Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN SEMINAR KASUS KEPERAWATAN MATERNITAS

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN Ca OVARIUM DI RUANG RAWAT
KEBIDANAN RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

KELOMPOK T2

Aqsa Multi Nugrahaini 2141312080


Nova Safitri 2141312018
Sekar Ayu Larasati 2141312020
Nia Sandra 2141312021
Olga Citra Novera 2141312029
Lailatul Israini 2141312004
Visca Dwi Febriati 2141312067

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat mengerjakan makalah seminar kasus yang

berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Ca Ovarium Di Ruang Rawat

Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang. Kemudian shalawat beserta salam tidak

lupa kita ucapkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman

hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia dan di

akhirat kelak.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah praktik Keperawatan

Maternitas Kelompok T2 program studi Profesi Keperawatan Universitas Andalas

tahun 2021. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan

makalah ini, baik dalam segi materi dan penulisan. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 26 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker ovarium merupakan kanker ginekologi paling mematikan dengan

tingkat kelangsungan hidup lima tahun paling rendah dibandingkan kanker

ginekologi lainnya di dunia karena diagnosis dini yang sulit dilakukan, sehingga

diagnosis dini bergantung pada pengetahuan tentang profil pasien kanker ovarium

di suatu daerah (Ida Ayu, 2017).

Kanker ovarium merupakan kanker ganas ginekologi ke tiga terbanyak

diseluruh dunia. Usia rata-rata penderita kanker ovarium adalah 63 tahun dan 70%

di antaranya adalah stadium lanjut. Meningkatnya stadium penyakit menyebabkan

peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Pada stadium lanjut, sering

diperoleh adanya metastasis intraabdomen dan organ jauh sehingga akan

menurunkan angka kesintasan 5.

Penyebab kanker ovarium saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada

faktor risiko terjadinya kanker ovarium yaitu faktor lingkungan, yang mana

insiden terjadinya kanker ovarium umumnya terjadi di negara industri, faktor

reproduksi, meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya risiko

menderita kanker ovarium karena tidak sempurnanya perbaikan epitel ovarium,

faktor genetik, mempunyai riwayat keluarga yang menderita kista / kanker

ovarium, kanker payudara ataupu penyakit keganasan lainnya, gaya hidup yang

tidak sehat, usia dini menarche, nullipara (Manuaba, 2013).


Asuhan keperawatan terdiri atas pendidikan kesehatan, dukungan fisik dan

emosi untuk mengatasi kecemasan dan ketakutan. Selama hospitalisasi, perawat

melakukan pemantauan fisiologis dan prosedur teknis, serta memberikan tindakan

kenyamanan. Perawat memberikan dukungan untuk membantu keluarga

berkoping dan menyesuaikan diri, memberikan kesempatan pada mereka untuk

menceritakan dan mengatasi rasa takut, serta membantu mengkoordinasikan

sumber dukungan bagi keluarga dan proses pemulihan (Reeder, dkk, 2013).

Peran perawat pada kasus kanker ovarium yaitu melakukan asuhan

keperawatan mulai dari: pengkajian keperawatan, data dapat diperoleh dari

riwayat kesehatan, keluhan utama pasien, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang; diagnosa keperawatan, setelah pengkajian lengkap maka perawat

merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang muncul dari hasil

pengkajian; intervensi keperawatan, perawat menentukan prioritas masalah, 6

tujuan, kriteria hasil serta merumuskan intervensi; implementasi keperawatan,

perawat melakukan tindakan keperawatan secara mandiri (teknik non farmakologi

untuk mengatasi sesak nafas, mual muntah, udem, dan fatigue) kolaborasi

(menajemen nutrisi untuk menjaga keseimbangan nutrisi, manajemen cairan untuk

mengontrol keseimbangan cairan); evaluasi keperawatan, perawat memantau

perkembangan kesehatan klien.


B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah:

1. Bagaimana konsep dasar teoritis kanker ovarium menurut tinjauan

kepustakaan?

2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker

ovarium secara teoritis?

3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker ovarium di

ruang rawat gynekologi RSUP DR. M. Djamil Padang mulai dari tahap

pengkajian, diagnose, perencanaan intervensi, pengimplementasian,

hingga evaluasi?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan

kanker ovarium.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengkajian keperawatan pada pada pasien dengan kanker

ovarium

b. Mampu menegakkan diagnose keperawatan pada pasien dengan

kanker ovarium

c. Mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien dengan

kanker ovarium
d. Mampu memberikan implementasi keperawatan pada pasien dengan

kanker ovarium

e. Mampu memberikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan kanker

ovarium
BAB II

LANDASAN TEORI

A.     Anatomi fisiologi ovarium

1.      Ovarium

Adalah gonad wanita, dua struktur kecil yang terletak pada kedua

sisi uterus. Kelenjar yanng berada di bawah pengaruh sikliis hormon

hipofise ini menghasilkan oosit dan hormon ovarium (Brooker, 2012)

Ovarium adalah salah satu di antara beberapa organ reproduksi wanita yang

berfungsi untuk menghasilkan sel telur. Setiap wanita memiliki dua

ovarium, terletak pada rongga panggul sebelah kiri dan kanan. (Ilmu Dokter,

2014)

Ovarium merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita. Setiap wanita

memiliki dua ovarium. Mereka oval, sekitar empat sentimeter panjang dan

berbaring di kedua sisi rahim (uterus) terhadap dinding panggul di daerah

yang dikenal sebagai fossa ovarium. Mereka diadakan di tempat oleh

ligamen melekat pada rahim, tetapi tidak secara langsung melekat pada sisa

saluran reproduksi wanita, misalnya saluran telur.(Kliksama, 2015)

2.      Fungsi ovarium

a. Menyimpan ovum (telur) yang dilepaskan satu setiap bulan, ovum akan

melalui tuba fallopi tempat fertilisasi dengan adanya sperma kemudian

memasuki uterus, jika terjadi proses pembuahan (fertilisasi) ovum akan

melekat (implantasi) dalam uterus dan berkembang menjadi janin (fetus),


ovum yang tidak mengalami proses fertilisasi akan dikeluarkan dan terjadinya

menstruasi dalam waktu 14 hari setelah ovulasi.

b. Memproduksi hormon estrogen dan progesteron, kedua hormon ini

berperan terhadap pertumbuhan jaringan payudara, gambaran spesifik wanita

dan mengatur siklus menstruasi.

c. Ovarium berfungsi mengeluarkan hormon steroid dan peptida seperti estrogen

dan progesteron. Kedua hormon ini penting dalam proses pubertas wanita dan

ciri-ciri seks sekunder. Estrogen dan progesteron berperan dalam persiapan

dinding rahim untuk implantasi telur yang telah dibuahi. Selain itu juga

berperan dalam memberikan sinyal kepada hipotalamus dan pituitari dalam

mengatur sikuls menstruasi.

3.      Letak Ovarium

Ovarium adalah dua organ kecil, seukuran ibu jari Anda, yang

terletak di panggul perempuan. Mereka melekat pada rahim, satu di setiap

sisi, dekat pembukaan tuba fallopi. Ovarium berisi sel gamet wanita, disebut

oosit. Dalam istilah non medis, oosit disebut “telur”. Ovarium merupakan

bagian dari sistem reproduksi wanita. Setiap wanita memiliki dua indung

telur. Mereka oval, sekitar empat sentimeter panjang dan berbaring di kedua

sisi rahim (uterus) dinding panggul di wilayah yang dikenal sebagai fossa

ovarium. Mereka ditahan oleh ligamen melekat pada rahim tetapi tidak

secara langsung melekat pada sisa saluran reproduksi wanita.(Hikmat, 2014)

4.      Bagian bagian ovarium

Struktur ovarium terdiri atas :


a. Korteks disebelah luar yang diliputi oleh epitelium germinativum yang

berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel-folikel

primordial.

b. Medulla di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan

pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf dan sedikit otot

polos.Diperkirakan pada wanita terdapat kira-kira 100.000 folikel primer.

