DERMATITIS SEBOROIK
Pembimbing:
dr. Isma Aprita Lubis, Sp. KK
Disusun Oleh:
Ainun Ma’wa
20360171
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan referat ini
dengan judul “Dermatitis Seboroik”. Penyelesaian referat ini banyak bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Isma Aprita Lubis, Sp. KK selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan memberi kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tentu tidak lepas dari kekurangan
karena kebatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan
masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
Dermatitis Seboroik
A. Definisi
Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit papuloskuamosa kronis yang
menyerang bayi dan juga orang dewasa (Collins dan Hivnor., 2017).
Biasanya terjadi pada area tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea,
skalp atau kulit kepala, wajah, dan badan (Jacoeb, T.N.A., 2017). Menurut
Collins dan Hivnor (2017) DS sering ditemukan pada bagian tubuh dengan
konsentrasi folikel sebasea yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit
kepala, telinga, dan bagian fleksura (inguinal, lipatan bawah payudara, dan
aksila). Penyebaran lesi dermatitis seboroik dimulai dari derajat ringan,
misalnnya ketombe sampai dengan bentuk yang berat yaitu eritroderma
(Jacoeb, T.N.A., 2017).
B. Epidemiologi
Menurut (Clark et al., 2015) menyatakan bahwa prevalensi DS adalah
1% hingga 3% pada populasi umum dan 34% hingga 83% pada orang dengan
keadaan defisiensi imun. Sedangkan prevalensi pria (3,0%) lebih sering
terkena daripada wanita (2,6%) pada semua kelompok umur, hal ini
menunjukkan bahwa dermatitis seboroik mungkin berkaitan dengan hormon
seks seperti androgen (Borda dan Wikramanayake, 2015). Teori lain juga
membahas bahwa dermatitis seboroik mempunyai dua puncak kejadian, yang
pertama dalam tiga bulan pertama kehidupan dan yang kedua dimulai pada
masa pubertas dan mencapai puncaknya di usia 30-60 tahun (Sampaio et al.,
2011).
Di Amerika, data mengenai prevalensi dermatitis seboroik adalah sekitar
1-3% (Terroe et al., 2015). Survei Australia 1116 anak usia 11 hari sampai 5
tahun 11 bulan ditemukan prevalensi keseluruhan dermatitis seboroik
menjadi 10,0% pada laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan, menunjukkan
bahwa kondisi dermatitis seboroik juga sering terjadi pada anak usia dini
(Elewski, 2009).
1
2
C. Etiologi
D. Gejala Klinis
Gambaran dermatitis seboroik ditandai dengan bercak eritematosa
dengan lesi superfisial, hal ini dipengaruhi oleh kepadatan dan aktivitas
kelenjar sebaseus yang tinggi berhubungan dengan produksi sebum. Daerah-
daerah tersebut diantaranya kulit kepala, wajah, tengah dada, dan genital
(Wakelin, 2016).
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut : wajah
(alis, lipat nasolabial, side burn, telinga dan liang telinga, bagian atas –
tengah dada dan punggung, lipat gluteus, inguinal, genital dan ketiak.
Sangat jarang menjadi luas.
4
E. Faktor Predisposisi
a. Usia
Hal ini dikarenakan aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncak pada
awal pubertas sampai dekade-dekade selanjutnya hingga akhirnya menetap
lebih lama, pada laki-laki yaitu mencapai umur 50-60an, dan menurun pada
perempuan akibat menopouse (Tarroe, 2015).
Peningkatan angka kejadian dermatitis seboroik ini seiring dengan
pertambahan usia karena terjadi beberapa perubahan fisiopatologis. Salah
satunya akan terjadi penurunan jumlah lipid di stratum korneum dan
penipisan epidermis serta dermis. Hal ini dapat mengakibatkan kerentanan
yang lebih tinggi terhadap rangsangan eksternal pada kelompok usia lanjut
(Sanders et al., 2018). Daya tahan tubuh yang semakin menurun dapat
mengakibatkan orang dengan lanjut usia menjadi rentan terhadap berbagai
macam penyakit, seperti dermatitis seboroik (Malaka et al., 2016).
