Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA)

Disusun Oleh :

Nicky Septiana 1061050072

Cintya Army Ismoyo 1061050086

Pembimbing :

dr. Hadi Soeprapto, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE KEPANITERAAN 2 OKTOBER 4 NOVEMBER 2017
JAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Transient Ischemic Attack (TIA) atau S.O.S. (Serangan ischemia Otak Sepintas lalu
merupakan suatu defisit neurologis secara tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya
sementara (kurang dari 24 jam). Ketika otak kehilangan suplai darah, otak akan mencoba
memulihkan aliran darah. Jika suplai darah dapat dipulihkan, maka fungsi dari sel-sel otak

yang terkena dapat berfungsi kembali.1

Transient ischemic attack adalah suatu keadaan gawat darurat dan merupakan sebuah
tanda awal akan terjadinya stroke. Resiko terbesar pada penyakit stroke adalah pada saat 48
jam pertama setelah terjadinya TIA sehingga evaluasi awal pada instalasi gawat darurat
merupakan kesempatan untuk mengidentifikasi keadaan yang beresiko kearah rekurensi

serangan stroke1.

Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang
memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000
penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas
tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di
Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di

Indonesia.2

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat suatu referat yang
berjudul Transient Ischemic Attack. Pada referat ini akan dibahas mulai dari definisi,
patofisiologi, gejala, penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan TIA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Menurut World Health Organization, Transient Ischemic Attack (TIA) adalah


gangguan fungsi serebral fokal atau global yang memberikan gejala neurologis singkat,
kurang dari 24 jam tanpa disertai adanya gambaran kerusakan vaskular. Sedangkan The
National Institute of Neurological Disorders and Stroke Report, transient ischemic attack
adalah suatu episode cepat kehilangan fungsi otak secara fokal kurang dari 24 jam dan
merupakan gejala awal untuk terbentuknya stroke iskemik, biasanya dapat disebabkan oleh
gangguan pada satu sistem perdarahan otak.1

II. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang
memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000
penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas
tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di
Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di

Indonesia2.

Menurut penyelidikan di Rochester-Minnesota insidensnya pada umur 55-64 tahun :


kurang dari satu per I000 penduduk per tahun ; pada umur 65-74 tahun : 2% per 1000
penduduk per tahun; sedangkan pada umur 75 tahun atau lebih : tiga per 1000 penduduk
pertahun.2

Menurut penyelidikan di Evans Councy insidensnya pada umur 30-70 tahun : 1,1%
per 1000 penduduk kulit putih pertahun. Menurut penyelidikan FRAMINGHAM insidensnya
pertahun, pada laki-laki yang berumur 50- 62 tahun adalah 1,2% per 1000 penduduk.
Sedangkan pada wanita yang berumur 50- 62 tahun adalah 1,3% per 1000 penduduk per
tahun. Menurut DYKEN. M.L terdapat 5,4% penderita per 100 tempat tidur per tahun.2
Usia rata-rata adalah 59,25 tahun, pada umur 30-54 tahun : rata-rata 25,25% ; pada
umur 55-64 tahun : rata-rata 42,25%; pada umur lebih dari 64 tahun : rata-rata 32,25% (lihat
tabel I).Menurut DYKEN. M.L. Usia rata-rata dari TIA adalah 63 tahun, usia rata-rata
timbulnya pada wanita lebih tinggi, ialah 80 tahun.2

Tabel I. DISTRIBUSI UMUR

PENELITIAN UMUR
Jumlah
Sampel 30-54 55-64 > 64 Rata-Rata Umur
Toole et al 160 24% 47% 29% 57
Baker et al 79 15% 41% 44% 62
Goldneet al 140 32% 37% 31% 59
Marshall 158 30% 44% 25% 59
Rata-rata 25,25% 42,25% 32,25% 59,25

TIA terdapat lebih banyak pada laki-laki , kecuali pada umur lebih dari 80 tahun
(wanita lebih banyak). Menurut TOOLE, J.F. et al, perbandingan laki-laki dan wanita adalah
2 : 1. Prevalensi TIA pada penduduk kulit putih lebih tinggi bila dibandingkan dengan
penduduk kulit hitam. Menurut DYKEN. M.L. ini mungkin disebabkan karena pada
penduduk kulit hitam, walaupun adanya TIA sering tak mau masuk rumah sakit.2

III. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko terjadinya TIA sama dengan faktor resiko penyebab stroke. Beberapa
faktor resiko TIA ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak. Faktor yang dapat

dimodifikasi yaitu3:

