Anda di halaman 1dari 15

REFARAT

“AKNE VULGARIS”

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Mengikuti Kepaniteranaan Klinik Senior


di
RSUD DELI SERDANG

Oleh :
RIZKI SUHADAYANTI 1608320096
LIA MUTIA ANNISA 1608320098
HAMIDAH SYUKRIAH LBS 1608320099
SITI RAMADHANI 1608320108
FARHAN HUKAMA 1608320133

Pembimbing
dr. Sri Naita Purba, Sp.KK

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD DELI SERDANG
LUBUK PAKAM
2018

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 1


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan refarat ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

di bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Deli Serdang Lubuk

Pakam dengan judul “Akne Vulgaris”

Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori

yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dan mengaplikasikannya untuk

kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.

Sri Naita Purba, Sp. KK yang telah membimbing penulis dalam laporan kasus

ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih memiliki

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari

semua pihak yang membaca laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan

kasus ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk pakam, 09 Februari 2018

Penulis

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2
2.1 Definisi ........................................................................................ 2
2.2 Etiologi dan patogenesis ............................................................. 2
2.3 Epidemiologi ...............................................................................
2.4 Gambaran Klinis ......................................................................... 3
2.5 Diagnosa ..................................................................................... 5
2.6 Diagnosa Banding ....................................................................... 6
2.7 Pengobatan .................................................................................. 6
2.8 Pencegahan .................................................................................
2.9 Prognosis ....................................................................................
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 13

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 3


BAB I
PENDAHULUAN

Akne vulgaris atau jerawat, selanjutnya disebut akne, adalah penyakit kulit

obstruktif dan inflamatif kronik pada unit pilosebasea yang sering terjadi pada masa

remaja.1 Akne sering menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun

sebelum menarche atau haid pertama.2 Onset akne pada perempuan lebih awal

daripada laki-laki karena masa pubertas perempuan umumnya lebih dulu daripada

laki-laki. Prevalensi akne pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-

90% selama masa remaja.3 Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki

prevalensi akne tinggi, yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%,

Kaukasia 24%, dan India 23%. Pada ras Asia, lesi inflamasi lebih sering

dibandingkan lesi komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal.

Tetapi pada ras Kaukasia, acne komedonal lebih sering dibandingkan acne

inflamasi, yaitu 14% acne komedonal, 10% akne inflamasi.4

Akne memiliki gambaran klinis beragam, mulai dari komedo, papul, pustul,

hingga nodus dan jaringan parut, sehingga disebut dermatosis polimorfik dan

memiliki peranan poligenetik.4 Pola penurunannya tidak mengikuti hukum Mendel,

tetapi bila kedua orangtua pernah menderita akne berat pada masa remajanya, anak-

anak akan memiliki kecenderungan serupa pada masa pubertas. Meskipun tidak

mengancam jiwa, akne memengaruhi kualitas hidup dan memberi dampak

sosioekonomi pada penderitanya.5

Penelitian yang dilakukan oleh Widjajanto menunjukkan bahwa pada tahun

2005 tercatat jumlah kunjungan pasien di Divisi Kosmetik Medik URJ RSUD Dr.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 4


Soetomo Surabaya adalah 3789 pasien, 1821 (48,06%) merupakan pasien AV.

Jumlah pasien AV pada tahun 2006 sebesar 40,54% dan pada tahun 2007 sebesar

44,90% dari jumlah kunjungan di Divisi Kosmetik Medik URJ RSUD Dr. Soetomo

Surabaya. Data diatas menunjukkan bahwa jumlah pasien AV mendominasi hampir

50% kunjungan total di Divisi Kosmetik Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya,

dengan kecenderungan terjadi peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun.

Gejala klinis AV berupa lesi polimorf antara lain komedo, papul, pustul,

nodulokistik, yang dapat disertai rasa gatal atau rasa nyeri, dan adanya keluhan

kosmetik. Klasifikasi AV yang banyak digunakan adalah menurut Plewig dan

Kligman, yang membagi akne menjadi tiga tipe berdasarkan bentuk dan berat

ringannya lesi.6

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 5


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering

dijumpai, dikarateristikkan dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo)

dan adanya papul `inflamasi, pustul, nodul dan kista pada bentuk yang berat. Akne

vulgaris mengenai daerah kulit dengan populasi kelenjar sebasea yang paling padat;

antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. Akne vulgaris yang

berat dapat memberikan dampak psikologis dan fisik berupa stres emosional,

depresi dan skar yang permanen.7

2.2. Etiologi dan Patogenesis 7

Patogenesis akne vulgaris bersifat multifaktorial. Ada 4 faktor penting yang

dianggap berperan dalam perkembangan suatu lesi akne vulgaris. Faktor-faktor

tersebut antara lain hiperproliferasi folikuler epidermal, peningkatan produksi

sebum, peningkatan aktivitas P. acnes, dan inflamasi.

