AKNE VULGARIS
Oleh :
10542063015
Pembimbing :
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing,
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Akne Vulgaris (AV) merupakan penyakit kulit berupa peradangan kronis folikel
pilosebasea dengan penyebab multifaktor. Manifestasi klinis Akne Vulgaris yakni
berupa komedo, papul, pustule, nodus, serta kista. Pada umumnya dimulai pada usia 12
– 15 tahun dengan puncak tingkat keparahan di usia 17 – 21 tahun. Akne Vulgaris
adalah penyakit terbanyak remaja usia 15 – 18 tahun. Etiologi AV masih belum
diketahui, namun beberapa faktor yang diduga terlibat yakni faktor intrinsik berupa
genetik dan hormonal serta faktor ekstrinsik berupa stres, suhu/kelembaban, kosmetik,
diet, dan obat-obatan.1
Lesi akne berkembang dari kelenjar sebasea yang terhubung dengan folikel
rambut terutama di wajah, punggung, dada dan daerah anogenital. Kelenjar sebasea
juga ditemukan pada kelopak mata dan mukosa, preputium dan serviks. Namun pada
daerah tersebut, kelenjar sebadea tidak berhubungan dengan folikel rambut. Kelenjar
sebasea mengandung sel holokrin yang mengeluarkan trigliserida, asam lemak, ester
wax dan sterol sebagai ‘sebum’. Perubahan – perubahan yang terjadi pada akne,
diantaranya adalah penebalan lapisan keratin dan obstruksi duktus sebasea yang
mengakibatkan terbentuknya komedo tertutup (whiteheads) atau komedo terbuka
((blackheads) yang warnanya disebabkan oleh melanin, bukan kotoran), peningkatan
sekresi sebum, meningkatnya bakteri Propionibacterium acnes di dalam duktus, dan
peradangan di sekitar kelenjar sebasea.2
klinis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus tertentu, pemeriksaan lebih lanjut mungkin
diperlukan.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul, bahkan scar. Komedo
merupakan lesi utama akne. Akne terutama mengenai daerah-daerah wajah,
leher, batang tubuh bagian atas, dan lengan atas. 4
B. Etiopatogenesis
Patogenesis Akne Vulgaris kompleks dan multifaktorial, dengan
stimulasi androgenik pubertas dari kelenjar sebasea memainkan peran utama.
Sementara hiperkeratosis folikel, peningkatan kolonisasi Propionibacterium
acnes, kejadian inflamasi, faktor makanan dan gaya hidup merupakan
kontribusi tambahan dalam proporsi variabel pada individu yang rentan secara
genetik.1,5
P
a b c d
Gambar. 2.1. Patogenesis Akne: a) Mikrokomedo b) Komedo c) Inflamasi papul/pustul d) Nodul3
4
inflamasi. Penilaian jerawat berdasarkan bukti tersebut memiliki
implikasi pada strategi pengobatan. Mengobati kulit yang tidak terlibat
pada pasien jerawat menjadi penting, serta pilihan agen farmakologis.
Dimasukkannya obat yang memiliki sifat antiinflamasi dapat
mengurangi atau bahkan mencegah munculnya lesi jerawat yang
terlihat.5
Kolonisasi unit pilosebasea oleh P. acnes adalah peristiwa utama
yang memunculkan respons imun bawaan dan adaptif pada inang.
Interaksi P. acnes dalam mikroflora kulit dengan keratinosit, sebosit dan
sel-sel lain yang terdiri dari sistem kekebalan kulit sangat penting dalam
proses terjadinya akne.5
5. Faktor Genetik
Faktor genetik, yang berperan dalam patogenesis jerawat, pada
awalnya ditunjukkan oleh penelitian saudara kembar dan studi berbasis
komunitas. Dalam penelitian ini, kejadian dan keparahan gejala jerawat
menunjukkan kesesuaian yang kuat pada kembar identik dan kembar.