Hipertensi
Merupakan penyebab utama pada stroke. Meskipun seseorang dengan peningkatan
tekanan darah sedang, tetap memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena stroke
dibandingkan seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Merokok
Merokok saat ini telah menunjukkan dapat meningkatkan kejadian hipertensi,
aterosklerosis, dan peningkatan resiko terkena stroke hingga 2 sampai 4 kali
dibandingkan dengan individu yang tidak merokok.
Penyakit Jantung dan Aritmia
Keadaan ini juga sering menjadi penyebab stroke, namun beberapa keadaan tersebut
bersifat kongenital. Tipe aritmia yang dinamakan atrial fibrilasi seringkali
dihubungkan dengan terjadinya stroke. AF dapat meningkatkan kejadian stroke dan
terbentuknya emboli hingga 5 kali lipat.
Diabetes melitus
Diabetes melitus meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.
Kadar gula darah yang terkontrol dapat menurunkan resiko terjadinya stroke.

Berikut merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi3:

Jenis Kelamin
Pria memiliki kecenderungan terkena stroke sebanyak 1,25 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita, namun karena wanita rerata usia hidupnya lebih lama
dibandingkan pria, lebih banyak wanita yang mati karena stroke tiap tahunnya.
Usia
Usia adalah salah satu faktor resiko tunggal yang paling penting pada stroke. Setiap
individu di atas 55 tahun memiliki resiko 2 kali lipat untuk terkena stroke, baik pada
pria maupun wanita.
Genetik
Faktor genetik juga berperan pada stroke antara lain adalah karena faktor keturunan
yang cenderung mengidap stroke, faktor keturunan terhadap faktor resiko stroke lain
dan pola hidup keluarga tersebut.
Ras
Kejadian stroke dan angka mortalitas sangat bervariasi antara ras satu dengan lainnya.
Ras kulit hitam memiliki resiko sebesar 2 kali lipat untuk terkena stroke dibandingkan
dengan ras kulit putih. Pada usia 45-55 tahun, angka kematian pada ras Afirka-
Amerika meningkat 4 sampai 5 kali dibandingkan dengan ras kulit putih, perbedaan
tersebut berkurang seiring dengan peningkatan usia.
Ras Asia, terutama suku Cina dan Jepang, memiliki angka kejadian stroke yang
tinggi. Kejadian stroke dan angka kematiannya di Jepang sangat tinggi belakangan ini
yang sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung.

IV. ETIOLOGI

Transient Ischemic Attack (Serangan Iskemik Sesaat) disebabkan oleh faktor


penyebab yang sama dengan stroke. Iskemia adalah penurunan suplai darah dan oksigen pada
sel. Stroke iskemik terjadi saat arteri yang mensuplai perdarahan otak mengalami gangguan.
Keadaan ini disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah yang mengganggu aliran darah
oleh trombus.Trombus tersebut berpotensi untuk lepas yang selanjutnya akan berjalan
didalam aliran darah yang disebut sebagai embolus. Embolus ini jika bertambah besar akan
menyumbat pembuluh darah. Embolus ini merupakan penyebab utama dari stroke dan TIA.
Emboli otak yang paling sering menjadi penyebab stroke berasal dari arteri carotis pada

leher.4

Pada beberapa penelitian Transient ischemic attack terbentuk akibat adanya gangguan
pada perfusi otak yang biasanya disebabkan olah beberapa faktor sebagai berikut:
Arteriosklerosis pada arteri karotis atau pada arteri vertebralis.
Emboli, trombus pada ventrikel, dan pembentukan trombus akibat atrial fibrilasi.
Stenosis yang disebabkan hipertensi (Cerebral small vessel
disease/arteriolosclerosis).
Pada anak-anak penyebab TIA berbeda dengan orang dewasa, berikut beberapa faktor
penyebab TIA pada anak-anak:
Penyakit jantung kongenital dengan tromboemboli otak.
Kelainan pembekuan darah.
Infeksi pada sistem saraf pusat

V. PATOGENESIS
I. PATOGENESIS INFARK OTAK
Derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan
fungsi otak, yaitu5:

a) Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (50-60cc/100gr/menit), yang bila
tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-
sel masih tetap utuh.
b) Ambang aktivitas listrik otak (threshold of brain electrical activity), adalah batas
aliran darah otak (15cc/100gr/menit) yang bila tidak tercapai, akan menyebabkan
aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
c) Ambang kematian sel (threshold of neuronal death), yaitu batas aliran darah otak
yang bila tidak terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF <
15cc/100gr/menit).

