dapat menurun.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya asuhan keperawatan anestesi pada pasien kanker payudara

yang dilakukan tindakan mastektomy dengan general anestesi.


2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien dengan ca

mammae yang dilakukan tindakan operasi mastektomi.


b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan

pada klien dengan ca mammae yang dilakukan tindakan operasi

mastektomi.
c. Dapat membuat perencanaan pada klien dengan ca mammae yang

dilakukan tindakan operasi mastektomi.


d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan ca

mammae yang dilakukan tindakan operasi mastektomi.


e. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien

dengan ca mammae yang dilakukan tindakan operasi mastektomi.


C. Waktu
Tanggal 3- 15 April 2017
D. Tempat Praktik
RSUD Dr. Tjitrowardjo Purworejo
E. Strategi Pelaksanaan
Menggunakan metode deskriptif yaitu memberi gambaran yang nyata

tentang kondisi perioperatif dan teknik yang digunakan meliputi :


1. Wawancara : mengumpulkan data dan wawancara langsung dengan

pasien
2. Observasi : mengamati secara langsung kondisi pasien
3. Studi dokumentasi : membaca dan mempelajari rekam medik pasien
4. Studi kepustakaan: mempelajari referensi yang berhubungan dengan

laporan kasus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ca Mammae
1. Pengertian
Kanker payudara merupakan penyakit yang disebabkan karena

terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga

pertumbuhan sel tidak dapat di kendalikan dan akan tumbuh menjadi

benjolan tumor (kanker) sel (Brunner dan Suddarth, 2005 ).


Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara

yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk

bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol,

sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain.

Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di

atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-

paru, hati, kulit, dan bawah kulit (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Anatomi Fisiologi Payudara
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah

kulit, di atas otot dada.Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu

untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang


beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui

800 gram. Pada payudara terdapat tiga bagian utama yaitu:

a. Korpus
Korpus (badan ) yaitu bagian yang membesar. Alveolus, yaitu unit

terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel

aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos, dan pembuluh darah.

Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus,yaitu beberapa lobulus

yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.ASI

disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil(duktulus), kemudian

beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar

(duktus laktiferus).
b. Areola
Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah sinus laktiferus,

yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat

ke dalam putingndan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus

maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi

dapat memompa ASI keluar.


c. Papilla / Puting
Papila atau Puting,yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
Bentuk puting ada 4, yaitu bentuk yang normal, pendek/datar, panjang

dan terbenam (inverted).


3. Etiologi
Faktor resiko timbul kanker payudara terdiri dari faktor resiko

yang tidak dapat di ubah (unchangeable) dan dapat di ubah (changeable)

yaitu :
a. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah (unchangable)
1) Umur
Semakin bertambahnya umur meningkatkan resiko kanker

payudara.
2) Menarche Usia Dini
Umur menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya

paparan hormone estrogen dan progesterone pada wanita yang

berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan termasuk

jaringan payudara.
3) Menoupause usia lanjut
Menopause setelah usia 55 tahun meningkatkan resiko untuk

mengalami kanker payudara. Sehingga diperkirakan awal

terjadinya tumor jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.


4) Riwayat keluarga
Terdapat peningkatan resiko menderita kanker payudara pada

wanita yang keluarganya menderita kanker payudara tertentu.


5) Riwayat penyakit payudara jinak
Wanita yang menderita kelainan ploriferatif pada payudara

memiliki peningkatan resiko untuk mengalami kanker payudara.


b. Faktor resiko yang dapat diubah / dicegah (changeable)
1) Riwayat kehamilan
Usia lanjut saat melahirkan anak pertama meningkatkan resiko

mengalami kanker payudara.


2) Obesitas dan konsumsi lemak tinngi
Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dengan kanker

payudara pada wanita pasca menopause. Konsumsi lemak

diperkirakan sebagai suatu faktor resiko terjadinya kanker

payudara.
3) Penggunaan Hormone dan Kontrasepsi Oral
Kandungan estrogen dan progestron pada kontrasepsi oral akan

memberikan efek proliferasi berlebih pada kelenjer payudara.


4) Konsumsi Rokok
Wanita yang merokok
5) Riwayat Keterpaparan Radiasi

4. Patofisiologi
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan

cirri-ciri: proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak

mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya. Neoplasma yang maligna

terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang tidak

terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi

dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ

yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia

terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel

di mana telah terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi

sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel normal.


Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
a. Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi

faktor lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya

kanker pada manusia.


Kontak dengan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun

samapi bisa merubah jaringan displasi menjadi tumor ganas. Hal ini

tergantung dari sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut,

tempat yang dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat

karsinogen atau ko-karsinogen lain, kerentanan jaringan dan individu.

b. Fase in situ: 1-5 tahun


Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-

cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-

paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di

payudara.
c. Fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi meleui

membrane sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe.