Tiap bulan satu folikel akan keluar, kadang-kadang dua folikel, yang dalam

perkembangannya akan menjadi folikel de Graff. Folikel-folikel ini

merupakan badian terpenting dari ovarium dan dapat dilihat di korteks

ovarii dalam letak yang beraneka ragam dan pula dalam tingkat-tingkat

perkembangan dari satu sel telur dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel saja

sampai menjadi folikel de Graff yang matang terisi dengan likuor folikulli,

mengandung estrogen dan siap untuk berovulasi.

1. Pengertian

Kanker ovarium adalah tumor ganas yang tumbuh pada ovarium

(indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70

tahun. Kanker ovarium bisa menyebar melalui system getah bening dan

melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru – paru.

Kanker ovarium adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan

pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan

tidak normal, cepat dan tidak terkendali. (Apotik Online dan Media

Informasi Obat-Penyakit).
Kanker indung telur atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker

yang berasal dari sel-sel ovarium atau indung telur. (Sofyan, 2006)

Kanker ovarium merupakan sebuah penyakit di mana ovarium yang

dimiliki wanita memiliki perkembangan sel-sel abnormal. Secara umum,

kanker ovarium merupakan suatu bentuk kanker yang menyerang ovarium.

Kanker ini bisa berkembang sangat cepat, bahkan, dari stadium awal hingga

stadium lanjut bisa terjadi hanya dalam satu tahun saja. Kanker ovarium

merupakan suatu proses lebih lanjut dari suatu tumor malignan di ovarium.

Tumor malignan sendiri merupakan suatu bentuk perkembangan sel-sel

yang tidak terkontrol sehingga berpotensi menjadi kanker. WikipediaKanker

adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan

disekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh (Corwin,

2009, Hal; 66).

Kanker ovarium merupakan tumor dengan histogenesis yang

beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga demoblast (ektodermal,

endodermal, mesoderal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang

beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002).

Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa

reproduksi 30% dan 10% terdapat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor

ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak dan tidak jelas pasti ganas

(borderline malignancy atau carsinoma of low-maligna potensial) dan jelas

ganas (true malignant)(Priyanto, 2007).


Kanker ovarium adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan

pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan

tidak normal, cepat dan tidak terkendali. (Apotik Online dan Media

Informasi Obat-Penyakit. Hal.2 di akses tgl 20-7-2009).

Kanker ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling

sering dan penyebab kematian kelima akibat kanker pada perempuan.

(Price, 2005;1297)

Kanker ovarium memiliki 4 stadium yaitu :

(Smeltzer, 2001;1570)

 Stadium I : Pertumbuhan kanker terbatas pada ovarium

 Stadium II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan

perluasan pelvis

 Stadium III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan

metastasis diluar pelvis atau nodus inguinal atau retroperitoneal positif

 Stadium IV : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua sisi ovarium dengan

metastasis jauh

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kanker indung

telur atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker yang berasal dari

sel-sel ovarium atau indung telur. dimana sel telah kehilangan pengendalian

dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak normal,

cepat dan tidak terkendali.

2.         Epidemiologi
Kanker ovarium adalah kanker yang membuat frustasi bagi pasien

dan pemberi pelayanan kesehatan karena awitannya yang tersembunyi dan

tidak adanya gejala peringatan adalah penyeab mengapa penyakit ini telah

mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa. Kejadian merupakan penyebab

kematian utama di antara malignan si ginekologis. Penyakit ini mempunyai

angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. Sayang sekali, sekitar 75%

dari kasus dideteksi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk mendiagnosa dan

adalah unik sehingga kemungkinan kondisi ini merupakan awal dari banyak

kanker primer dan mungkin menjadi tempat metastase dari kanker lainnya.

Kondisi ini membawa angka kematian 14.500 setiap tahunnya dan

merupakan penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada

wanita ( Wingo et. al. , 1995 ). Sebagian kasus mengenai wanita usia 50 –

59 tahun. Insidens tertingginya adala di negara – negara industri, kecuali

Jepang yang insidennya paling rendah.

Wanita dengan kanker ovarium mempunyai resiko mengidap kanker

payudara tiga sampai empat kali lipat dan wanita dengan kanker payudara

mempunyai resiko yang meningkat terhadap kanker ovarium. Tidak ada

faktor penyebab definitif yang telah ditetapkan, tetapi kontraseptif oral

tampak memberikan efek protektif. Hereditas dapat berperan dalam

menimbulkan penyakit ini, dan banyak dokter menyarankan pemeriksaan

pelvis bimanual bagi wanita yang mempunyai satu atau dua orang saudara

dengan kanker ovarium. Meskipun dengan pemeriksaan yangn cermat,

tumor ovarium biasanya terdapat jauh di dalam dan sulit untuk dideteksi.
Belum ada skrinng dini yang tersedia saat ini, meskipun penanda tumor

sedang dalam penelitian. Sonogram transvaginal dan pengujian antigen Ca-

125 sangat membantu pada mereka yang beresiko tinggi untuk mengalami

kondisi ini. Akhir – akhir ini, antigen yang berkaitan dengan tumor

membantu dalam perawatn tindak lanjut setelah didiagnosis dan

pengobatan, tetapi tidak pada skrining umum dini.

Faktor – faktor resiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol,

penggunaan bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kanker kolon,

kanker endometrium, dan riwayat keluarga dengan kanker payudara atau

ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak-ovulasi adalah faktor – faktor resiko.

Angka kelangungan hidup tergantung pada tahap mana kanker didiagnosis.

Lebih dari 80% kanker ovarium epitelial ditemukan pada wanita

pascamenopause. Usia 62 tahun adalah usia di mana kanker ovarium

epitelial paling sering ditemui. Kanker ovarium epitelial jarang ditemukan

pada usia kurang dari 45 tahun. Pada wanita premenopause hanya 7% tumor

ovarium epitelial yang ganas.

Di RSCM Jakarta antara tahun 1989-1992 ditemukan 1.726 kasus

kanker ginekologi, di antaranya 13,6% adalah kanker ovarium. Umumnya

(72%) adalah kanker ovarium epitelial yang datang dalam stadium lanjut,

sedangkan stadium I-II (42,5%). Mortalitas karena kanker ovarium adalah

22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi.


3.         Etiologi

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak

teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium yaitu :

 Hipotesis incessant ovulation

Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium

untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-

sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi

sel-sel tumor

 Hipotesis Gonadotropin

Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data

epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor

ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini

ditemukan bahwa jika kadar hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer,

kadar hormon gonadotropin akan mengikat. Peningkatan kadar hormon

goonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah bsarnya

tumor ovarium pada binatang tersebut.

 Hipotesis androgen

Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker

ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium

mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat

menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.

 Hipotesisi Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh

androgen, progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap

terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor

progesteron. Percobaan pada kera macaque, progesteron menginduksi

terjadinya apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen

menghambatnya. Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita

pasca menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker ovarium,

sedangkan pemberian kombinasi dengan progesteron akan menurunkan

resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan kanker

ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker

ovarium. Demikian juga yang hanya mengandung progesteron yang menekan

ovulasi juga menurunkan resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian

depo medroksiprogesteron asetat ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya

kanker ovarium.

Penyebab pasti kanker ovarium tidak diketahui namun multifaktorial.

Risiko berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan lingkungan,

endokrin dan faktor genetik (Price, 2005;1297).

a. Faktor lingkungan

Kebiasaan makan, kopi dan merokok, adanya asbestos dalam lingkungan,

dan penggunaan bedak talek pada daerah vagina, semua itu dianggap

mungkin menyebabkan kanker.

b. Faktor endokrin
Faktor risiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang

nulipara, menarche dini, menopause yang lambat, kehamilan pertama yang

lambat, dan tidak pernah menyusui. Penggunaan kontrasepsi oral tidak

meningkatkan resiko dan mungkin dapat mencegah. Terapi pengganti

estrogen (ERT) pascamenopause untuk 10 tahun atau lebih berkaitan

dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium

c. Faktor genetic

Kanker ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi

penetrasi telah ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker

ovarium. Bila terdapat dua atau lebih hubungan tingkat pertama yang

menderita kanker ovarium, seorang perempuan memiliki 50% kesempatan

untuk menderita kanker ovarium.

Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker

ovarium yaitu:

 Diet tinggi lemak

 Merokok

 Alkohol

 Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium

 Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium

 Nulipara

 Infertilitas

 Menstruasi dini

 Wanita diatas usia 50 – 75 tahun


 Wanita yang memiliki anak > 35 tahun

 Ras kaucasia > Afrika-Amerika

 Kontrasepsi oral

 Berawal dari hyperplasia endometrium yang berkembang menjadi

karsinoma.

 Menarche dini

4.         Patofisiologi

Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone

dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa

mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal

jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang

tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan

folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel

tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,

terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista

di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa

kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel

dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature.

Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang

memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi

fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan

pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum


mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama

kehamilan.

Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang

berdekatan dengan abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri

pada rongga abdomen dan pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami

cairan peritoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan keganasan

selanjutnya dapat timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfatik

yang disalurkan ke ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel

ganas. Semua kelenjar pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya

akan terkena. Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal

dan limfatik muncul tanpa gejala yang spesifik. Gejala tidak pasti yang akan

muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, sering

berkemih dan disuria dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa

penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi. Pada

beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder

akibat hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen,

beberapa tumor menghasilkan testosterone dan menyebabkan virilasi.

Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila

terdapat perdarahan dalam tumor , ruptur atau torsi ovarium. Namun tumor

ovarium paling sering terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin

5.         Pathway
6.         Klasifikasi

Lebih dari 30 neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Tumor

ovarium dikelompokkan dalam 3 kategori (Price, 2005;1297) besar yaitu :

 Tumor-tumor epitel

Tumor-tumor epitel menyebabkan 60% dari semua neoplasma ovarium

dan diklasifikasikan sebagai neoplasma jinak, perbatasan ganas

 Tumor stroma gonad


 Tumor-tumor sel germinal

Terdapat tiga ketegori utama tumor sel germinal yaitu : tumor jinak

(kista dermoid), tumor ganas (bagian dari kista dermoid), tumor sel

germinal primitive ganas (sel embrionik dan ekstraembrionik)

Dua pertiga persen kanker ovarium adalah tumor sel germinal primitive

ganas. Penting untuk mendiagnosis jenis tumor dengan tepat.

Klasifikasi stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation

International of Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :

 Stadium I : pertumbuhan terbatas pada ovarium

o Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang

berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.

o Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi

sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.

o Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan

luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel

ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.

 Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke

panggul

o Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba

o Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya

o Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan

satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung

sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.


 Stadium III : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di

peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas

dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau

omentum.

o Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening

negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat

adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.

o Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant

dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi

2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.

o Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar

getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.

 Stadium IV : pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan

metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium

4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.

7.         Tanda dan Gejala Klinis

Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan pada pasien dengan

kanker ovarium adalah sebagai berikut :

a. Haid tidak teratur

b. Darah menstruasi yang banyak (menoragia) dengan nyeri tekan pada

payudara

c. Menopause dini

d. Dispepsia
e. Tekanan pada pelvis

f. Sering berkemih dan disuria

g. Perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak

pada perut, cepat kenyang dan konstipasi.

h. Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina

sekunder akibat hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan

estrogen. (Smeltzer, 2001;1570)

8.         Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik hasil yang sering didapatkan pada tumor

ovarium adalah massa pada rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada

pemeriksaan fisik yang mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak

atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik

dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan

tumor ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler,

terfiksasi dan sering bilateral. Massa yang besar memenuhi rongga abdomen

dan pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah.

Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya

keganasan.

9.         Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien kanker ovarium

yaitu :

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pelvic

b. Radiologi : USG Transvaginal, CT scan, MRI


c. Tes darah khusus : CA-125 (Penanda kanker ovarium epitelial), LDH,

HCG, dan AFP (penanda tumor sel germinal)

d. Laparoskopi

e. Laparotomi

f. Pemeriksaan untuk mengetahui perluasan kanker ovarium

g. Pielografi intravena (ginjal, ureter, dan vesika urinaria), sistoskopi dan

sigmoidoskopi.

h. Foto rontgen dada dan tulang

i. Scan KGB (Kelenjar Getah Bening)

j. Scan traktus urinarius

10.     Diagnosis / Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat, pemeriksaan fisik

ginekologi, serta pemeriksaan penunjang

a.         Riwayat

Kanker ovarium pada stadium dini tidak memberikan keluhan.

Keluhan yang timbul berhubungan dengan peningkatan massa tumor,

penyebaran tumor pada permukaan serosa dari kolon dan asites. Rasa tidak

nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa kenyang sering

berhubungan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering timbul adalah

mudah lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek akibat efusi

pleura dan asites yang masif.

Dalam melakukan anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu

diperhatikan umur penderita dan faktor risiko terjadinya kanker ovarium.


Pada bayi yang baru lahir dapat ditemukan adanya kista fungsional yang

kecil (kurang dari 1-2 cm) akibat pengaruh dari hormon ibu. Kista ini

mestinya menghilang setelah bayi berumur beberapa bulan. Apabila

menetap akan terjadi peningkatan insiden tumor sel germinal ovarium

dengan jenis yang tersering adalah kista dermoid dan disgerminoma.

Dengan meningkatnya usia kemungkinan keganasan akan meningkat pula.

Secara umum akan terjadi peningkatan risiko keganasan mencapai 13%

pada premenopause dan 45% setelah menopause. Keganasan yang terjadi

bisa bersifat primer dan bisa berupa metastasis dari uterus, payudara, dan

traktus gastrointestinal.

b.        Pemeriksaan fisik ginekologi

Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam

memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa tumor.

Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian

posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas dan

rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian, mengingat

tidak jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari karsinoma

payudara.

Hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada

rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu

membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum

dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan licin,

unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas akan memberikan


gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering bilateral. Massa

yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih mencerminkan

tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada

cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan.

c.         Pemeriksaan penunjang

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam

menegakkan diagnosis suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada

keganasan akan memberikan gambaran dengan septa internal, padat,

berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites . Walaupun ada pemeriksaan

yang lebih canggih seperti CT scan, MRI (magnetic resonance imaging),

dan positron tomografi akan memberikan gambaran yang lebih

mengesankan, namun pada penelitian tidak menunjukan tingkat sensitifitas

dan spesifisitas yang lebih baik dari ultrasonografi. Serum CA 125 saat ini

merupakan petanda tumor yang paling sering digunakan dalam penapisan

kanker ovarium jenis epitel, walaupun sering disertai keterbatasan.

Perhatian telah pula diarahkan pada adanya petanda tumor untuk jenis sel

germinal, antara lain alpha-fetoprotein (AFP), lactic acid dehidrogenase

(LDH), human placental lactogen (hPL), plasental-like alkaline

phosphatase (PLAP) dan human chorionic gonadotrophin(hCG).

11.     Kemungkinan komplikasi

a.         Torsi

b.        Rupture kista

c.         Perdarahan
d.        Keganasan

12.     Penatalaksanaan

Adapun tindakan yang dilakukan pada penanganan kanker ovarium

antara lain:

(Smeltzer, 2001;1570)

 Intervensi bedah untuk kanker ovarium adalah histerektomi abdominal total

dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium serta omentum (salpingo-

oofarektomi bilateral dan omentektomi) adalah prosedur standar unruk

penyakit tahap dini

 Terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 (32P) interperitoneal, isotop radioaktif,

dapat dilakukan setelah pembedahan

 Kemoterapi dengan preparat tunggal atau multiple tetapi biasanya termasuk

sisplantin, sikofosfamid, atau karboplatin juga digunakan

 Paklitaksel (Taxol) merupakan preparat yang berasal dari pohon cemara

pasifik, bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus di dalam sel-sel untuk

berkumpul dan mencegah pemecahan struktur yang mirip benang ini. Secara

umum, sel-sel tidak dapat berfungsi ketika mereka terlilit dengan

mikrotubulus dan mereka tidak dapat membelah diri. Karena medikasi ini

sering menyebabkan leucopenia, pasien juga harus minum G-CSF (factor

granulosit koloni stimulating)

 Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan pada

penderita dengan asites yang disertai massa pelvis, karena dapat

menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian yang diduga asites


ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan asites hanya

dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan pada diafragma


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA MASALAH GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

I. PENGKAJIAN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 65 tahun 5 bulan 16 hari
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jambi
Tanggal Pengkajian : 25-11-2021
Diagnosa Medis : Abdominal Pain ec Susp. Ca Ovarium
Residif + Dyspnea ec Efusi Pleura + Hematemesis melena ec ulkus
peptikum
s
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :
Klien mengeluh sesak napas, tampak pucat, lemas, nyeri dari perut
hingga dada, dan tidak nafsu makan.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data bahwa klien saat ini
terpasang oksigen dengan nasal kanul 7 lpm, terpasang drain, WSD,
kateter, dan NGT alir buka tutup.
Klien mengeluhkan sesak dan adanya tarikan dinding dada. Klien
juga mengeluhkan nyeri, nyeri disebabkan oleh proses penyakit,
nyeri terasa seperti di tekan, nyeri terasa dari perut hingga dada,
skala nyeri 5 dan nyeri hilang timbul dalam durasi 1-2 menit. Klien
juga mengeluhkan nafsu makan menurun dan mual muntah sebanyak
3 kali. Klien juga tampak pucat, lemas, dan nadi klien teraba halus.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Klien memiliki riwayat CA ovarium sejak 1 tahun yang lalu yang
semulanya ditandai dengan perut membesar. Klien belum pernah
kemoterapi. Klien memiliki riwayat vertigo sejak umur 55 tahun.
Klien mengatakan pernah operasi kista ovarium tahun 2020 dan
operasi ca ovarium januari 2021. Klien tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi dan diabetes melitus
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki
penyakit yang sama dengan klien dan penyakit keganasan lainnya.
5. Riwayat Obstetri sebelumnya :
Klien menikah di usia 15 tahun. Klien melahirkan secara normal
melalui dukun beranak di usia 16 tahun dan tidak ada masalah pada
kehamilan sebelumnya. Riwayat obstetric klien P8A0H6. Anak 1
dan 2 klien meninggal setelah dilahirkan.
6. Riwayat Menstruasi :
Menarche klien pada usia 13 tahun. Klien tidak memiliki masalah
menstruasi sebelumnya. Lama haid klien lebih kurang 7 hari dengan
frekuensi ganti pembalut sebanyak 2 kali/hari. Klien sudah
menopause sejak 20 tahun yang lalu.
7. Riwayat KB :
Klien pernah menggunakan KB bentuk suntik sekali namun tidak
dilanjutkan karena badan klien terasa lemas.
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : tampak lemah dan kurus
b. Tanda-tanda vital :
TD : 106/61 mmHg
Nadi : 96 x / i
Suhu : 36,4 C
Napas : 22 x / i
c. Pengukuran Antropometri :
TB : 150 cm
BB : 37 Kg
IMT : 16,4
d. Pemeriksaan Head to Toe :
1) Kepala
- Bentuk : Bulat
- Simetris : Simetris
- Luka : Tidak ada
- Nyeri : Tidak ada
2) Rambut
- Warna : Hitam keputihan
- Struktur : rambut klien mudah rontok

3) Mata
- Simetris : kiri dan kanan
- Pupil : isokor
- Edema : tidak ada
- Penglihatan : rabun dekat
- Sklera : tidak ikterik
- Konjungtiva : anemis
4) Hidung
- Simetris : Simetris antara lubang kiri dan kanan
- Tulang hidung : Normal
- Secret : Tidak ada
- Polip : Tidak ada
5) Telinga
- Daun telinga : Normal
- Liang telinga : Normal
- Membran thympani : Normal
6) Mulut dan tenggorokkan
- Warna bibir : merah sedikit pucat
- Mukosa bibir : mukosa bibi sedikit kering
- Kondisi gigi : baik
7) Leher
- Kelenjar getah bening : Tidak ada pembengkakan
- Kelenjar tiroid : Tidak ada pembengkakan
- Kaku kuduk : Tidak ada
8) Wajah
- Inspeksi : tampak pucat
- Edema : Tidak ada
- Nyeri : Tidak ada
9) Paru – Paru
- Inspeksi : tampak sesak dan ada tarikan dinding dada,
tampak simetris
- Palpasi : fremitus
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler

10) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : pekak
- Auskultasi : Reguler.
11) Payudara
- Inspeksi : tampak turun, aerola coklat
- Palpasi : tidak ada benjolan
12) Abdomen
- Inspeksi : terpasang drain
- Palpasi : nyeri tekan
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus normal
13) Eksremitas atas/bawah
- Inspeksi : tampak kurus dan lemah, kuku tampak
pucat dan kebiruan
- Palpasi : akral teraba dingin, CRT > 2 detik (3 detik)
Kemampuan otot :
5555 5555

5555 5555

14) Genitalia
Tidak ada kelainan

e. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Klien mengatakan penyakit yang diderita klien merupakan
kelalain klien karena tidak bisa menjaga diri klien dari penyakit.
Klien juga mengatakan penyakit yang diderita klien datang dari
Allah sebagai penggugur dosa. Klien tidak pernah merokok dan
mengkonsumsi alkohol. Klien tidak memiliki riwayat alergi.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien mengatakan mengalami penurunan berat badan sebanyak
10-15 kg. klien mengalami nyeri saat menelan. Klien muntah
sebanyak 3 kali berwarna merah kehitaman. Banyak muntah klien
±220 cc/setiap kali muntah. Klien terpasang NGT. Nutrisi klien
saat ini diperoleh melalui diit air gula dan clinimix. Klien
mengatakan setiap makan hanya habis +- 1/2 porsi. Gambaran diit
kalien sehari-hari :
Sebelum sakit Saat sakit
Pagi : lontong Pagi
: MC
Siang : nasi + lauk Siang : MC
Malam : nasi + lauk Malam : MC
Minum : 4-5 gelas / hari Minum : MC
3) Pola eliminasi
Klien mengatakan BAB klien saat ini berwarna kuning
kehitaman. Dalam 1 bulan ini klien baru BAB sebanyak 4 kali.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidak memiliki masalah pada tidurnya. Tidur
klien lebih kurang 5-6 jam/hari.
5) Pola persepsi sensori dan kognitif
Klien mengatakan merasa nyeri dibagian perut ke atas.
deskripsi:
P : Nyeri disebabkan oleh proses penyakit
Q : nyeri terasa seperti ditekan
S : nyeri terasa di perut hingga dada
S : skala nyeri 5
T : nyeri hilang timbul dengan durasi 1-2 menit
6) Persepsi dan konsep diri
Klien tampak kooperatif, bicara klien normal, klien
berkomunikasi menggunakan Bahasa minang.
7) Pola hubungan dengan orang lain
8) Pola reproduksi dan seksual
Klien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara
mandiri setiap bulannya.
9) Pola mekanisme koping
Keadaan emosi klien dalam sehari-hari santai. Biasanya saat ada
masalah klien memendamkannya dan kadang bercerita dengan
suaminya. Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun untuk
mengatasi stress.
10) Pola nilai dan keyakinan
Klien beragama islam. Klien tidak memiliki pantangan
keagamaan selama dirawat dirumah sakit. Selama sakit klien
melakukan ibadah ditempat tidur.