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya

beberapa keadaan berikut ini8:

a) Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasi
dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul
adalah transient ischemic attack (TIA), yang dapat berupa hemiparesis sepintas atau
amnesia umum sepintas, yang berlangsung selama <24 jam.
b) Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih
besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi mampu memulihkan fungsi neurologik
dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan
klinik terdapat sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible
Ischemic Neurology Deficit).
c) Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas, sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini
akan timbul defisit neurologis yang berlanjut.

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat

iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda6:

1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBF-
nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa

adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah.

Daerah ini akan mengalami nekrosis.

2. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi
daripada daerah ischemic-core. Walaupun sel-sel tidak mengalami kematian, namun

terjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi, dan asam laktat

meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna
pucat. Biasanya disebut sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.

3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh

darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal.

Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebgai daerah luxury
perfusion.

VI. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Gejala TIA sangat bervariasi antara pasien, namun gejala pada individu tertentu
cenderung sama. Beberapa gejala yang dapat ditemukan:

Onsetnya tiba-tiba dan tanpa peringatan dan pemulihan biasanya terjadi dengan cepat
dan sering dalam beberapa menit
Mati rasa mendadak atau kelemahan pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu
sisi tubuh
Tiba-tiba kesulitan melihat pada satu atau kedua mata
Kebingungan mendadak, kesulitan berbicara atau memahami
Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi
Tiba-tiba sakit kepala parah dengan tidak diketahui penyebabnya

Gejala TIA juga dapat tergantung dari daerah otak yang mengalami kekurangan
darah. Secara klinis, TIA dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:

A. TIA sistem karotis


Jika kelainan terjadi pada subendotelium arteria karotis interna dapat timbul 2 kemungkinan:
Stenosis yang menimbulkan insufisiensi vaskuler
Sumber embolisasi yang menimbulkan oklusi di arteri serebral.
Bila terjadi embolisasi dari plaque atheromatosa di dinding arteri karotis interna,
maka setiap arteri serebral dapat menjadi sasaran oklusi. Tetapi karena pola percabangannya,
maka yang paling sering menjadi sasaran embolisasi tersebut ialah arteri serebri anterior dan
yang kedua adalah arteri serebri posterior.
Buta sesisi yang sementara dan seringkali timbul secara berulang-ulang (buta fugax)
merupakan manifestasi embolisasi yang bersumber pada arteri karotis interna. Sindroma
oklusi arteri karotis interna yang mudah dimengerti ialah gambaran penyakit yang timbul
akibat oklusi di dinding arteri karotis interna tepat pada orifisium arteria oftalmika, sebagai
cabang pertama dari arteri karotis interna.
Gejala yang bangkit ialah buta mutlak pada sisi ipsilateral (sisi oklusi) dengan
hemiparesis sisi kontralateral. Tanda yang dapat dijumpai pada sindroma tersebut ialah
tekanan intra-arteriil pada arteri-arteri retinal yang rendah.7

B. TIA sistem vertebrobasiler


Oklusi vertebrobasilar atau cabang-cabangnya dapat menimbulkan gejala-gejala saraf
otak, gangguan serebelar, gerakan involunter dan gerakan tangkas yang dikenal sebagai
sindroma pontin, sindroma mesensefalon atau sindroma medulla oblongata. Ciri pokoknya
ialah adanya sifat alternans. Gangguan saraf otak timbul pada sisi ipsilateral yang
berkombinasi dengan gangguan ketangkasan gerakan atau kelumpuhan pada anggota gerak
sisi kontralateral. Atau gangguan saraf otak ipsilateral yang berkombinasikan dengan
hemihipestesia sisi kontralateral. Gangguan serebelar yang bangkit bersifat ipsilateral

sedangkan gerakan involunter dijumpai pada sisi kontralateral.7

VII. DIAGNOSIS

Gejala dan tanda-tanda TIA kebanyakan telah menghilang pada saat individu yang
terkena tiba di rumah sakit. Oleh karena itu, riwayat kesehatan orang yang terkena mungkin
menjadi dasar konfirmasi diagnosis TIA. Setelah tiba di rumah sakit, pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan. Beberapa
pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan untuk mendiagnosis TIA.