kecenderungan keluarga. Dalam sebuah studi kembar wanita Inggris
besar dari 458 pasangan monozigot dan 1.099 dizigot, 47% dari kembar
jerawat memiliki riwayat keluarga setidaknya satu saudara kandung
non-kembar yang terkena jerawat dibandingkan dengan 15% pada
kembar non-akne. Jerawat pada kedua orang tua dilaporkan pada 25%
saudara kembar yang jerawat dan 4% saudara kembar yang tidak
berjerawat, 41% dari kembar jerawat memiliki setidaknya satu anak
yang terkena jerawat, berbeda dengan 17% dari kontrol. Para penulis
penelitian ini menunjukkan bahwa jerawat adalah salah satu kelainan
kulit yang paling diwariskan dengan 81% varian dalam pada jerawat
yang dikaitkan dengan faktor genetik tambahan dan hanya 19% untuk
faktor lingkungan.5,7
6. Faktor Lingkungan
Selain faktor genetik, prevalensi yang bervariasi pada kejadian
akne di negara dan kebudayaan yang berbeda dapat menggambarkan
gaya hidup yang berbeda diantaranya faktor diet, merokok, mencuci
wajah dan paparan sinar matahari. 5
5
C. Gejala Klinis
Predileksi utama jerawat adalah pada wajah, punggung, dada, dan bahu.
Pada batang tubuh, lesi cenderung terkonsentrasi di dekat garis tengah. Akne
vulgaris ditandai oleh beberapa jenis lesi: komedo noninflamasi (terbuka atau
tertutup) dan lesi inflamasi (papula merah, pustula, atau nodul). Meskipun satu
jenis lesi mungkin mendominasi, inspeksi dekat biasanya memperlihatkan
adanya beberapa jenis lesi. Komedo tertutup dikenal sebagai "whiteheads", dan
komedo terbuka dikenal sebagai "blackheads". Komedo terbuka muncul
sebagai lesi datar atau sedikit terangkat dengan impaksi folikular sentral keratin
dan lipid. Berwarna gelap karena oksidasi. Komedo tertutup muncul sebagai
papula kecil berwarna krem, agak tinggi, dan tidak memiliki lubang yang
terlihat secara klinis. Peregangan, pencahayaan samping, atau palpasi kulit
dapat membantu dalam mendeteksi lesi.3
Lesi inflamasi bervariasi dari papula eritematosa kecil hingga pustula
dan nodul besar, lunak, fluktuatif. Beberapa nodul besar sebelumnya disebut
"kista," dan istilah nodulokistik telah digunakan untuk menggambarkan kasus-
kasus parah peradangan jerawat. Kista sejati jarang ditemukan pada jerawat;
istilah ini harus ditinggalkan dan diganti dengan jerawat nodular berat. Evolusi
lesi jerawat tidak jelas. Meskipun mayoritas lesi inflamasi tampaknya berasal
dari komedo (54%), sejumlah besar lesi inflamasi (26%) muncul dari kulit
normal yang tidak terlibat. Mekanisme yang terlibat dalam evolusi lesi
inflamasi masih belum jelas, tetapi inflamasi proses dianggap memainkan
peran. Apakah lesi muncul sebagai papula, pustula, atau nodul tergantung pada
luas dan lokasi infiltrat inflamasi dalam dermis.3
6
Gambar. 2.2. Manifestasi Klinis Akne: a) Komedo tertutup b) Komedo terbuka
c) Inflamasi papul/pustul d) Nodul3
D. Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakan berdasarkan anamnesis atau
perjalanan klinis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus tertentu, pemeriksaan lebih
lanjut mungkin diperlukan.3
7
Gambar.2.5 Akne vulgaris grade 3 Gambar.2.6 Akne vulgaris grade 4
1. Perhitungan Lesi
Akne ringan (Mild akne ): Komedo < 20, atau lesi inflamasi <15,
atau total lesi < 30. Akne sedang (Moderate akne ): Komedo < 30, atau
lesi inflamasi 15-50, atau total lesi 30-125. Akne berat (Severe akne ):
Kista > 5 atau komedo <100, atau lesi inflamasi > 50, atau total lesi
>125.1
2. Grading
Grade 1 : Komedo, dan beberapa papula
Grade 2 : Papula, komedo, dan beberapa pustul
Grade 3 : Didominasi pustul, nodul, abses
Grade 4 : Kista, abses, dan scar yang menyebar luas.8
E. Diagnosis Banding
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris
didiagnosis dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul,
papul, dan nodul) yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis
banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis
perioral.1,3,9
1. Erupsi Akneiformis
Erupsi akneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne
berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi klinis
papulopustular. Berbeda dengan akne, erupsi akneiformis timbul secara
akut atau subakut, dan tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne
8
saja, namun di seluruh bagian tubuh yang mempunya folikel pilosebasea.
