Disusun Oleh :
Pembimbing :
I. LATAR BELAKANG
Transient Ischemic Attack (TIA) atau S.O.S. (Serangan ischemia Otak Sepintas lalu
merupakan suatu defisit neurologis secara tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya
sementara (kurang dari 24 jam). Ketika otak kehilangan suplai darah, otak akan mencoba
memulihkan aliran darah. Jika suplai darah dapat dipulihkan, maka fungsi dari sel-sel otak
Transient ischemic attack adalah suatu keadaan gawat darurat dan merupakan sebuah
tanda awal akan terjadinya stroke. Resiko terbesar pada penyakit stroke adalah pada saat 48
jam pertama setelah terjadinya TIA sehingga evaluasi awal pada instalasi gawat darurat
merupakan kesempatan untuk mengidentifikasi keadaan yang beresiko kearah rekurensi
serangan stroke1.
Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang
memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000
penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas
tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di
Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di
Indonesia.2
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat suatu referat yang
berjudul Transient Ischemic Attack. Pada referat ini akan dibahas mulai dari definisi,
patofisiologi, gejala, penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan TIA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang
memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000
penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas
tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di
Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di
Indonesia2.
Menurut penyelidikan di Evans Councy insidensnya pada umur 30-70 tahun : 1,1%
per 1000 penduduk kulit putih pertahun. Menurut penyelidikan FRAMINGHAM insidensnya
pertahun, pada laki-laki yang berumur 50- 62 tahun adalah 1,2% per 1000 penduduk.
Sedangkan pada wanita yang berumur 50- 62 tahun adalah 1,3% per 1000 penduduk per
tahun. Menurut DYKEN. M.L terdapat 5,4% penderita per 100 tempat tidur per tahun.2
Usia rata-rata adalah 59,25 tahun, pada umur 30-54 tahun : rata-rata 25,25% ; pada
umur 55-64 tahun : rata-rata 42,25%; pada umur lebih dari 64 tahun : rata-rata 32,25% (lihat
tabel I).Menurut DYKEN. M.L. Usia rata-rata dari TIA adalah 63 tahun, usia rata-rata
timbulnya pada wanita lebih tinggi, ialah 80 tahun.2
PENELITIAN UMUR
Jumlah
Sampel 30-54 55-64 > 64 Rata-Rata Umur
Toole et al 160 24% 47% 29% 57
Baker et al 79 15% 41% 44% 62
Goldneet al 140 32% 37% 31% 59
Marshall 158 30% 44% 25% 59
Rata-rata 25,25% 42,25% 32,25% 59,25
TIA terdapat lebih banyak pada laki-laki , kecuali pada umur lebih dari 80 tahun
(wanita lebih banyak). Menurut TOOLE, J.F. et al, perbandingan laki-laki dan wanita adalah
2 : 1. Prevalensi TIA pada penduduk kulit putih lebih tinggi bila dibandingkan dengan
penduduk kulit hitam. Menurut DYKEN. M.L. ini mungkin disebabkan karena pada
penduduk kulit hitam, walaupun adanya TIA sering tak mau masuk rumah sakit.2
Faktor resiko terjadinya TIA sama dengan faktor resiko penyebab stroke. Beberapa
faktor resiko TIA ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak. Faktor yang dapat
dimodifikasi yaitu3:
Hipertensi
Merupakan penyebab utama pada stroke. Meskipun seseorang dengan peningkatan
tekanan darah sedang, tetap memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena stroke
dibandingkan seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Merokok
Merokok saat ini telah menunjukkan dapat meningkatkan kejadian hipertensi,
aterosklerosis, dan peningkatan resiko terkena stroke hingga 2 sampai 4 kali
dibandingkan dengan individu yang tidak merokok.
Penyakit Jantung dan Aritmia
Keadaan ini juga sering menjadi penyebab stroke, namun beberapa keadaan tersebut
bersifat kongenital. Tipe aritmia yang dinamakan atrial fibrilasi seringkali
dihubungkan dengan terjadinya stroke. AF dapat meningkatkan kejadian stroke dan
terbentuknya emboli hingga 5 kali lipat.