VIII. PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan Non Invasif

Pemeriksaan klinis neovaskuler ditujukan untuk menilai keadaan vaskuler sistem

karotis yang pemeriksaannya bersifat non invasif sebagai berikut8:

a. Pemeriksaan Bising Nadi dan Denyut Nadi Leher


Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada setiap penderita TIA untuk menilai keadaan
perubahan besar dan perbedaan antara denyut nadi karotis kiri dan kanan, perbedaan atau
perbandingan antara denyut nadi arteri temporalis superfisialis kiri dan kanan. Setelah itu
dengan stetoskop didengar akan kemungkinan adanya bising nadi (arterial bruits); sungkup
stetoskop diletakkan di daerah orbita, di bagian lateral bifuraksio karotis di leher dan
retinoaurikuler.
Tempatkan pasien pada ruangan yang tenang. Kita gunakan diafragma dari stetoskop
karena bagian tersebut mampu mendeteksi frekuensi suara arterial bruits yang lebih tinggi
dibandingkan bell. Minta pasien menarik napas dalam kemudian menahan napasnya.
Auskultasi dimulai pada daerah proyeksi dari cartilage tiroid kemudian ke arah sudut yang
dibentuk oleh dagu. Dengan kata lain, auskultasi dilakukan diatas garis proyeksi dari arteri
karotis, yaitu pada bagian medial muskulus sternomastoideus.
Terdapatnya bising nadi atau berkurangnya denyut nadi pada salah satu sisi
menunjukan kemungkinan kelainan morfologik pada pembuluh darah, sehingga lebih lanjut
harus ditentukan dengan pemeriksaan penunjang lain. Jadi adanya intracranial bruits pada
seseorang dengan TIA menunjukan adanya kemungkinan besar gangguan pada pembuluh
nadi utama yang ke otak.8

- Laboratorium
Pada evaluasi awal dari gejala TIA, kadar glukosa darah dan serum elektrolit
sebaiknya diperiksa untuk menyingkirkan adanya hipoglikemia atau ketidakseimbangan
elektrolit yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Pemeriksaan darah lengkap dan
waktu koagulasi dapat membantu dalam menemukan adanya penyakit yang menyangkut
proses perdarahan dan terbentuknya trombosis. Pada pasien muda, saat terdapat kecurigaan
adanya infeksi SSP, intoksikasi obat, atau penyakit pembekuan darah, pemeriksaan tambahan
untuk menyingkirkan penyakit tersebut sebaiknya dilakukan, seperti rapid plasma reagen
testing, pemeriksaan CSF, screening obat pada urin, dan pemeriksaaan hiperkoagulabilitas
lengkap. Kadar lipid puasa juga harus diukur untuk mengetahui adanya resiko
kardiovaskular. Pemeriksaan kadar kolesterol berguna untuk penentuan dosis penggunaan

awal statin untuk mencapai target kadar LDL10.

Pada perawatan penderita di rumah sakit, maka pemeriksaan rutin laboratorium selalu
dikerjakan, misalnya: hemoglobin (Hb), LED, eritrosit, trombosit, leukosit, hitung jenis,
hematokrit (Ht), serta pemeriksaan hemostasis lengkap termasuk kadar fibrinogen dan
viskositas darah. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan kimia darah lengkap termasuk
kolesterol, lipid, dan trigliserida. Dari pemeriksaan ini diketahui kemungkinan polisitemia

dan hiperviskositas darah8.

Pemeriksaan foto kepala dan servikal juga merupakan pemeriksaan yang dikerjakan
pada penderita TIA. Foto vertebra servikal, lateral, dan oblique kanan dan kiri bermanfaat
untuk melihat foramina vertebralis, apakah ada osteofit yang akan mengganggu atau menekan

arteri vertebralis, dan pada gerakan leher dapat menyebabkan TIA8.

AHA/ASA merekomendasikan pemeriksaan neroimaging dalam 24 jam pertama


setelah onset. MRI DWI dipilih sebagai modalitas karena lebih sensitif dibandingkan CTscan.
CT scan masih yang paling sering digunakan dibanding MRI karena faktor ketersediaan dan
keakuratan untuk mengidentifikasi adanya perdarahan intraserebral. Jika pasien telah
menjalani CT scan emergensi, MRI harus dilakukan sebgai follow-up karena superioritasnya

dalam mengidentifikasi infark serebri10.

Elektrokardigrafi harus dilakukan dalam perawatan pertama. Transthoracic atau


transesofageal ekokardiografi dapat digunakan untuk untuk melihat sumber emboli jantung
dan untuk mengetahui adanya patensi pada foramen oval, penyakit vaskuler, trombosis

jantung, dan aterosklerosis10.

Pemeriksaan kardiologi merupakan pemeriksaan penting karena gangguan irama


sering menjadi penyebab TIA. Sering dilupakan bahwa hipotensi ortostatik dapat juga
menjadi penyebab TIA oleh karena itu pemeriksaan tekanan darah waktu tidur, duduk, dan

berdiri harus dilakukan10.

