PSORIASIS VULGARIS
Oleh:
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
i
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih
yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi
bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
CASE BASED DISCUSSION....................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................................3
2.3 Patogenesis................................................................................................3
2.4 Diagnosis...................................................................................................4
2.4.1 Manifestasi Klinis..................................................................................4
2.4.2 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang......................................................5
2.5 Tatalaksana................................................................................................5
2.5.1 Non Medikamentosa..............................................................................5
2.5.2 Medikamentosa......................................................................................5
2.5.3 Edukasi..................................................................................................6
2.6 Prognosis...................................................................................................6
BAB 3 LAPORAN KASUS....................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit bersifat kronis
dan residif, yang sering dijumpai dan penting di negara-negara barat dan sebagian
di Asia. Kelainan kulit ini merupakan bagian dari penyakit kulit Dermatosis
bulat atau oval yang tertutup skuama tebal, transparan atau putih keabu-abuan.
kulit kepala (scalp), siku, lutut, punggung (Gudjonsson dan Elder, 2008).
merupakan bentuk yang paling lazim ditemukan, kira-kira 90% dari seluruh
Mangunkusumo Jakarta terdapat 210 kasus psoriasis (14%) dari 14.618 penderita
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti, namun faktor
imunologik dan genetik serta interaksi dengan faktor lingkungan sebagai pencetus
sangat berperan dalam patogenesis penyakit ini. Penyakit ini dapat mengenai
semua kelompok umur walaupun pada bayi dan anak-anak jarang dengan
2
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
bentuknya dapat bulat atau oval yang tertutup skuama tebal, transparan atau
umur meskipun pada bayi dan anak-anak jarang dan biasanya muncul pada
2.2 Etiologi
1) Faktor imun
diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel, yakni limfosit T, sel
4
membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis vulgaris matang
over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal
2) Faktor genetik
Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat
3) Faktor pencetus
5
- Trauma fisik: koebner fenomena
dihilangkan.
2.3 Patogenesis
Hanseler dan Christopher pada tahun 1985 membagi psoriasis menjadi tipe
1 bila onset kurang dari umur 40 tahun dan tipe 2 bila onset terjadi pada umur
lebih dari 40 tahun. Tipe 1 diketahui erat kaitannya dengan faktor genetik dan
berasosiasi dengan HLA-CW6, HLA-DR7, HLA-813, dan HLA-BW57 dengan
fenotip yang lebih parah dibandingkan dengan psoriasis tipe 2 yang kaitan
familialnya lebih rendah. Peranan genetik tercatat pada kembar monozigot 65-
72% sedangkan pada kembar dizigot 15-30%. Pasien dengan psoriasis artritis
yang mengalami psoriasis tipe1 mempunyai riwayat psoriasis pada keluarganya
60% sedangkan pada psoriasis tipe 2 hanya 30% (p=0.001 ). Sampai saat ini tidak
ada pengertian yang kuat mengenai patogenesis psoriasis, tetapi peranan
autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai dalam prinsip terapi.
6
limfe terjadi setelah sel makrofag penangkap antigen (antigen persenting cell
APC) melalui major histocompatibility complex (MHC) mempresentasikan
antigen tersangka dan diikat oleh ke sel T naif. Pengikatan sel T terhadap antigen
tersebut selain melalui reseptor sel T harus dilakukan pula oleh ligan dan reseptor
tambahan yang dikenal dengan kostimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini
berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam sirkulasi
sistemik dan bermigrasi ke kulit.
Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4+, sel T
sitoksik 1/Tc1CD8+, IFN-y, TNF-a, dan IL-12 adalah produk yang ditemukan
pada kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th-1 . Pada tahun 2003
dikenal IL-17 yang dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah sitokin dihasilkan sel
dendrit bersifat heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian
dari IL-12. Sitokin IL-17A. IL-17 F, IL-22, IL-21 dan TNFa adalah
mediatorturunan Th-17. Telah dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan ekspresi
keratin 17 yang merupakan karakteristik psoriasis. lnjeksi intradermal IL-23 dan
IL-21 pada mencit memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran
hiperplasia epidermis yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A
seperti juga kemokin CCR6 dapat mestimulasi timbulnya reaksi peradangan
psoriasis. Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator
menentukan gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage
colony stimulating factor), EGF, IL-1 , IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23, dan TNF-
a. Akibat peristiwa banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit
normal menjadi Keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam
311 jam, menjadi 36 jam dan produksi harian keratinosit 28 kali lebih banyak dari
pada epidermis normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi, berkelok-kelok,
angiogenesis dan hipermeabilitas vakular diperankan oleh vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan Vascular permaebility factor (VPF) yang dikeluarkan
oleh keratinosit (Menaldi, 2016)
7
2.4 Diagnosis
8
2.5 Tatalaksana
1. Pasien datang, tentukan tipe, luas area yang terkena, dan atau
PASI (Psoriasis Area Severity Index).
2. Pengukuran QOL (Quality of Life) pasien psoriasis:
menggunakan instrumen Dermatology Life Quality Index.
3. Pemilihan pengobatan
Pilihan terapi sangat individual
Sebagian besar pasien akan mendapatkan terapi multipel
simultan
Pemilihan terapi atau perpindahan terapi dari yang satu ke
yang lain tergantung pada:
o Berat dan tipe penyakit, adanya komorbiditas
o Respons atau kegagalan terapi yang terdahulu
o Kemampuan pasien untuk mengerti dan bekerjasama
(dalam pengertian efek samping obat)
o Tersedianya fasilitas dan biaya terapi
o Umur dan seks
o Membutuhkan atau menginginkan terapi yang agresif
o Pilihan pasien (kenyamanan) dan gaya hidup
o Tingkat beratnya gangguan QOL
o Untuk pengobatan jangka panjang, mengingat ada
risiko berupa toksisitas obat maka sebaiknya dipakai
pengobatan rotasi.