Hiperproliferasi epidermal folikular adalah kejadian yang pertama sekali

dikenal dalam perkembangan akne vulgaris. Penyebab pasti yang mendasari

hiperproliferasi ini tidak diketahui. Saat ini, ada 3 buah hipotesis yang telah

diajukan untuk menjelaskan mengapa epitelium folikular bersifat hiperproliferatif

pada individu dengan akne vulgaris.

Pertama, hormon androgen, yang telah dikenal sebagai pencetus awal.

Komedo, lesi klinis yang menyebabkan pembentukan sumbatan pada muara

folikular, mulai timbul disekitar usia pubertas pada orang- orang dengan akne

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 6


vulgaris. Derajat akne vulgaris komedonal pada usia prapubertas berhubungan

dengan kadar hormon androgen adrenal yaitu dehydroepiandrosterone sulphate

(DHEA-S). Apalagi, reseptor hormon androgen ditemukan pada folikel-folikel

dimana komedo berasal. Selain itu individu dengan malfungsi reseptor androgen

ternyata tidak akan mengalami akne vulgaris. Kedua, perubahan komposisi lipid,

yang telah diketahui berperan dalam perkembangan akne. Pada pasien akne

biasanya mempunyai produksi sebum yang berlebihan dan kulit yang berminyak.

Produksi sebum yang berlebihan ini dapat melarutkan lipid epidermal

normal dan menyebabkan suatu perubahan dalam konsentrasi relatif dari berbagai

lipid. Berkurangnya konsentrasi asam linoleat ditemukan pada individu dengan lesi

akne vulgaris, dan menariknya, keadaan ini akan normal kembali setelah

pengobatan yang berhasil dengan menggunakan isotretinoin. Penurunan relatif

asam linoleat dapat mengaktifkan pembentukan komedo. Inflamasi adalah faktor

hipotesis ketiga yang terlibat dalam pembentukan komedo. Interleukin-1α adalah

suatu sitokin proinflamasi yang telah digunakan pada suatu model jaringan untuk

menginduksi hiperproliferasi epidermal folikular dan pembentukan akne vulgaris.

Walaupun inflamasi tidak terlihat baik secara klinis maupun mikroskopis pada lesi

awal akne vulgaris, ia tetap memainkan peran yang sangat penting dalam

perkembangan akne vulgaris dan komedo.

Peningkatan produksi sebum adalah faktor kunci yang berperan dalam

pembentukan akne vulgaris. Produksi dan ekskresi sebum diatur oleh sejumlah

hormon dan mediator yang berbeda. Hormon androgen khususnya, meningkatkan

pembentukan dan pelepasan sebum. Kebanyakan pria dan wanita dengan akne

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 7


vulgaris memiliki kadar hormon androgen yang bersirkulasi dalam jumlah yang

normal.

P. acnes merupakan suatu organisme mikroaerofilik yang ditemukan pada

banyak lesi akne vulgaris. Walaupun tidak ditemukan pada lesi yang paling awal

dari akne vulgaris, P. acnes ini hampir pasti dapat ditemukan pada lesi-lesi yang

lanjut. Adanya P. acnes akan meningkatan proses inflamasi melalui sejumlah

mekanisme. P. acnes menstimulasi inflamasi melalui produksi mediator-mediator

proinflamasi yang berdifusi melalui dinding folikel. Penelitian terkini menunjukkan

bahwa P. acnes mengaktifkan toll-like receptor-2 pada monosit dan neutrofil.

Aktivasi toll-like receptor-2 ini kemudian akan memicu produksi sitokin

proinflamasi yang multipel, seperti IL-12, IL-8, dan TNF. Hipersensitivitas

terhadap P. acnes dapat juga menjelaskan mengapa beberapa individu mengalami

akne vulgaris inflamasi sedangkan yang lain tidak.

Inflamasi mungkin merupakan suatu fenomena primer atau sekunder.

Kebanyakan bukti sampai saat ini menyatakan bahwa akne vulgaris merupakan

suatu respons inflamasi sekunder terhadap P. acnes. Meskipun demikian, ekspresi

IL-1α telah diidentifikasi dalam mikrokomedo dan dapat berperan dalam

pembentukan akne vulgaris.