5
b. Jenis Kelamin
Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding dengan
perempuan pada semua rentang usia yang menunjukkan adanya
kemungkinan hubungan dermatitis seboroik dengan hormon seks seperti
androgen (Sampaio et al., 2011).
Terdapat perbedaan antara kulit pria dan wanita, perbedaan tersebut
terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaseus atau kelenjar keringat
dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen
yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi
lebih banyak bulu (Ade., 2014).
e. Perawatan Rambut
Dermatitis seboroik dapat dipicu salah satunya oleh kebersihan yang
buruk.(Mohamed et al., 2014). Kebersihan rambut harus dijaga dengan
mencuci rambut sekurang-kurangnya 2 kali seminggu, mencuci rambut
memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya, dan sebaiknya
menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.(Zarei et al., 2013).
6
f. Penggunaan Hijab
Penggunaan hijab dapat ikut berperan dalam meningkatkan kelembapan
daerah kepala sehingga meningkatkan kejadian dermatitis seboroik. Hal ini
disebabkan mikroorganisme penyebab dermatitis seboroik dapat berkembang
dengan baik pada kondisi kepala yang lembab.(Dawson., 2007).
F. Patofisiologi
G. Diagnosis
H. Diagnosis Banding
a. Psoriasis : Skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih
dominan di daerah ekstensor
b. Dermatitis Atopik Dewasa : terdapat kecenderungan stigmata atopi
c. Dermatitis Kontak Iritan : Riwayat Kontak, misal : dengan sabun pencuci
wajah atau bahan perawatan wajah (asam glikonat, asam alfa hidroksi,
tretinoin).
d. Dermatofitosis : Perlu pemeriksaan scraping kulit dengan KOH
e. Rosasea : Perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti(Sri.,
2017).
I. Penatalaksaan
J. Pencegahan
Hindari semua faktor yang memperberat, makanan berlemak, dan stress
emosi. Jaga kebersihan diri dan lingkungan(Siregar., 2015).
K. Prognosis
Abulnaja, K.O., 2009. Changes in the hormone and lipid profile of obese adolescent Saudi
females with acne vulgaris. Brazilian Journal of Medical and Biological
Research, 42(6), pp.501-505.
Afriyanti, R.N., 2015. Akne vulgaris pada remaja. Jurnal Majority, 4(6), pp.10-17.
Astindari, A., Sawitri, S. and Sandhika, W., 2014. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan Psoriasis
Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologi. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, 26(1), pp.1-7.
Ayu, B., Indrastiti, R. and Ratnaningrum, K., 2018. Hubungan Perilaku Perawatan Rambut
Terhadap Kejadian Dermatitis Seboroik pada Siswi SMA Muhammadiyah 1
Semarang. MAGNA MEDICA: Berkala Ilmiah Kedokteran dan Kesehatan, 2(4),
pp.76-84.
Borda, L.J. and Wikramanayake, T.C., 2015. Seborrheic dermatitis and dandruff: a
comprehensive review. Journal of clinical and investigative dermatology, 3(2).
Cheong, W.K., Yeung, C.K., Torsekar, R.G., Suh, D.H., Ungpakorn, R., Widaty, S., Azizan,
N.Z., Gabriel, M.T., Tran, H.K., Chong, W.S. and Shih, I.H., 2015. Treatment of
seborrhoeic dermatitis in Asia: a consensus guide. Skin appendage disorders, 1(4),
pp.187-196.
Clark, G.W., Pope, S.M. and Jaboori, K.A., 2015. Diagnosis and treatment of seborrheic
dermatitis. American family physician, 91(3), pp.185-190.
Dawson Jr, T.L., 2007, December. Malassezia globosa and restricta: breakthrough
understanding of the etiology and treatment of dandruff and seborrheic dermatitis
through whole-genome analysis. In Journal of Investigative Dermatology
Symposium Proceedings (Vol. 12, No. 2, pp. 15-19). Elsevier.
Fadila, M.N., Sibero, H.T., Wahyuni, A. and Hamzah, M.S., 2014. Hubungan antara Dermatitis
Seboroik dengan Kualitas Hidup Pasien di Rsud Abdul Moeloek Lampung. Jurnal
Majority, 3(6).
Gayatri, L. and Barakbah, J., 2011. Dermatitis seboroik pada HIV/AIDS. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit & Kelamin, 23(3), pp.229-33.
