Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian wanita di Indonesia masih dikatakan relatif cukup tinggi.

Tingginya angka kematian wanita di Indonesia akibat kanker sistem

reproduksi paling banyak disebabkan oleh kanker serviks. Kanker serviks

merupakan kasus kanker terbanyak kedua pada wanita di seluruh dunia. Setiap

tahun lebih dari 270.000 wanita meninggal karena kanker serviks, dan lebih

dari 85% terjadi di negara berkembang (World Health Organization (WHO),

2013).

Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40.000 kasus baru kanker serviks

setiap tahunnya. Berdasarkan data kanker di 13 pusat laboratorium patologi,

kanker serviks merupakan jenis kanker yang memiliki jumlah penderita

terbanyak di Indonesia, yaitu sebanyak 36% penderita (Rasjidi, 2009).

Sedangkan untuk insiden kanker serviks di Kalimantan Barat masih belum

dapat diketahui secara pasti karena belum ada registrasi kanker berbasis

patologi yang dilaksanakan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUD dr. Soedarso

Pontianak, kanker serviks merupakan kanker sistem reproduksi kedua

terbanyak setelah kanker payudara yang pernah di rawat inap di RSUD dr.

Soedarso. Oleh sebab itu pencegahan terhadap kanker serviks mutlak

dibutuhkan, sebab dari pemahaman tersebut akan timbul kesadaran pentingnya

menjaga kualitas kehidupan dan menghindari bahaya kanker serviks.

1
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan vaksinasi dan

deteksi dini kanker serviks (Pangesti, Cokroaminoto & Nurlaila, 2012).

Deteksi dini kanker serviks mencakup program yang terorganisir dengan

sasaran pada kelompok usia yang tepat dan sistem rujukan yang efektif di

seluruh pelayanan kesehatan.

Program pemerintah mengenai deteksi dini kanker serviks sudah

tercantum didalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

796/MENKES/SK/VII/2010 tentang pedoman teknis pengendalian kanker

payudara dan kanker serviks. Program deteksi dini kanker serviks yang

dimaksud dalam peraturan ini yaitu pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat

(IVA). Pemeriksaan IVA merupakan salah satu metode deteksi dini kanker

serviks yang efektif digunakan di negara berkembang. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Keshavarzi et al tahun 2013.

1.2 Tujuan Umum

Refarat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian

Obstetri dan Ginekologi RSUD M.Natsir Solok dan diharapkan agar dapat

menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para

pembaca.

1.3 Tujuan Khusus

Tujuan penulisan dari Refarat ini adalah untuk mengetahui defenisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan

dan diskusi mengenai kanker serviks.

2
1.4 Metode Penulisan

Refarat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk

pada berbagai literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uterus

2.1.1 Anatomi

Serviks uteri merupakan jaringan berbentuk silinder, dengan panjang 2,5 –

3 cm dan merupakan penghubung vagina dan uterus . Serviks uteri terbentuk dari

jaringan ikat, pembuluh darah, otot polos, dengan konsistensi kenyal. Ada dua

bagian utama serviks yaitu bagian ektoserviks dan bagian endoserviks. Bagian

dari serviks yang dapat dilihat dari dalam vagina selama pemeriksaan ginekologi

dikenal sebagai ektoserviks. Endoserviks, atau kanal endoserviks adalah bagian

yang merupakan terusan dari os eksternal yang menghubungkan serviks dan

rahim. Os eksternal adalah pembukaan kanal yang ada diantara endoserviks dan

ektoserviks.1

Serviks dan vagina berasal dari duktus Mulleri yang pada awalnya berada

dalam barisan yang terdiri dari 1 lapis epitel kolumnar. Pada saat usia kehamilan

19 – 20 minggu, epitel kolumnar pada daerah vagina akan mengalami kolonisasi

dan tumbuh ke atas. Hubungan antara epitel skuamosa pada vagina dan daerah

ektoserviks dengan epitel kolumnar pada daerah kanalis endoserviks disebut

hubungan skuamokolumnar original. Posisi sambungan skuamokolumnar original

sangat bervariasi. 66% terletak di daerah ektoserviks, 30% di daerah forniks

terutama pada bayi. Posisi sambungan skuamokolumnar menentukan daerah

perluasan metaplasia skuamosa serviks. Metaplasia skuamosa adalah proses yang

penting dalam terjadinya kanker pada serviks.2

4
Permukaan pars vaginalis diselimuti epitel skuamosa, dan pars kanalis

serviks uteri dilapisi oleh epitel kolumnar. Perbatasan antara epitel skuamosa dan