Menifestasi klinis erupsi adalah papul dan pustul pada mulanya tanpa
komedo.
2. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kulit kronik pada daerah sentral wajah
(yang menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan pada kulit
dan telengiektasi disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi
papul, pustul, dan edema. Lesi umumnya simetris.
9
3. Folikulitis
Merupakan radang pada folikel rambut. Kelainan berupa papul
atau pustul yang eritematosa dan di tengahnya terdapat rambut, biasanya
multiple. Apabila terdapat di dalam epidermis disebut folikulitis
superfisialis. Disebut folikel profunda apabila sampai pada lapisan
subkutan.
4. Dermatitis Perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik
papul dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan
predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita
muda. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor
yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal,
emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen
infektif, dan kortikosteroid topikal.
10
F. Penatalaksanaan
Tujuan tata laksana Akne yakni mempercepat penyembuhan, mencegah
pembentukan akne baru dan mencegah jaringan parut yang permanen. 1
1. Tata Laksana Umum
Menjaga kebersihan kulit terutama kulit wajah sangat berperan
penting pada terapi akne. Mencuci wajah rutin minimal dua kali sehari
bersamaan dengan penerapan terapi lainnya pada akne, akan
memberikan hasil yang lebih baik. Namun, pembersih wajah tetap harus
digunakan dengan hati-hati karena juga dapat mengakibatkan kulit
kering. 1,2,3
11
a. Retinoid Topikal
Retinoid topikal merupakan terapi lini pertama untuk akne.
Terapi ini merupakan salah satu terapi yang paling efektif.1 Kelebihan
retinoid topikal dibandingkan retinoid sistemik adalah pada spesifisitas
lokasi. Retinoid topikal yang paling banyak digunakan diantaranya
adapalene, tazarotene, dan isotretinoin. Retinoid topikal menghambat
pembentukan mikrokomedo non-inflamasi dan inflamasi lesi akne
(menurunkan jumlah lesi). 10
b. Antimikroba Topikal
- BPO memiliki efek bakteriostatik yang kuat dengan mengurangi
P. acnes dalam waktu 2 hari dan a pengurangan jumlah lesi setelah
4 hari aplikasi. BPO mengurangi kemungkinan resistensi bakteri dan
dapat menjadi andalan pada setiap program jerawat, jika ditoleransi.
Hal ini diduga bahwa agen ini terurai oleh sistein yang ada di kulit,
setelah itu oksigen radikal bebas mampu mengoksidasi protein di
sekitarnya. Protein ini termasuk protein bakteri dari folikel
sebaceous, sehingga mengurangi jumlah P. Acnes. Sensitivitas
kontak diamati pada 1% - 3% pasien. BPO dapat memutihkan warna
13
pakaian. Produk BPO sekarang sebagian besar dijual bebas, dengan
berbagai merek yang tersedia, bervariasi dalam kekuatan dari 2,5%
hingga 10%.11
Dalam terapi kombinasi, retinoid mencegah atau menghilangkan
komedo, sedangkan BPO atau antibiotik topikal memberantas P.
acnes. Retinoid juga meningkatkan penyerapan dari produk lain. 11
Benzoyl Peroksida salah satu medikasi yang paling sering
digunakan oleh para dermatolog. Benzoyl peroxide merupakan agen
antimikroba yang kuat. Mengurangi populasi bakteri dengan
melepaskan oksigen radikal bebas. Juga memiliki komponen
komedolitik yang ringan. Benzoyl peroksida tersedia dalam bentuk
krim, losion, gel, pencuci muka, dan foam. 3
- Antibiotik topikal dapat berpengaruh terhadap lesi jerawat oleh
tindakan bakteriostatik atau karena efek supresif pada respon
inflamasi. Lesi papular dan pustular memberikan respon paling baik,
aktivitas jerawat komedonal atau kistik tidak dapat diubah.