- Pemeriksaan Oftalmodinamometri
Pemeriksaan ini mengukur tekanan darah pada pangkal arteri oftalmika, baik diastolik
maupun sistolik dengan cara memberikan tekanan dari luar terhadap arteri karotis retina /
bola mata, yang kemudian tekanan ini dikurangi secara bertahap kemudian denyutan arteri
sentralis retina dideteksi dengan oftalmoskop. Tekanan dari luar yang diaplikasikan pada bola
mata diukur dengan oftalmodinamometer yang telah diterapkan secara empirik. Secara
prinsipil, pengukuran tekanan darah ini berbeda dengan pengukuran tekanan darah pada arteri
brakialis. Aplikasi tekanan pada bola mata ditera dalam gram dan dikonversikan ke dalam
mmHg.9
Jika terjadi penurunan tekanan pada salah satu sisi terutama tekanan diastolik lebih
daripada 25% maka perbedaan ini dianggap bermakna atau penurunan tekanan sistolilk dan
diastolik >20%. Hal ini berarti bahwa pada sisi yang tekanannya menurun telah terjadi
penurunan pressure-gradient yang terjadi akibat gangguan aliran darah atau sumbatan pada
bagian proksimal arteri karotis interna atau arteri oftalmika.
Pada umumnya kelainan tersebut paling sering disebabkan karena proses
aterosklerosis pada bifuraksio karotis, pada pangkal arteri karotis interna atau pada arteri
karotis komunis. Dalam frekuensi yang lebih kecil sumbatan terjadi pada pembuluh nadi
yang lebih proksimal atau pada pangkal areteri karotis komunis. Pemeriksaan
oftalmodinamometri sangat berguna pada penderita TIA yang mengenai sitem karotis dengan
derajat akurasi 70-75%. Pengukuran dilakukan dalam posisi setengah duduk supaya faktor
gravitasi dapat memperjelas ketajaman pengukuran. Pada keadaan ini, hasil pengukuran
oftalmodinamometri, hasil pengukuran menjadi sulit diintepretasikan, yaitu pada:
Aritmia Jantung
Glaukoma berat
Penderita yang gelisah atau nonkoperatif
Penderita dengan kelainan dan asimetri pada arteri sentralis retina serta cabang-
cabangnya.9

Pengukuran harus dilakukan beberapa kali dan selalu harus diukur tekanan sistemik
sebagai pembanding.

- Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan oftalmoskopi merupakan pemeriksaan bedside yang sangat bermanfaat
pada penderita TIA, terutama TIA sistem karotis. Pada kasus-kasus TIA akibat proses
tromboembolik pada sistem karotis seringkali terjadi gangguan visus homolateral yang
menyertai gejala neurologik fokal kontralateral. Gejala neurooftalmologik ini berupa
transient monocular blindness, dimness of vision, transient homonymus hemianopia, dan
altitudinal hemianopic scotoma.

Beberapa pemeriksaan oftalmoskop yang penting adalah:


- Teradapat emboli pada pembuluh darah retina ipsilateral
Adanya white plaque pada arteri retina sewaktu serangan TIA dengan stenosis karotis
yang jelas. Emboli ini terdiri atas materi fibrin trombosit. Jenis kedua, emboli regional
dengan adanya yellow plaques yang tidak mengganggu retinal flow secara berarti.
Penemuan adanya plaques ini membantu diagnosis TIA kearah ateroma pembuluh
karotis.10
- Retinopati hipertensif asimetrik.
Pada penderita hipertensi sering ditemukan berbagai perubahan yang khas berupa
arteriosklerosis retina.
- Terdapat atrofi atopik primer yang tidak jelas sebabnya pada satu sisi.
Keadaan ini dapat disebabkan karena flow yang sangat berkurang pada sisi karotis
yang tersumbat karena ateroma sehingga terjadi iskemia retina sesisi dan berakibat
atrofi optik primer. Oklusi arteria karotis retina sesisi atau neuropati optic iskemik
(ischemic optic neuropathy) yang akut.
Pada keadaan ini perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya emboli pada sistem
karotis.9

- Pemeriksaan Termografi Fasial


Prinsip pemeriksaan ini adalah sebagai berikut: penderita dengan oklusi karotis atau
insufisiensi karotis, maka peredaran darah yang ke wajah ipsilateral juga akan berkurang
termasuk sirkulasi ke kulit, terutama daerah orbita. Keadaan ini mengakibatkan berkurangnya
derajat penguapan panas (heat emission), yang dengan cepat dapat dideteksi dengan infra red
thermogram.

