Anda di halaman 1dari 19

CASE BASED DISCUSSION

PSORIASIS VULGARIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi


salah satu syarat menempuk Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian
Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Islam Jemursari Surabaya

Oleh:

Meldama Canda Rangganatan (5120021013)

Dosen Pembimbing:

dr. Maria Ulfa, Sp.DV

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan nikmat, rahmat, hidayah serta Inayah-Nya, Sholawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dalam
kesempatan ini penulis dapat menyelsaikan tugas referat dengan judul “Psoriasis
Vulgaris”.

Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di


bagian Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya. Di samping itu, melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Maria Ulfa, Sp.DV selaku
pembimbing dalam penyusunan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih
yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi
bagi kita semua.

Surabaya, 14 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
CASE BASED DISCUSSION....................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................................3
2.3 Patogenesis................................................................................................3
2.4 Diagnosis...................................................................................................4
2.4.1 Manifestasi Klinis..................................................................................4
2.4.2 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang......................................................5
2.5 Tatalaksana................................................................................................5
2.5.1 Non Medikamentosa..............................................................................5
2.5.2 Medikamentosa......................................................................................5
2.5.3 Edukasi..................................................................................................6
2.6 Prognosis...................................................................................................6
BAB 3 LAPORAN KASUS....................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1
Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit bersifat kronis

dan residif, yang sering dijumpai dan penting di negara-negara barat dan sebagian

di Asia. Kelainan kulit ini merupakan bagian dari penyakit kulit Dermatosis

Eritroskuamosa yaitu ditandai dengan makula yang eritematus, bentuknya dapat

bulat atau oval yang tertutup skuama tebal, transparan atau putih keabu-abuan.

Umumnya lesi berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah

kulit kepala (scalp), siku, lutut, punggung (Gudjonsson dan Elder, 2008).

Penelitian yang ada menyebutkan prevalensi kasus psoriasis di negara

Indonesia juga termasuk masih banyak ditemukan. Jenis psoriasis vulgaris

merupakan bentuk yang paling lazim ditemukan, kira-kira 90% dari seluruh

penderita psoriasis. Prevalensi sangat bervarisi di beberapa negara, diprakirakan

prevalensi di dunia berkisar antara 1% sampai dengan 3% jumlah penduduk.

Insiden di Amerika Serikat sebesar 2-2,6%, di Eropa Tengah sekitar 1,5%

(Gudjonsson dan Elder, 2008). Selama periode 2007-2011 di Poliklinik Divisi

Dermatologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Dr.Cipto

Mangunkusumo Jakarta terdapat 210 kasus psoriasis (14%) dari 14.618 penderita

dengan jenis psoriasis vulgaris yang paling dominan.

Penyebab penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti, namun faktor

imunologik dan genetik serta interaksi dengan faktor lingkungan sebagai pencetus

sangat berperan dalam patogenesis penyakit ini. Penyakit ini dapat mengenai

semua kelompok umur walaupun pada bayi dan anak-anak jarang dengan

perbandingan yang seimbang antara wanita dan laki-laki.

2
3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit kulit yang termasuk

kelompok dermatosis eritroskuamosa, yaitu peradangan kulit yang bersifat

kronik dan residif dengan karakteristik berupa makula yang eritematus,

bentuknya dapat bulat atau oval yang tertutup skuama tebal, transparan atau

putih keabu-abuan. Psoriasis vulgaris bisa muncul pada semua kelompok

umur meskipun pada bayi dan anak-anak jarang dan biasanya muncul pada

usia 15-30th (Gudjonsson dan Elder, 2008; Widaty et al, 2017).

2.2 Etiologi

Penyebab psoriasis vulgaris hingga saat ini belum diketahui, terdapat

predisposisi genetik tetapi secara pasti cara diturunkan tidak diketahui.

Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit keturunan dan diduga

berhubungan dengan sistem imun dan respon peradangan. Beberapa faktor

yang diduga berperanan antara lain:

1) Faktor imun

Peranan mekanisme imun dibuktikan dengan tingginya jumlah sel

T yang teraktivasi dalam epidermis dan dermis, adanya makrofag, dan

dengan terbukti efektifnya terapi imunosupresif dan imunomodulator pada

psoriasis vulgaris. Defek genetik pada psoriasis vulgaris dapat

diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel, yakni limfosit T, sel

penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis vulgaris

4
membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis vulgaris matang

umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama

terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam

epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi

oleh limfosit T CD8. Sel Langerhans juga berperan pada

imunopatogenesis psoriasis vulgaris. Terjadinya proliferasi epidermis

diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen

oleh sel Langerhans. Pada psoriasis vulgaris pembentukan epidermis (turn

over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal

lamanya 28 hari (Gudjonsson dan Elder, 2008).

2) Faktor genetik

Faktor genetik sangat berperan, dimana bila orang tuanya tidak

menderita psoriasis vulgaris, resiko untuk mendapat psoriasis vulgaris

12%, sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis

vulgaris resikonya mencapai 34-39 %. Hal lain yang menyokong adanya

faktor genetik ialah bahwa psoriasis vulgaris berkaitan dengan HLA.

Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: Psoriasis tipe I dengan

awitan dini bersifat familial dan berhubungan dengan HLA-B13, B17,

Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat

nonfamilial dan berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2. Psoriasis

vulgaris merupakan kelainan multifaktorial dimana faktor genetik dan

lingkungan memegang peranan penting (Gudjonsson dan Elder, 2008).

3) Faktor pencetus

Beberapa faktor pencetus terjadinya awitan psoriasis vulgaris antara lain :

- Infeksi: terutaman infeksi oleh streptococcus b haemolyticus

5
- Trauma fisik: koebner fenomena

- Stress: pada sebagian penderita faktor stres dapat menjadi faktor

pencetus. Penyakit ini sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis

pada penderita, sehingga menimbulkan satu lingkaran setan, dan hal

ini memperberat penyakit. Sering pengobatan psoriasis vulgaris tidak

akan berhasil apabila faktor stres psikologis ini belum dapat

dihilangkan.

- Perubahan iklim menyebabkan penyakit lebih aktif. Cuaca yang panas

dan sinar matahari dilaporkan memiliki efek yang menguntungkan,

sementara cuaca dingin memiliki efek yang berlawanan (Gudjonsson

dan Elder, 2008).

2.3 Patogenesis

Hanseler dan Christopher pada tahun 1985 membagi psoriasis menjadi tipe
1 bila onset kurang dari umur 40 tahun dan tipe 2 bila onset terjadi pada umur
lebih dari 40 tahun. Tipe 1 diketahui erat kaitannya dengan faktor genetik dan
berasosiasi dengan HLA-CW6, HLA-DR7, HLA-813, dan HLA-BW57 dengan
fenotip yang lebih parah dibandingkan dengan psoriasis tipe 2 yang kaitan
familialnya lebih rendah. Peranan genetik tercatat pada kembar monozigot 65-
72% sedangkan pada kembar dizigot 15-30%. Pasien dengan psoriasis artritis
yang mengalami psoriasis tipe1 mempunyai riwayat psoriasis pada keluarganya
60% sedangkan pada psoriasis tipe 2 hanya 30% (p=0.001 ). Sampai saat ini tidak
ada pengertian yang kuat mengenai patogenesis psoriasis, tetapi peranan
autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai dalam prinsip terapi.

Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup kompleks, yang melibatkan


berbagai sitokin, kemokin maupun faktor pertumbuhan yang mengakibatkan
gangguan regulasi keratinosit, sel-sel radang, dan pembuluh darah; sehingga lesi
tampak menebal dan beskuama tebal berlapis. Aktivasi sel T dalam pembuluh

6
limfe terjadi setelah sel makrofag penangkap antigen (antigen persenting cell
APC) melalui major histocompatibility complex (MHC) mempresentasikan
antigen tersangka dan diikat oleh ke sel T naif. Pengikatan sel T terhadap antigen
tersebut selain melalui reseptor sel T harus dilakukan pula oleh ligan dan reseptor
tambahan yang dikenal dengan kostimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini
berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam sirkulasi
sistemik dan bermigrasi ke kulit.

Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4+, sel T
sitoksik 1/Tc1CD8+, IFN-y, TNF-a, dan IL-12 adalah produk yang ditemukan
pada kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th-1 . Pada tahun 2003
dikenal IL-17 yang dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah sitokin dihasilkan sel
dendrit bersifat heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian
dari IL-12. Sitokin IL-17A. IL-17 F, IL-22, IL-21 dan TNFa adalah
mediatorturunan Th-17. Telah dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan ekspresi
keratin 17 yang merupakan karakteristik psoriasis. lnjeksi intradermal IL-23 dan
IL-21 pada mencit memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran
hiperplasia epidermis yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A
seperti juga kemokin CCR6 dapat mestimulasi timbulnya reaksi peradangan
psoriasis. Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator
menentukan gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage
colony stimulating factor), EGF, IL-1 , IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23, dan TNF-
a. Akibat peristiwa banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit
normal menjadi Keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam
311 jam, menjadi 36 jam dan produksi harian keratinosit 28 kali lebih banyak dari
pada epidermis normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi, berkelok-kelok,
angiogenesis dan hipermeabilitas vakular diperankan oleh vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan Vascular permaebility factor (VPF) yang dikeluarkan
oleh keratinosit (Menaldi, 2016)

7
2.4 Diagnosis

2.4.1 Manifestasi Klinis

Keluhan biasanya berupa bercak merah bersisik mengenai bagian


tubuh terutama daerah ekstensor dan kulit kepala. Disertai rasa gatal.
Pengobatan menyembuhkan sementara kemudian dapat muncul kembali.
Dapat pula dijumpai keluhan berupa nyeri sendi, bercak merah disertai
dengan nanah, dan bercak merah bersisik seluruh tubuh. Infeksi, obat-
obatan, stres, dan merokok dapat mencetuskan kekambuhan atau
memperburuk penyakit. Sering disertai sindrom metabolik. Bisa
ditemukan riwayat fenomena Koebner (Widaty, 2017)

2.4.2 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

1. Karsvlek phenomena : bila skuama dikerok seperti ada tetesan lilin


berwarna keruh
2. Austiptz sign : bila kerokan diteruskan akan ada bintik-bintik
perdarahan
3. Koebner phenomena : timbul lesi baru di kulit yang sehat ketika
kena trauma, muncul sekitar 2 minggu setelah trauma
4. Bila terdapat keraguan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
histopatologi kulit atau kuku.
Gambaran histopatologi :
- Akantosis (penebalan epidermis)
- Pemanjangan papila dermis
- Penipisan atau hilangnya stratum granulosum
- Peningkatan mitosis
- Hiperkeratosis parakeratosis
- Infiltrasi sel inflamasi
5. Pemeriksaan ASTO (anti-streptolysin titer O), pemeriksaan faktor
rheumatoid, foto rontgen tulang sendi (Widaty, 2017).

8
2.5 Tatalaksana

2.5.1 Non Medikamentosa

1. Pasien datang, tentukan tipe, luas area yang terkena, dan atau
PASI (Psoriasis Area Severity Index).
2. Pengukuran QOL (Quality of Life) pasien psoriasis:
menggunakan instrumen Dermatology Life Quality Index.
3. Pemilihan pengobatan
 Pilihan terapi sangat individual
 Sebagian besar pasien akan mendapatkan terapi multipel
simultan
 Pemilihan terapi atau perpindahan terapi dari yang satu ke
yang lain tergantung pada:
o Berat dan tipe penyakit, adanya komorbiditas
o Respons atau kegagalan terapi yang terdahulu
o Kemampuan pasien untuk mengerti dan bekerjasama
(dalam pengertian efek samping obat)
o Tersedianya fasilitas dan biaya terapi
o Umur dan seks
o Membutuhkan atau menginginkan terapi yang agresif
o Pilihan pasien (kenyamanan) dan gaya hidup
o Tingkat beratnya gangguan QOL
o Untuk pengobatan jangka panjang, mengingat ada
risiko berupa toksisitas obat maka sebaiknya dipakai
pengobatan rotasi.
4. Identifikasi dan penghindaran faktor pencetus
5. Identifikasi penyakit penyerta
6. Konsultasi
 Poliklinik psikiatri untuk pasien emosional labil
 Poliklinik reumatologi untuk psoriasis artritis
 Poliklinik gigi mulut, THT, dan radiologi untuk mencari
fokal infeks (Widaty, 2017)

9
2.5.2 Medikamentosa

1. Topikal
 Emolien: misalnya urea, petrolatum, parafin cair, minyak mineral,
gliserin, asam glikolat dan lainnya.
 Kortikosteroid: kortikosteroid potensi sedang dan kuat dapat
dikombinasi dengan obat topikal lain, fototerapi, obat sistemik.
Skalp: lotion, spray, solusio dan gel. Wajah: potensi rendah,
hindari poten-superpoten. Lipatan tubuh: potensi rendah bentuk
krim atau gel. Palmar dan plantar: steroid potensi sangat poten,
hanya sedikit efektif.
 Keratolitik: asam salisilat adalah keratolitik yang paling sering
digunakan. Jangan digunakan pada saat terapi sinar karena asam
salisilat dapat mengurangi efikasi UVB.
 Retinoid (topikal): paling baik dikombinasi dengan topikal
kortikosteroid.2,7- 99
 Analog Vitamin D: preparat yang tersedia adalah kalsipotriol,
dapat digunakan sebagai terapi rumatan.
 Kombinasi kortikotikosteroid dan analog vitamin D: preparat
tunggal yang tersedia adalah sediaan kombinasi kalsipotriol dan
betamethasone diproprionat. Tidak dapat diracik sendiri karena
berbeda pH.
 Tar: LCD 3-10%
2. Fototerapi/ Fotokemoterapi Ultraviolet B (UVB) broadband (BB)
 Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 4 minggu terapi, kulit
bersih (clearance) dapat tercapai setelah 20-30 terapi, terapi
pemeliharaan (maintenance) dapat memperpanjang masa remisi.
 Dosis awal: menurut tipe kulit 20-60 mJ/cm2 atau 50% minimal
erythemal dose (MED), dosis dinaikan 5-30 mJ/cm2 atau ≤25%
MED awal, penyinaran 3-5 kali/minggu. Ultraviolet B (UVB)
narrowband (NB)

10
 Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 8-10 terapi, kulit bersih
dapat tercapai setelah 15-20 terapi, terapi pemeliharaan dapat
memperpanjang masa remisi. Laju remisi 38% setahun
 Dosis awal: menurut tipe kulit 130-400 mJ/cm2 atau 50% minimal
erythemal dose (MED), dosis dinaikan 15-65 mJ/cm2 atau ≤10%
MED awal, penyinaran 3-5 kali/minggu

PUVA

 Efek: penyembuhan awal terlihat dalam satu bulan terapi, 89%


pasien mendapatkan perbaikan plak dalam 20-25 kali terapi
selama 5,3-11,6 minggu. Terapi pemeliharaan tidak ditetapkan,
masa remisi 3-12 bulan.
 Dosis: 8-metoksi psoralen, 0,4-0,6 mg/kgBB diminum peroral
60-120 menit sebelum disinar UVA. Kaca mata bertabir
ultraviolet diperlukan untuk perlindungan di luar rumah 12 jam
setelah minum psoralen. Dosis UVA menurut tipe kulit 0,5-3,0
J/cm2, dosis dinaikan 0,5-1,5 J/cm2 penyinaran 2-3
kali/minggu.
3. Sistemik
 Metotrexate
Dosis: diberikan sebagai dosis oral 2,5-5 mg selang 12 jam.
Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai menghasilkan
repons pengobatan yang optimal; dosis maksimal tidak boleh
melebihi 25 mg/minggu. Dosis harus diturunkan serendah
mungkin sampai jumlah yang dibutuhkan secara memadai dapat
mengendalikan psoriasis dengan penambahan obat topikal.
Dianjurkan untuk melakukan dosis uji 0,5-5 mg/minggu.
Pemakaian dapat berlangsung sepanjang tidak memberikan tanda
toksisitas hati dan sumsum tulang dengan pemantauan yang
memadai. Pemberian asam folat 1 mg perhari atau 5 mg per
minggu secara oral, pada waktu selain hari pemberian
metotreksat, akan mengurangi efek samping

11
 Siklosporin
Dosis: 2,5-4 mg/kgBB/hari dosis terbagi. Dosis dikurangi
0,5-1,0 mg/kgBB/hari bila sudah berhasil, atau mengalami efek
samping. Pengobatan dapat diulang setelah masa istirahat
tertentu, dan dapat berjalan maksimal selama 1 tahun, selama
tidak ada efek samping (Widaty, 2017)