Griffiths, C., Barker, J., Bleiker, T.O., Chalmers, R. and Creamer, D. eds., 2016. Rook's
textbook of dermatology. John Wiley & Sons.
Gupta, A.K., Batra, R., Bluhm, R., Boekhout, T. and Dawson Jr, T.L., 2004. Skin diseases
associated with Malassezia species. Journal of the American Academy of
Dermatology, 51(5), pp.785-798.
Indrawan, I.A., Suwondo, A. and Lestantyo, D., 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja bagian premix di PT. X
Cirebon. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 2(2), pp.110-118.
Istiqomah, M.I., Subchan, P. and Widodo S, Y.L., 2016. Prevalensi dan faktor risiko terjadinya
ketombe pada polisi lalu lintas kota Semarang (Doctoral dissertation, Diponegoro
University).
Jacoeb, T., 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Kalalo, J.V., Pandeleke, H.E. and Gaspersz, S., 2019. Hubungan Penggunaan Hair Styling
terhadap Kejadian Dermatitis Seboroik pada Mahasiswa Laki-laki di Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. e-CliniC, 7(1).
Malak, S., Kandou, R.T. and Pandaleke, T.A., 2016. Profil Dermatitis Seboroik Di Poliklinik Kulit
Dan Kelamin Rsup Prof. DR. RD Kandou Manado Periode Januari-Desember
2013. e-CliniC, 4(1).
Putri, S.R. and Anggraini, D.I., 2015. Obesitas sebagai faktor resiko peningkatan kadar
trigliserida. Jurnal Majority, 4(9), pp.78-82.
Ro, B.I. and Dawson, T.L., 2005, December. The role of sebaceous gland activity and scalp
microfloral metabolism in the etiology of seborrheic dermatitis and dandruff.
In Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings (Vol. 10, No. 3,
pp. 194-197). Elsevier.
Robbins, C.R., 2012. Chemical composition of different hair types. In Chemical and physical
behavior of human hair (pp. 105-176). Springer, Berlin, Heidelberg.
Sampaio, A.L.S.B., Mameri, Â.C.A., Vargas, T.J.D.S., Ramos-e-Silva, M., Nunes, A.P. and
Carneiro, S.C.D.S., 2011. Seborrheic dermatitis. Anais brasileiros de
dermatologia, 86, pp.1061-1074.
Sanders, M.G.H., Pardo, L.M., Franco, O.H., Ginger, R.S. and Nijsten, T., 2018. Prevalence and
determinants of seborrhoeic dermatitis in a middle‐aged and elderly population: the
Rotterdam Study. British Journal of Dermatology, 178(1), pp.148-153.
Schwartz, J.R., Messenger, A.G., Tosti, A., Todd, G., Hordinsky, M., Hay, R.J., Wang, X.,
Zachariae, C., Kerr, K.M., Henry, J.P. and Rust, R.C., 2013. A comprehensive
pathophysiology of dandruff and seborrheic dermatitis–towards a more precise
definition of scalp health. Acta dermato-venereologica, 93(2), pp.131-137.
Silvia, E., Anggunan, A., Effendi, A. and Nurfaridza, I., 2020. Hubungan antara Jenis Kelamin
dengan Angka Kejadian Dermatitis Seboroik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 11(1), pp.37-46.
Siregar, R.,(2014). Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Terroe, R.O., Kapantow, M.G. and Kandou, R.T., 2015. PROFIL DERMATITIS SEBOROIK DI
POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. RD KANDOU MANADO
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012. e-CliniC, 3(1).
Thaha, M.A., 2015. Hubungan kepadatan spesies Malassezia dan keparahan klinis dermatitis
seboroik di kepala. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 2(2).
Utami, A.R., Sukohar, A., Setiawan, G. and Morfi, C.W., 2018. Pengaruh Penggunaan Pomade
Terhadap Kejadian Ketombe Pada Remaja Pria. Jurnal Majority, 7(2), pp.187-192.
Zarei-Mahmoudabadi, A., Zarrin, M. and Mehdinezhad, F., 2013. Seborrheic dermatitis due to
Malassezia species in Ahvaz, Iran. Iranian journal of microbiology, 5(3), p.268.