- Pemeriksaan ultrasonografi karotis (ultrasonic imaging)-duplex songrafi


Dengan alat ini maka gambaran sistem karotis pada daerah leher atau bifuraksio dapat
diproyeksikan pada suatu layar. Demikian pula bila suatu stenosis atau oklusi dapat dideteksi
dengan alat ini.
Pemeriksaan ultrasonografi transkranial Doppler (TCD) dapat menilai blood flow
yang bersifat dinamis. Dengan pemeriksaan TCD ini dapat diketahui/diperkirakan kelainan
hemodinamik aliran darah otak berupa terdapatnya penyubatan, aneurisme, atau malformasi.
Pemeriksaan computed axial tomography scanning (CAT-scan) dapat juga membantu melihat
kemungkinan adanya infark pada penderita TIA terutama silent infarct; jika positif, maka
kemungkinan tromboemboli serebral diperkuat.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah pemeriksaan SPEC (Simple Photon
Emission Computed Tomography) dan PET (Positive Emission Tomography). Dua
pemeriksaan ini menggunakan radiostop dan dapat memperlihatkan secara dinamik
perubahan-perubahan aliran darah pada otak pada kegiatan mental ataupun fisik.
Pada pemeriksaan SPECT, aliran darah otak diproyeksikan secara global dan dapat pula
menilai perfusi radioisotop ke dalam darah di otak secara kualitatif. Sedangkan pada PET
dapat memperlihatkan adanya pengurangan aliran darah secara kuantitatif. Dengan PET juga
dapat dilihat aliran metabolisme oksigen glukosa dan lain-lain di daerah sehat maupun sakit.

- Pemeriksaan Invasif
Dari penderita TIA yang dianggap menderita gangguan hemodinamik, maka 87%
menunjukan adanya lesi vaskuler yang sesuai dengan gejala klinisnya. Terhadap penderita ini
telah dilakukan tindakan bedah pada pembuluh darah ekstrakranial serta anastomosis arteri
serebri media temporalis. Pemeriksaan angiografi ini tidak dapat diganti dengan pemeriksaan

apapun8.

Pada setiap penderita TIA dimana penyebabnya adalah gangguan hemodinamik, maka
setidaknya 4 versi angiogram harus dikerjakan. Hal ini perlu untuk melihat patensi pembuluh
darah ekstrakranial dengan tidak memandang apakah TIA karotis atau TIA vertebrobasiler.
Sering ditemukan, bahwa pada TIA vertebrabasiler pembuluh-pembuluh karotis telah
mengalami stenosis, atau oklusi, atau sebaliknya. Selain melihat derajat stenosis, jenis
sumbatan dapat pula divisualisasi, misalnya bagaimana permukaan suatu plak, apakah

terdapat ireguleritas atau stenosis itu bersifat smooth dan multiple (plak labil atau stabil)8.

Meskipun arteriografi merupakan pemeriksaan penunjang yang terpenting dan


memiliki banyak keunggulan, namun kelemahannya adalah bahwa sangat sedikit informasi
yang dapat diperoleh mengenai proses hemodinamiknya sendiri. Sebagai contoh, tidak jarang

ditemukan penderita dengan oklusi karotis bilateral yang hampir total tetapi asimtomatik 8.

Belakangan ini telah ada pemeriksaan transkranial Doppler (TCD) yang menilai
secara tidak langsung keadaan hemodinamik pembuluh darah otak utama. Dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui besarnya aliran darah (flow) masing-masing pembuluh darah
otak. Perubahan aliran darah otak pada aneurisma ini dapat juga diperkirakan dengan
pemeriksaan TCD ini. Pemeriksaan yang non invasif ini selain dapat dipakai sebagai
penilaian hemodinamik pada strok juga dapat digunakan untuk menilai kelainan struktural

pembuluh darah otak pada pre dan post tindakan ballooning/stenting 8.


IX. DIAGNOSIS BANDING
.

Temuan Klinis
DIAGNOSIS

Sakit kepala berat pada unilateral


Tumor SSP
dengan mual dan muntah

Demam, sakit kepala, pusing, kaku


leher, mual, muntah, fotofobia,
Infeksi SSP
perubahan status mental

Sakit Kepala, pusing, kontusio


Trauma

Pusing, lemas, diaforesis


Hipoglikemia

Sakit kepala berat dengan atau tanpa


Migren
fotofobia, usia muda

Diplopia, kelemahan tungkai,


Multiple Sklerosis
parestesia, retensi urin, neuritis optikus

Pusing dengan atau tanpa kehilangan


kesadaran, inkontinensia urin, lidah
Kejang
tergigit, gerakan tonik klonik

Sakit kepala berat dengan onset cepat


Perdarahan Subaraknoid
dan fotofobia

Pusing berputar, diaphoresis, dengan


Vertigo (sentral atau perifer)
atau tanpa kehilangan daya dengar
X. PENATALAKSANAAN