Waktu antara fase ke 3 dan ke 4 berlangsung antara beberpa minggu

sampai beberapa tahun.


d. Fase diseminasi: 1-5 tahun
tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke

tempat-tempat lain bertambah.


5. Kalsifiksi Ca mammae
a. Tumor :
1) T1. Tumor berdiameter 2 cm atau kurang.
2) T2. Tumor berdiameter 2-5 cm.
3) T3. Tumor berdiameter lebih dari 5 cm.
4) T4 Tumor dengan infiltrasi kedinding thorax atau kulit.
b. Nodus limfe regional.
1) N0. Tidak teraba kelenjar limfe diketiak.
2) N1. Teraba di ketiak homolateral adanya kelenjar limfe yang dapat

digerakkan
3) N2. Kelenjar limfe homolateral berlekatan satu sama lain atau

melekat ke jaringan sekitarnya


4) N3. Kelenjar limfe infraklavikular dan supraklavikular

homolateral
c. Metastase / anak sebar.
1) M0. Tidak ada metastase jauh.
2) M1. Tidak ada metasase ditambah infiltrasi kulit sekitar payudara.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala kanker payudara yang tidak di sadari dan tidak di

rasakan pada stadium dini menyebabkan banyak penderita yang berobat

dalam kondisi stadium lanjut. Hal tersebut akan mempersulit

penyembuhan dan semakin kecil peluang untuk di sembuhkan. Tanda

gejala dari ca mammae yaitu:


a. Timbul benjolan pada payudara yang dapat di raba dengan tangan,

makin lama benjolan makin keras dan bentuknya tidak beraturan.


b. Saat benjolan mulai membesar,barulah mulai terasa nyeri saat ditekan,

karena terbentuk penebalan pada kulit payudara.


c. Bentuk, ukuran, berat salah satu payudara berubah bentuk karena

terjadi pembengkakan.
d. Pembesaran kelenjar getah bening di ketiak atau timbul benjolan kecil

di bawah ketiak.
e. Bentuk atau arah puting berubah, misalnya puting susu tertarik ke

dalam yang tadinya berwarna merah muda berubah menjadi

kecoklatan.
f. Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu pada wanita

yang tidak sedang hamil/ menyusui.


g. Luka pada payudara tidak sudah lama dan tidak sembuh walau sudah

diobati.
h. Kulit payudara seperti mengerut kulit jeruk (peuau dorange) akibat

dari neoplasma menyekat drainase limfatik sehingga terjadi edema dan

piting kulit.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. BSE (Breast Self Examination)
Pemeriksaan payudara sendiri oleh orang yang bersangkutan.

Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-5 sampai hari ke-10 menstruasi.


b. CBE (Clinical Breast Examination)
Pemeriksaan payudara oleh perawat yang sudah terlatih. Dilakukan

setiap 3 tahun sekali untuk usia 20 tahun sampai 39 tahun dan

dilakukan lebih sering bila sudah berusia 40 tahun atau lebih.


c. Mammographi.
Sebaiknya dilakukan setiap tahun bila sudah berusia 40 tahun atau

lebih. Dengan foto rontgen mammography dapat di temukan adanya

benjolan berukuran 1 mm.

d. Xeromammography
Pemotretan jaringan payudara dengan kontras dan sedikit dosis

rendah.
e. Ultrasound
Perpaduan antara mammography dan ultrasound dapat

membedakan cairan yang mengisi massa yang ada.


f. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)
Dengan cara mengaspirasi jaringan massa dengan menggunakan

syringe dan jarum 21-23. Hasil aspirasi diletakan di objek glass dan

diperiksa di laboratorium.
g. Core needle biopsy
Pengambilan jaringan inti dari masa, biasanya digunakan anastesi

lokal karena cenderung lebih berdarah dan lebih nyeri daripada FNAB.
h. Pemeriksaan darah : CEA, Ca 15-3 dan Ca 27.29.
Terjadi peningkatan CEA (lebih dari 5) dan peningkatan Ca 15-3,

Ca 27. 29. Kadar Ca 15-3 dan Ca 27.29.


8. Penatalaksanaan Medik
a. Pembedahan.
1) Mastectomy radikal yang dimodifikasi
Pengangkatan payudara sepanjang nodu limfe axila sampai otot

pectoralis mayor. Lapisan otot pectoralis mayor tidak diangkat

namun otot pectoralis minor bisa jadi diangkat atau tidak diangkat.

2) Mastectomy total.
Semua jaringan payudara termasuk puting dan areola dan lapisan

otot pectoralis mayor diangkat. Nodus axila tidak disayat dan

lapisan otot dinding dada tidak diangkat.