Diabetes melitus
Diabetes melitus meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.
Kadar gula darah yang terkontrol dapat menurunkan resiko terjadinya stroke.
Jenis Kelamin
Pria memiliki kecenderungan terkena stroke sebanyak 1,25 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita, namun karena wanita rerata usia hidupnya lebih lama
dibandingkan pria, lebih banyak wanita yang mati karena stroke tiap tahunnya.
Usia
Usia adalah salah satu faktor resiko tunggal yang paling penting pada stroke. Setiap
individu di atas 55 tahun memiliki resiko 2 kali lipat untuk terkena stroke, baik pada
pria maupun wanita.
Genetik
Faktor genetik juga berperan pada stroke antara lain adalah karena faktor keturunan
yang cenderung mengidap stroke, faktor keturunan terhadap faktor resiko stroke lain
dan pola hidup keluarga tersebut.
Ras
Kejadian stroke dan angka mortalitas sangat bervariasi antara ras satu dengan lainnya.
Ras kulit hitam memiliki resiko sebesar 2 kali lipat untuk terkena stroke dibandingkan
dengan ras kulit putih. Pada usia 45-55 tahun, angka kematian pada ras Afirka-
Amerika meningkat 4 sampai 5 kali dibandingkan dengan ras kulit putih, perbedaan
tersebut berkurang seiring dengan peningkatan usia.
Ras Asia, terutama suku Cina dan Jepang, memiliki angka kejadian stroke yang
tinggi. Kejadian stroke dan angka kematiannya di Jepang sangat tinggi belakangan ini
yang sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung.
IV. ETIOLOGI
leher.4
Pada beberapa penelitian Transient ischemic attack terbentuk akibat adanya gangguan
pada perfusi otak yang biasanya disebabkan olah beberapa faktor sebagai berikut:
Arteriosklerosis pada arteri karotis atau pada arteri vertebralis.
Emboli, trombus pada ventrikel, dan pembentukan trombus akibat atrial fibrilasi.
Stenosis yang disebabkan hipertensi (Cerebral small vessel
disease/arteriolosclerosis).
Pada anak-anak penyebab TIA berbeda dengan orang dewasa, berikut beberapa faktor
penyebab TIA pada anak-anak:
Penyakit jantung kongenital dengan tromboemboli otak.
Kelainan pembekuan darah.
Infeksi pada sistem saraf pusat
V. PATOGENESIS
I. PATOGENESIS INFARK OTAK
Derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan
fungsi otak, yaitu5:
a) Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (50-60cc/100gr/menit), yang bila
tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-
sel masih tetap utuh.
b) Ambang aktivitas listrik otak (threshold of brain electrical activity), adalah batas
aliran darah otak (15cc/100gr/menit) yang bila tidak tercapai, akan menyebabkan
aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
c) Ambang kematian sel (threshold of neuronal death), yaitu batas aliran darah otak
yang bila tidak terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF <
15cc/100gr/menit).
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya
a) Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasi
dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul
adalah transient ischemic attack (TIA), yang dapat berupa hemiparesis sepintas atau
amnesia umum sepintas, yang berlangsung selama <24 jam.
b) Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih
besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi mampu memulihkan fungsi neurologik
dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan
klinik terdapat sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible
Ischemic Neurology Deficit).
c) Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas, sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini
akan timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBF-
nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa
adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah.
2. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi
daripada daerah ischemic-core. Walaupun sel-sel tidak mengalami kematian, namun
terjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi, dan asam laktat
meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna
pucat. Biasanya disebut sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal.
Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebgai daerah luxury
perfusion.