D. Data Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
23-11-2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi
Normal
Kimia Klinik
Total protein 5,2 g/dl 6,6 – 8,7 Rendah
Albumin 2,2 g/dl 3,8 – 5,0 Rendah
Globulin 3 g/dl 1,3 – 2,7 Tinggi
SGOT 10 U/L < 32 Normal
SGPT 6 U/L < 31 Normal
Ureum darah 96 mg/dl 10 – 50 Tinggi
Kreatinin darah 0,9 mg/dl 0,6 – 1,2 Normal
Elektrolit
Natrium 132 mmol/L 136 – 145 Rendah
Kalium 4,2 mmol/L 3,5 – 5,1 Normal
Klorida 100 mmol/L 97 - 111 Normal
19-11-2021
Hematologi
Hemoglobin 11 g/dl 12 – 14 Rendah
Leukosit 15,51 x 5 – 10 x Tinggi
Hematocrit 1000/mm3 1000 Rendah
Trombosit 33 % 37 – 43 Tinggi
MCV 476 x 150 – 400 x Normal
MCH 1000/mm3 1000 Normal
MCHC 84 fL 82 – 92 Normal
28 pg 27 – 31
34% 32 – 36
Hemostasis
PT
PT 11,8 detik 9,15 – 12, Normal
INR 1,08 35 Normal
PT control 10,5 < 1,2
APTT
APTT 23,4 detik Normal
APTT control 25,8 22,49 –
29,69
18-11-2021
Analisa Cairan
Tubuh
Pemeriksaan cairan
tubuh Cairan Pelura
Jenis sampel
Makroskopis 60 ml
Volume Positif
Kekeruhan Kuning
Warna
Mikroskopis 750/mm3
Jumlah Sel
Hitung Jenis 15 %
Sel PMN 85 %
Sel MN
Kimia 4,9 g/dl
Protein 52 mg/dl
Glukosa 551 µ/L
LDH 2,6 g/dl
Albumin Positif
Rivalta Eksudat
Kesan
Analisa Gas Darah
Na + 136 mmol/L 136 – 145 Normal
K+ 3,5 mmol/L 3,4 – 4,5 Normal
CA ++ 0,84 mmol/L 1,15 – 1,35 Rendah
GLU 68 mg/dl 60 - 95 Normal
LAC 2,5 mmol/L 0,5 – 2,2 Tinggi
HCT 35% 35 – 51 Normal
pH (T) 7,33 7,35 – 7,45 Rendah
PCO2 (T) 42 mmHg 35 – 48 Normal
PO2 (T) 63 mmHg 83 – 108 Rendah
HCO3- 22,2 mmol/L 18 – 23 Normal
TCO2 23,6 mmol/L 22 – 29 Normal
BEecf -4.1 mmol/L
BE -4 mmol/L (-2) – (+3) Rendah
SO2C 92 % 95 – 98 Rendah
THbc 10,9 mmol/L
Temp °C
THb 10,8 g/dl 11,7 – 17,4 Rendah
II. ANALISIS DATA

No. Data Etiologi Diagnosa


1. Data subjektif: Ca Ovarium Pola napas
1. Klien mengeluh sesak. ↓ tidak efektif b.d
Data objektif: Stadium IV hambatan
1. Klien tampak sesak. ↓ upaya napas
2. Pola napas tidak teratur. Kanker bermetastase ke paru
3. Klien mengeluh nyeri dari perut ↓
sampai dada. Paru-paru
4. RR: 22 kali/menit ↓
5. Klien tampak terpasang WSD dengan Efusi pleura
cairan berwarna kekuningan. ↓
6. Dinding dada tampak terangkat saat Penurunan ekspansi paru
bernapas. ↓
Pola napas tidak efektif

2. Data subjektif: Ca Ovarium Perfusi perifer


1. Klien mengeluh badan terasa lemah. ↓ tidak efektif b.d
Sel darah merah menurun penurunan
Data objektif: ↓ aliran arteri
1. Klien tampak lemah. Suplai nutrisi dan oksigen menurun dan/atau vena,
2. CRT > 3 detik. ↓ penurunan
3. Akral teraba dingin. Jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi konsentrasi
4. Kulit pucat dan kering. ↓ hemoglobin
5. Kuku pucat, berwarna putih kebiruan. Perfusi perifer tidak efektif
6. Bibir kering dan pucat.
7. Hb: 11 g/dL
8. Nadi teraba halus
3. Data subjektif: Ca Ovarium → Penekanan saraf Nyeri akut b.d
1. Klien mengeluh nyeri dari perut ↓ ovarium oleh sel agen pencedera
sampai ke dada. Stadium IV kanker menekan fisiologis
2. Klien mengeluh nyeri semakin ↓ pleisus lumbal
bertambah saat ditekan. Kanker bermetastase ke sarkalis
paru ↓
Data objektif: ↓ Menstimuli
1. Klien tampak meringis. Paru-paru mediator nyeri
2. Klien tampak lemah. ↓ ↓
3. Pengkajian nyeri: Efusi pleura Post Op Hipotalamus
P : nyeri karena proses ↓ Torakosintesis
penyakit. Penurunan ekspansi paru ↓
Q : nyeri seperti ditekan.
↓ Bekas luka insisi ↓
R : nyeri di perut sampai
Dispnea Nyeri perut
dada.
S : skala nyeri 5 (numeric ↓
rating scale) Hipoksia
T : nyeri hilang timbul dalam

durasi 1-2 menit.
Nyeri dada
Nyeri Akut
4. Pola napas klien tampak tidak teratur.
5. Klien tampak sesak.

4. Data subjektif: Ca Ovarium Defisit nutrisi


1. Klien mengeluh nafsu makan ↓ b.d intaketidak
menurun. Traktus gastrointestinal adekuat
2. Klien mengeluhkan mual dan muntah. ↓
3. Keluarga mengatakan warna cairan Statis gaster
muntah hitam kemerahan. ↓
4. Klien mengatakan makan bersisa ±1/2 Medula oblongata
porsi setiap makan. ↓
Merangsang pusat untah di reticularformator
Data objektif: ↓
1. Klien muntah 3 kali pada hari Nausea dan muntah
pengkajian (25 November 2021) ↓
2. Banyak muntah klien ±220 cc/setiap Penurunan nafsu makan
kali muntah. ↓
3. TB: 150 cm Asupan nutrisi menurun
4. BB : 37 Kg ↓
5. Penurunan BB selama sakit (1 Penurunan BB dan perburukan status gizi
tahun) : 15 kg ↓
6. IMT: 16,4 (underweight) Defisit nutrisi

III. INTERVENSI
No Diagnosa SLKI SIKI
1. Pola napas tidak L.01004 Pola Napas I.01014 Pemantauan Respirasi
efektif b.d Kriteria hasil: Tindakan
hambatan upaya Indikator Dipertahankan Ditingkatkan Observasi
napas Dispnea 2 5 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya napas
Penggunaan otot 2 4
bantu napas 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,

Frekuensi napas 4 5 takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-


stokes, biot, ataksik)
Kedalaman 2 3
napas 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

I. 01011 Menejemen Jalan Napas


Tindakan
Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep Mc Gill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2. Perfusi perifer L.02011 Perfusi Perifer I.02079 Perawatan Sirkulasi


tidak efektif b.d Kriteria hasil: Tindakan
penurunan aliran Indikator Dipertahankan Ditingkatkan Observasi
arteri dan/atau Denyut nadi 4 5 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer,
vena, penurunan perifer edema, pengisian kalpiler, warna, suhu,
konsentrasi Warna kulit 2 4 angkle brachial index)
pucat
hemoglobin 2. Identifikasi faktor resiko gangguan
Kelemahan otot 4 5 sirkulasi (mis. diabetes, perokok, orang
Pengisian kapiler 2 3 tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)

Akral 2 3 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau


bengkak pada ekstremitas
TD sistolik 5 5
Terapeutik
TD diastolik 5 5
1. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas pada keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan
darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
7. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang
tepat(mis. melembabkan kulit kering pada
kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega 3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan( mis. rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

I. 06195 Manajemen Sensasi Perifer


Tindakan
Observasi
1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
2. Identifikasi penggunaan alat pengikat,
prostesis, sepatu, dan pakaian
3. Periksa perbedaan sensasi tajam atau
tumpul
4. Periksa perbedaan sensasi panas atau
dingin
5. Periksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda
6. Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
7. Monitor perubahan kulit
8. Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
1. Hindari pemakaian benda-benda yang
berlebihan suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
1. Anjurkan penggunaan termometer untuk
menguji suhu air
2. Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
3. Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu
3. Nyeri akut b.d L.0806 Tingkat nyeri I.08238 Manajemen nyeri
agen pencedera Indikator Dipertahankan Ditingkatkan Tindakan
fisiologis Keluhan nyeri 2 4 Observasi
Meringis 3 4
Gelisah 3 4 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Fokus 2 5 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
L. 08063 Kontrol nyeri
3. Identikasi respon nyeri non verbal
Indikator Dipertahankan Ditingkatkan
Melaporkan 2 4 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan

nyeri terkontrol memperingan nyeri


Kemampuan 3 4 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
menggunakan tentang nyeri
teknik non 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
farmakologis respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
L.08064 Status kenyamanan
Terapeutik
Indikator Dipertahankan Ditingkatkan
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Kesejahteraan fisik 2 4
Keluhan tidak nyaman 2 4 mengurangi rasa nyeri
Gelisah 3 4
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
Lelah 3 4
Merintih 3 4 rasa nyeri (misal suhu ruangan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