3) Lumpectom
Pengangkatan tumor dimana lapisan mayor dri payudara tidak turut

diangkat. Exsisi dilakukan dengan sedikitnya 3 cm jaringan

payudara normal yang berada di sekitar tumor tersebut.


4) Wide excision/mastektomy parsial.
Exisisi tumor dengan 12 tepi dari jaringan payudara normal.
5) Ouadranectom.
Pengangkatan dan payudara dengan kulit yang ada dan lapisan otot

pectoralis mayor.
b. Radioterapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang

pula merupakan terapi tunggal.


c. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti kanker yang sudah menyebar dalam

aliran darah. Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan,

kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.

d. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk kanker yang

sudah bermetastase. Dapat juga dengan dilakukan bilateral

oophorectomy. Dapat juga digabung dengan therapi endokrin lainnya.


B. General Anestesi
1. Pengertian
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen yaitu

hipnotik (tidak sadarkan diri = mati ingatan), analgesi (bebas nyeri =

mati rasa), dan relaksasi otot rangka (mati gerak) (Mangku dan

Senapathi, 2010) Untuk mencapai ke tiga target tersebut dapat digunakan

hanya dengan mempergunakan satu jenis obat, misalnya eter atau dengan

memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus

seperti tersebut di atas, yaitu obat yang khusus sebagai hipnotik, khusus

sebagai analgesi, dan khusus sebagai obat pelumpuh otot. Ketiga target

anestesia tersebut populer disebut dengan Trias anestesi (Mangku dan

Senapathi, 2010). Anestesi umum (General Anestesi) adalah tindakan

menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran

dan pulih sadar (Mansjoer, dkk . 2009).


2. Teknik General Anestesi
General anestesi menurut Mangku (2010) membagi anestesi

menjadi 3 komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik general

anestesi antara lain:

a. Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan

dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung kedalam

pembuluh darah vena. Obat induksi bolus disuntikkan dengan

kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi hemodinamik

harus selalu diawasi dan diberikan oksigen.


b. Anestesi Inhalasi
Merupakan teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan

memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau


cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung

ke udara inspirasi.
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan kombinasi

obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi

atau kombinasi teknik anestesi umum dengan anestesi regional untuk

mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.


3. Indikasi General anestesi
a. Infant dan anak usia muda
b. Dewasa yang memilih anestesi umum
c. Pembedahannya luas / eskstensif
d. Penderita sakit mental
e. Pembedahan lama
f. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak

memuaskan
g. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi local
h. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia dan bedah anak

biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.


4. Kontra Indikasi general anestesi
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada

organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat

pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis

terhadap hepar atau dosis obat diturunkan


b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau

menurunkan aliran darah koroner


c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yang merangsang sekresi paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/

hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis

pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.


5. Indikasi pemasangan ETT
Indikasi dari pemasangan Endotracheal Tube adalah :
a. Cardiac arrest
b. Ketidakmampuan pasien yang sadar untuk melakukan ventilasi

adekuat
c. Ketidakmampuan pasien menjaga jalan nafas ( coma,areflexia, atau

cardiac arrest)
d. Ketidak mampuan penolong untuk member ventilasi pada pasien tidak

sadar dengan metode konvensional


e. Pasien bedah yang membutuhkan general anestesi
7. Kontraindikasi
Kontraindikasi (Sutiyono, Villiyastuti & Susilowati, 2013) :
a. Fraktur tengkorak, fraktur tulang wajah, fraktur nasal dan faring

dengan perdarahan massif yang dicuriga kelainan perdarahan


b. Ruda paksa tulang belakang yang tidak memungkinkan pasien

bergerak
c. Trauma jalan nafas berat atau obstruksi yang tidak memberikan

pemasangan ETT yang aman


d. Trauma servikal, dimana diperlukan immobilisas komplit
C. Asuhan Keperawatan Perianestesi
1. Pre Anestesi
Pengkajian Pre anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan

dilakukan tindakan pembedahan baik elektif.


Pengkajian pre anestesi meliputi :
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
c. Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien,

pemeriksaan sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler

(bleeding),sistem persyarafan (brain), sistem perkemihan dan eliminasi

(bowel), sistem tulang, otot dan integument (bone).


d. Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan, USG,

dll.
e. Kelengkapan berkas informed consent.
2. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat menilai

klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan untuk


menentukan diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan

evaluasi pre anestesi.


3. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi
a. Dx : Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
1) Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat

anestesi/pembiusan.
2) Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan.
3) Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif secara tepat.
4) Pasien taampak tenang dan kooperatif.
5) Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kecemasan.
2) Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
3) Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
4) Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
5) Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
6) Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
7) Kolaborasi untuk memberikan obat penenang.
Evaluasi :
1) Pasien mengatakan paham akan tindakan pembiusan atau anestesi.
2) Pasien mengatakan siap dilakukan prosedur anestesi dan operasi.
3) Pasien lebih tenang.
4) Ekspresi wajah cerah.
5) Pasien kooperatif ditandai tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Dx : Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d

vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi.


Tujuan : keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel

tubuh tercukupi.
Kriteria hasil :
1) Pasien menyatakan tidak haus/tidak lemas.
2) Akral kulit hangat.
3) Haemodinamik normal.
4) Masukan dan keluaran cairan seimbang.
5) Urine output 1-2 cc/kgBB/jam.
6) Hasil laborat elektrolit darah normal.

Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kekurangan volume cairan.
2) Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit.
3) Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit.
4) Monitor hemodinamik pasien.
5) Monitor perdarahan.
Evaluasi :
1) Kebutuhan volume cairan seimbang.
2) Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan tetesan infus lancar.
3) Cairan masuk dan keluar pasien terpantau.
4) Hemodinamik normal.
5) Laboratorium.
4. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra

anestesi meliputi :
1) Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
2) Pelaksanaan anestesi
3) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5

menit sampai 10 menit.


b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa

keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra

anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra

anestesi
1) Dx : Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Pola napas pasien menadi efektif/normal.
Kriteria hasil :
a) Frekuensi napas normal.
b) Irama napas sesuai yang diharapkan.
c) Ekspansi dada simetris.
d) Jalan napas pasien lancar tidak didapatkan adanya sumbatan.
e) Tidak menggunakan obat tambahan.
f) Tidak terjadi sianosis, saturai O2 96-100%.
Rencana tindakan:
a) Bersihkan secret pada jalan napas.
b) Jaga patensi jalan napas.
c) Pasang dan beri suplai oksigen yang adekuat.
d) Monitor perfusi jaringan perifer.
e) Monitor ritme, irama dan usaha respirasi.
f) Monitor pola napas dan tanda-tanda hipoventiasi.
Evaluasi :
a) Pola napas efektif dan tidak ada tanda-tanda sianosis.
b) Napas spontan, irama dan ritme teratur.
2) Dx : Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
Tujan : Tidak akan terjadi aspirasi
Kriteria hasil :
a) Pasien mampu menelan.
b) Bunyi paru bersih.
c) Tonus otot yang adekuat.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien.
b) Pantau tanda-tanda aspirasi.
c) Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah,

kemampuan menelan.
d) Pantau bersihan jalan napas dan status paru.
e) Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
a) Tidak ada muntah.
b) Mampu menelan.
c) Napas normal tidak ada suara paru tambahan.
3) Dx : Resiko kecelakaan cedera b/d efek anestesi umum.
Tujuan : Pasien aman selama dan setelah pembedahan.
Kriteria hasil :
a) Selama operasi pasien tidak bangun/tenang.
b) Pasien sadar setelah anestesi selesai.
c) Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan.
d) Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi.
e) Pasien aman tidak jatuh
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien, tingkatkan keamanan bila perlu gunakan

tali pengikat.
b) Jaga posisi pasien imobile.
c) Atur tmeja operasi atau tubuh pasien untuk meningkatkan

fungsi fisiologis dan psikologis.


d) Cegah resiko injuri jatuh.
e) Pasang pengaman tempat tidur ketika melakukan transportasi

pasien.
f) Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul.
Evaluasi :
a) Pasien aman selama dan setelah pembiusan.
b) Pasien nyaman selama pembiusan, tanda-tanda vital stabil.
c) Pasien aman tidak jatuh.
d) Skor aldert pasien 9 untuk bisa dipindahkan ke ruang rawat.
5. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan

tindakan pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang

pemulihan. Pengkajian Post anestesi meliputi :


1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi general) dan

skala Bromage (untuk anestesi regional)


4) Instruksi post operasi.
b. Analisa Data

Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa

keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra

anestesi.

c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi


1) Dx: Bersihan jalan napas tidak efektif b/d mukus banyak, sekres

tertahan efek dari general anestesi.


Tujuan : bersihan jalan napas pasien efektif.
Kriteria hasil :
a) Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
b) Suara napas bersih.
c) Tidak sianosis.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien.
b) Pantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola napas.
c) Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
d) Pantau respirasi dan status oksigenasi.
e) Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
f) Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam.
g) Auskultasi suara napas dan pantau status oksigenasi dan

hemodinamik.