kolumnar terdapat di ostium serviks, sambungan skuamo-kolumnar (SSK) atau

zona transformasi yang merupakan tempat predileksi timbulnya tumor.1

Gambar Anatomi Serviks

2.1.2 Histologi

Serviks uteri terdiri dari porsio vagina eksternal (ektoserviks) dan jalur

endoserviks. Ektoserviks dapat dilihat pada pemeriksaan vagina dilapisi oleh

epitel skuamosa matur yang berhubungan dengan dinding vagina. Epitel

skuamosa terletak di tengah tepat dijalur kecil yang disebut external os yang

mengarah ke jalur endoserviks. Mukosa kelenjar endoserviks dilapisi oleh sel

kolumnar, epitel penghasil musin.1 Titik dimana terjadi pertemuan antara epitel

skuamosa dan epitel kolumnar disebut squamocolumnar junction / zona

tranformasi.3

5
Gambar Histologi Serviks

Gambar Zona Transformasi Serviks


2.1 Kanker Serviks

2.2.1 Definisi

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut

rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan

merusak jaringan sekitarnya.

Kanker Leher Rahim mengenai lapisan permukaan (epitel) dari leher

rahim atau mulut rahim, dimana sel – sel permukaan (epitel) tersebut mengalami

penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks

berkembang secara bertahap, tetapi progresif.

6
2.2.2 Epidemiologi

Kanker serviks termasuk jenis penyakit kanker pada perempuan yang

menimbulkan kematian terbanyak dari seluruh penyakit kanker terutama di negara

berkembang. Lima puluh persen pasien baru kanker serviks tidak pernah

melakukan tes Pap. 2

Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapura sebesar

25,0% pada ras Cina; 17,8% pada ras Melayu; dan di Thailand sebesar 23,7 per

100.000 penduduk.3

Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa

dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi

serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan

terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006.

Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut

rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat

laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki

jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17

rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432

kasus di antara 918 kanker pada perempuan.

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks

sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium

lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu

stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga

kasus.4

7
2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko 5

Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human

Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel.

HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi

kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma

akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva,

vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6

dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre

kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko kanker serviks adalah :

a. Umur

Pada dekade 70-an, dilaporkan bahwa umur merupakan faktor

risiko kanker serviks. Data dari beberapa rumah sakit pusat pendidikan

menyatakan bahwa umur pasien kanker serviks terbanyak ada-lah 55 - 58

tahun. Pada dekade 80-an, dilaporkan bahwa umur terbanyak kanker

serviks 50 – 55 tahun. Pada dekade 90-an, umur kasus kankerserviks

terbanyak adalah 45 - 50 tahun. Dharma-putra dan Suwiyoga (2001),

mendapatkan proporsi umur kanker serviks terbanyak adalah 41 - 44

tahun. Bahkan, pada tahun 2002, ditemukan kanker serviks stadium invasif

pada umur 18 tahun di Rumah Sakit Sanglah Denpasar (data Bagian

Obstetridan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar).

8
b. Paritas

Pada wanita dengan paritas 5 atau lebih mempunyai risiko

terjadinya kanker serviks 2,5 kali lebih besardi bandingkan dengan wanita

dengan paritas tiga atau kurang. Eversi epitel kolumner selama kehamilan

menyebabkan dinamika baru epitel metaplastik imatur sehingga

meningkatkan risiko transformasi sel. Infeksi HPV lebih mudah ditemukan

pada wanita hamil dibandingkan yang tidak hamil terkait dengan

terjadinya penurunan kekebalan seluler pada wanita hamil. Pada

kehamilan, progesteron dapat menginduksi onkogen HPV menjadi stabil

sehingga terjadi integrasi DNA virus ke dalam genom sel penjamu dan

menurunkan kekebalan mukosa zona transformasi. Hal ini dapat

menjelaskan peningkatan risiko displasia serviks pada paritas yang

semakin tinggi.

c. Aktivitas Seksual Dini

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara lesi prekanker dan kanker serviks dengan aktivitas

seksual pada usia dini, khususnya sebelum umur 17 tahun. Faktor risiko

ini dihubungkan dengan karsinogen pada zona transformasi yang sedang

berkembang dan paling berbahaya apabila terinfeksi HPV pada 5 -10

tahun setelah menarche. Jumlah pasangan seksual menimbulkan konsep

pria berisiko tinggi sebagai vektor yang dapat menimbulkan infeksi yang

berkaitan dengan penyakit hubungan seksual (PHS). Satu dekade terakhir,

9
perhatian difokuskan pada infeksi HPV sebagai penyebab primer lesi

prekanker.