I.09326 Terapi relaksasi


Tindakan
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang mengganggu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif dilakukan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekana darah, an suhu sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitorrespon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang tersedia (misal napas
dalam)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
(misal napas dalam)
I. 08243 Pemberian analgesik
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapau analgesia optimal, jika
perlu
2. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
3. Dokumentasikan respon terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
4. Defisit nutrisi b.d L.03030 Status nutrisi I.03119 Manajemen nutrisi
intake tidak Kriteria hasil: Observasi:
adekuat Indikator Dipertahankan Ditingkatkan 1. Identifikasi status nutrisi

Porsi makan 2 5 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan


yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang disukai
Nafsu makan 2 5 4. Identifikasi kebutuhan kebutuhan kalori
dan jenis nutrien
5. Monitor asupan makan
6. Monitor BB
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,

L.03024 Nafsu makan jika perlu

Kriteria hasil: 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet

Indikator Dipertahankan Ditingkatkan 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu


Keinginan 2 5 sesuai
makan
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
Asupan makan 2 5 mencegah konstipasi
Asupan cairan 2 5 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi

Kemampuan 2 5 protein
merasakan 6. Berikan suplemen makanan jika perlu
makanan
Edukasi
Kemampuan 2 5 1. Ajarkan diet yang diprogramkan
menikmati
makanan Kolaborasi

Asupan nutrisi 2 5 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum


makan
Stimulus untuk 2 5
makan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan jika perlu

I.03123 Pemantauan nutrisi


Tindakan
Observasi
1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
asupan gizi
2. Identifikasi perubahan BB
3. Identifikasi kelainan pada kulit
4. Identifikasi kelainan pada rambut
5. Identifikasi kelainan pada kuku
6. Identifikasi kemampuan menelan
7. Identifikasi kelainan rongga mulut
8. Identifikasi kelainan eliminasi
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor asupan oral
11. Monitor warna konjungtiva
12. Monitor hasil laboratorium
Terapeutik
1. Timbang BB
2. Ukur antropometrik komposisi tubuh
3. Hitung perubahan BB
4. Atur interval waktu pemantauan sesuai
kondisi pasien
5. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


No. Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. 25/11/2021 Pola napas tidak 1. Melakukan pengkajian kepada S : Klien mengeluh sesak napas
13.00 WIB efektif b.d klien. O : 1. Klien tampak sesak, pola
hambatan upaya 2. Mengukur frekuensi napas. napas tidak teratur,
napas 3. Mengidentifikasi pola napas klien. terdapat penggunaan otot
4. Mengidentifikasi adanya batuk dan bantu napas.
suara napas tambahan. 2. Klien tidak batuk dan
5. Mengidentifikasi penggunaan otot tidak ada ronkhi.
bantu napas. 3. Oksigen nasal kanul 7
6. Memberikan oksigen 7 liter/menit. liter/menit telah diberikan
7. Mengatur posisi klien semi fowler sesuai SOP.
di tempat tidur. 4. R : 19 kali/menit.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi, monitor
pola pernapasan.

2. 25/11/2021 Perfusi perifer 1. Melakukan pengkajian kepada S : 1. Klien mengeluh badan


13.15 WIB tidak efektif b.d klien terasa lemah.
penurunan aliran 2. Mengukur TTV
O : 1. Klien tampak lemah.
arteri dan/atau 3. Melalukan pemeriksaan CRT
2. CRT > 3 detik.
vena, penurunan 4. Meraba suhu pada akral klien 3. Akral teraba dingin.
konsentrasi 5. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan 4. Kulit pucat dan kering.
hemoglobin laboratorium 5. TTV:
6. TD: 125/76 mmHg, T :
36,4oC, RR: 19
kali/menit, N: 100
kali/menit.
7. Hb: 11 g/dL
8. Konjungtiva anemis.
A : Masalah belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi, monitor


CRT, TTV, dan perubahan
warna kulit.

3. 25/11/2021 Nyeri akut b.d 1. Melakukan pengkajian kepada S : 1. Klien mengeluh nyeri di
13.20 WIB agen pencedera klien. perut sampai dada.
fisiologis 2. Melakukan pengkajian nyeri 2. Klien mengatakan nyeri
(penyebab, skala, lokasi, waktu, dan tidak berkurang dengan
kualitas nyeri). napas dalam.
3. Mengajarkan teknik napas dalam. O : 1. Klien tampak meringis.
2. Pengkajian nyeri:

P : nyeri karena proses


penyakit.

Q : nyeri seperti
ditekan.

R : nyeri di perut
sampai dada.

S : skala nyeri 5
(numeric rating
scale)

T : nyeri hilang timbul


dalam durasi 1-2
menit.
A : Masalah belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi,
monitor intensitas nyeri.
4. 25/11/2021 Defisit nutrisi b.d 1. Melakukan pengkajian kepada S : Klien mengeluh nafsu makan
13.30 WIB intake tidak klien. menurun, mual dan muntah,
adekuat 2. Mengidentifikasi adanya serta badan terasa lemah.
penurunan nafsu makan, mual, dan O : 1. Klien tidak menghabiskan
muntah. makanan cair yang
3. Menghitung nilai IMT. diberikan (bersisa 1/2
4. Membantu memberikan makan porsi).
melalui NGT. 2. Asupan nutrisi parenteral
5. Memberikan terapi Clinimix 500 mL 8 telah diberikan sesuai
jam/kolf order dan SOP.
3. Hb: 11 g/dL
4. TB : 150 cm
5. BB : 37 Kg
6. IMT : 16,4 (underweight)
A : Masalah belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi, monitor


asupan nutrisi.

5. 26/11/2021 Pola napas tidak 1. Mengukur frekuensi napas. S : Klien mengatakan sesak napas
12.00 WIB efektif b.d 2. Mengidentifikasi pola napas klien. mulai berkurang
hambatan upaya 3. Mengidentifikasi adanya batuk dan O : 1. Pola napas klien tampak

napas suara napas tambahan. teratur.

4. Mengidentifikasi penggunaan otot 2. Klien tidak batuk dan tidak

bantu napas. ada ronkhi.

5. Memberikan oksigen 7 liter/menit. 3. Oksigen nasal kanul 7

6. Mengatur posisi klien semi fowler liter/menit telah diberikan

di tempat tidur. sesuai SOP.


4. RR : 19 kali/menit.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi, monitor
pola pernapasan.
6. 26/11/2021 Perfusi perifer 1. Melakukan pengkajian kepada S : Klien mengeluh badan terasa
12.15 WIB tidak efektif b.d klien lemah.
penurunan aliran 2. Mengukur TTV O : 1. Klien tampak lemah.
arteri dan/atau 3. Melalukan pemeriksaan CRT 2. CRT > 3 detik.
vena, penurunan 4. Meraba suhu pada akral klien 3. Akral masih teraba dingin.
konsentrasi 4. Kulit masih tampak pucat
hemoglobin dan kering.
5. TTV:

TD: 120/70 mmHg, T :


36,5oC, RR: 19 kali/menit,
N: 70 kali/menit.

6. SpO2 100%
7. Konjungtiva anemis.
A : Masalah belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi, monitor


CRT, TTV, dan perubahan
warna kulit.