Evaluasi :
a) Jalan napas efektif.
b) Napas pasien spontan dan teratur.
c) Tidak ada tanda-tanda sianosis.
d) Status hemodinamik pasien stabil.
2) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah b/d pengaruh sekunder

obat anestesi.
Tujuan : Mual muntah berkurang.
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan mual berkurang.
b) Pasien tidak muntah.
c) Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
d) Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
a) Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
b) Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
c) Pantau turgor kulit.
d) Pantau masukan dan keluaran cairan.
e) Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
a) Perasaan pasien lega, tidak pusing dan terbebas dari rasa mual.
b) Akral kulit hangat tidak pucat/sianosis.
c) Nadi teratur dan kuat
d) Status hemodinamik stabil.
3) Dx : Nyeri akut b/d agen cidera fisik (operasi)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
b) Pasien mampu istirahat.
c) Ekspresi wajah tenang dan nyaman.
Rencana tindakan:
a) Kaji drajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri.
b) Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
c) Ajarkan tehnik relaksasi.
d) Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
a) Rasa nyeri berkurang atau hilang.
b) Hemodinamik normal.
c) Pasien bisa istirahat dan ekspresi wajah tenang.
4) Dx : Hipotermi b/d berada atau terpapar di lingkungan dingin.
Tujuan : Pasien menunjukan termoregulasi.
Kriteria hasil :
a) Kulit hangat dan suhu tubuh dalam batas normal.
b) Perubahan warna kulit tidak ada.
c) Pasien tidak menggigil kedinginan.

Rencana tindakan:
a) Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan atau operasi

sesuai yang diharapkan.


b) Pantau tanda-tanda vital.
c) Beri penghangat.
Evaluasi :
a) Suhu tubuh normal.
b) Tanda-tanda vital stabil.
c) Pasien tidak menggigil.
d) Warna kulit tidak ada perubahan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pre anestesi
Tanggal pengkajian : Selasa, 04 April 2017
Jam : 10:30 WIB
Oleh : Shilmah W dan Nia H.
Sumber data : Klien, tenaga kesehatan, status klien
Metode : Observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi

dokumentasi.
1. Pengkajian pre anestesi
a. Identitas klien
Nama : Ny. S
Tempat, tanggal lahir : Purworejo, 23 Juni 1974
Alamat : Candimulyo, Kunir, Butuh, Purworejo
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
No. RM : 391xxx
Diagnosa medis : Tumor Mammae Dextra
Dokter Anestesi : dr. Bambang Hantoro, Sp.An
Dokter Bedah : dr. Amal, Sp. B
Penata Anestesi : Sony, S. ST
Tanggal masuk : 04 April 2017 pukul 10:30 WIB
b. Pengkajian khusus
Klien mengatakan ada benjolan di payudara kanan sejak 2 tahun yang

lalu. Terasa pegal jika beraktivitas terlalu berat. Klien mengatakan

tidak dilakukan pemeriksaan sebelumnya karena takut, kemudian

bulan April dibawa periksa ke RSUD dr. Tjitrowardojo Purworejo dan

dinyatakan oleh dokter menderita kanker payudara.


c. Pengkajian umum
1) Riwayat penyakit sistemik
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti DM,

hipertensi. Klien mengatakan hanya memiliki riwayat penyakit

biasa seperti batuk dan pilek. Klien mengatakan mempunyai

riwayat asma.
2) Riwayat pemakaian obat
Klien mengatakan jika asma kambuh mengonsumsi obat

salbutamol.
3) Riwayat operasi/ anestesi
4) Klien mengatakan sebelumnya belum pernah menjalani

pembiusan dan operasi, dan baru kali ini akan dilakukan operasi

sehingga merasa cemas, deg-degan. Klien mengatakan belum tau

tindakan tentang pembiusan.

5) Kebiasaan buruk
Klien mengatakan tidak merokok, tidak minum-minuman keras

(alkohol).
6) Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi baik makanan

maupun obat.
7) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan ibunya mempunyai riwayat asma, namun tidak

mempunyai riwayat penyakit kanker payudara.


d. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran status klien
a) KU : Baik
b) Kesadaran : Compos mentis
c) BB : 65 kg
d) TB : 155 cm
e) IMT : 27 kg/m2
f) TTV : TD: 194/104 mmHg, N: 129 x/menit, RR:

16 x/menit, S: 36,80C.
2) Pemeriksaan fisik umum
a) Psikis : klien tampak cemas, wajah tegang, kontak

mata buruk, klien tampak bingung.


b) Kepala : kepala mesocepal, dalam batas normal,

tidak ada kelainan apapun.


c) Mata : konjungtiva tidak pucat, sclera tidak

kuning, pupil isokor. Klien tidak menggunakan alat bantu

penglihatan, tidak menggunakan softlens.


d) Hidung : tidak ada secret di hidung, tidak ada polip

hidung, tidak ada cuping hidung.


e) Mulut : malampati III (soft palate, dasar uvula

terlihat), tidak ada gigi palsu, tidak ada gigi yang tanggal, gigi

tampak maju.
f) Leher : leher tampak pendek, tidak ada

pembesaran tiroid, tidak ada defiasi trakea.


g) Dada
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan kiri

simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak terdapat

otot bantu pernafasan. Mammae dextra tampak tegang/

kencang dan terilhat bengkak, sudah diberi mark akan

dilakukan operasi pada mammae dextra.