d. Akseptor pil kontrasepsi

Pil kontrasepsi meningkatkan insiden CIN. Diduga pil kontrasepsi

dapat mempercepat progresivitas lesi. Pendapat ini masih kontroversi

sebab penelitian lain tidak menemukan hubungan yang jelas antara

kontrasepsi oral dengan CIN. Pada penelitian kohort didapatkan bahwa

terjadi peningkatan risiko sekitar 2 kali terjadinya kanker serviks pada

pemakaian pil kontrasepsi lebih dari 5 tahun berturut-turut. Hormon pada

pil kontrasepsi dapat meningkatkan efek ekspresi onkoprotein virus.

Sedangkan, β-estradiol dapat meningkatkan transkripsi onkoprotein E6

dan E7 HPV tipe 16 sampai delapan kali. Progesteron dan glukokortikoid

dapat menginduksi ekspresi gen HPV pada serviks dan terjadi perubahan

epitel serviks terlihat setelah pemakaian pil kontrasepsi selama 5 tahun

berturut-turut.

e. Merokok

Secara epidemiologis, perokok aktif dan pasif berkontribusi pada

perkembangan kanker serviks yaitu 2 - 5 kali lebih besar dibandingkan

dengan yang tidak perokok. Merokok berhubungan dengan intensitas dan

lama yang berperan terhadap timbulnya CIN 3 di mana terdapat dua

postulat yaitu :

10
 Ditemukan kotinin, nikotin, fenol, hidrokarbon,dan tar

konsentrasi tinggi pada mukus serviks wanita perokok di

mana bahan-bahan tersebutadalah karsinogen.

 Perokok berhubungan dengan penurunan bermakna pada

densitas dan fungsi sel Langerhans yang berperan penting

pada imunitas seluler. Pada keadaan ini infeksi HPV dapat

menyebabkan perkembangan CIN semakin mudah.

f. Infeksi Virus Imunodefisiensi

Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) diduga berhubungan

dengan lesi prekanker dan kanker serviks atas dasar bahwa sistem imunitas

berperan penting pada proses keganasan. Sistem imunitas yang tertekan

merupakan predisposisi infeksi virus onkogenik. Terlebih pada keadaan

mekanisme regulasi sel yang sudah terganggu akan mempercepat

perkembangan keganasan. Insiden CIN meningkat pada kasus HIV yaitu

CIN didapatkan sebanyak 13% pada HIV seronegatif, 17% pada HIV

seropositif tanpa AIDS, dan 42% pasien HIV seropositif dengan AIDS.

Klasifikasi dan Staging

Klasifikasi kanker serviks dapat di bagi menjadi tiga yaitu (1) klasifikasi

berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi

serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO

(The International Federation of Gynekology and Obstetrics) :

11
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :

 CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih

kurang setengahnya, berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang

dibatasi pada dasar ketiga dari lapisan cervix atau epithelium (dahulu

disebut dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion

(luka derajat rendah).

 CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,

dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Hal ini

merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar

dua pertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau

moderat).

 CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel dan merupakan luka

derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan

prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari

ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan penuh yang

dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang parah ditempat

asal

12
Gambar 2.4 Perubahan cerviks normal menjadi kanker

b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks

Berdasarkan terminologi kanker serviks diklasifikasikan menjadi yaitu :

 ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance)

Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak

pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan

pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance,

atau ASC-H, yang berarti tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).

 LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-

perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.

 HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta

bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.

c. Klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The

International Federation of Gynekology and Obstetrics) :

Stadiu Karakteristik

13
m

0 Lesi belum menembus membrana basalis

I Lesi tumor masih terbatas serviks

Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3 mm


IA1
dengan diameter permukaan tumor <7 mm

Lesi telah menembus membrana basalis >3 mm tetapi<5 mm


IA2
dengan diameter permukaan tumor <7 mm

IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer <4 cm

IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer >4 cm

Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan


II
sepertiga proksimal vagina)

IIA Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina

Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai


IIB
panggul

Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan


III
atau sepertiga vagina distal)

IIIA Lesi telah menyebar ke sepertiga vagina distal

IIIB Lesi meyebar ke parametrium sampai dinding panggul

IV Lesi menyebar keluar organ genitalia

Lesi meluas ke rongga panggul dan atau menyebar ke mukosa


IV A
vesika urinaria

IV B Lesi meluas ke mukosa rectum dan atau meluas ke organ jauh

2.2.5 Patofisiologi

Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat

dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang

14
terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S,

terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis.

Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis).

Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53 memiliki

kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses

proliferasi sel itu sendiri.

Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi

jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel

basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian

atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan

keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama

protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah

melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6

mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan

kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb

yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem

kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis

yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan

protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein

virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti

deferensiasi sel.

Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung

dari kondisi immunologik tubuh penderita CIS akan berkembang menjadi mikro

invasive dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm

15
dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel

tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah

tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor

mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum

tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik

(tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen

melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju

fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat

akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional

melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika,

prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus

limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal,

tulang dan otak.

Faktor diperoleh :
Sel normal
- Kimia
- Radiasi Mutasi yg diturunkan
- Virus HPV
Berhasil memperbaiki - Gen mempengaruhi
- Kontrasepsi Kerusakan DNA repair DNA
oral DNA - Gen mempengaruhi
apoptosi

Gagal mengubah DNA

Mutasi pd Genom
dan sel sornatis

Aktivasi dari Gangguan pd gen Inactivasi gen yang


pertumbuhan gen yg mengatur menekan timbulnya
penyebab kanker apoptosis kanker
(oncogen) 16
Sel kanker mutasi
Ekspansi clonal
secara progresif Ekspresi dari gangguan Neoplasma
produk ganas (ca
Heterogenitas cerviks)
gen dan kehilangan pengatur
Neoplasma ganas (ca
ceerviks)

Infiltrasi sel Infiltrasi sel Pertumbuhan sel


kanker ke ureter kanker ke kanker tidak
jaringan sekitar terkendali

Obstruksi Total

retrograd
Menekan Infeksi dan Sifat sel Peningkatan
serabut saraf nekrosis kanker kebutuhan
Hidronefrosis jaringan mudah metabolisme
berdarah berdarah
CRF Nyeri Keputihan
dan bau Coitus Nutrisi <
Eksofilik
khas kebutuhan
kanker tubuh
Perdraha Perdar
Perubahan n ahan
terhadap pola spontan kontak
seksua dan
ganguan konsep
diri 17
Anemia
Kelemahan
fisik
↓perfusi CO,
Kurang perawatan perfusi jaringan
diri dan intoleransi tdk adekuat
aktivitas

Gambar 2.1 Patogenesis Kanker Serviks (Cervical Cancer. At lanta.

American Cancer Society. 2012)

Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan

waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan

pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun. Ada empat stadium kanker

serviks yaitu Stadium satu kanker masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada

stadium dua kanker meluas di serviks tetapi tidak ke dinding pinggul (IIA

menjalar ke vagina/liang senggama, IIB menjalar ke vagina dan rahim), pada

stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding pinggul dan nodus limpa (IIIA

menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding pinggul, menghambat saluran

kencing, mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa), pada stadium

empat kanker menjalar ke kandung kencing, rektum, atau organ lain (IVA:

Menjalar ke kandung kencing, rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul

dan nodus limpa panggul, perut, hati, sistem pencernaan, atau paru-paru). 8

18
Gambar 2.3 Stadium Kanker Serviks

2.2.6 Diagnosis

Anamnesis

Tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada klien kanker serviks.

Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan

gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar berwarna merah terang

19
dapat bervariasi dari yang cair sampai menggumpal. Gejala lebih lanjut meliputi

nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal ginjal dapat terjadi karena

obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker

yang juga merupakan gejala penyakit lanjut.8

Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus

(keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari

vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang

dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak)

merupakan gejala karsinoma serviks (75 - 80%). Pada tahap awal, terjadinya

kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala berupa

ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran

sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan

berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar

berbentuk mukoid. Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah

dari daerah lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih

bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi

vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan

nyeri makin progresif.9

Pada penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang

berbau busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang dan pinggul, sering berkemih, buang

air kecil atau buang air besar yang sakit. Gejala penyakit yang residif berupa nyeri

pinggang, edema kaki unilateral dan obstruksi ureter.10 Sementara itu, tanda lain

yang mungkin timbul antara lain hilangnya nafsu makan dan berat badan, nyeri

20
pada anggota gerak (kaki), keluarnya feaces menyertai urin melalui vagina,

hingga terjadi patah tulang panggul. Apabila kanker sudah berada pada stadium

lebih lanjut, bias terjadi perdarahan spontan dan nyeri pada rongga panggul.11

Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan fisik umum

Pada pemeriksaan fisik umum biasanya terdapat pembesaran kelenjar limfe supra

klavikula dan inguinal. Selain itu bisa juga terdapat pembesaran liver, ascites, dan

atau lain-lain sesuai dengan organ yang terkena.

b. Pemeriksaan ginekologi

Pemeriksaan Ginekologi dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut:

1) Vaginal toucher

Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada vagina.


Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi, eksofitik atau

endofitik.

Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau diperlukan dilakukan sondase

untuk konfirmasi besar dan arah uterus apakah terjadi piometra dan

hematometra.

Adneksa/ parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/ padat,

apakah terdapat tumor.

2) Rectal toucher

21
Menilai penyebaran penyakit ke arah dinding pelvis yaitu Cancer Free Space

(CFS), yaitu merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan dinding

pelvis dengan kriteria sebagai berikut:


CFS 100% : belum ada tanda-tanda penyebaran.


CFS 25-100% : penyebaran belum mencapai dinding pelvis.


CFS 0% : penyebaran mencapai dinding pelvis.8

Pemeriksaan Penunjang

a. Tes sitologi

Secara umum, kanker serviks dapat dideteksi dengan mengetahui adanya

perubahan pada daerah serviks dengan cara pemeriksaan sitologi mengunakan

tes Pap Smear. Pap smear diperkenalkan oleh Dr. George Papanicolaou pada

1962 di Yunani. Melalui tes pap smear dapat diketahui apakah terdapat infeksi,

radang, atau pertumbuhan sel-sel yang abnormal didalam serviks. American

Cancer Society (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan

panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes pap smear 3 tahun

sekali setelah pertama kali memulai aktivitas seksual atau saat berusia 21 tahun. 8

Sitologi bermanfaat untuk mendeteksi sel-sel serviks yang tidak menunjukkan

adanya gejala dengan tingkat ketelitan mencapai 90%. Evaluasi sitologi:

Klasifikasi Papanicolaou.

- Kelas I : sel-sel normal

- Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan

ringan biasanya disebabkan oleh infeksi

22
- Kelas III: mencurigakan kearah keganasan

- Kelas IV: sangat mencurigakan adanya keganasan

- Kelas V: pasti ganas

b. Kolposkopi

Kolposkopi merupakan pemeriksaan serviks dengan menggunakan alat

colposcope yaitu alat yang disamakan dengan mikroskop dengan

pembesaran antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya didalamnya. Alat

ini diperkenalkan oleh Hans Hinselmann pada 1925. Salah satu hasil

pemeriksaan dengan kolposkopi adalah citra foto serviks. Pemeriksaan

kolposkopi dilakukan guna konfirmasi apabila hasil tes pap smear

menunjukkan adanya sel abnormal serta sebagai penentu biopsi.

23
c. Biopsi

Apabila hasil tes pap smear yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan

kolposkopi menunjukkan adanya sel abnormal dan lesi maka tahapan

selanjutnya adalah biopsi. Biopsi adalah pengambilan sedikit jaringan

serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Biopsi dilakukan didaerah yang

abnormal jika sambungan skuamosa-kolumnar (SKK) yang terlihat

seluruhnya oleh pemeriksaan kolposkopi. Teknik yang biasa dilakukan

adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone

biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui

kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah

kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu

kanker invasif atau hanya tumor saja.12

d. Radiologi

Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung

kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP),

24
enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal

dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional.13

2.2.7 Penatalaksanaan

A. Tatalaksana Lesi Prakanker16

Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan

kesehatan, sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana

prasarana yang ada. Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan

prasarana terbatas dapat dilakukan program skrining atau deteksi dini

dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara

single visit approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkan

temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan

sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah

terlatih.

25
Gambar Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dan Tata Laksana IVA16

Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal

direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan

kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop

Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of

the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostic maupun

sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas

sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi

total.

26
Gambar Algoritma deteksi dini (program skrining) dengan Pap

Smear16

Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi :

 LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan

observasi 1 tahun.

 HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan

observasi 6 bulan.

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks16 :

1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal

27
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O

dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut

ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi

prakanker yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan

digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.

a) Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit

dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai

dengan suhu 0C. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 0C sel-

sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis.

Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi

perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu:

- Sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut

- Konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu

- Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein

- Status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini

hampir semua alat menggunakan N20.

b) Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan

jaringan dengan kedalaman 23mm. Lesi NIS 1 yang kecil

dilokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat

disembuhkan dengan efektif.

c) Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan

jaringan lebih luas (sampai kedalaman 1cm) dan efektif

dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan dengan

28
anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat

dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2

dengan batas lesi yang dapat ditentukan.

d) Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas

helium, nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar

laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan  patologis dapat

dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.

