Anda di halaman 1dari 16

Referat

Rencana Baca
Hari / Tanggal :
Pukul :

DERMATITIS SEBOROIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan


Klinik Senior pada Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara

Oleh :

Marina Rizki, S.Ked


140611014

Preseptor :

dr. M. Mimbar Topik, M.Ked (DV), Sp.DV

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Dermatitis
Seboroik”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat penilaian
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
sejak masa perkuliahan klinik di bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
sampai pada penyusunan referat ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan
referat ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. M. Mimbar
Topik, M.Ked (DV), Sp.DV selaku pembimbing dan preseptor selama mengikuti
KKS di bagian/KSM Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Cut
Meutia Aceh Utara yang telah membimbing penulis dengan tulus dan ikhlas dengan
segenap keilmuannya.
Penulis menyadari penyusunan referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir
kata, semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Semoga referat ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Aceh Utara, Lhokseumawe 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Definisi ............................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi.................................................................................... 2
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko ............................................................. 2
2.4 Patogenesis....................................................................................... 4
2.5 Gejala Klinis .................................................................................... 5
2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 6
2.7 Diagnosis ......................................................................................... 6
2.8 Diagnosis Banding .......................................................................... 6
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................. 7
2.10 Prognosis........................................................................................ 9
2.11 Komplikasi .................................................................................... 9

BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................... 10


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Banyak individu yang tidak perhatian terhadap kesehatan tubuhnya sendiri,

salah satunya adalah bagian kulit. Penggunaan sampo atau produk kecantikan yang

lain dianggap cukup untuk merawat kesehatan kulit, namun faktanya angka insidensi

penyakit kulit di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak setelah infeksi saluran

napas bagian atas akut dan hipertensi esensial.1

Asal kata ‘dermatitis’ berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan

bentuk khusus dari dermatitis. Penggunaan kata ekzema pada beberapa ahli untuk

menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua

bentuk ekzema yaitu 4,66%, yang diantaranya termasuk dermatitis atopik 0,69%,

eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga

5% dari penduduk.2

Seborrhea atau biasa disebut dengan Dermatitis Seboroik atau Seborrheic

Eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi

superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan

berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka,

dan telinga. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah

dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan

ketombe.2,3

Dermatitis Seboroik sendiri merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik

yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat
2

menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa.

Penyakit ini dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan

folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Beberapa literatur

menyebutkan Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab.

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan

mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Akan

tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset

dan derajat penyakit ini.1,2


3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dermatitis seboroik merupakan peradangan kulit pada daerah yang

mengandung kelenjar sebasea atau yang sering terdapat pada daerah tubuh

berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial.4

2.2 Epidemiologi

Dermatitis Seboroik lebih sering mengenai jenis kelamin laki-laki daripada

perempuan. Hal ini mungkin didukung dari adanya produksi hormon androgen yang

merangsang atau mengontrol perkembangan dan pemeliharaan karakteristik laki-

laki.5

Dermatitis seboroik dibagi menjadi dua kelompok usia tersering yaitu

neonatus dan dewasa. Pada neonatus, penyakit ini memuncak pada 3 bulan pertama,

sedangkan pada dewasa pada usia 30 hingga 60 tahun. Penyakit ini juga dapat

ditemukan pada pasien dengan kondisi imunosupresi misalnya pasien dengan

HIV/AIDS, dan penyakit tertentu seperti Parkinson, serta gangguan nutrisi dan

kelainan genetik. 6

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi dari penyakit ini tidak diketahui dengan pasti, ada tiga faktor utama

yang tampaknya berperan pertama sekresi kelenjar sebasea, kedua perubahan

kolonisasi dan metabolisme mikroflora kulit (Malassezia spp), dan ketiga kerentanan

individu dan host response.7


4

2.4 Patogenesis

Permukaan kulit pada pasien dengan dermatitis seboroik kaya akan lipid

trigliserida dan kolesterol, namun rendah asam lemak dan skualen. Flora normal kulit,

yaitu Malassezia sp dan Propionibacterium acnes, memiliki enzim lipase yang aktif

yang dapat mentransformasi trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak

bebas bersama dengan reactive oxygen species (ROS) bersifat antibakteri yang akan

mengubah flora normal pada kulit. Perubahan flora normal, aktivasi lipase dan ROS

ini akan menyebabkan dermatitis seboroik.7

Berikut ini adalah alur yang menunjukkan peran Malassezia sp pada

dermatitis seboroik.7

Gambar 1. Peran jamur Malassezia sp pada dermatitis seboroik di kulit kepala7


5

2.5 Gejala Klinis

Gambaran dari dermatitis seboroik berbagai variasi klinis. Secara garis besar

gejala klinis dibagi menjadi dua yaitu pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi ada 3

bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan generalisata

(penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial.

Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya terjadi pada kulit

kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada

daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra

mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan

generalisata (eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan

simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema ringan

dan sedang, skuama berminyak dan kekuningann.2,8

Tipe lesi di kulit kepala dapat bermanifestasi menjadi dua :

• Pityriasis sicca :

Tipe yang kering, biasanya berawal dari bercak yang kecil yang kemudian meluas ke

seluruh kulit kepala berupa deskuamasi kering, dan dengan membentuk skuama halus

(ketombe).3,8

• Pytiriasis steatoides :

Tipe yang basah, ditandai oleh skuama yang berminyak disertai eritema dan

akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat disertai dengan erupsi

psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau yang busuk. Rambut pada tempat

tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan frontal.


6

Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.3,8

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah

pemeriksaan histopatologi namun hasilnya tidak spesifik berupa hiperkeratosis,

akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Gambaran ini juga kadang juga

ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis.2,3

Pemeriksaan penunjang lainnya bisa kultur jamur dan kerokan kulit

bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis maupun infeksi yang disebabkan

kuman lainnya. Kemudian pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis

atopic.2,3

2.7 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,

riwayat penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang.

Karakteristik skuamanya khas pada daerah yang banyak mengandung kelenjar

sebasea. Kulit kepala di daerah frontal dan parietal akan ditutupi dengan krusta yang

berminyak, tebal dan sering dengan fissura ( crusta lactea / milk crust, cradle cap ).

Kemudian rambut biasanya tidak rontok dan jarang terjadi peradangan.9

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan

dan umur dari pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik,

tinea kapitis dan psoriasis. Pertama, dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan

kulit kronis dan residif, disertai gatal. Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak.
7

Skuama kering dan difus, berbeda dengan dermatitis yang skuamanya berminyak dan

kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik dapat terjadi likenfikasi.5

Kedua, Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang

disebabkan oleh spesies dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak. Kelainan

pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan

kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak

seboroik pada kulit kepala yang berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya

lesi dermatitis seboroik pada kulit kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang

simetris distribusinya. Pada tinea kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di

pinggir dan pinggirannya lebih aktif dibandingkan di tengahnya.5

Ketiga, psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip

dengan dermatitis seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-

lapis, disertai tanda tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga

berbeda, psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut,

kuku dan daerah lumbosakral. Jika psoriasis mengenai scalp, maka sukar dibedakan

dengan dermatitis seboroik. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih,

seperti mika.5

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan dermatitis seboroik untuk menghilangkan sisik

dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan

anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal

dengan steroid topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung
8

kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional,

makanan berlemak, dan sebagainya. Perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan

dengan sampo.2

Penatalaksanaan pada bayi bertujuan menghilangkan skuama menggunakan

sisir yang lembut khusus untuk bayi, pembersihan krusta menggunakan larutan asam

salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ataupun pelarut air, pengkompresan kulit kepala

dengan minyak zaitun hangat (untuk skuama yang tebal), pengolesan kortikosteroid

berpotensi rendah (hidrokortison 1%) dalam bentuk krim atau lotion dalam beberapa

hari, penggunaan sampo ringan khusus untuk bayi, dan perawatan kulit kepala bayi

lainnya yang cocok menggunakan emolien, krim ataupun pasta lembut.2,5

Pengobatan khusus berupa antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.

Kemudian antibiotik seperti penisilin, eritromisin jika terdapat infeksi sekunder.

Selain itu preparat azol akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap P. Ovale, juga

dapat memengaruhi berat ringannya dermatitis seboroik yaitu Ketokonazol 200 mg

per hari. Ada juga isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya

mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. 10,11

Untuk pengobatan topikal yang dapat mengontrol dermatitis seboroik dan

dandruff kronik pada stadium awal, terapi yang dapat digunakan contohnya

fluocinolone, topikal steroid solution. Pada orang dewasa dengan dermatitis seboroik

dalam keadaan tertentu menggunakan steroid topikal satu atau dua kali seminggu, di

samping penggunaan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan selenium

sulfide 2%, 2 sampai 3 kali seminggu selama 5 sampai 10 menit. Atau dapat
9

diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1 hingga 2 %.