Faktor-faktor lain yang berperan pada patogenesis akne adalah usia, ras,

familial, makanan, cuaca / musim, stres psikologis yang dapat secara tidak langsung

memicu peningkatan proses patogenesis tersebut.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 8


2.3 Epidemiologi 9

Akne vulgaris diperkirakan mengenai 79-95% pada usia remaja. Pada pria

dan wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, 40-45% diantaranya memiliki akne

vulgaris pada wajah, dimana pada 12% wanita dan 3% pria menetap hingga usia

pertengahan. Meskipun demikian, hanya ada beberapa penelitian mengenai

prevalensi akne vulgaris pada remaja di Asia. Dalam suatu penelitian yang

dilakukan terhadap 1.045 remaja usia 13-19 tahun di Singapura, hasilnya

memperlihatkan bahwa 88% diantaranya ternyata memiliki akne vulgaris. Dari

jumlah tersebut, 51,4 % diklasifikasikan sebagai akne vulgaris ringan, 40 % akne

vulgaris sedang dan 8,6 % akne vulgaris berat.

Saat memasuki usia dewasa, prevalensi akne vulgaris akan menurun.

Namun demikian pada wanita kejadian akne vulgaris dapat terus berlanjut hingga

usia dekade ketiga atau lebih lama lagi. Pada pria umumnya akne vulgaris lebih

cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris

berat terjadi pada pria. Akne vulgaris nodulokistik dilaporkan lebih sering terjadi

pada pria kulit putih dibandingkan kulit hitam, dan satu penelitian menemukan

bahwa akne vulgaris lebih berat pada pasien-pasien dengan genotip XYY.

2.4 Gambaran Klinis7

Akne vulgaris mempunyai tempat predileksi di wajah dan leher (99%),

punggung (60%), dada (15%), serta bahu dan lengan atas. Kadang-kadang pasien

mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien merasa terganggu secara estetis. Kulit

AV cenderung lebih berminyak atau sebore, tetapi tidak semua orang dengan sebore

disertai AV.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 9


Efloresensi akne berupa: komedo hitam (terbuka) dan putih (tertutup),

papul, pustule, nodus, kista, jaringan parut, perubahan pigmentasi. Komedo terbuka

(black head) dan komedo tertutup (white head) merupakan lesi non-inflamasi,

papul, pustule, nodus, dan kista merupakan lesi inflamasi.

2.5 Diagnosa7

Diagnosis akne vulgaris merupakan suatu diagnosis klinis yang ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kasus-kasus tertentu,

dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan

biopsi histopatologi.

Pemeriksaan laboratorium tidak diindikasikan pada pasien pasien dengan

akne vulgaris kecuali pada kasus – kasus hiperandrogenisme, dismenorrhea atau

hirsutisme. Parameter yang diperiksa antara lain hormon DHEA-S untuk

menentukan fungsi adrenal, testosteron dan free testosteron untuk aktivitas

ovarium, luteinizing hormone / follicle stimulating hormone (LH/FSH) untuk

aktivitas polycistic ovarian syndrome (PCOS) dan prolaktin untuk mengidentifikasi

suatu gangguan hipofisis yang mungkin terjadi. Kultur lesi kulit dilakukan untuk

mengeksklusikan kemungkinan folikulitis gram negatif.

Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik

berupa serbukan sel radang kronis disekitar folikel pilosebasea dengan masa sebum

didalam folikel. Pada kista radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat

pembatas, masa cairan sebum yang bercampur darah, jaringan mati dan keratin.

Selanjutnya dapat terjadi fibrosis dan skar.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 10


2.6 Diagnosa Banding7

Ada beberapa diagnosis banding Acne Vulgaris antara lain yaitu:

a. Erupsi akneiformis

Disebabkan oleh obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida, bromida,

difenil hidantoin). Berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo

dihampir seluruh tubuh, dapat disertai demam.

b. Acne rosasea

adalah peradangan kronis kulit, terutama wajah dengan predileksi di

hidung dan pipi. Gambaran klinis acne rosasea berupa eritema, papul, pustul,

nodul, kista, talengiektasi dan tanpa komedo.

c. Dermatitis perioral

adalah dermatitis yang terjadi pada daerah sekitar mulut sekitar mulut

dengan gambaran klinis yang lebih monomorf .

d. Moluskulum kontagiosum

merupakan penyakit virus, bila lesinya di daerah seborea menyerupai

komedo tertutup.

e. Folikulitis

Adalah peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh Staphylococcus

sp. Gejala klinisnya rasa gatal dan rasa gatal di daerah rambut berupa makula

eritem disertai papul atau pustul yang ditembus oleh rambut

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 11


2.7 Pengobatan7&10

Pengobatan acne dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:.

a) Pengobatan topikal

Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan

peradangan dan mempercepat penyembuhan

lesi. Obat topikal terdiri atas: bahan iritan yang dapat mengelupas kulit,

antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel Acne

Vulgaris, anti peradangan topikal dan lainnya seperti atil laktat 10% yang untuk

menghambat pertumbuhan jasad renik.

b) Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik dilakukan terutama untuk menekan pertumbuhan jasad

renik di samping itu juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum

dan mempengaruhi perkembangan hormonal. Golongan obat sistemik terdiri

atas: anti bakteri sistemik, obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan

secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea, vitamin

A dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi dan obat lainnya seperti anti

inflamasi non steroid.