2. Terapi NIS dengan eksisi

a) Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk


kerucut pada serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli
patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-
kanker serviks

Gambar Konisasi

b) Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk


menjumput sampel kecil jaringan serviks

29
Gambar Punch Biopsi

c) Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan


arus listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong
jaringan abnormal kanker serviks.

Gambar LEEP

d) Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : mengambil


leher  rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di
panggul. Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil
yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari.

30
Gambar Trakelektomi Radikal

e) Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan


untuk  mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause,
atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang
berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari
penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan
hepar. Ada 2 histerektomi :

1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks


2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks,
indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah


pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi
ada spesimen lesi yang diangkat.

B. Tatalaksana Kanker Serviks Invasif16

Tatalaksana kanker serviks bergantung pada stadium kanker

serviks.

a) Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)

31
Konisasi (Cold knife conization). Konisasi sudah adekuat yang

masih memerlukan fertilitas. Bila fertilitas tidak diperlukan

histerektomi total. Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai

tatalaksana kanker invasif.

b) Stadium IA1 (LVSI negatif)

Konisasi (Cold Knife) apabila fertilitas dipertahankan.

Histerektomi Total apabila fertilitas tidak dipertahankan

c) Stadium IA1 (LVSI positif)

Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila

fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena

kontraindikasi medik dapat dilakukan Brakhiterapi

d) Stadium IA2,IB1,IIA1

Pilihan :

1. Operatif.

 Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik.

 Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila

terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB,

metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas

tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor

risiko lainnya.

 Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila

metastasis KGB saja. Apabila tepi sayatan tidak

bebas tumor / closed margin, maka radiasi eksterna

dilanjutkan dengan brakhiterapi.

32
2. Non operatif

 Radiasi (EBRT dan brakiterapi)

 Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi

konkuren dan brakiterapi)

e) Stadium IB 2 dan IIA2

Pilihan :

1. Operatif

 Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi.

Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor

risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan

ajuvan radioterapi atau kemoterapi.

2. Neoajuvan kemoterapi

 Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk

mengecilkan massa tumor primer dan mengurangi

risiko komplikasi operasi. Tata laksana selanjutnya

tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi

anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau

kemoterapi.

f) Stadium IIB

Pilihan :

1. Kemoradiasi

2.Radiasi

3. Neoajuvan kemoterapi

33
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan

pelvik limfadenektomi.

4. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy

(dalam penelitian)

g) Stadium III A  III B

1. Kemoradiasi

2. Radiasi

h) Stadium IIIB dengan CKD

1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan

2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau

3. Radiasi

i) Stadium IV A tanpa CKD

1. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi

terlebih dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan :

2. Kemoradiasi Paliatif, atau

3. Radiasi Paliatif

j) Stadium IV A dengan CKD, IV B

1. Paliatif

2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi

paliatif dapat dipertimbangkan.4

Jenis pengobatan yang dapat diberikan8 :

1. Pembedahan

2. Radioterapi

34
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-

sel kanker.Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada

serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.

Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda

radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan

kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker

serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke

kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan

sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitarseperti rektum,

vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif

hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker

sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif

yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam

radioterapi, yaitu :

1.  Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar .

Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya

dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.

2.  Radiasi internal  : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul

dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama

1-3 hari dan selama itu  penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan

ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian

obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi

35
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat

perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada

jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker

mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat

sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain,

pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker

yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa

kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam

periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika

kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan

sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.

Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase

karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan

keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada

kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide

Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –

lain. Cara pemberian kemoterapi dapat secara ditelan, disuntikkan

dan diinfus. Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai

terapi awal / bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB,

and IVA adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi

yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB /

recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah

disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker

serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak

36
dapat dilakukan atau tidakmenampakkan hasil; kanker serviks yang

timbul kembali / menyebar ke organ lain.

4. Terapi Paliatif (Supportive Care)

Terapi Paliatif (Supportive Care) yang lebih difokuskan pada

peningkatan kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan

yang mengandung nutrisi, pengontrol sakit (pain control).

Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri

kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara

lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-

Steroid)

b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama

ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan

tramadol

c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah

kelompok opioid kuat seperti morfin dan fentanyl

2.2.8 Pencegahan

Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah

kondisi pra-kanker, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera

dilakukan.14(WHO,2006)

1. Pencegahan Primer

Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas.