Palpasi : ekspansi dada simetris, terdapat masa di

mammae dextra dengan diameter 3 cm.


Perkusi : interkosta 1-5 kanan sonor, interkosta 2-5

kiri redup.
Auskultasi : suara vesikuler pada. Terdengar suara

jantung normal S1 dan S2 tanpa adanya suara tambahan.


h) Abdomen
Inspeksi : perut tidak asites, pertumbuhan rambut

merata, tidak ada bekas luka, tidak ada distensi abdomen


Auskultasi : bising usus (+) 6 x/ menit.
Perkusi : terdengan suara timpani di kuadran

II,III,IV dan terdengar redup di kuadran I.


Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada massa,

tidak ada perbesaran hepar.


i) Genetalia : tidak terpasang kateter urine.
j) Ekstremitas : terpasang infus RL 20 tpm pada tangan kiri

klien sejak 03 April 2017 pukul 17:00 WIB. Ekstremitas

lainnya seperti tangan kanan, kaki kanan dan kaki kiri dapat

mobilisasi maksimal.
Kekuatan otot ka 5 5 ki

5 5
e. Pemeriksaan Penunjang
Hari, tanggal : Selasa, 04 April 2016
Waktu : 08.00 WIB

No Jenis pemeriksaan Hasil


1 Haemoglobin 13.3 g/dl
2 Leukosit 8.2 103/ul
3 Eritrosit 4.9 106/ul
4 Trombosit 268 103/ul
5 PTT 10.03 second
6 APTT 23.4 second
7 GDS 106 mg/dl
8 HbsAg Negative
9 Golongan darah A+

f. Persiapan operatif
1. Mencocokkan identitas pasien (nama, nomor medical record).
2. Hasil pemeriksaan laboratorium
3. Pastikan inform consent dengan baik, persetujuan operasi dan

persetujuan anestesi lengkap.


4. Pasien dimasukan diruang terima dan dilakukan serah terima

pasien antara perawat bangsal dan perawat OK.


5. Pasien puasa selama 24 jam sebelum operasi, maka perhitungan

kebutuhan cairan adalah :


a) BB : 65 kg
b) Termasuk operasi besar
c) Lama puasa : 11 jam
d) Kebutuhan cairan klien
- M : 2 x 65 kg = 130 cc/jam
- PP : 11 x 130 = 1430 cc/jam
- SO : 8 x 65 = 520 cc/jam
- Jam I = M + PP + SO = 130 + 715 + 520 = 1365 cc/jam
- Jam II dan III = M + PP + SO = 130 + 358 + 520 = 1008

cc/jam
- Jam IV = M + SO = 130 + 520 = 650 cc/jam.

2. Analisa Data
Hari, tanggal : Selasa, 4 April 2017
Jam : 10.30 WIB

Data Masalah Etiologi


DS : Cemas Kurang
- Klien mengatakan pengetahuan
sebelumnya belum pernah tentang
menjalani pembiusan dan pembiusan/
operasi, dan baru kali ini akan anestesi
dilakukan operasi sehingga
merasa cemas, deg-degan.
- Klien mengatakan belum tau
tentang tindakan pembiusan.
DO :
- Klien tampak bingung
- Wajah tegang
- Kontak mata buruk
- TD 194/104 mmHg
- Nadi 129

Shilmah&Ni
a
3. Diagnosa Keperawatan
Hari, tanggal : Selasa, 4 April 2017
Jam : 10.30 WIB
a. Cemas b/d kurang pengetahuan tentang pembiusan/ anestesi ditandai

dengan :
DS :
- Klien mengatakan sebelumnya belum pernah menjalani

pembiusan dan operasi, dan baru kali ini akan dilakukan

operasi sehingga merasa cemas, deg-degan.