7. 26/11/2021 Nyeri akut b.d 1. Mengidentifikasi nyeri (penyebab, S : 1. Klien mengeluh nyeri di
12.30 WIB agen pencedera skala, lokasi, waktu, dan kualitas perut sampai dada.
fisiologis nyeri). 2. Klien mengatakan nyeri
2. Memberikan paracetamol 3 x 500 tidak berkurang dengan
mg napas dalam.
O : 1. Klien tampak meringis.
2. Pengkajian nyeri:
P : nyeri karena proses
penyakit.
Q : nyeri seperti ditekan.
R : nyeri di perut sampai
dada.
S : skala nyeri 5 (numeric
rating scale)
T : nyeri hilang timbul
dalam durasi 1-2
menit.
A : Masalah belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi, monitor


intensitas nyeri.

8. 26/11/2021 Defisit nutrisi b.d 1. Mengidentifikasi asupan nutrisi, S : Klien mengeluh nafsu makan menurun
13.20 WIB intake tidak mual, dan muntah. serta badan terasa lemah.
adekuat 2. Membantu memberikan makan O : 1. Klien menghabiskan
melalui NGT. menghabiskan susu yang
3. Memberikan terapi Clinimix 500 diberikan.
mL 8 jam/kolf dan RL 8 jam/kolf.
2. Mual dan muntah tidak ada.
3. Kulit kering, mukosa bibir kering
dan pucat.
4. Asupan nutrisi parenteral telah
diberikan sesuai order dan SOP.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi, monitor asupan
nutrisi.
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Menganalisis pengkajian keperawatan pada pasien dengan

Abdominal Pain di ruangan Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang

Dari pengkajian pasien didapatkan data pasien mengeluh nyeri pada

perut hingga ke dada dengan skala 5, nyeri yang dirasakan pasien seperti

ditekan dan hilang timbul dengan durasi 1-2 menit. Nyeri dada yang

dirasakan oleh pasien dikarenakan bekas luka insisi torakosintesis karena

kanker telah bermetastase ke paru-paru pasien, dan nyeri perut yang

dirasakan pasien dikarenakan pemasangan drain untuk mengeluarkan

cairan di perut pasien. Asites dapat berperan sebagai carrier dan penyedia

lingkungan mikrotumor yang menguntungkan bagi sel tumor untuk

bermetastasis hal ini dikaitkan karna penyebaran sel kanker pada kavitas

peritoneal (Cyntia, 2019)

Dari hasil pengkajian juga didapatkan pasien mengeluh sesak. Hal

ini dikarenakan kanker telah bermetastase ke paru-paru, sehingga terjadi

efusi pleura yang merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya

penumpukan cairan pada rongga pleura yang berada di permukaan pleura

visceral dan pleura pariental (Safeti & Mariza, 2013).

2. Menganalisis diagnosa keperawatan pada pasien dengan Abdominal

Pain di ruangan Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang


Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien Ny. N

didapatkan 3 diagnosa keperawatan yaitu pola napas tidak efektif b.d

hambatan upaya napas, Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran

arteri dan/atau vena, penurunan konsentrasi hemoglobin, dan Nyeri akut

b.d agen pencedera fisiologis, serta defisit nutrisi b.d intake yang tidak

adekuat.

Diagnosa keperawatan yang pertama diangkat berdasarkan kasus

adalah pola napas tidak efektif, ditandai dengan kondisi pasien yang

tampak sesak dan adanya pemasangan WSD untuk mengeluarkan cairan

dari dalam rongga pleura pasien karna adanya efusi pleura metastasis dari

ca ovarium.

Diagnosa keperawatan yang kedua diangkat berdasarkan kasus

adalah perfusi perifer tidak efektif, berhubungan dengan penurunan

konsentrasi hemoglobin, ditandai dengan kulit pasien pucat dan kering,

pasien lemah dan letih serta akral yang teraba dingin dan turgor kulit

menurun.

Diagnosa keperawatan ketiga diangkat berdasarkan kasus adalah

nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan

sel kanker telah bermetastase ke paru-paru dan pevitas peritoneal. Nyeri

yang dirasakan pada peur hingga ke dada sepertii ditekan-tekan dengan

skala 5 dan durasi 1-2 menit hilang timbul, serta pasien tampak meringis.

Diagnosa keperawatan keempat yang diangkat yaitu defisit nutrisi

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan penurunan


nafsu makan pada pasien, adanya mual serta muntah dengan warna muntah

hitam kemerahan, pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 15

kg selama sakit dan IMT paien dibawah normal. Pasien sering tidak

menghabiskan makanan, saat pengkajian pasien terpasang NGT. Tabung

nasogastrik (NGT) adalah tabung fleksibel yang dimasukkan melalui

hidung melewati kerongkongan, dan masuk ke perut. NGT biasanya

dipasang untuk menghilangkan atau menambahkan zat di perut.

3. Menganalisis intervensi keperawatan pada pasien dengan Abdominal

Pain di ruangan Kebidanan RSUP Dr. M.Djamil Padang

Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

yang sesuai dengan kebutuhan pasien (Ny. N). Intervensi keperawatan

berpedoman pada Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

dengan luarannya yaitu Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).

Intervensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai kriteria hasil (SLKI).

Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan pola

nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas dengan

kriteria hasil yang diharapkan yaitu dispnea menurun, penggunaan otot

bantu napas menurun, frekuensi napas membaik, kedalaman napas

membaik. Rencana tindakannya yaitu pemantauan respirasi dan

manajemen jalan napas.

Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa Perfusi perifer tidak

efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau vena,


penurunan konsentrasi hemoglobin dengan kriteria hasil yang diharapkan

setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam yaitu denyut nadi perifer

membaik, warna kulit pucat menurun, kelemahan otot menurun, pengisian

kapiler membaik, akral membaik, tekanan darah membaik. Rencana

tindakannya yaitu perawatan sirkulasi dan manajemen sensasi perifer .

Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa Nyeri akut b.d agen

pencedera fisiologis dengan kriteria hasil yang diharapkan setelah

dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam yaitu keluhan nyeri menurun,

meringis menurun, gelisah menurun, fokus membaik pada luaran tingkat

nyeri. Sedangkan kriteria hasil pada kontrol nyeri adalah melaporkan nyeri

terkontrol, kemampuan menggunakan teknik non farmakologis, lalu untuk

kriteria hasil status kenyamanan adalah kesejahteraan fisik, keluhan tidak

nyaman menurun, gelisah menurun, lelah dan merintih menurun. Rencana

tindakannya yaitu manajermen nyeri dan terapi relaksasi serta pemberian

analgesik.

Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa Defisit nutrisi b.d

intake tidak adekuat dengan kriteria hasil yaitu porsi makan yang

dihabiskan meningkat, nafsu makan membaik pada luaran status nutrisi,

dan untuk kriteria hasil pada nafsu makan adalah keinginan makan

meningkat, asupan makan meningkat, asupan cairan meningkat,

kemampuan merasakan makanan membaik, kemampuan menikmati

makanan membaik, asupan nutrisi membaik dan stimulus untuk makan

membaik. Rencana tindakannya yaitu manajemen nutrisi dan pemantauan


nutrisi

4. Menganalisis implementasi keperawatan pada pasien dengan

Abdominal Pain di ruangan Kebidanan RSUP Dr. M.Djamil Padang

Diagnosa pertama yaitu pola nafas tidak efektif, tindakan yang

dilakukan yaitu melakukan pengkajian kepada pasien, mengukur frekuensi

napas, mengidentifikasi pola napas pasien mengidentifikasi adanya batuk

dan suara napas tambahan, mengidentifikasi penggunaan otot bantu napas,

memberikan oksigen 7 liter per menit, mengatur posisi pasien semi fowler

di temmpat tidur. Diagnosa selanjutnya yaitu perfusi perifer tidak efektif,

tindakan yang dilakukan yaitu melakukan pengkajian kepada pasien,

mengukur ttv, melakukan pemeriksaan CRT pasien, meraba suhu pada

akral pasien, mengidentifikasi hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosa

yang ketiga yaitu nyeri akut, tindakan yang dilakukan yaitu melakukan

pengkajian nyeri, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. Dan diagnosa

selanjutnya yaitu defisit nutrisi, tindakan yang dilakukan yaitu

mengidentifikasi adanya penurunan nafsu makan, mual dan muntah,

menghitung IMT, membantu memberikan makan melalui NGT, dan

memberikan terapi Clinimix 500 mL 8 jam/kolf.