Gejala TIA sangat bervariasi antara pasien, namun gejala pada individu tertentu
cenderung sama. Beberapa gejala yang dapat ditemukan:
Onsetnya tiba-tiba dan tanpa peringatan dan pemulihan biasanya terjadi dengan cepat
dan sering dalam beberapa menit
Mati rasa mendadak atau kelemahan pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu
sisi tubuh
Tiba-tiba kesulitan melihat pada satu atau kedua mata
Kebingungan mendadak, kesulitan berbicara atau memahami
Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi
Tiba-tiba sakit kepala parah dengan tidak diketahui penyebabnya
Gejala TIA juga dapat tergantung dari daerah otak yang mengalami kekurangan
darah. Secara klinis, TIA dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
VII. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda-tanda TIA kebanyakan telah menghilang pada saat individu yang
terkena tiba di rumah sakit. Oleh karena itu, riwayat kesehatan orang yang terkena mungkin
menjadi dasar konfirmasi diagnosis TIA. Setelah tiba di rumah sakit, pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan. Beberapa
pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan untuk mendiagnosis TIA.
VIII. PEMERIKSAAN
- Laboratorium
Pada evaluasi awal dari gejala TIA, kadar glukosa darah dan serum elektrolit
sebaiknya diperiksa untuk menyingkirkan adanya hipoglikemia atau ketidakseimbangan
elektrolit yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Pemeriksaan darah lengkap dan
waktu koagulasi dapat membantu dalam menemukan adanya penyakit yang menyangkut
proses perdarahan dan terbentuknya trombosis. Pada pasien muda, saat terdapat kecurigaan
adanya infeksi SSP, intoksikasi obat, atau penyakit pembekuan darah, pemeriksaan tambahan
untuk menyingkirkan penyakit tersebut sebaiknya dilakukan, seperti rapid plasma reagen
testing, pemeriksaan CSF, screening obat pada urin, dan pemeriksaaan hiperkoagulabilitas
lengkap. Kadar lipid puasa juga harus diukur untuk mengetahui adanya resiko
kardiovaskular. Pemeriksaan kadar kolesterol berguna untuk penentuan dosis penggunaan
Pada perawatan penderita di rumah sakit, maka pemeriksaan rutin laboratorium selalu
dikerjakan, misalnya: hemoglobin (Hb), LED, eritrosit, trombosit, leukosit, hitung jenis,
hematokrit (Ht), serta pemeriksaan hemostasis lengkap termasuk kadar fibrinogen dan
viskositas darah. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan kimia darah lengkap termasuk
kolesterol, lipid, dan trigliserida. Dari pemeriksaan ini diketahui kemungkinan polisitemia
Pemeriksaan foto kepala dan servikal juga merupakan pemeriksaan yang dikerjakan
pada penderita TIA. Foto vertebra servikal, lateral, dan oblique kanan dan kiri bermanfaat
untuk melihat foramina vertebralis, apakah ada osteofit yang akan mengganggu atau menekan
- Pemeriksaan Oftalmodinamometri
Pemeriksaan ini mengukur tekanan darah pada pangkal arteri oftalmika, baik diastolik
maupun sistolik dengan cara memberikan tekanan dari luar terhadap arteri karotis retina /
bola mata, yang kemudian tekanan ini dikurangi secara bertahap kemudian denyutan arteri
sentralis retina dideteksi dengan oftalmoskop. Tekanan dari luar yang diaplikasikan pada bola
mata diukur dengan oftalmodinamometer yang telah diterapkan secara empirik. Secara
prinsipil, pengukuran tekanan darah ini berbeda dengan pengukuran tekanan darah pada arteri
brakialis. Aplikasi tekanan pada bola mata ditera dalam gram dan dikonversikan ke dalam
mmHg.9
Jika terjadi penurunan tekanan pada salah satu sisi terutama tekanan diastolik lebih
daripada 25% maka perbedaan ini dianggap bermakna atau penurunan tekanan sistolilk dan
diastolik >20%. Hal ini berarti bahwa pada sisi yang tekanannya menurun telah terjadi
penurunan pressure-gradient yang terjadi akibat gangguan aliran darah atau sumbatan pada
bagian proksimal arteri karotis interna atau arteri oftalmika.