- Klien mengatakan belum tau tentang tindakan pembiusan.
DO :
- Klien tampak bingung
- Wajah tegang
- Kontak mata buruk
- TD 194/104 mmHg
- Nadi 129
Shilmah &

Nia
B. Intra Anestesi
1. Pengkajian intra anestesi
Tanggal pengkajian : Selasa, 04 April 2017
Jam : 10:45 WIB
Oleh : Eka Rini
Sumber data : Klien, tenaga kesehatan, status klien
Metode : Observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi

dokumentasi.
2. Persiapan Anestesi

Alat Jumlah
Sarung tangan 1 pasang
Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc @ 2 buah
Intubasi set :
- Laringoskop 1 buah
- ETT no 6, 6,5 dan 7 @ 1 buah
- Stetoskop 1 buah
- Mayo/guedel 1 buah
- Jeli 1 buah
- Face mask 1 buah sesuai ukuran
- Mesin anestesi dan monitor 1 set
siap pakai
- Plester dan gunting @1 buah
- Mesin suction dan set suction 1 set
- Selang oksigen nasal 1 set
Obat :
- Fentanyl 2 ml 2 buah
- Kliran 4 mg 2 buah
- Fortanest 1 mg 2 buah
- Ketamin 50 mg 2 buah
- Lidodex 2 buah
- Bupivacain 2 buah
- Neogtigmin 2 buah
- Ketorolac 30 mg 2 buah
- Notrixum 25 mg 2 buah
- Fresofol 2 buah
- Theopentotal 0,5 g 2 buah
- Atropin 2 buah
- Epidrin 2 buah
- Epineprin 2 buah
Set spinal
- Jarum spinal no 26 2 buah
- Spuit 3 cc, 5cc @2 buah
- Sarung tangan steril 2 buah

3. Persiapan klien
a. Klien ditidurkan dalam posisi supinasi dan selanjutnya dilakukan

pemasangan monitor tekanan darah dan saturasi oksigen.


b. Anestesi dimulai jam 10.45 WIB dengan premedikasi fortanest 2,5

mg, kliran 4 mg dan fentanyl 100 mcg. Obat induksi thiopenthotal

250 mg dan netrixum 25 mg.


c. Setelah obat masuk posisikan kepala ekstensi untuk mempermudah

ventilasi melalu face mask sebelum intubasi.


d. Setelah klein masuk stadium 2 plana 3 kemudian dilakukan intubasi.
4. Prosedur intubasi
a. Berikan pasien oksigen cadangan
b. Laringoskop dimasukkan dengan menelusuri pinggir lidah sampai

terlihat lubang trakea


c. Posisi laringoskop dipertahankan dengan tangan kiri, selanjutnya

dilakukan penghisapan bila banyak sekret


d. ETT no.7 dimasukkan dengan tangan kanan perlahan sampai angka

23 pada bibir atau terasa ada tahanan


e. ETT no.7 disambungkan dengan ambubag dan diberikan ventilasi

buatan
f. Auskultasi suara paru kanan dan kiri dengan stetoskop
g. Cuff dikembangkan dengan 10-20 ml udara atau sampai tak terlihat

kebocoran
h. ETT no.7 difiksasi dengan kuat
i. ETT no.7 disambungkan dengan ventilator dengan setting volume

tidal 500 l/vol dan RR 12x/menit.


j. Agen anestesi sevoflurane diatur 2%vol
k. N2O dan O2 dinyalakan 50:50 yaitu 2 l/menit : 2 l/menit.
5. Evaluasi
a. Operasi berjalan lancar
b. Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien
c. Selama operasi kepatenan jalan nafas terjaga
d. Oksigen terkonsumsi dengan adekuat
e. Selama operasi :
Tekanan darah dan nadi dimonitor tiap lima menit sekali :
- Lima menit I : 110/70 mmHg, Nadi 86 x/menit SpO2

100%
- Lima menit II : 130/80 mmHg, Nadi 89 x/menit SpO2 100%
- Lima menit III : 140/80 mmHg, Nadi 92 x/menit SpO2 98%
- Lima menit IV : 120/60 mmHg, Nadi 94 x/menit, SpO2 98%, RR

: 20x/menit
- Lima menit V : 130/80 mmHg, Nadi 82 x/menit SpO2 100%
- Lima menit VI : 130/80 mmHg, Nadi 84 x/menit SpO2 84%,

RR : 24x/menit, klien sudah mulai bernafas spontan namun

belum adekuat
- Lima menit VII : 140/74 mmHg, Nadi 92 x/menit SpO2 99%,

RR : 20x/menit
- Lima menit VIII : 140/70 mmHg, Nadi 94 x/menit, SpO2 99%,

RR : 21x/menit
- Lima menit IX : 130/70 mmHg, Nadi 87 x/menit SpO2 99%,

RR : 24x/menit.
f. Tidal volume : 500,I : E : 1 : 2, Respirasi Rate 12 x / menit
g. Agent sevofluran 2 vol%
h. Perbandingan N20 : O2 - 50 % : 50 % (2 l/m : 2 l/m)
i. Perdarahan selama operasi 200 cc
j. Pasien tidak tampak hipoksia
k. Perfusi jaringan baik
l. Tidak tampak sesak
m. Tidak tampak tanda-tanda hipovolemia
n. Terpasang IVFD, RL 20 tpm
o. Saat ekstubasi terdengar suara nafas tambahan gurgling, terdapat
sekret banyak disaluran nafas.
6. Analisa data
Hari, tanggal : Selasa, 4 April 2017
Waktu : 10.50 WIB