Organisme yang resisten mungkin muncul setelah terapi lanjutan,
terapi kombinasi dengan BPO meminimalkan risiko ini. Semua
antibiotik topikal diaplikasikan dua kali sehari.
o Clindamycin Phosphate tersedia dalam konsentrasi 1%
dalam pengangkut hidroalkohol (30 atau 60 mL) sebagai gel
atau lotion. Ada dua laporan kolitis pseudo-membraneous
setelah penggunaan klindamisin hidroklorida topikal. Pasien
dengan IBD harus menghindari penggunaan klindamisin
topikal, dan semua pasien harus diperingatkan untuk
menghentikan terapi jika gejala usus terjadi. Produk yang
mengkombinasikan clindamycin dengan BPO termasuk
BenzaClin dan Duac.
o Erythromycin Base yang dioleskan telah menjadi andalan
dalam pengobatan jerawat. Namun, resistensi yang luas
sekarang membatasi penggunaannya sebagai monoterapi.
Keuntungan utamanya terletak pada keamanannya pada ibu
hamil.
14
Eritromisin dan klindamisin merupakan terapi antibiotik topikal
akne yang paling sering digunakan.
- Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan
konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek
bakteriostatik dan bakteriosidal. 3 Asam Salisilat adalah asam B-
hidroksi yang menembus ke dalam kelenjar sebaceous dan memiliki
sifat komedolitik dan anti-inflamasi. Ini dapat digunakan sebagai
terapi tambahan dan ditemukan dalam pembersih, toner, dan masker.
Efek samping diantaranya eritema dan skuama. 11
- Asam Azelaic adalah asam dikarboksilat yang memiliki
antimikroba, anti-inflamasi, dan aktivitas komedolitik, dan relatif
tidak menimbulkan iritasi. Ini tersedia dalam bentuk krim (Azelex)
atau formulasi gel (Finacea). Asam azelaic dapat membantu
meringankan hiperpigmentasi pasca inflamasi dan merupakan
pilihan yang baik untuk kulit berpigmen. Sejauh ini asam azeleic
menunjukkan kecenderungan minimal untuk resistensi bakteri. Obat
ini bekerja paling baik bila dikombinasikan dengan agen topikal
lainnya, misalnya, BPOs dan retinoid.11
- Dapson topikal bermanfaat dalam mengurangi peradangan
jerawat, meskipun mekanismenya tidak diketahui. Ini harus
dihindari oleh pasien dengan defisiensi dehidrogenase glukosa-6-
fosfat . Dapson topikal adalah kehamilan kategori C. 11
c. Terapi Kombinasi
Dalam terapi kombinasi, retinoid mencegah atau menghilangkan
komedo, sedangkan BPO atau antibiotik topikal memberantas P. acnes.
Retinoid juga meningkatkan penyerapan dari produk lain. Pada beberapa
orang pasien, dapat terjadi reaksi iritasi. Kombinasi dapat terdiri dari dua
atau lebih agen tunggal yang terpisah, atau sebuah produk kombinasi.
d. Antibiotik Sistemik
Efek menguntungkan dari antibiotik sangatlah banyak. Tidak
hanya itu menurunkan jumlah bakteri dan kadar asam lemak bebas
15
(FFA), tetapi antibiotik juga bermanfaat untuk terapi jerawat dengan
secara langsung mengganggu mekanisme inflamasi seluler dan kimia
lokal.
Tetrasiklin, eritromisin, dan klindamisin telah terbukti
menghambat kemotaksis leukosit dan fungsi inflamasi neutrofil lainnya
dan dapat secara langsung menghambat lipase ekstraseluler yang
bertanggung jawab atas pembentukan senyawa inflamasi. Terapi
antibiotik tidak bisa benar-benar dievaluasi sampai 6 hingga 8 minggu
setelah terapi dimulai. Kadar antibiotik dalam sebum tidak dapat
dideteksi sampai sekitar 7 hari setelah pengobatan dimulai, dan lipid
terbentuk dalam sel basal sebasea folikel mungkin membutuhkan 1 bulan
untuk mencapai permukaan kulit. Meskipun komposisi sebum berubah,
tingkat sekresi tetap konstan, karena itu, kulit dapat tetap berminyak.