4. Identifikasi dan penghindaran faktor pencetus
5. Identifikasi penyakit penyerta
6. Konsultasi
Poliklinik psikiatri untuk pasien emosional labil
Poliklinik reumatologi untuk psoriasis artritis
Poliklinik gigi mulut, THT, dan radiologi untuk mencari
fokal infeks (Widaty, 2017)
9
2.5.2 Medikamentosa
1. Topikal
Emolien: misalnya urea, petrolatum, parafin cair, minyak mineral,
gliserin, asam glikolat dan lainnya.
Kortikosteroid: kortikosteroid potensi sedang dan kuat dapat
dikombinasi dengan obat topikal lain, fototerapi, obat sistemik.
Skalp: lotion, spray, solusio dan gel. Wajah: potensi rendah,
hindari poten-superpoten. Lipatan tubuh: potensi rendah bentuk
krim atau gel. Palmar dan plantar: steroid potensi sangat poten,
hanya sedikit efektif.
Keratolitik: asam salisilat adalah keratolitik yang paling sering
digunakan. Jangan digunakan pada saat terapi sinar karena asam
salisilat dapat mengurangi efikasi UVB.
Retinoid (topikal): paling baik dikombinasi dengan topikal
kortikosteroid.2,7- 99
Analog Vitamin D: preparat yang tersedia adalah kalsipotriol,
dapat digunakan sebagai terapi rumatan.
Kombinasi kortikotikosteroid dan analog vitamin D: preparat
tunggal yang tersedia adalah sediaan kombinasi kalsipotriol dan
betamethasone diproprionat. Tidak dapat diracik sendiri karena
berbeda pH.
Tar: LCD 3-10%
2. Fototerapi/ Fotokemoterapi Ultraviolet B (UVB) broadband (BB)
Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 4 minggu terapi, kulit
bersih (clearance) dapat tercapai setelah 20-30 terapi, terapi
pemeliharaan (maintenance) dapat memperpanjang masa remisi.
Dosis awal: menurut tipe kulit 20-60 mJ/cm2 atau 50% minimal
erythemal dose (MED), dosis dinaikan 5-30 mJ/cm2 atau ≤25%
MED awal, penyinaran 3-5 kali/minggu. Ultraviolet B (UVB)
narrowband (NB)
10
Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 8-10 terapi, kulit bersih
dapat tercapai setelah 15-20 terapi, terapi pemeliharaan dapat
memperpanjang masa remisi. Laju remisi 38% setahun
Dosis awal: menurut tipe kulit 130-400 mJ/cm2 atau 50% minimal
erythemal dose (MED), dosis dinaikan 15-65 mJ/cm2 atau ≤10%
MED awal, penyinaran 3-5 kali/minggu
PUVA
11
Siklosporin
Dosis: 2,5-4 mg/kgBB/hari dosis terbagi. Dosis dikurangi
0,5-1,0 mg/kgBB/hari bila sudah berhasil, atau mengalami efek
samping. Pengobatan dapat diulang setelah masa istirahat
tertentu, dan dapat berjalan maksimal selama 1 tahun, selama
tidak ada efek samping (Widaty, 2017)
2.5.3 Edukasi
2.6 Prognosis
12
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Umur 51 tahun
Jenis
Laki-laki
kelamin
Alamat Surabaya
Pekerjaan Swasta
ANAMNESIS
13
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada yang memiliki keluhan serupa di
keluarga pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum Baik
Kesadaran Compos mentis
TD Dbn
Nadi Dbn
RR Dbn
Suhu Dbn
KL:
Mata
Dbn
Mulut
Leher
Thorax Dbn
Abdomen Dbn
Ekstremitas Dbn
STATUS DERMATOLOGI
14
Lokasi Regio genu dextra et sinistra, ekstremitas inferior
dextra
Efloresensi Plak eritematus, berjumlah multiple, ukuran
numular-plakat, bentuk bulat batas tegas, distribusi
regional, disertai skuama tebal berwarna putih
Initial assesment Psoriasis Vulgaris
Differential diagnosis Dermatitis numularis
Dermatitis Seboroik
Pitiriasis Rosea
Planing diagnosis Karsvlek phenomena (kerok)
Auspitz sign
Koebner phenomena
Pemeriksaan KOH 10%
Histopatologi
Planing terapi Krim emolien urea 10%, 2x sehari
AH oral : Loratadin 10mg 1x sehari
KS Topikal : salep Betametasone dipropionate
0,05%, 2x sehari pemberian 7 hari
Planning monitoring Keluhan
Penampakkan lesi
Planing edukasi Beri bantalan untuk lesi yang sering terkena
tekanan seperti lutut
Meminimalisir penggarukan lesi
Menghindari trauma dan bahan iritatif
Menghindari faktor pencetus seperti stress,
kelelahan dan merokok
Kontrol rutin dan patuh pengobatan
15
DAFTAR PUSTAKA
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K (eds),
Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, 7th ed . The McGraw
HillCompanies, 2008, Chapter 18. p. 169-93.
Widaty S, et al. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI, pp.61-66. ISBN : 978-602-
98468-9-8.
Menaldi, Sri Linuwih. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh.
Jakarta: Universitas Indonesia, pp. 121-124, ISBN 978-979-496-852-9.
16