Manajemen medis bertujuan untuk mengurangi risiko baik jangka pendek dan jangka
panjang dari stroke. Terapi antitrombotik harus dimulai sesegera mungkin setelah perdarahan
intrakranial dapat disingkirkan, mengingat risiko tinggi jangka pendek TIA adalah stroke.
Berdasarkan pedoman AHA/ASA stroke pada pasien dengan stroke atau transient ischemic
attack, adalah sebagai berikut :

1. Transient Ischemic Attack Non-cardioemboli


Agen antiplatelet dianjurkan daripada antikoagulan oral sebagai terapi awal.
Pemberian Aspirin (50-325 mg /day), kombinasi aspirin/extended-release dipyridamole, dan
clopidogrel semua masuk akal pilihan lini pertama (rekomendasi kelas I). Kombinasi aspirin /
extended-release dipyridamole (Aggrenox) bisa lebih baik dibanding aspirin saja
(rekomendasi kelas IIa) dan dapat dimulai dalam waktu 7 hari setelah kejadian.
Clopidogrel dapat diberikan selain aspirin (rekomendasi kelas IIb). Aspirin bila
kombinasi dengan clopidogrel meningkatkan risiko perdarahan dan tidak rutin dianjurkan

untuk pasien dengan TIA (rekomendasi kelas III).11

2. Transient Ischemic Attack Cardioemboli

Pada pasien dengan atrial fibrilasi setelah TIA, antikoagulasi jangka panjang dengan
warfarin (INR gol, 2-3) biasanya dianjurkan. Aspirin, 325 mg/day, dianjurkan bagi mereka
yang tidak mampu untuk membeli antikoagulan oral. Pedoman AHA / ASA 2010 pencegahan
stroke setelah TIA atau stroke, clopidogrel tidak boleh dikombinasi dengan aspirin, karena
risiko pendarahan clopidogrel+aspirin sama dengan warfarin.
Pada penyakit katup aorta, terapi antiplatelet dapat dipertimbangkan. . Untuk katup
prostetik, antikoagulan oral dengan warfarin (INR tujuan 2,5-3,5) dianjurkan. Bagi mereka
dengan TIA meskipun terapi INR telah diberikan, aspirin, 75-100 mg/day, dapat ditambahkan
ke rejimen. Untuk katup bioprosthetic, pasien dengan TIA dan tidak ada sumber lain
tromboemboli dapat dipertimbangkan untuk antikoagulasi oral dengan warfarin (INR gol 2-

3). 11
- Terapi Pembedahan: Endarterektomi Carotis
Aterosklerosis pada arteri karotis interna pada bifuraksio karotis adalah penyebab
yang umum pada TIA dan stroke. Penelitian telah membuktikan, endarterektomi carotis
menunjukan manfaat pada pasien TIA dengan stenosis carotis derajat berat. Endarterektomi
tidak memiliki manfaat pada pasien dengan stenosis derajat sedang. Manfaat pembedahan
didapatkan terutama pada pasien dengan stroke dibandingkan dengan TIA, dan pada pasien

dengan hemiparese secara klinis.10

- Modifikasi Faktor Resiko

Modifikasi faktor resiko merupakan salah satu terapi bagi TIA. Namun pelaksanaannya
masih belum diuji menggunakan uji klinis randomisasi.

1. Setelah mendapatkan penyebab TIA, hipertensi sebaiknya diobati, dan pertahankan


tekanan darah < 140/90 mmHg. Pada pasien dengan diabetes, tekanan darah yang
dianjurkan adalah < 130/85 mmHg.
2. Berhenti merokok. Konseling, terapi pengganti nikotin, bupropion, dan program
penghentian merokok dapat dipertimbangkan.
3. Penyakit jantung koroner, aritmia jantung, gagal jantung, dan penyakit katup jantung
harus diobati.
4. Konsumsi alkohol berlebih harus dihentikan.
5. Pengobatan terhadap hiperlipidemia sangat disarankan. Diet yang disarankan adalah
diet AHA dengan 30% kalori diperoleh dari lemak, < 7% dari lemak jenuh, dan
konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
6. Kadar gula darah puasa yang disarankan adalah <126 mg/dl. Jika memiliki diabetes,
diet dan obat oral serta insulin sangat diperlukan.
7. Aktivitas fisik (30-60 menit dalam > 3 atau 4 kali seminggu)
8. Penghentian obat pengganti estrogen pascamenopause tidak disarankan.
XI. PROGNOSIS
Secara pasif dilaporkan, pasien dengan TIA menunjukkan bahwa dalam jangka pendek
berkembang menjadi stroke dengan perkiraan 3% dalam 2 hari, 5% dalam 7 hari, 8% dalam