Misalnya : Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu

37
pasangan, penggunaan kondom (untuk mencegah penularan

infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga kebersihan,

menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan

kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat

munculnya penyakit kanker ini).

a) Vaksinasi

Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan

paling aman bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18.

Vaksin akan meningkatkan kemampuan sistem kekebalan

tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika

masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi.

Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks

adalah

1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV

penyebab kanker serviks.

- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker 

- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain

yang juga menyebabkan kanker.

2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing

antibodies yang tinggi.

3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.

4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi

(serviks).

5. Profil keamanan yang baik 

38
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).

2. Pencegahan Sekunder 15

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini

dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus

kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat

ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang

lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau

lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitif

untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik,

karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%.

Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar

35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap

mear test dan telah dilakukan di Negara negara maju. Pencegahan dengan

pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker

serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun.

Test Pap / Pap Smear15

39
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan

pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks

atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di

laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,

radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan, dengan secara

teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian

akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening

tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas:

tinggi (95-98%)

Syarat:

 Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10

sampai ke-20 setelah hari pertama menstruasi.

 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan

tampon spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan

pervaginam

 Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam

sebelum dilakukan tes Pap smear 

Indikasi:

 Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak

melebihi umur 21 tahun.

 Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun

dengan peralatan liquid-based.

40
 Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes

berurutan normal.

 Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah

mitra seksual yang banyak, suami atau mitra seksual yang

berisiko tinggi, imunitas yang terganggu seperti infeksi HIV,

transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama

kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:

 spekulum cocor bebek 

 spatula ayre

 cytobrush

 kaca objek  

 alcohol 95%

Metode pengambilan Pap smear:

41
 Beri label nama pada ujung kaca objek 

 Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.

 Lihat adanya abnormalitas serviks

 Identifikasi zone transformasi

 Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona

transformasi.

 Putar spatula 360º disekitar mulut serviks sambil mempertahankan

kontak dengan permukaan epithelial.

 Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil

yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika

instrument dikeluarkan.

 Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang

spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara

sample dari cytobrush dikumpulkan.

 Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan

seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.

 Cytobrush hanya perlu diputar ¼ putaran searah jarum jam.

 Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.

 Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan

memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.

42
 Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar

sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,

pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa

detik.

 Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena

pengeringan dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang

berisi larutan ethanol 95% selama 20 menit.

 Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.

 Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.

Evaluasi sitologi:

Klasifikasi Papanicolaou.

43
- Kelas I : sel-sel normal

- Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan

ringan biasanya disebabkan oleh infeksi

- Kelas III: mencurigakan kearah keganasan

- Kelas IV: sangat mencurigakan adanya keganasan

- Kelas V: pasti ganas

Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi

- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi.

Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi

diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat

dievaluasi,harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),

selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis

definitif.

- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang

pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya

2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)15

IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam

asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang

terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna

44
pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal

atau abnormal.

Pelaksanaan IVA

- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher

Rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada

perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan

dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi

merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan

pra kanker.

- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung

diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan

gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan

spesifitasinya sekitar  40% dengan metode diagnosis yang hanya

membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa

dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak

berkembang menjadi kanker stadium lanjut.

- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat

dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi

putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar

epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan.

Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human

papillomavirus (HPV) itu tidak jadi  berkembang dan merusak organ

tubuh yang lain.

45
2.2.8 Prognosis

Pada umumnya prognosis displasia serviks adalah baik. Prognosis

ini tergantung dari derajat/luas lesi, jenis histopatologis, dan jenis terapi

yang tersedia/dipilih. Kesembuhan mencapai 90 - 95%. Angka kesintasan

5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Stadium Kesintasan 5 tahun

0 93%

I 93%

II A 80%

II B 63%

III A 35%

III B 32%

IV A 16%

IV B 15%

Kekambuhan Lokal

Kekambuhan lokal meliputi kekambuhan di porsio, kekambuhan dipuncak

vagina. Kekambuhan lokal pasca pembedahan dapat diterapi dengan pembedahan

atau terapi radioterapi. Kekambuhan lokal pasca radioterapi dapat diterapi dengan

pembedahan atau terapi radiasi. Pembedahan histerektomi radikal merupakan

salah satu pilihan pada kekambuhan lokal ataupun resisten pada pemberian

pengobatan dengan radioterapi. Pembedahan histerektomi radikal pada

kekambuhan atau persisten pasca radioterapi mempunyai risiko komplikasi yang

46
cukup besar. Komplikasinya berupa stenosis ureter, fistula baik vesikovaginal

ataupun uretro-vaginal dan rekto-vaginal. Kejadian komplikasi ini dapat mencapai

44%.