Pada umumnya kelainan tersebut paling sering disebabkan karena proses
aterosklerosis pada bifuraksio karotis, pada pangkal arteri karotis interna atau pada arteri
karotis komunis. Dalam frekuensi yang lebih kecil sumbatan terjadi pada pembuluh nadi
yang lebih proksimal atau pada pangkal areteri karotis komunis. Pemeriksaan
oftalmodinamometri sangat berguna pada penderita TIA yang mengenai sitem karotis dengan
derajat akurasi 70-75%. Pengukuran dilakukan dalam posisi setengah duduk supaya faktor
gravitasi dapat memperjelas ketajaman pengukuran. Pada keadaan ini, hasil pengukuran
oftalmodinamometri, hasil pengukuran menjadi sulit diintepretasikan, yaitu pada:
Aritmia Jantung
Glaukoma berat
Penderita yang gelisah atau nonkoperatif
Penderita dengan kelainan dan asimetri pada arteri sentralis retina serta cabang-
cabangnya.9
Pengukuran harus dilakukan beberapa kali dan selalu harus diukur tekanan sistemik
sebagai pembanding.
- Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan oftalmoskopi merupakan pemeriksaan bedside yang sangat bermanfaat
pada penderita TIA, terutama TIA sistem karotis. Pada kasus-kasus TIA akibat proses
tromboembolik pada sistem karotis seringkali terjadi gangguan visus homolateral yang
menyertai gejala neurologik fokal kontralateral. Gejala neurooftalmologik ini berupa
transient monocular blindness, dimness of vision, transient homonymus hemianopia, dan
altitudinal hemianopic scotoma.
- Pemeriksaan Invasif
Dari penderita TIA yang dianggap menderita gangguan hemodinamik, maka 87%
menunjukan adanya lesi vaskuler yang sesuai dengan gejala klinisnya. Terhadap penderita ini
telah dilakukan tindakan bedah pada pembuluh darah ekstrakranial serta anastomosis arteri
serebri media temporalis. Pemeriksaan angiografi ini tidak dapat diganti dengan pemeriksaan
apapun8.
Pada setiap penderita TIA dimana penyebabnya adalah gangguan hemodinamik, maka
setidaknya 4 versi angiogram harus dikerjakan. Hal ini perlu untuk melihat patensi pembuluh
darah ekstrakranial dengan tidak memandang apakah TIA karotis atau TIA vertebrobasiler.
Sering ditemukan, bahwa pada TIA vertebrabasiler pembuluh-pembuluh karotis telah
mengalami stenosis, atau oklusi, atau sebaliknya. Selain melihat derajat stenosis, jenis
sumbatan dapat pula divisualisasi, misalnya bagaimana permukaan suatu plak, apakah
terdapat ireguleritas atau stenosis itu bersifat smooth dan multiple (plak labil atau stabil)8.
ditemukan penderita dengan oklusi karotis bilateral yang hampir total tetapi asimtomatik 8.
Belakangan ini telah ada pemeriksaan transkranial Doppler (TCD) yang menilai
secara tidak langsung keadaan hemodinamik pembuluh darah otak utama. Dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui besarnya aliran darah (flow) masing-masing pembuluh darah
otak. Perubahan aliran darah otak pada aneurisma ini dapat juga diperkirakan dengan
pemeriksaan TCD ini. Pemeriksaan yang non invasif ini selain dapat dipakai sebagai
penilaian hemodinamik pada strok juga dapat digunakan untuk menilai kelainan struktural
Temuan Klinis
DIAGNOSIS
Manajemen medis bertujuan untuk mengurangi risiko baik jangka pendek dan jangka
panjang dari stroke. Terapi antitrombotik harus dimulai sesegera mungkin setelah perdarahan
intrakranial dapat disingkirkan, mengingat risiko tinggi jangka pendek TIA adalah stroke.