Data Masalah Etiologi


DS : - Ketidakefektifan Disfungsi
DO : pola nafas neuromuscula
- Pernafasan spontan: tidak r dampak
adekuat sekunder obat
- SpO2 86% pelumpuh otot
- RR 24 x/menit pernafasan/
- Klien mendapatkan muscle
obat General
relaxan: notrixum 20mg
Anestesi
DS : - Ketidakefektifan Produksi
DO : bersihan jalan secret berlebih
- Auskultasi: suara nafas nafas
gurgling
- RR 24 x/menit
- Adanya secret di jalan nafas
klien Eka Rini

7. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi

neuromuscular dampak sekunder obat pelumpuh otot pernafasan/

obat GA ditandai dengan:


DS : -
DO :
- Pernafasan spontan: tidak adekuat
- SpO2 86%
- RR 24 x/menit
- Klien mendapatkan muscle relaxan: notrixum (atracurium)

20mg
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi

secret berlebih ditandai dengan:


DS : -
DO :
- Auskultasi: suara nafas gurgling
- RR 24 x/menit
- Adanya secret di jalan nafas klien
Eka Rini
C. Pasca anestesi
Tanggal pengkajian : Selasa, 04 April 2017
Jam : 12:00
Oleh : Putri
Sumber data : Klien, tenaga kesehatan, status klien
Metode : Observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi

dokumentasi.
1. Pengkajian pasca anestesi
f. Status Sirkulasi
TD : 130/63 mmHg
Nadi : 82 x /menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36o C
Tidak tampak adanya sianosis, turgor baik, akral teraba dingin, klien

tampak mengigil.

g. Status Respirasi
RR 14 x/menit teratur tidak ada sesak.
h. Status neurologis
Pasien masih belum sadar penuh, kesadaran somnolen
i. Instruksi Pasca Operasi
1. Observasi tanda vital tiap 15 menit pertama pasca anestesi selama

24 jam pertama
2. Observasi peningkatan kesadaran.
3. Miringkan kepala bila muntah dan suction
4. Boleh makan dan minum apabila sadar penuh, tidak ada mual tidak

ada muntah, tidak pusing.


j. Aldrete Score
1. Aktivitas:
- Mampu menggerakkan 4 ekstremitas nilai 2
- Mampu menggerakkan 2 ekstremitas nilai 1
- Tidak mampu menggerakkan ekstremitas nilai 0
2. Respirasi :
- Mampu nafas dalam dan batuk nilai 2
- Sesak atau pernafasan terbatas nilai 1
- Henti nafas nilai 0

3. Tekanan darah
- Berubah sampai 20% dari pra bedah nilai 2
- Berubah 20 50 % dari pra bedah nilai 1
- Berubah 50 % dari pra bedah nilai 0
4. Kesadaran :
- Sadar dan orientasi baik nilai 2
- Sadar bila dipanggil nilai 1
- Tak ada tanggapan terhadap rangsang nilai 0
5. Warna kulit :
- Kemerahan nilai 2
- Agak pucat agak suram nilai 1
- Sianosis nilai 0
2. Analisa Data
Tanggal pengkajian : Selasa, 04 April 2017
Jam : 12:10

Data Masalah Etiologi


DS : - Hipotermi Terpapar
DO : dengan
- Akral dingin lingkungan
- Klien menggigil OK yang
- Suhu 360C dingin
DS : - Resiko Efek General
DO : kecelakaan Anestesi
- Klien dilakukan pembiusan cedera
total (General Anestesi)
- Kesadaran: Somnolen
- Klien bergerak tidak terkontrol
(belum sadar penuh). Putri

3. Diagnosa Keperawatan
Tanggal pengkajian : Selasa, 04 April 2017
Jam : 12:10
c. Hipotermi berhubungan dengan terpapar dengan lingkungan OK yang

dingin ditandai dengan:


DS : -
DO :
- Akral dingin
- Klien menggigil
- Suhu 360C
d. Resiko kecelakaan cedera berhubungan dengan efek general anestesi

ditandai dengan:
DS : -
DO :
- Klien dilakukan pembiusan total (General Anestesi)
- Kesadaran: Somnolen
- Klien bergerak tidak terkontrol (belum sadar penuh).

Anda mungkin juga menyukai