Kekambuhan Sentral

Kekambuhan sentral adalah kekambuhan di uterus dengan atau vesika

urinaria, rektum, ataupun parametrium. Kejadian kekambuhan sentral pada 5

tahun pertama berkisar 6,8% pada 10 tahun pasca terapi 7,8% dan pada 20 tahun

9,6%. Hasil terapi yang menderita rekurensi > 36 bulan lebih baik jika

dibandingkan dengan yang <36 bulan. Kekambuhan sentral pasca pembedahan

dapat diterapi dengan pembedahan atau terapi radioterapi.

Kekambuhan regional

Kekambuhan regional adalah kekambuhan yang meliputi organ genital

mencapai dinding panggul. Kekambuhan regional pascapembedahan dapat

diterapi dengan radioterapi.

2.2.9 Edukasi

1. Nutrisi

 Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai dengan

kebutuhan

 Edukasi untuk memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang

sehat, tinggi buah, sayur, dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging

merah, dan alkohol; dan direkomendasikan untuk terus melakukan

47
aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari gaya

hidup sedenter.

2. Metastasis

 Kemungkinan fraktur patologis sehingga pada 10 9 – 1 1 pada tulang

pasien yang berisiko diedukasi untuk berhati-hati saat aktivitas atau

mobilisasi.

 Mobilisasi menggunakan alat fiksasi eksternal dan/atau dengan alat

bantu jalan dengan pembebanan bertahap

48
KESIMPULAN

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut

rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan

merusak jaringan sekitarnya. Insiden kanker serviks diperkirakan 1: 40 - 50 pada

umur seksual aktif 20 - 45 tahun, mencapai puncaknya pada umur 35 tahun.

Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma

(HPV). Terdapat beberapa faktor risiko kanker serviks seperti umur, paritas,

aktivitas seksual dini, Terdapat beberapa cara klasifikasi displasia berdasarkan

sitologi, histopatologi, dan stadium klinis menurut FIGO. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi

kanker serviks tergantung kepada berat/luas dan jenis lesi. Pecegahan kanker

serviks dapat secara primer dan sekunder. Pencegahan primer dengan

menghindari faktor risiko dan vaksinasi, sedangkan pencegahan sekunder dengan

skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker

serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.

Skrining dapat dilakukan dengan pemeriksaan pap smear dan Inspeksi Visual

dengan Asam Asetat (IVA).

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad S. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, editor: ekayuda I. Jakarta:

FKUI

2. Sarwono Prawirohardjo. Kanker Serviks. In: M. Anwar, A. Baziad, R.P.

Prabowo, editors. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka

3. Sarwono Prawirohardjo; 2011.p. 294-6 2. Imam R, 2009. Epidemiologi

kanker serviks [Tesis]. Tangerang: Fakultas Kedokteran Universitas Pelita

Harapan

4. Nuranna L. 2005, Penanggulangan Kanker Serviks Yang Sahih dan Andal

Dengan Model Proaktif-VO (Proaktif, Koordinatif Dengan Skrining IVA dan

Terapi Krio). [Disertasi]. Program Pasca Sarjana FKUI. Jakarta.

5. Rasjidi, Imam. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Divisi Ginekologi

Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi Siloam Hospitals, Lippo

Karawaci, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Tangerang.

Indonesian Journal of Cancer. Vol. III, No. 3 Juli - September .

6. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta: 2002. Hal 1051

7. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer

Society

8. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi

Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387

50
9. Dalimartha, Setiawan. 2004. Deteksi Dini Kanker & Simplisia Antikanker.

Jakarta: Penebar Swadaya Jakarta.

10. Anwar, M., Baziad, A., & Prabowo, R.P. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta:

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

11. Purwoastuti dan Walyani.2015. Ilmu obstetri & ginekologi sosial untuk

kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

12. Prayetni., 2007, Gambaran Umum Kanker Leher Rahim, Direktorat Bina

Pelayanan Keperawatan, Jakarta. dalam Darmawati, D., 2010, Kanker Serviks

Wanita Usia Subur, Ideal Nursing Journal, 1(1), pp.09-13.

13. Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana asuhan keperawatan

onkologi. Jakarta : EGC

14. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A

Guide to Essential Practice. Geneva: WHO, 2006.

15. Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early

Detection, Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.

16. Kementrian Kesehatan RI. 2017. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks.

http://www.kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.pdf. Diakses pada

tanggal 30 Agustus 2020 (22:30)

51

Anda mungkin juga menyukai