Terapi mungkin perlu dilanjutkan selama beberapa bulan. Tapering
memungkinkan organisme yang resisten untuk tumbuh lebih mudah,
sementara penghentian secara tiba-tiba dapat menimbulkan lesi akne.
Penggunaan antibiotik jangka panjang hanya berkontribusi pada
kelompok organisme resisten.
- Minosiklin secara umum merupakan antibiotik yang paling
efektif untuk mengatasi akne namun dapat mengakibatkan efek
samping yang serius. Antibiotik ini sangat larut dalam lemak dan
lebih efektif menembus folikel sebasea, dan diserap dengan baik,
bahkan dengan makanan. Karena itu sifatnya sangat lipofilik, ia
melintasi sawar darah-otak dan dapat mengendap menjadi sindrom
pseudotumor serebri. Durasi terapi bisa satu minggu hingga satu
tahun, dengan gejala yang paling umum adalah sakit kepala,
gangguan penglihatan, diplopia, tinitus, mual, dan muntah.
- Doksisiklin memiliki karakteristik penyerapan dan durasi
aktivitas yang sama dengan minosiklin. Efektivitasnya dalam
mengatasi jerawat mendekati minocycline, ketika digunakan dalam
cara yang sama dengan dosis serupa. Data awal menunjukkan bahwa
dosis subantimikroba doksisiklin, 20 mg (Periostat), dapat
memainkan peran terapeutik pada jerawat dengan mengurangi
16
peradangan melalui antikolagenolitik, metalloproteinase yang
menurunkan antimatrix, dan sifat downregulating sitokin. Pasien
yang menggunakan doksisiklin harus diperingatkan untuk
menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan karena
sensitivitas fotosensitasi penggunaan obat ini. Pasien harus
disarankan minum pil dengan makanan dan segelas penuh air, untuk
menghindari esofgitis erosif. Dosis malam harus diminum
setidaknya 30 menit sebelum berbaring untuk tidur.
- Eritromisin, 1 g / hari, juga efektif dalam pengobatan jerawat.
Dosis dan waktu yang sama tanggapan yang dicatat untuk tetrasiklin
juga berlaku untuk obat ini. Namun, hingga 40% dari organisme P.
acnes sekarang resisten terhadap eritromisin, kombinasi dengan
BPO topikal mungkin membantu mengurangi resistensi bakteri.
- Klindamisin, 300 hingga 450 mg / hari, adalah agen yang efektif
untuk jerawat. Namun, karena risiko terjadinya kolitis
pseudomembran, maka penggunaan sistemik klindamisin hanya
pada kasus yang sangat parah dan tidak responsif terhadap semua
mode terapi lainnya.
- Trimethoprim-Sulfamethoxazole juga telah terbukti
menurunkan kadar FFA dan menghambat peradangan jerawat.
Trimethoprim sangat lipofilik, meningkatkan pennetrasi pada
folikel. Mulailah penggunaan dengan satu tablet kekuatan ganda
sebelum tidur, hingga dua tablet per hari. Tingkat reaksi alergi yang
tinggi membatasi penggunaan obat ini. Neutropenia dapat terjadi
pada terapi jangka panjang dan hitung darah lengkap dasar dengan
pemantauan intermiten direkomendasikan. Kasus nekrosis hati dan
anemia aplastik juga telah dikaitkan dengan obat ini.
- Ampisilin juga dapat membantu pada pasien tertentu. Pada
pasien jerawat yang resisten, biakan dapat dilakukan untuk
menunjukkan bakteri gram negatif yang responsif terhadap
ampisilin.
17
- Azitromisin dalam dosis 500 mg tiga kali seminggu telah
terbukti menghasilkan 60% pengurangan papula inflamasi pada 83%
pasien yang terdaftar dalam studi yang dilakukan selama 12 minggu.
G. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
19
Perempuan pre-pubertas dengan akne komedonal dan wanita dengan
kadar DHEAS yang tinggi merupakan prediktor akne nodulokistik berat atau
jangka panjang.9
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun
dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian akne ini
biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata
pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20 an tapi ada juga yang
masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi. Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana
tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus
menstruasi.3
20
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. MU
Umur : 17 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
2. Riwayat Penyakit
Pasien perempuan berumur 17 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Syekh Yusuf dengan keluhan gatal disertai kemerahan di kulit wajah. Keluhan
gatal disertai kemerahan pertama kali muncul sejak 2 minggu yang lalu.
menyebar ke seluruh wajah. Awal mula lesi berupa papula disertai eritema
lesi. Tampak pada wajah terdapat eritema, papul, pustul serta komedo. Batas
dengan kulit normal tidak jelas. Pasien mengaku tidak menggunakan produk
perawatan wajah maupun kosmetik. Saat ini pasien tidak sedang mengalami
21
menstruasi. Pasien sering mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan
Riwayat Pengobatan :-
Riwayat Merokok :-
22
C. Pemeriksaan Fisik
Status Dermatologis :
Lokasi : Facialis
(wajah).
Gambar 3.1
D. Diagnosis
E. Diagnosis Banding
1. Erupsi Akneiformis
2. Rosasea
3. Folikulitis
4. Dermatitis Perioral
23
F. Penatalaksanaan
1. Doksisiklin 100 mg 1 x 1
2. Vitamin C 2 x 1
G. Resume
Pasien perempuan berumur 17 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Syekh Yusuf dengan keluhan gatal disertai kemerahan di kulit wajah. Keluhan gatal
disertai kemerahan pertama kali muncul sejak 2 minggu yang lalu. Dirasakan terus-
menerus dan memberat setelah mengonsumsi mie atau bakso. Keluhan diawali
dengan munculnya bintik merah di pipi kiri kemudian menyebar ke seluruh wajah.
Awal mula lesi berupa papula disertai eritema kemudian akibat pasien sering
menyentuh dan menggaruk, terjadi perkembangan lesi. Tampak pada wajah terdapat
eritema, papul, pustul serta komedo. Batas dengan kulit normal tidak jelas. Pasien
mencuci wajah 2 kali sehari. Pasien mengaku suka memakan gorengan dan biasa
penyakit dahulu (-), riwayat alergi (+), riwayat pengobatan (-), riwayat merokok (-),
H. Prognosis
1. Ad vitam : bonam
24
I. Edukasi
kekambuhan
4. Memberikan penjelasan kepada pasien agar tidak menggaruk lesi agar tidak
7. Mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk perbaikan status gizi terutama sayur
25
BAB IV
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sitohang IBS, Wasitatmadja SM. Akne Vulgaris dalam Menaldi SL, Bramono K,
Indriatmi W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan Kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2018. h: 288 - 92
2. Morris-Jones R. ABC of Dermatology 6th ed. London:BMJ Group, 2014. p: 89-96.
3. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 9th ed. New York: McGraw-Hill;
2019. p: 1391-413.
4. James WD, Elston DM, Treat JR, Rosenbach MA, Neuhaus IM. Andrews’ disease
of the skin Clinical Dermatology 13th ed. Canada : El Sevier; 2019. p: 231-38.
5. Cho S, Kang S. What’s New in Acne Pathogenesis in World Clinics Dermatology.
India : Jaypee Brothers Medical Publishers, 2014. p : 1 – 30
6. Zouboulis C, Chen WC, The Sebaceous Gland and Its Role as an Endocrine Organ
in World Clinics Dermatology. India : Jaypee Brothers Medical Publishers, 2013. p
: 37– 51
7. Dandby FW. Acne Causes and Practical Management. UK: John Wiley & Sons, Ltd,
2015. p: 31-34.
8. Adityan B, Kumari R, Thappa DM. Scoring systems in Acne Vulgaris. Indian: Indian
J Dermatol Venerol Leprol; 2009
9. Widaty Sandra, Soebono Hardyanto, Nilasari Hany, dkk. Panduan Praktis Klinis
Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. PERDOSKI: Jakarta. 2017.
h: 248-51
10. Hui AM, Shalita AR. Topical Retinoids in Shalita AR, Rosso JQD, Webster GF.
Acne Vulgaris. Informa Health Care : UK. 2011. p : 86-91
11. Flemming KF, Alam M . Acne. In: Manual of Dermatology Therapeutics 8th ed.
Massachusetts: Lippincot Williams and Wilkins; 2014.
27