30 hari, dan 9% dalam 90 hari.[1] Sejumlah skor stratifikasi risiko yang tersedia untuk

membantu dalam menentukan prognosis, namun yang paling banyak divalidasi adalah skor

ABCD2.10

Tabel 01: Skor ABCD2

Aspek Penilaian Point


A: (Age) Usia 60 tahun 1
B: (Blood Pressure) Tekanan darah 140/90 mmHg 1
C: (Clinical Features) Gambaran klinik
- Kelemahan Unilateral 2
- Gangguan Bicara 1
D: (Duration) Lama waktu keluhan
- 60 menit 2
- 10 59 menit 1
D: (Diabetes Melitus) 1
Total 0-7 point

Individu dengan skor ABCD2 lebih dari 6 mempunyai resiko untuk menjadi
stroke sekitar 8% dalam waktu 2 hari, sementara mereka yang memiliki skor ABCD2 kurang
dari 4 mempunyai resiko untuk menjadi stroke sekitar 1% dalam waktu 2 hari.
BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN

Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan suatu defisit neurologis secara tiba-tiba
dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari 24 jam). Resiko TIA
meningkat pada: Hipertensi, hiperkolesterol, aterosklerosis, penyakit jantung (kelainan katup
atau irama jantung), diabetes, merokok, riwayat stroke dan usia (pria >45 tahun dan
perempuan >55 tahun). Gejala pada TIA yaitu hemihipestesia, hemiparese, hilangnya
sebagian penglihatan atau pendengaran, diplopia dan sakit kepala. Diagnosis ditegakkan
melalui anamnesis yang lengkap, skening ultrasonik dan teknik Doppler, angiografi serebral
dan pemeriksaan darah lengkap. Penatalaksanaan TIA obat-obatan seperti aspirin, bisulfate
clopidogrel atau aspirin dipyridamole ER untuk mengurangi kecenderungan pembentukan
bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke dan pembedahan endarterektomi
jika tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Adapun pencegahan untuk TIA dengan
mengurangi faktor resiko, modifikasi gaya hidup sehat dan mengikuti serta berperan aktif
dalam sosialisasi TIA. TIA dapat menyebabkan stroke jika pengobatan dan pencegahan tidak
adekuat.

Diharapkan di kemudian hari akan lebih banyak penelitian-penelitian tentang TIA


agar penanggulangan TIA dapat dilakukan sedini mungkin dan tidak berkembang menjadi
stroke. Oleh sebab itu perbaikan dan pembuatan referat ini perlu dilakukan di kemudian hari
untuk meningkatkan wawasan para calon-calon dokter mengenai TIA. Penulis mohon maaf
apabila terdapat kekurangan dalam referat ini dan semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashish Nanda, MD; Chief Editor : Robert E OConner, MD, MPH, Transient
Ischemic Attack, Dec 5 2014; accessed Oct 14 2017. Cited by Medscape Reference
2011 WebMD, LLC. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1910519-
overview

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional: Ringkasan


Dasar (RISKESDAS) 2007.

3. Matthew SS, Transient Ischemic Attack: An Evidence-Baced Update. Emergency


Medicine Practice. 2013;15.1

4. Sidharta P, Mardjono M. 2012. Stroke. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum.


Surabaya: Dian Rakyat.

5. Johnston SC. Transient Ischemic Attack: An Update. Stroke Clinical Updates. 2007.

6. Nanda, A, Niranjan NS, Transient Ischemic Attack. Medscape. 2013

7. Misbach J. 1999. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, dan Manajemen.


Jakarta: Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Indonesia.

8. McPhee, J. S.dan Papadakis A. M. 2011. Current Medical Diagnosis and Treatment.


50th Anniversary Edition. New York: Mc Graw-Hill.

9. Simons BB, Cirignano B, Gadegbeku AB. Transient Ischemic Attack: Part I.


Diagnosis and Evaluation. Am Fam Physician. 2012;15;86(6):521-536.

10. National Stroke Association. Transient Ischemic Attack. 2011.

11. Pedoman Pengendalian Stroke. Kemenkes RI 2013.

Anda mungkin juga menyukai