Berdasarkan pedoman AHA/ASA stroke pada pasien dengan stroke atau transient ischemic
attack, adalah sebagai berikut :
Pada pasien dengan atrial fibrilasi setelah TIA, antikoagulasi jangka panjang dengan
warfarin (INR gol, 2-3) biasanya dianjurkan. Aspirin, 325 mg/day, dianjurkan bagi mereka
yang tidak mampu untuk membeli antikoagulan oral. Pedoman AHA / ASA 2010 pencegahan
stroke setelah TIA atau stroke, clopidogrel tidak boleh dikombinasi dengan aspirin, karena
risiko pendarahan clopidogrel+aspirin sama dengan warfarin.
Pada penyakit katup aorta, terapi antiplatelet dapat dipertimbangkan. . Untuk katup
prostetik, antikoagulan oral dengan warfarin (INR tujuan 2,5-3,5) dianjurkan. Bagi mereka
dengan TIA meskipun terapi INR telah diberikan, aspirin, 75-100 mg/day, dapat ditambahkan
ke rejimen. Untuk katup bioprosthetic, pasien dengan TIA dan tidak ada sumber lain
tromboemboli dapat dipertimbangkan untuk antikoagulasi oral dengan warfarin (INR gol 2-
3). 11
- Terapi Pembedahan: Endarterektomi Carotis
Aterosklerosis pada arteri karotis interna pada bifuraksio karotis adalah penyebab
yang umum pada TIA dan stroke. Penelitian telah membuktikan, endarterektomi carotis
menunjukan manfaat pada pasien TIA dengan stenosis carotis derajat berat. Endarterektomi
tidak memiliki manfaat pada pasien dengan stenosis derajat sedang. Manfaat pembedahan
didapatkan terutama pada pasien dengan stroke dibandingkan dengan TIA, dan pada pasien
Modifikasi faktor resiko merupakan salah satu terapi bagi TIA. Namun pelaksanaannya
masih belum diuji menggunakan uji klinis randomisasi.
30 hari, dan 9% dalam 90 hari.[1] Sejumlah skor stratifikasi risiko yang tersedia untuk
membantu dalam menentukan prognosis, namun yang paling banyak divalidasi adalah skor
ABCD2.10
Individu dengan skor ABCD2 lebih dari 6 mempunyai resiko untuk menjadi
stroke sekitar 8% dalam waktu 2 hari, sementara mereka yang memiliki skor ABCD2 kurang
dari 4 mempunyai resiko untuk menjadi stroke sekitar 1% dalam waktu 2 hari.
BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN
Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan suatu defisit neurologis secara tiba-tiba
dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari 24 jam). Resiko TIA
meningkat pada: Hipertensi, hiperkolesterol, aterosklerosis, penyakit jantung (kelainan katup
atau irama jantung), diabetes, merokok, riwayat stroke dan usia (pria >45 tahun dan
perempuan >55 tahun). Gejala pada TIA yaitu hemihipestesia, hemiparese, hilangnya
sebagian penglihatan atau pendengaran, diplopia dan sakit kepala. Diagnosis ditegakkan
melalui anamnesis yang lengkap, skening ultrasonik dan teknik Doppler, angiografi serebral
dan pemeriksaan darah lengkap. Penatalaksanaan TIA obat-obatan seperti aspirin, bisulfate
clopidogrel atau aspirin dipyridamole ER untuk mengurangi kecenderungan pembentukan
bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke dan pembedahan endarterektomi
jika tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Adapun pencegahan untuk TIA dengan
mengurangi faktor resiko, modifikasi gaya hidup sehat dan mengikuti serta berperan aktif
dalam sosialisasi TIA. TIA dapat menyebabkan stroke jika pengobatan dan pencegahan tidak
adekuat.
1. Ashish Nanda, MD; Chief Editor : Robert E OConner, MD, MPH, Transient
Ischemic Attack, Dec 5 2014; accessed Oct 14 2017. Cited by Medscape Reference
2011 WebMD, LLC. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1910519-
overview
5. Johnston SC. Transient Ischemic Attack: An Update. Stroke Clinical Updates. 2007.