Memonitor tanda-tanda vital (TTV) meliputi suhu tubuh, denyut

nadi, pernapasan dan tekanan darah merupakan cara yang cepat dan efisien

untuk memantau kondisi pasien atau mengidentifikasi masalah dan

mengevaluasi respon pasien terhadap intervensi (Sulistyowati, 2016).

Monitor TTV dilakukan secara berkala, agar dapat mengetahui keadaan


umum pasien dan jika terjadi perburukan dapat diberi tindakan secepatnya.

Pada kasus ini, pasien kesulitan bernapas karena terdapat

perbesaran/massa pada bagian pipi dan mulutnya, sehingga saluran

napasnya menjadi menyempit. Tindakan pemberian terapi oksigen

diperlukan agar kebutuhan oksigen pasien tercukupi dan terhindar dari

hipoksia.

Tindakan kolaborasi (terapi sesuai order dokter) sangat penting

dilakukan agar kondisi pasien membaik, seperti memberikan obat yang

sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien. Kontrol aliran infus dilakukan

untuk memastikan cairan yang masuk ke tubuh pasien, apakah terjadi

sumbatan atau tidak, atau cairan yang masuk habis/tidak. Pengkajian nyeri

secara komprehensi dilakukan untuk memantau apakah nyeri pada pasien

berkurang atau tidak, apakah terapi yang diberikan dapat mengurangi nyeri

atau tidak. Teknik relaksasi merupakan salah satu metode

nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri. Teknik ini diberikan secara terus-

menerus hingga pasien dapat melakukannya secara mandiri. Jika pasien

tidak dapat menoleransi nyerinya walaupun sudah diberikan teknik

nonfarmakologis, tindakan kolaborasi dilakukan dengan pemberian

analgetik. Intake nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan imunitas pasien

dan berpengaruh pada hasil laboratorium. Sehingga anjuran untuk

menghabiskan diet yang sudah diberikan oleh gizi dilakukan agar intake

nutrisi menjadi adekuat.


5. Menganalisis evaluasi keperawatan pada pasien dengan Abdominal

Pain di ruangan Kebidanan RSUP Dr. M.Djamil Padang

Pada tanggal 25 November 2021, untuk masalah pola nafas tidak

efektif setelah dilakukan implementasi keperawatan didapatkan bahwa

pasien masih mengeluh sesak napas, pola napas yang tidak teratur,

terdapat penggunaan otot bantu napas, klien tidak batuk dan tidak ada

ronkhi, pasien telah diberikan oksigen nasal kanul 7 lpm sesuai SOP,

pernafasan pasien 19 kali/menit, untuk itu monitor tanda-tanda vital masih

dilakukan dan tetap memberikan oksigen. Masalah perfusi perifer tidak

efektif yang yang dialami pasien setelah dilakukan implementasi

keperawatan, pasien masih mengeluh badan terasa lemah dan letih, akral

masih teraba dingin dan pasien masih tampak pucat, untuk itu tetap

monitor tanda-tanda vital dan mengidentifikasi hasil pemeriksaan

laboratorium. Masalah nyeri yang dirasakan pasien setelah dilakukan

implementasi keperawatan, pasien masih mengeluh nyeri dengan skala 5

pada bagian perut hingga ke dada, untuk itu tetap dilakukan pengkajian

nyeri secara komprehensif dan ajarkan teknik relaksasi serta kolaborasi

pemberian analgesik. Masalah defisit nutrisi yang dialami pasien setelah

dilakukan impolementasi keperawatan, pasien masih mengeluh tidak nafsu

makan dan merasakan mual hingga muntah, maka perlu dilanjutkan

intervensi dengan monitor intake output, memberi intake yang adekuat,

dan memberikan pasien makan melalui NGT.


Pada tanggal 26 November 2021, untuk masalah pola nafas tidak

efektif setelah dilakukan implementasi keperawatan, pasien mengatakan

sesaknya mulai berkurang, pola napas pasien tampak mulai teratur, pasien

masih diberikan terapi oksigen nasal kanul 7 lpm sesuai SOP, dan

intervensi tetap dilanjutkan. Masalah perfusi perifer yang dialami pasien,

setelah dilakukan implementasi keperawatan, pasien pasien masih

mengeluh badan terasa lemah dan letih, akral masih teraba dingin dan

pasien masih tampak pucat, untuk itu tetap monitor tanda-tanda vital dan

mengidentifikasi hasil pemeriksaan laboratorium. Masalah nyeri yang

dirasakan pasien setelah dilakukan implementasi keperawatan, pasien

masih mengeluh nyeri dengan skala 5 pada bagian perut hingga ke dada,

untuk itu tetap dilakukan pengkajian nyeri secara komprehensif dan

ajarkan teknik distraksi serta kolaborasi pemberian analgesik. Masalah

defisit nutrisi yang dialami pasien setelah dilakukan implementasi

keperawatan, pasien masih mengeluh tidak nafsu makan namun sudah

tidak ada muntah, asupan nutrisi pasien juga sudah masuk sepenuhnya

melalui NGT, namun pasien pucat dan kulit kering, maka perlu dilanjutkan

intervensi dengan monitor intake output, memberi intake yang adekuat,

dan memberikan pasien makan melalui NGT.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien dengan

kanker ovarium di ruang rawat kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang maka

dapat disimpulkan bahwa :

1. Dari pengkajian pasien didapatkan data pasien pasien yang terpasang nasal

kanul, pasien terpasang WSD pada dada kanan, pasien mengeluh sesak napas,

napas pasien cepat, serta tampak penggunaan otot dada pada saat bernapas.

Keadaan umum pasien lemah, pasien tampak pucat, akral dingin. Pasien

mengeluh nyeri pada area perut hingga ke dada. Pasien mual muntah, nutrisi

melalui NGT dan mengalami penurunan berat badan.

2. Diagnosa keperawatan yang pertama diangkat adalah pola napas nafas tidak

efektif. Diagnosa keperawatan kedua diangkat berdasarkan kasus adalah Perfusi

perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena, penurunan

konsentrasi hemoglobin. Diagnosa keperawatan ketiga diangkat berdasarkan

kasus adalah Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis. Diagnosa keperawatan

ketiga diangkat berdasarkan kasus adalah Defisit nutrisi b.d intaketidak

adekuat.

3. Rencana Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Pola Napas Tidak

Efektif dengan hasil yang diharapkan yaitu Pola napas membaik dengan

rencana tindakannya yaitu Manajemen Jalan Napas. Intevensi pada diagnose

perfusi perifer tidak efektif dengan hasil yang diharapkan perfusi perifer

meningkat adalah perawatan sirkulasi serta manajemen sensasi perifer.


Intervensi pada diagnosa keperawatan Nyeri Akut dengan hasil yang

diharapkan yaitu tingkat nyeri menurun dan kontrol nyeri meningkat dengan

rencana tindakannya yaitu Manajemen Nyeri, Terapi Relaksasi dan Pemberian

analgesik. Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa keperawatan Defisit

Nutrisi dengan hasil yang diharapkan yaitu status nutrisi membaik dengan

rencana tindakannya yaitu Manajemen Nutrisi dan pemantauan nutrisi.

4. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan perencanaan intervensi yang

disusun berdasarkan masing-masing diagnos keperawatan yang telah diangkat

dan pada evaluasi keperawatan terdapat beberapa masalah keperawatan yang

sudah teratasi dan ada pula yang masih belum teratasi.

B. Saran

Demikian makalah seminar kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan

Ca Ovarium di ruangan Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang penulis

susun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Dengan adanya keterbatasan dari makalah ini, penulis mengharapkan masukan

dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Donges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Guyton, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Manuaba, I Gede Bagus. 2004. Kapita Selekta Kedokteran dan KB. Jakarta : EGC
Nettina, Sandra M.2001.Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC

Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP

Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi

6. Jakarta : EGC

Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.

Volume 3. Jakarta : EGC

TIM FK UNPADJ.2001. Ginekologi. Bandung : FK UNPADJ

Wilkinson M. Judith, dkk. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosis

NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta : EGC

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai