Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

PSORIASIS
HALAMAN SAMPUL

Oleh :
Irene Selena Francis 1902611078
Ni Nyoman Agustianingsih 1902611079
Putu Raka Sanistia Sania Savitri 1902611083
Daniel Anggi Sitorus 1902611085
Ida Ayu Dewi Dhyani 1902611086

Pembimbing
dr. Ni Luh Putu Ratih Vibriyanti Karna SpKK, FINSDV

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2020

i
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Psoriasis Vulgaris” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di KSM Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUP SANGLAH
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku
Ketua KSM/Bagian Dermatologi dan Venereologi FK Universitas Udayana,
RSUP Sanglah, Denpasar,
2. dr. IGAA Dwi Karmila, SpKK selaku Koordinator Pendidikan Dokter
Departemen Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar,
3. dr. Ni Luh Putu Ratih Vibriyanti Karna SpKK, FINSDV selaku Dokter
pembimbing yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB IPENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................2
2.1. DEFINISI..................................................................................................2
2.2. EPIDEMIOLOGI......................................................................................2
2.3. ETIOLOGI................................................................................................3
2.4. PATOFISIOLOGI.....................................................................................3
2.5. GEJALA KLINIS......................................................................................4
2.5.1. Psoriasis Vulgaris...............................................................................4
2.5.2. Psoriasis Gutata..................................................................................5
2.5.3. Psoriasis Inversa.................................................................................5
2.5.4. Psoriasis Etitroderma.........................................................................5
2.5.5. Psoriasis Pustulosa.............................................................................5
2.5.6. Psoriasis Arthrits................................................................................6
2.6. DIAGNOSIS.............................................................................................6
2.7. DIAGNOSISI BANDING.........................................................................7
2.8. TATALAAKSANA..................................................................................8
2.9. PROGNOSIS...........................................................................................10
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................11
3.1. IDENTITAS PASIEN.............................................................................11
3.2. ANAMNESIS..........................................................................................11
3.3. PEMERIKSAAN FISIK.........................................................................13
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................15
3.5. RESUME KASUS...................................................................................15
3.6. DIAGNOSIS BANDING........................................................................16
3.7. DIAGNOSIS...........................................................................................16
3.8. TATA LAKSANA..................................................................................16
3.9. PROGNOSIS...........................................................................................17
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................18
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

iii
BAB I
BAB IPENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit kronik dan kompleks yang
umum dijumpai di masyarakat, bersifat rekuren dan dikenal sebagai penyakit
sistemik berdasarkan patogenesis autoimunologik dan genetik yang
bermanifestasi pada kulit, sendi, serta terkait sindrom metabolik. 1 Psoriasis dapat
mengenai semua umur dan ditandai dengan kemerahan yang ditutupi oleh sisik
yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Predileksi psoriasis
biasanya pada daerah siku, lutut, kulit kepala, lumbosacral, bokong, dan
genitalia.1
Kejadian psoriasis lebih tinggi ditemukan pada kulit putih daripada kulit
hitam dan mengenai sekitar 1,5-2% populasi di negara barat. Perjalanan penyakit
ini kronis dengan fase remisi dan eksaserbasi. Jika kasus parah akan berdampak
disabilitas pada penderita. Dalam pengelompokkannya psoriasis dibedakan
dengan deskripsi morfologi. Temuan klinis pada pasien sering tumpang tindih
antara satu kategori dengan kategori lainnya.1,2
Psoriasis tidak menyebabkan mortalitas, namun akan memberikan dampak
negatif pada kosmetik dan kehidupan sosial di masyarakat, misalnya
pertimbangan pekerjaan dan hubungan sosial, karena penampilan kulitnya tidak
menarik. Morbiditas merupakan masalah yang sangat penting bagi pasien
psoriasis. Berbagai faktor psikologis dan sosial sering dijumpai pasien, antara lain
tidak nyaman karena kulit yang menebal, gatal, dan seperti bersisik, selain itu
pengobatan yang mahal juga menjadi salah satu faktor. Berbagai hal tersebut
dapat menjadikan kualitas hidup seseorang menurun bahkan depresi yang
berlebihan sampai keinginan untuk bunuh diri.1,3
Pengobatan dari psoriasis bertujuan menghambat proses peradangan dan
proliferasi epidermis. Beragam jenis pengobatan tersedia saat ini mulai dari
topical, sistemik sampai dengan terapi spesifik berdasarkan alur patogenesis
psoriasis yang dikenal sebagai agen biologik. Penanganan holistik harus
diterapkan dalam penatalaksanaan psoriasis yang meliputi gangguan kulit,
internal, dan psikologis.1,2

1
BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat kronis dan
residif yang berdasarkan genetik, dengan karakteristik gangguan pertumbuhan dan
diferensiasi epidermis. Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Koebner. Psoriasis dapat muncul pada semua
usia, terutama 15-30 tahun. Sampai saat ini pengobatan hanya menghilangkan
gejala remisi penyakit psoriais. Penyakit ini tidak membahayakan nyawa namun
dapat mengganggu atau mempengaruhi pekerjaan, kehidupan pribadi, serta
kualitas hidup pasien. Bila tidak diobati dengan benar penyakit dapat mengalami
komplikasi dan komorbiditas. Salah satu tipe psoriasis yang dapat timbul pada
pasien-pasien dengan penyakit psoriasis adalah psoriatic artritis. Psoriasis artritis
biasanya menyerang banyak sendi terutama di distal inter falang, proksimal falang
dan meta carpal.1,2

2.2. EPIDEMIOLOGI
Psoriasis dapat terjadi secara universal. Prevalensi psoriasis bervariasi
disetiap negara. Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah
geografis dan etnis menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik (dikatakan
psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin), faktor genetik dan
pola tingkah laku atau paparan lainnya terhadap perkembangan psoriasis.3
Laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan terkena yang sama
besar.4 Beberapa pengamatan terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikit lebih
sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Psoriasis dapat mengenai
semua usia dan telah dilaporkan terjadi saat lahir dan pada orang yang berusia
lanjut. Penelitian mengenai onset usia psoriasis mengalami banyak kesulitan
dalam hal keakuratan data karena biasanya ditentukan berdasarkan ingatan pasien
tentang onset terjadinya dan rekam medis yang dibuat dokter saat kunjungan awal.
Beberapa penelitian berskala besar telah menunjukkan bahwa usia rata-
ratapenderita psoriasis periode pertama yaitu berkisar 15-20 tahun dan usia

2
3

tertinggi kedua pada 55-56 tahun.5 Pada sebuah penelitian yang meneliti pengaruh
jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pasien yang
berusia lebih muda (< 20 tahun) prevalensi psoriasis ditemukan lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki-laki.3 Penelitian lainnya tentang prevalensi
psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa terdapat
penurunan prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia.3
Penyakit psoriasis dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Krueger dkk menyebutkan penderita
psoriasis yang bekerja akan merasa lebih terganggu karena gejala penyakit yang
ditimbulkan.6Namun belum ditemukan penelitian secara pasti yang membuktikan
adanya hubungan antara jenis pekerjaan penderita dengan prevalensi psoriasis
hingga saat ini

2.3. ETIOLOGI
Etiologi psoriasis belum diketahui secara pasti, namun ada banyak faktor
yang diduga berperan dalam terjadinya psoriasis, meliputi faktor genetik, stress,
infeksi, trauma, hormon, obat-obatan, pajanan sinar ultraviolet (UV),
obesitas,merokok, dan konsumsi alkohol.4,6
Faktor pencetus lain yang juga berperan dalam timbulnya psoriasis adalah
faktor psikologis, fisiologis, dan lingkungan yang mampu mempengaruhi
perjalanan penyakit baik itu onset dan tingkat keparahan. Garukan datau gosokan
yang membuat kulit trauma dapat mencetuskan psoriasis (fenomena Koebner).
Infeksi kerongkongan oleh Streptokokkus dapat sebagai pencetus dan juga
memperburuk psoriasis yang sudah ada. Stres psikis merupakan salah satu faktor
pemicu kambuhnya psoriasis yakni sekitar hamper 40% pada orang dewasa.
Selain faktor tersebut penggunaan obat tertentu, merokok, dan juga paparan
alkohol bisa menjadi faktor pemicu psoriasis.4

2.4. PATOFISIOLOGI
Psoriasis adalah gangguan hiperproliferatif, dimana proliferasi dipicu oleh
kaskade mediator inflamasi yang kompleks. Pada fase awal, terjadi aktivasi sel-sel
sistem imun innate (sel dendritik dan keratinosit) yang dipicu oleh berbagai faktor
lingkungan seperti trauma mekanis, infeksi, obat-obatan maupun stres emosional.
Keratinosit kemudian melepaskan sitokin (IL-1 dan TNF-α) serta protein syok
4

termis. Senyawa ini mengaktivasi sel dendritik (sel langerhans dan sel dendritik
residen) pada epidermis dan dermis. Setelah inisiasi kaskade inflamasi, disregulasi
jalur sinyal IL-23 dapat memicu ekspansi dan aktivasi sel T yakni diperankan
oleh T-helper 1 (Th1) dan Th17.8
Selain Sel T, sitokin juga berperan dalam patofisiologi psoriasis dimana
sitokin diekspresikan berlebihan, seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN-γ dan TNF-
α. Peristiwa tersebut, khususnya karena IL-8 menyebabkan akumulasi neutrofil.
IL-12 berperan penting dalam pembentukan Th1 yang menyebabkan produksi
IFN-γ intraseluler. IL-15 memicu adanya sel inflamasi, angiogenesis, dan
produksi sitokin pro inflamasi, termasuk IFN-γ, TNF-α, dan IL-17, yang
semuanya diregulasi dalam lesi psoriatik. 7,8

2.5. GEJALA KLINIS


Psoriasis merupakan penyakit papuloskuamosa dengan morfologi,
distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis
biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama
tebal berlapis yang berwarna putih keperakan pada permukaan lesi. Ukurannya
bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai plak yang menutupi area
tubuh yang luas. Lesi psoriasis umumnya terjadi secara simetris, walaupun dapat
terjadi secara unilateral. Di bawah skuama akan tampak kulit berwarna kemerahan
mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan saat skuama diangkat. Hal ini
disebut dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya
trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh
dengan menggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya
perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin.4
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe
klinis psoriasis:4

2.5.1. Psoriasis Vulgaris


Bentuk ini paling sering dijumpai, mencapai 90% kasus, disebut juga
psoriasis plak kronis. Gambaran klinis berupa plak eritematosa, berskuama
putih seperti mika, berlapis, mudah lepas dalam bentuk lembaran, tetapi
dapat melekat erat dan terlepas setelah digaruk seperti ketombe. Umumnya
mengenai bagian ekstensor ekstremitas, khususnya siku dan lutut, skalp,
5

lumbosakral bagian bawah, bokong dan genital. Predileksi pada daerah lain
termasuk umbilikus dan intergluteal.4,9,10

2.5.2. Psoriasis Gutata


Psoriasis yang ditandai dengan bentuk papul berdiameter 0,5 sampai
1,5 cm pada tubuh bagian atas dan bagian proksimal ekstremitas yang khas
pada anak dan dewasa muda. Lebih dari 30% pasien psoriasis mendapat
episode pertamanya sebelum usia 20 tahun. Infeksi streptokokus pada
tenggorokan dapat mengawali 1 sampai 2 minggu atau bersamaan dengan
onset berkembangnya lesi.4,9,10

2.5.3. Psoriasis Inversa


Lesi psoriasis berupa plak eritematosa, berbatas tegas dan mengkilat
yang terdapat di daerah lipatan, seperti aksila, lipatan payudara, lipatan
paha, bokong, telinga, leher dan glans penis. Skuama biasanya sedikit atau
tidak ada. Pada pasien obesitas atau diabetes dapat mengenai lipatan sempit
seperti interdigitalis dan subaurikuler, berupa lesi satelit dan maserasi.
Infeksi, friksi dan panas dapat menginduksi psoriasis tipe ini.4,9,10

2.5.4. Psoriasis Etitroderma


Eritroderma menunjukkan bentuk generalisata dari penyakit yang
mengenai wajah, tangan, kaki, kuku, badan dan ekstremitas. Eritroderma
yang parah berbentuk skuama dan eritema difus yang biasanya disertai
demam, menggigil dan malese. Dapat muncul sebagai manifestasi awal dari
psoriasis namun biasanya terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami
penyakit kronis. Faktor presipitasi termasuk penggunaan kortikosteroid
sistemik, pemakaian kortikosteroid topikal yang berlebihan, terapi topikal
yang mengiritasi, komplikasi fototerapi, tekanan emosional yang berat,
penyakit terdahulu seperti infeksi.4,9,10

2.5.5. Psoriasis Pustulosa


Ditandai dengan pustul putih kekuningan, terasa nyeri, dengan dasar
eritematosa. Dapat lokalisata atau generalisata. Beberapa varian klinis
psoriasis pustulosa yaitu psoriasis pustulosa generalisata (tipe Von
6

Zumbusch), psoriasis pustulosa anulare, impetigo herpetiformis, psoriasis


pustulosa palmoplantar dan akrodermatitis kontinua.4,9,10

2.5.6. Psoriasis Arthrits


Lima pola klinis arthritis psoriatik terjadi, sebagai berikut:
Keterlibatan sendi interphalangeal distal asimetris dengan kerusakan kuku
(16%), arthritis mutilans dengan osteolisis falang dan metakarpal (5%) ,
poliartritis simetris seperti rheumatoid arthritis (RA), dengan clawhand
(15%), oligoarthritis dengan pembengkakan dan tenosynovitis pada satu
atau beberapa sendi tangan (70%) , spondilitis ankylosing atau dengan
arthritis perifer (5%). 7

2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis psoriasis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
gambaran klinis lesi kulit. Pada kasus-kasus tertentu, diperlukan pula pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi histopatologi.4\
Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan untuk
mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan
pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya akan tampak penebalan epidermis
atau akantosis serta elongasi rete ridges. Terjadi diferensiasi keratinosit yang
ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami
penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan
parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis.
Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan
tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema
papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel
mast.4
Selain biopsi kulit, abnormalitas laboratorium pada penderita psoriasis
biasanya bersifat tidak spesifik dan mungkin tidak ditemukan pada semua pasien.
Pada psoriasis vulgaris yang luas, psoriasis pustular generalisata, dan eritroderma
tampak penurunan serum albumin yang merupakan indikator keseimbangan
nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan hilangnya protein pada kulit.
Peningkatan marker inflamasi sistemik seperti C-reactive protein, α-2
makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation rate dapat terlihat pada kasus-kasus
7

yang berat. Pada penderita dengan psoriasis yang luas dapat ditemukan
peningkatan kadar asam urat serum. Selain daripada itu penderita psoriasis juga
menunjukkan gangguan profil lipid (peningkatan high density lipoprotein, rasio
kolesterol-trigliserida serta plasma apolipoprotein A1).4 Kemudian apabila
ditemukan kecurigaan psoriasis arthritis dapat dilakukan foto polos untuk
mengkonfirmasi diagnosis serta menentukan keparahan dari penyakit.

2.7. DIAGNOSIS BANDING


Gambaran klasik psoriasis biasanya mudah dibedakan dengan penyakit
kulit lainnya. Namun lesi yang atipikal atau bentuk lesi selain plak yang klasik
dapat menimbulkan tantangan bagi diagnosis psoriasis.11
Psoriasis harus dibedakan dari dermatomiositis, lupus eritematosus,
dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, liken planus, eksema dan sifilis sekunder.
Distribusi psoriasis pada permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut,
skalp; dermatomiositis juga berdistribusi pada daerah-daerah tersebut, sedangkan
lupus eritematosus pada umumnya kurang melibatkan permukaan ekstensor.
Pasien dengan dermatomiositis dapat menghambat suatu heliot rope sign, atrofi,
poikiloderma dan perubahan lipatan kuku. Lesi yang lanjut dari lupus
eritematosus diskoid sering menunjukkan hiperkeratosis folikular (carpet tack
sign).12
Psoriasis yang timbul pada kulit kepala biasanya sulit dibedakan dengan
dermatitis seboroik. Pemeriksaan fisik yang cermat meliputi tempat predileksi dan
tanda-tanda khas dari dermatitis seboroik atau psoriasis sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis. Tempat predileksi dermatitis seboroik pada area yang
banyak mengandung kelenjar sebasea sedangkan psoriasis vulgaris biasanya
timbul pada area yang sering terkena trauma karena adanya fenomena Koebner.
Lesi dermatitis seboroik ditandai dengan lesi kulit yang berwarna kekuningan,
eritema ringan sampai berat, infiltrat beradang yang ringan, berminyak, bersisik
tebal dan berkrusta. Pasien dengan skuama keputihan yang kering serta menebal
seperti mika, walaupun terdapat pada predileksi seboroik.7
Pada pitiriasis rosea, erupsi berlokasi pada lengan atas, badan dan paha,
dan durasinya berminggu-minggu. Bentuk khas lesi adalah oval dan mengikuti
8

garis tegangan kulit. Lesi menunjukkan kerutan pada epidermis dan kolaret.
Sering dijumpai adanya herald patch.6
Liken planus terutama mengenai permukaan fleksor pergelangan tangan
dan kaki. Sering berwarna keunguan yang nyata. Pada individu yang berkulit
gelap, lesi cenderung menjadi hiperpigmentasi yang nyata. Kuku tidak berbintik-
bintik seperti pada psoriasis, namun menonjol secara longitudinal, kasar dan
menebal. Pembentukan pterigium adalah khas pada liken planus.6
Eksema pada tangan dapat menyerupai psoriasis. Pada umumnya lesi
psoriasis cenderung berbatas yang lebih tegas, namun terkadang tidak dapat
dibedakan. Psoriasis juga perlu dibedakan dengan infeksi jamur. Pada stadium
penyembuhan psoriasis vulgaris, eritema dapat terjadi hanya di pinggir hingga
menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah pada keluhan dermatofitosis gatal
sekali dan pada pemeriksaan KOH ditemukan jamur. Keluhan subjektif pada tinea
corporis biasanya gatal terutama bila berkeringat, dan secara klinis tampak lesi
berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda radang lebih, normal di tengah
(central healing) disertai skuama tipis diatasnya. Sedangkan, pada infeksi jamur
oleh kandida, lesi berupa makula eritematosa berbatas tegas dengan lesi satelit
disekelilingnya.6,13

2.8. TATALAAKSANA
Terdapat berbagai pilihan terapi untuk psoriasis. Pengobatan anti psoriasis
berspektrum luas baik secara topikal maupun sistemik telah tersedia. Sebagian
besar obat-obatan ini memberikan efek sebagai imunomodulator. Tetapi sampai
saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan psoriasis. Tujuan pengobatan
psoriasis ialah menekan gejala sedemikian rupa sehingga penyakit kulitnya tidak
mengganggu pekerjaan, aktivitas pribadi atau sosial pasien. Sebelum memilih
regimen pengobatan, penting untuk menilai tipe, perluasan serta derajat keparahan
psoriasis. Dipilih terapi paling aman dan paling efektif sesuai dengan kondisi
pasien.14
Terdapat 3 jenis terapi yaitu terapi topikal, fototerapi dan sistemik seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 1. Terapi pada psoriasis vulgaris diberikan
berdasarkan pada luas area tubuh yang terkena. Bila area permukaan tubuh yang
terkena kurang dari 10% (ringan), pilihan pengobatannya adalah pengobatan
9

topikal dan dapat dikombinasi dengan fototerapi. Bila area yang terlibat antara 10-
30 % (sedang) dapat diberikan terapi kombinasi antara terapi topikal, fototerapi
dan pusat perawatan harian. Sementara itu untuk kategori berat dengan
keterlibatan lesi lebih dari 30% area permukaan tubuh diperlukan pengobatan
sistemik yang dikombinasi dengan pusat perawatan harian, fototerapi dan terapi
topikal. Terapi topikal terdiri dari emolien, glukokortikoid, analog vitamin D,
asam salisilat, dithranol, tazaroten dan tar. Fototerapi terdiri dari narrow-band
ultraviolet B (NB-UVB), broad-band ultraviolet B(BB-UVB), psoralen yang
dikombinasikan dengan sinar ultraviolet A (PUVA), laser excimer dan
klimatografi. Terapi sistemik terdiri dari metotreksat, asitretin, agen biologis
(alefacept, etanercept, adalimumab, infliximab, ustekinumab), siklosporin A,
hidroksiurea, 6-tioguanin, celcept dan sulfasalazine.15

Gambar 2.1. Algoritma pemilihan terapi pada psoriasis16


10

Salah satu teknik lainnya yang digunakan untuk mengukur derajat


keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan Psoriasis Area and Severity Index
(PASI). PASI merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan yang paling
sering digunakan. Berupa suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali
dalam studi penggunaan retinoid pada tahun 1978. PASI menggabungkan elemen
pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi dan
skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 - 4
untuk setiap bagian tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah. Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian
dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan
dengan skor yang didapat dari skala 1 - 6 yang merepresentasikan luasnya area
permukaan yang terlibat pada bagian tubuh tersebut. Skor ini kemudian dikalikan
dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area tubuh (0.1 untuk kepala dan
leher, 0.2 untuk ekstremitas atas, 0.3 untuk batang tubuh, dan 0.4 untuk
ekstremitas bawah). Akhirnya skor dari keempat area tubuh ditambahkan
sehingga menghasilkan skor PASI. Kemungkinan nilai tertinggi PASI adalah 72
tetapi nilai ini secara umum dianggap hampir tidak mungkin untuk dicapai.
Berdasarkan nilai skor PASI, psoriasis dapat dibagi menjadi psoriasis ringan (skor

PASI <11), sedang (skor PASI 12-16), dan berat (skor PASI >16). Oleh karena
kompleksitas skor PASI tersebut, maka bukan skor ini jarang digunakan pada
praktek klinis. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang digunakan
untuk tujuan penelitian.17

2.9. PROGNOSIS
Psoriasis tidak mengancam jiwa tetapi sulit diobati, bersifat kronik residif.
Onset dini dan riwayat keluarga atas penyakit ini kurang dipertimbangkan sebagai
indikator prognosis. Psoriasis merupakan penyakit yang melibatkan system imun
manusia, dan bersifat kronis. Penderita psoriasis akan memiliki psoriasis seumur
hidupnya karena penyakit ini tidak bisa diobati namun dapat terkontrol baik.
Melalui kerjasama antara pasien dan ahli dermatologis dalam terapi psoriasis,
pasien akan menemukan terapi yang sesuai untuk dirinya. Keduanya harus
berperan aktif untuk menentukan luaran yang lebih baik.18
BAB III
BAB III LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : WD
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 40 tahun
Tanggal Lahir : 21 Maret 1980
Alamat : Jln. Teuku Umar Gg. Cinderamata No. 5, Denpasar
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Agama : Hindu
Tgl Pemeriksaan : 1 April 2020

3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bercak kemerahan bersisik pada kulit kepala, kedua siku, dan kedua lutut.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah dengan
keluhan bercak kemerahan disertai dengan sisik berwarna putih keperakan.
Keluhan ini dirasakan sejak 3 tahun yang lalu. Saat ini, bercak kemerahan
dikatakan timbul pada kulit kepala, kedua siku, dan kedua lututnya. Awalnya,
dikatakan bercak kemerahan ini timbul hanya sedikit, berukuran kecil, dan hanya
muncul pada daerah kulit kepala. Tetapi kemudian, bercak mulai meluas hingga
menutupi hampir seluruh kulit kepala, dan 1 bulan terakhir ini dikatakan meluas
hingga ke dahi. Pasien juga mengatakan 1 tahun terakhir ini, bercak kemerahan
bersisik ini juga mulai timbul pada daerah kedua siku dan lututnya. Pasien
mengatakan bahwa bercak kemerahan bersisik ini akan bertambah tebal, meluas,
dan memerah pada kondisi-kondisi tertentu seperti saat digaruk, setelah
melakukan aktivitas hobinya (memancing), dan bila lebih sering aktivitas di luar.
Selain keluhan ini, pasien juga mengeluhkan adanya rasa gatal pada bercak
tersebut, dimana rasa gatal yang dirasakan tidak mengenal waktu, bisa timbul
sewaktu-waktu. Pasien mengatakan telah berobat untuk mengatasi keluhannya

11
12

dengan menggunakan minyak Bokista, dikatakan cukup berkurang namun bercak


kemerahan dan rasa gatal tetap ada dan berulang kali timbul.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan pernah berobat untuk mengatasi keluhan-keluhannya
tersebut dengan mengoleskan minyak Bokista pada daerah dengan bercak
kemerahan bersisik tersebut. Dengan minyak tersebut, dikatakan sisik berwarna
putih keperakan berkurang namun bercak kemerahan dan rasa gatalnya tetap ada.
Untuk mengurangi rasa gatalnya, pasien mengkonsumsi obat tablet CTM yang
hanya diminum bila rasa gatalnya sampai mengganggu aktivitasnya. Selain itu,
pasien juga mengkosnumsi obat herbal dari toko obat Cina untuk penyakit
rematiknya, yang dikatakan setelah mengkonsumsi obat tersebut keluhan pada
kulitnya juga membaik.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi terhadap obat, ataupun makanan disangkal. Riwayat atopi
tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan rematik sejak 1
tahun yang lalu. Riwayat penyakit kulit lainnya disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Pasien mengatakan bahwa dari informasi orang tuanya, dikatakan kakek
buyutnya memiliki riwayat penyakit yang mirip dengan pasien. Sedangkan orang
tua, istri, dan anaknya tidak memiliki riwayat keluhan serupa.
Riwayat Sosial dan Lingkungan
Pasien bekerja sebagai seorang sales kartu kredit sebuah bank swasta di
Denpasar sejak 7 tahun yang lalu. Sehari-harinya, pasien lebih sering beraktivitas
di luar ruangan (di jalan) dengan sepeda motor untuk melakukan kunjungan dan
mencari pelanggan. Saat mengendarai sepeda motor, pasien jarang menggunakan
jaket, hanya menggunakan pakaian kerja berupa kemeja lengan pendek, celana
panjang, dan sepatu. Akibat penyakitnya ini, pasien merasa stress dan malu
dengan kondisi kulitnya. Rasa malu ini membuat pasien merasa tidak percaya diri
saat bertemu dengan pelanggan, sehingga target penjualannya dikatakan terus
menurun. Saat ini, pasien merupakan tulang punggung tunggal bagi keluarganya,
13

dimana istrinya yang sebelumnya bekerja sebagai kasir di sebuah swalayan


berhenti bekerja setelah melahirkan anak mereka 1 tahun lalu.
Pasien juga memiliki hobi memancing. Saat menjalankan hobinya
tersebut, biasanya pasien berangkat memancing pagi hari dan baru pulang saat
sore hari. Saat memancing, pasien lebih sering menggunakan baju kaos lengan
pendek, celana pendek, sandal, dan topi. Riwayat merokok dan konsumsi
minuman beralkohol disangkal pasien.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur Aksila : 36oC

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Thorak : Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pul : ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : Distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Edema (+/+) interphalang digiti I sampai digiti V ,
nyeri (+/+), hangat (+/+)
Status Dermatologi
Mukosa : Hiperemis (-)
Rambut : Rambut rontok (-), warna hitam
Kuku : Pitting nail (+), rapuh (-)
Fungsi kelenjar keringat : Tidak dikerjakan
Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran KGB
Saraf : Penebalan saraf (-), parestesi (-)
14

1. Lokasi : Kepala dan Wajah

Efloresensi :plak eritema, multipel, berbatas tegas, berbentuk bulat,


beberapa konfluen berbentuk geografika, ukuran bervariasi dari yang
terkecil 5 x 4 cm hingga yang terbesar berukuran 7x 9 cm dengan
penyebaran bilateral simetris. Diatasnya terdapat skuama berlapis dengan
warna putih keperakan
2. Lokasi : Lengan Kanan dan kiri Posterior

Efloresensi : plak eritema, multiple, berbatas tegas, berbentuk bulat


beberapa konfluen berbentuk geografika, ukuran bervariasi dari yang
terkecil 0,5 x 0,5 cm hingga yang terbesar 7 x 2 cm dengan penyebaran
bilateral simetris. Diatasnya terdapat skuama berlapis dengan warna putih
keperakan.
3. Lokasi :Lutut kanan dan kiri

Efloresensi : plak eritema, multipel, berbatas tegas, berbentuk bulat,


ukuran masing-masing 5 x 5 cm dan 4 x 4 cm dengan penyebaran bilateral
simetris. Diatasnya terdapat skuama berlapis dengan warna putih keperakan.
15

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan biopsi kulit dan histopatologi bila diperlukan, pemeriksaan
foto polos manus.

3.5. RESUME KASUS


Pasien laki-laki berusia 40 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Sanglah pada tanggal 1 April 2020 dengan keluhan bercak kemerahan
bersisik pada kulit kepala, kedua siku, dan kedua lutut. Keluhan pertama kali
dirasakan sejak 3 tahun lalu berupa bercak kemerahan disertai dengan sisik
berwarna putih keperakan. Awalnya, dikatakan bercak kemerahan ini timbul
hanya sedikit, berukuran kecil, dan hanya muncul pada daerah kulit kepala. Tetapi
kemudian, bercak mulai meluas hingga menutupi hampir seluruh kulit kepala, dan
1 bulan terakhir ini dikatakan meluas hingga ke dahi. Pasien juga mengatakan 1
tahun terakhir ini, bercak kemerahan bersisik ini juga mulai timbul pada daerah
kedua siku dan lututnya. Pasien mengatakan bahwa bercak kemerahan bersisik ini
akan bertambah tebal, meluas, dan memerah pada kondisi-kondisi tertentu seperti
saat digaruk, setelah melakukan aktivitas hobinya (memancing), dan bila lebih
sering aktivitas di luar. Pasien juga mengeluhkan rasa gatal yang tidak mengenal
waktu pada bercak-bercak tersebut. Pasien mengatakan telah berobat untuk
mengatasi keluhannya dengan menggunakan minyak Bokista, dikatakan cukup
berkurang namun bercak kemerahan dan rasa gatal tetap ada dan berulang kali
timbul. Untuk mengurangi rasa gatal, pasien mengkonsumsi obat tablet CTM.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Riwayat
penyakit kulit lain disangkal. Riwayat penyakit kulit yang sama di keluarga
dikatakan ada pada kakek buyut pasien. Pasien memiliki riwayat penyakit
sistemik berupa tekanan darah tinggi dan rematik sejak 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik pasien:
 Status Present : Dalam batas normal
 Status Generalis : Dalam batas normal
 Status Dermatologis : Pada kepala dan wajah terdapat plak eritema,
multipel, berbatas tegas, berbentuk bulat, beberapa konfluen berbentuk
geografika, ukuran bervariasi dari yang terkecil 5 x 4 cm hingga yang
terbesar berukuran 7x 9 cm dengan penyebaran bilateral simetris.
Diatasnya terdapat skuama berlapis dengan warna putih keperakan.
16

Pada lengan kanan dan kiri terdapat plak eritema, multiple, berbatas tegas,
berbentuk bulat beberapa konfluen berbentuk geografika, ukuran
bervariasi dari yang terkecil 0,5 x 0,5 cm hingga yang terbesar 7 x 2 cm
dengan penyebaran bilateral simetris. Diatasnya terdapat skuama berlapis
dengan warna putih keperakan.
Pada lutut kanan dan kiri terdapat plak eritema, multipel, berbatas tegas,
berbentuk bulat dengan ukuran masing-masing 5 x 5 cm dan 4 x 4 cm
dengan penyebaran bilateral simetris Diatasnya terdapat skuama berlapis
dengan warna putih keperakan.

3.6. DIAGNOSIS BANDING


Psoriasis vulgaris
Psoriasis arthritis
Dermatitis seboroik
Pitiriasis rosea
Tinea corporis
Psoriasis arthritis

3.7. DIAGNOSIS
Psoriasis Vulgaris
Hipertensi stadium II

3.8. TATA LAKSANA


1. Medikamentosa:
 Cetirizine tablet, 1 x 10 mg selama 10 hari
 Clorfeniramine Maleate tablet, 3 x 4 mg
 Dexosymethasone cream gram 30
 Asam salisilat 3%
 Asam benzoat 6% Cream
 Olium cadini 9%
 Vaseline album ad gram 60
 Rencana pemberian metotreksat
 Konsul TS interna
17

3.9. KIE
 Menjelaskan mengenai penyakit pasien, hasil pemeriksaan dan terapi yang
diberikan kepada pasien.
 Menginformasikan kepada pasien untuk menjaga higienitas perorangan
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
 Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari sinar UV, garukan
ataupun trauma pada lesi kulit karena dapat mencetuskan pertumbuhan
skuama dan menimbulkan rasa gatal.
 Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari mengoleskan bahan-
bahan iritan seperti sabun colek serta minyak

3.10. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubius ad Bonam
Ad Functionam : Dubius ad Bonam
Ad Sanationam : Dubius ad Malam
Ad Kosmetikam : Dubius ad Bonam
BAB IV
BAB IV PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

Diagnosis psoriasis vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang histopatologi bila diperlukan.3
Psoriasis vulgaris bermanifestasi sebagai plak berwarna kemerahan yang berbatas
tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan
lesi. Predileksi lesi biasanya terdapat di area ekstensor ekstrimitas, lumbosakral
bagian bawah, bokong dan genital. Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang
berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi
kulit pada psoriasis biasanya simetris dan dapat disertai gejala subjektif seperti
gatal dan rasa terbakar.3 Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, pasien
mengeluhkan terdapat penebalan kulit berwarna merah, disertai sisik-sisik putih
diatasnya dan terasa gatal yang sesuai dengan gejala klinis. Keluhan ini dirasakan
sejak 3 tahun yang lalu. Saat ini, bercak kemerahan dikatakan timbul pada kulit
kepala, kedua siku, dan kedua lututnya. Awalnya, dikatakan bercak kemerahan ini
timbul hanya sedikit, berukuran kecil, dan hanya muncul pada daerah kulit kepala.
Tetapi kemudian, bercak mulai meluas hingga menutupi hampir seluruh kulit
kepala, dan 1 bulan terakhir ini dikatakan meluas hingga ke dahi. Pasien juga
mengatakan 1 tahun terakhir ini, bercak kemerahan bersisik ini juga mulai timbul
pada daerah kedua siku dan lututnya. Selain keluhan ini, pasien juga mengeluhkan
adanya rasa gatal pada bercak tersebut, dimana rasa gatal yang dirasakan tidak
mengenal waktu, bisa timbul sewaktu-waktu. Dari keluhan ini, sesuai dengan
karakteristik dari psoriasis yaitu bersifat kronis, serta memiliki lesi yang simetris
(seluruh bagian kulit kepala, kedua siku, dan kedua lutut) dan disertai gejala
subjektif yaitu rasa gatal.
Beradasarkan teori, dikatakan etiopatogenesis psoriasis belum diketahui
secara pasti, namun ada banyak faktor yang diduga berperan dalam terjadinya
psoriasis, meliputi faktor genetik, stress, infeksi, trauma, hormon, obat-obatan,
pajanan sinar ultraviolet (UV), obesitas,merokok, dan konsumsi alkohol. 4,6 Faktor
pencetus lain yang juga berperan dalam timbulnya psoriasis adalah faktor
psikologis, fisiologis, dan lingkungan yang mampu mempengaruhi perjalanan

18
19

penyakit baik itu onset dan tingkat keparahan. Garukan atau gosokan yang
membuat kulit trauma dapat mencetuskan psoriasis (fenomena Koebner). Stres
psikis merupakan salah satu faktor pemicu kambuhnya psoriasis yakni sekitar
hampir 40% pada orang dewasa.4 Dari anamnesis, diketahui pasien merupakan
seorang sales yang hampir sepanjang hari beraktivitas di luar (di jalan) dan
memiliki hobi memancing, dimana aktivitas tersebut dilakukan tanpa
menggunakan pelindung yang cukup terhadap kulitnya, sehingga sering terpapar
oleh sinar matahari dari pagi hingga sore hari. Adanya rasa gatal pada bercak
kemerahan ini membuat pasien tidak tahan dan seringkali menggaruknya,
sehingga keluhan semakin bertambah berat. Beban psikologis tidak dapat
dihindarkan, dimana kondisi pasien sebagai tulang punggung tunggal yang harus
membiayai istri dan anaknya, serta kondisi penyakit kulitnya yang tidak membaik
malah cenderung bertambah berat sehingga membuat rasa percaya diri berkurang
dan berdampak pada hasil pekerjaannya. Dari riwayat keluarga juga diketahui
bahwa kakek buyutnya memiliki riwayat penyakit yang mirip.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan status present dalam batas normal dan
status general pada ekstremitas didapatkan pembengkakan disertai nyeri pada
interphalang digiti I sampai digiti V. Pada pemeriksaan dermatologi, didapatkan
lesi berupa plak eritema berbatas tegas, berbentuk bulat, beberapa konfluen
menjadi bentuk geografis, ukuran bervariasi dengan lapisan skuama berwarna
putih keperakan pada pada kulit kepala sekitar perbatasan rambut dan wajah,
lengan kanan dan kiri, serta lutut kanan dan kiri yang mengarahkan pada
gambaran psoriasis vulgaris. Kemudian pada pemeriksaan kuku didapatkan
adanya pitting nails pada pasien.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas mengarah pada diagnosis
Psoriasis vulgaris. Namun, pada pasien ini, tidak dilakukan pencarian Auspitz
sign, dimana biasanya pada pasien dengan Psoriasis, setelah papul atau plak
dikeruk, akan terdapat beberapa bintik perdarahan. Selain itu juga dapat
ditemukan Karsvlek sign, dimana saat skuama dikeruk, akan terlihat warna keruh
seperti kerukan pada tetesan lilin. Ada pula fenomena Koebner dimana timbulnya
lesi psoriasis pada kulit yang sebelumnya tidak terdapat lesi akibat adanya trauma
yang didapatkan pada anamnesis.
20

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis


banding berupa, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan tinea korporis.
Dalam mendiagnosis psoriasis, biasanya dibingungkan dengan dermatitis
seboroik, terlebih lagi pada pasien ini lesi yang muncul awalnya pada predileksi
yang sama dengan dermatitis seboroik, yaitu pada kulit kepala. Yang
membedakan yaitu predileksi dermatitis seboroik yang meliputi area-area kulit
dengan banyak kelenjar sebasea seperti kepala, alis, lipatan nasolabial, wajah,
telinga, area sternal, aksila, lipatan submammary , umbilikus, inguinal, dan glutea.
Lesi lebih jarang ditemukan di lipatan fleksura dan wajah. Selain itu, pada
dermatitis seboroik lesi yang ditemukan seringkali berminyak, skuama yang
berwarna kekuningan, serta berkrusta.
Selain itu, diagnosis banding lainnya dari psoriasis yaitu pitiriasis rosea,
namun pada pitiriasis rosea, erupsi biasanya berlokasi pada lengan atas, badan,
dan paha. Bentuk khas lesi adalah oval, batas tegas, tepi meninggi, dengan
skuama yang halus. Sering dijumpai adanya herald patch yang merupakan lesi
inisial yang kemudian diikuti dengan lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan
paha yang tersusun mengikuti lipatan kulit. Pada badan biasanya membentuk
susunan seperti pohon cemara terbalik.
Diagnosis banding lainnya yaitu tinea corporis, dimana pada stadium
penyembuhan psoriasis vulgaris, eritema dapat terjadi hanya di pinggir hingga
menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah pada keluhan dermatofitosis gatal
sekali dan pada pemeriksaan KOH ditemukan jamur. Keluhan subjektif pada tinea
corporis biasanya gatal terutama bila berkeringat, dan secara klinis tampak lesi
berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda radang lebih, normal di tengah
(central healing) disertai skuama tipis diatasnya.
Pemilihan terapi untuk lesi psoriasis vulgaris dapat didasarkan menurut
tipe, perluasan serta derajat keparahan psoriasis, tetapi juga ketersediaan alat dan
bahan di rumah sakit. Tujuan pengobatan psoriasis ialah menekan gejala
sedemikian rupa sehingga penyakit kulitnya tidak mengganggu pekerjaan,
aktivitas pribadi atau sosial pasien. Terdapat 3 jenis terapi yaitu terapi topikal,
fototerapi dan sistemik. Terapi pada psoriasis vulgaris diberikan berdasarkan pada
luas area tubuh yang terkena. Bila area permukaan tubuh yang terkena kurang dari
21

10% (ringan), pilihan pengobatannya adalah pengobatan topikal dan dapat


dikombinasi dengan fototerapi. Bila area yang terlibat antara 10-30 % (sedang)
dapat diberikan terapi kombinasi antara terapi topikal, fototerapi dan pusat
perawatanharian. Sementara itu untuk kategori berat dengan keterlibatan lesi lebih
dari 30% area permukaan tubuh diperlukan pengobatan sistemik yang
dikombinasi dengan pusat perawatan harian, fototerapi dan terapi topical. Terapi
topikal terdiri dari emolien, glukokortikoid, analog vitamin D, asam salisilat,
dithranol, tazaroten dan tar. Fototerapi terdiri dari narrow-band ultraviolet B (NB-
UVB), broad-band ultraviolet B(BB-UVB), psoralen yang dikombinasikan
dengan sinar ultraviolet A (PUVA), laser excimer dan klimatografi. Terapi
sistemik terdiri dari metotreksat, asitretin, agen biologis (alefacept, etanercept,
adalimumab, infliximab, ustekinumab), siklosporin A, hidroksiurea, 6-tioguanin,
celcept dan sulfasalazine.6Pada pasien secara klinis lesi dapat ditemukan di lebih
dari 30% permukaan area tubuh, saat ini pasien mendapat terapi topikal berupa
kortikosteroid yang menghambat proses peradangan, asam salisilat, asam benzoat
dan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Secara teori, pasien
perlu diberikan fototerapi dan terapi sistemik, namun karena fototerapi saat ini
belum tersedia maka pasien hanya direncanakan untuk diberikan terapi sistemik
yaitu metotreksat. Sebelum diberikan terapi metotreksat, pasien memerlukan
pemeriksaan laboratorium darah lengkap,fungsi ginjal dan fungsi hati.
Penyakit psoriasis biasanya tidak membahayakan jiwa, namun pasien
dengan penyakit psoriasis yang parah mennunjukan ekspantasi hidup yang lebih
rendah, namun tidak diketahui alasan di baliknya.. Selain efek penyakitnya pada
kulit dan persendian, psoriasis juga berhubungan dengan berbagai komorbiditas
yang lain seperti alkoholisme, obesitas, diabetes, penyakit jantung dan
limfoma,yang banyak di antaranya mengurangi harapan hidup. Pasien dengan
kondisi psoriasis dapat menjalankan kehidupan seharian mereka dengan baik,
namun terdapat keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari, fungsi kerja, dan seksual
Pasien dengan psoriasis menderita cacat yang sebanding pasien lain dengan
penyakit kronis. Semua faktor ini mungkin memiliki efek yang merugikan pada
kualitas hidup pasien. Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit kronik dan
kompleks yang umum dijumpai di masyarakat, bersifat rekuren dan dikenal
22

sebagai penyakit sistemik berdasarkan patogenesis autoimunologik dan genetic,


jadi psoriasis tidak dapat disembuhkan dan pengobatan yang diberikan hanya
bersifat menekan keluhan kulit. Kondisi psoriasis dapat ditangani dengan baik
kalau pasien mengambil pengobatan secara teratur dan patuh, Namun sifat kronis
dan berulang dari penyakit psoriasis, kurangnya kontrol dan ketakutan akan
timbulnya remisi yang tak terduga, dan perasaan putus asa dalam hal
penyembuhan. Pasien dengan keterlibatan kulit yang lebih luas memiliki
pengurangan kualitas hidup yang lebih besar dengan pasien wanita dan anak muda
yang paling terpengaruh karena mereka lebih cenderung terasa kurang percaya
diri dengan kondisi kulit mereka saat psoriasis sedang kambuh.2,19
BAB V
BAB V KESIMPULAN

KESIMPULAN
Psoriasis adalah peradangan pada kulit yang bersifat kronis dan residif,
serta lebih dikenal sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.
Psoriasis ditandai dengan adanya plak eritema berbatas tegas dengan skuama yang
kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Koebner dengan ukuran yang bervariasi. Tempat predileksi tersering yaitu siku,
lutut, kulit kepala, lumbosacral, bokong, dan genital. Pada kasus di atas, pasien
mengeluhkan bercak kemerahan dan gatal pada kulit kepala, dahi, siku serta lutut.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa terapi topikal dan perencanaan terapi
sistemik serta edukasi mengenai psoriasis, cara penanganan, cara pencegahan dan
kemungkinan rekurensinya

23
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacoeb, T.N.A. Dermatosis eritroskuamosa: Psoriasis, dalam: Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
2016; 7 ed: 213 - 222.
2. Kelompok Studi Psoriasis Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia. Pedoman tatalaksana psoriasis dan informed consent;
2014.
3. S.L. M, K. B, W. I. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
4. Kolarsick PA, Kolarsick MA, Goodwin C. Anatomy and Physiology of the
Skin. J Dermatol Nurses Assoc. 2011;1(4):203–13.
5. Haynes SN, Wilson CC, Jaffe PG, Britton BT. Biofeedback treatment of
psoriasis. Biofeedback Self Regul. 1979 Sep;4(3):195–209.
6. Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th
ed. GILCHREST BA, editor. Mc Graw Hill; 2012:152.
7. James WD, Elston D, Berger T. Andrew's Diseases of the Skin E-Book:
Clinical Dermatology. Elsevier Health Sciences; 2011 Mar 21
8. Nograles KE, Davidovici B, Krueger JG. New insights in the immunologic
basis of psoriasis. InSeminars in cutaneous medicine and surgery.
2010;29(1):3. NIH Public Access.
9. Phillips, A. Psoriasis. Diagnosis and Management. Primary Health Care.
2015;25(6):13-13.
10. Hsu, L. and Armstrong, A. Psoriasis and autoimmune disorders: A review of
the literature. Journal of the American Academy of Dermatology.
2012;67(5):1076-1079.
11. Lallas, A., Kyrgidis, A., Tzellos, T., Apalla, Z., Karakyriou, E., Karatolias,
A., Lefaki, I., Sotiriou, E., Ioannides, D., Argenziano, G. and Zalaudek, I.
Accuracy of dermoscopic criteria for the diagnosis of psoriasis,
dermatitis, lichen planus and pityriasis rosea. British Journal of
Dermatology. 2012;166(6):1198-1205.
12. Cuesta-Montero, L. and Belinchón, I. Connective Tissue Diseases and

24
Psoriasis. Actas Dermo-Sifiliográficas (English Edition), 2011;102(7):
487-497.
13. Garnham, Kathryn & Wlodek, Christina & Wheeler, Tracey & Giles Dunnill,
Michael. Distinguishing tinea corporis from psoriasis. InnovAiT:
Education and inspiration for general practice. 2015;9.
14. Bourke J, Coulson I, English J. Guidelines for the management of Psoriasis:
an update. Br Association Dermatologist. 2009;160:946-54.
15. Burkemper NM. Dermatology in General Medcine. Mo Med. 2015;112(4):
296-300.
16. Wolff, K., Goldsmith, L., Katz, S., et al. Fitzpatrick’s Color Dermatology in
General Medicine. 7th ed. USA: The McGrow Hill Company. 2008.
17. Kenneth B. Clinical Outcome Measurements. Psoriatic and Psoriatic
Arthritis: An Integrated Approach. Edisi ke-1. New York. Springer;
2005;125-8.
18. Krisnarto, E., Novitasari, A., Auliarahma, D. Faktor Prediktor Kualitas Hidup
Pasien Psoriasis: Studi Cross Sectional. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah. 2016;5(1).
19. Balkrishnan R, Feldman S, Tan. Quality of life issues and measurement in
patients with psoriasis. Psoriasis: Targets and Therapy. 2012;13

25

Anda mungkin juga menyukai