Topikal golongan azol dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (satu dosis

per hari selama dua minggu) untuk terapi pada wajah. 10,11

Adapun terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil

(Melaleuca oil) adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Dengan

penggunaan terapi ini dalam bentuk sampo 5 % akan efektif jika digunakan setiap

hari.10,11

2.10 Komplikasi

Komplikasi dermatitis seboroik bisa menyebabkkan otitis eksterna karena

meluasnya radang sampai menyerang saluran telinga luar. Jika tidak mendapatkan

pengobatan yang baik, maka dermatitis seboroik ini akan meluas hingga ke daerah

sternal, aerola mamae, umbilikus, lipat paha dan daerah anogenital. Selain itu, karena

kerontokan yang berlebih pun dapat menyebabkan kebotakan pada dermatitis

seboroik.7

2.11 Prognosis

Prognosis untuk dermatitis seboroik biasanya dapat sembuh sendiri dan dapat

merespon pengobatan topikal dengan baik. Walaupun biasanya pada sebagian kasus

yang mempunyai faktor tertentu, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan,

meskipun terkontrol dengan teratur.6


10

BAB 3
KESIMPULAN

Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulo skuamosa kronik dapat

menyerang anak-anak maupun dewasa. Dermatitis seboroik disebabkan

meningkatnya status seboroik yaitu aktivitas kelenjar sebasea yang hiperaktif

sehingga sekresi sebumnya meningkat.

Selain itu dermatitis seboroik juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi.

Beberapa faktor predisposisinya seperti hormon, jamur Pityrosporum ovale,

perbandingan komposisi lipid di kulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida, dan

factor lainnya.

Secara garis besar, gejala klinisnya bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa.

Pada bayi ada tiga bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk)

dan generalisata (penyakit Leiner). Sedangkan pada orang dewasa berdasarkan daerah

lesinya dermatitis seboroik terjadi pada kulit kepala, wajah, daerah fleksura, badan

dan generalisata.

Diagnosis sulit ditegakkan karena banyaknya penyakit lain yang gambaran

klinis dan histopatologisnya serupa. Secara umum terapi bertujuan untuk

menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur

dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder danmengurangi

eritema dan gatal dengan steroid topikal.


11

Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering

kambuh, harus dihindari faktor pencetus,seperti stress emosional, makanan berlemak,

dan beberapa faktor pencetus lainnya.


12

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia [Internet]. 2011 [Dikutip


4 November 2019]. Dari Profil Kesehatan Indonesia:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2011.pdf 


2. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H,


et al. 2007. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan
ketiga. Surabaya : Airlangga University Press : 112-116.
3. Juanda A, Hamzah M, Aisah S. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
keempat Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
200-202.
4. James Q. Del Rosso, Do. 2011. Adult Seborrheic Dermatitis, A Status Report
on Practical Topical Management [Dikutip 4 November 2019]. Dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3100109/pdf/jcad_4_5_32.pd
f
5. Schwartz, Robert A., M.D., Janusz, Christopher A., And Janniger, Camila K.
2006. Seborrheic Dermatitis : An Overview. Am Fam Physician, vol.74 : 125-
30.
6. Peyri J, Lleonart M. Clinical and therapeutic profi le and quality of life of
patients with seborrheic dermatitis. Actas Dermosifi liogr. 2007;98:476–82.
7. Picardo M, Cameli N. Seborrheic dermatitis. In: Williams H, Bigby M,
Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B, editors. Evidence-Based
Dermatology. Second Edition. Malden, Massachusetts: Blackwell Publishing;
2008. pp. 164–170.
8. Beyer, M., Sterry, W. 2012. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Goldsmith, L.A.,
Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., Wolff, K. Fitzpatrick’s
13

th
Dermatology in General Medicine. 8 ed. New York: Mc Graw Hill co., pp.
1745-66.
9. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit ed.2. Jakarta:
EGC.
10. Pierard, Gerald E. et all. 2007. A Pilot Study on Seborrheic Dermatitis Using
Pramiconazole as a Potent Oral Anti-Malassezia Agent. Karger, vol. 214 :
162-169.
11. Tajima, Mami., Sugita, Takashi., Nishikawa, Akemi, and Tsuboi, Ryoji. 2008.
Molecular Analysis of Malassezia Microflora in Seborrheic Dermatitis
Patients : Comparison withOther Diseases and Healthy Subjects. Journal of
Investigative Dermatology, vol. 128 :345-351.

Anda mungkin juga menyukai