2.5.3 Edukasi

1. Penjelasan bahwa psoriasis adalah penyakit kronik residif dan


pengobatan yang diberikan hanya bersifat menekan keluhan kulit
bukan menyembuhkan.
2. Menghindari faktor pencetus (Infeksi, obat-obatan, stres, dan
merokok)
3. Kontrol secara teratur dan patuh terhadap pengobatan (Widaty,
2017)

2.6 Prognosis

- Ad vitam : dubia ad bonam


- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanactionam : dubia ad malam (Widaty, 2017)

12
BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama Tn. B.I

Umur 51 tahun

Jenis
Laki-laki
kelamin

Alamat Surabaya

Pekerjaan Swasta

ANAMNESIS

Keluhan utama Gatal-gatal di kaki

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin


Rumah Sakit Islam Ahmad Yani Surabaya dengan
keluhan gatal-gatal di kaki kiri bawah sudah sejak 3
tahun yang lalu tahun 2018. Awalnya keluhan
gatal-gatal berwarna merah disertai sisik yang tebal
di daerah kaki kiri bawah dan lutut muncul secara
tiba-tiba, gatal hilang timbul. Lesi juga menyebar di
tangan, punggung, abdomen tetapi hanya bintil
Riwayat penyakit sekarang kecil merah terasa gatal juga. Pasien juga
mengeluhkan lesi yang di lutut lama sembuh karena
sering dibuat sujud. Faktor yang memperberat
keluhan ketika pasien stress atau kelelahan dan
keluhan diperingan saat tidur dan istirahat. Gatal
berkurang ketika diberi Cetirizine.
Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada lesi,
demam. Tidak ada riwayat kontak dengan benda
iritan, tidak ada alergi makanan, minuman ataupun
alergi obat

• Tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya


Riwayat penyakit dahulu • Riwayat alergi disangkal
• Trauma (-)
• Penyakit Kronis : DM (-), HT (-)

13
Riwayat penyakit keluarga Tidak ada yang memiliki keluhan serupa di
keluarga pasien.

 Sebelumnya, pasien mengaku sudah berobat


kedokter dan mendapat obat cetirizine, gatal
Riwayat pengobatan berkurang setelah mengonsumsi obat.
 tidak ada alergi obat

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum Baik
Kesadaran Compos mentis
TD Dbn
Nadi Dbn
RR Dbn
Suhu Dbn
KL:
Mata
Dbn
Mulut
Leher
Thorax Dbn
Abdomen Dbn
Ekstremitas Dbn
STATUS DERMATOLOGI

14
Lokasi Regio genu dextra et sinistra, ekstremitas inferior
dextra
Efloresensi Plak eritematus, berjumlah multiple, ukuran
numular-plakat, bentuk bulat batas tegas, distribusi
regional, disertai skuama tebal berwarna putih
Initial assesment Psoriasis Vulgaris
Differential diagnosis  Dermatitis numularis
 Dermatitis Seboroik
 Pitiriasis Rosea
Planing diagnosis  Karsvlek phenomena (kerok)
 Auspitz sign
 Koebner phenomena
 Pemeriksaan KOH 10%
 Histopatologi
Planing terapi  Krim emolien urea 10%, 2x sehari
 AH oral : Loratadin 10mg 1x sehari
 KS Topikal : salep Betametasone dipropionate
0,05%, 2x sehari pemberian 7 hari
Planning monitoring  Keluhan
 Penampakkan lesi
Planing edukasi  Beri bantalan untuk lesi yang sering terkena
tekanan seperti lutut
 Meminimalisir penggarukan lesi
 Menghindari trauma dan bahan iritatif
 Menghindari faktor pencetus seperti stress,
kelelahan dan merokok
 Kontrol rutin dan patuh pengobatan

15
DAFTAR PUSTAKA

Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K (eds),
Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, 7th ed . The McGraw
HillCompanies, 2008, Chapter 18. p. 169-93.
Widaty S, et al. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI, pp.61-66. ISBN : 978-602-
98468-9-8.

Menaldi, Sri Linuwih. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh.
Jakarta: Universitas Indonesia, pp. 121-124, ISBN 978-979-496-852-9.

16

Anda mungkin juga menyukai