2.8 Pencegahan10

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari jerawat adalah sebagai

berikut:

a) Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipis sebum dengan cara diet

rendah lemak dan karbohidrat serta melakukan perawatan kulit untuk

membersihkan permukaan kulit dari kotoran.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 12


b) Menghindari terjadinya faktor pemicu, misalnya pola hidup sehat, olahraga

teratur, hindari stres, penggunaan kosmetika

secukupnya, menghindari memicu terjadinya kelenjar minyak berlebih misalnya

minuman keras, pedas, dan rokok.

c) Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab

penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya serta

prognosisnya.

2. 9 Prognosis7

Umumnya prognosis acne baik dan umumnya sembuh sebelum mencapai usia

30-40an. Acne Vulgaris jarang terjadi sampai gradasi yang sangat berat sehingga

memerlukan rawat inap di Rumah Sakit.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 13


BAB 3
Kesimpulan

Acne vulgaris adalah penyakit radang menahun folikel polisebasea dengan

gejala klinik : komedo, papul, pustul, kista dan nodus. Dengan tempat predliksi di

muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan atas. Acne biasanya

terdapat pada masa remaja dan hampir 100% orang pernah mengalami penyakit ini.

Ada 4 penyebab terjadinya acne yaitu : produksi sebum yang meningkat,

hiperkeratinisasi, peningkatan flora folikel dan peradangan.

Tempat predileksi acne vulgaris adalah dimuka, bahu, dada bagian atas, dan

punggung bagian atas, dapat berupa: erupsi kulit polimorfi, komedo, papul dan

pustul, nodus dan kista yang beradang juga dapat disertai rasa gatal. Diagnosa acne

dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan

histopatologi dan pemeriksaan lain. Pengobatan acne memerlukan waktu yang

cukup lama serta keteraturan dan kepatuhan berobat. Pengobatan setiap individu

berbeda – beda tergantung pada tipe kulit, jenis acne, serta kebiasaan dan

kepeduliaan pasien dalam merawat kebersihan wajah. Acne vulgaris umumnya

dapat sembuh sendiri dan tidak perlu sampai dirawat inap dirumah sakit.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 14


DAFTAR PUSTAKA

1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne vulgaris and
acneiform eruption. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM,
Austen K, eds. Dermatology in generalmedicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill,:690-703.
2. Kurokawa I, Danby FW, Ju Q, Wang X, Xiang LF, Xia L, Chen WC, Nagy
I, et al. New developments in our understanding of acne pathogenesis and
treatment. Experimental Dermatology.; 18: 821-32.
3. Cunliff e WJ, Gollnick HPM. Clinical features of acne. In: Cunliff e WJ,
Gollnick HPM, eds. Acne diagnosis and management. London: Martin
Dunitz Ltd, :49-68.
4. Perkins AC, Cheng CE, Hillebrand GG, Miyamoto k, Kimball AB.
Comparison of the epidemiology of acne vulgaris among Caucasian, Asian,
Continental Indian and African American women. J Eur Acad Dermatol
Venerol. 2011;25(9):1054-60.
5. Zouboulis CC, Eady A, Philpott M, Goldsmith LA, Orfanos C, Cunliff e
WC, Rosenfi eld R. What is the pathogenesis of acne. Experimental
Dermatology.; 14: 143-52.
6. Sukanto H, Marodiharjo S, Zulkarnain I. Akne Vulgaris. Buku Pedoman
Diagnosis dan Terapi. Edisi ketiga. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSU Dr. Soetomo. Surabaya. 2005. h.115-8.
7. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI;
2013.
8. Sylvia A. Price, dkk. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses Penyakit.
Ed. 6. Vol 2. Jakarta : EGC
9. Davey, P. Medicine At Glance. Alih Bahasa: Rahmalia, A,dkk. Jakarta:
Erlangga.
10. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di

Fasilitas Layanan Primer. 2014. Jakarta : Permenkes.

Universitas muhammadiyah sumatera utara Page 15

Anda mungkin juga menyukai