Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS PEMFIGUS VULGARIS DENGAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN
RASA NYAMAN (NYERI) DI RUANG ASTER
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
DHEA PERMATASARI ISKANDAR
NIM : 2022-04-14901-016

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan “Asuhan Keperawatan Dasar Profesi pada Ny.M dengan diagnosa
medis Pemfigus Vulgaris dengan Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa
Nyaman (Nyeri) di Ruang Aster RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan ini disusun guna melengkapi tugas
Praktik klinik Program Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi.
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Klinik Program
Profesi Ners.
4. Ibu Oktarinai L, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Lahan Ruang Aster
RSUD dr. Doris Sylvanus yang telah banyak memberikan saran dan
bimbingannya dalam menyelesaikan asuhan keperawatan.
5. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan
asuhan keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa asuhan keperawatan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 10 Oktober 2022

Dhea Permatasari Iskandar

iii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................1
1.1 Konsep Dasar Pemfigus Vulgaris..............................................................1
1.1.1 Definisi.............................................................................................1
1.1.2 Etiologi.............................................................................................2
1.1.3 Klasifikasi.........................................................................................3
1.1.4 Patofisiologi (WOC)........................................................................5
1.1.5 Manifestasi Klinis............................................................................7
1.1.6 Komplikasi.......................................................................................8
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang....................................................................9
1.1.8 Penatalaksanaan Medis....................................................................9
1.2 Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa Nyaman
(Nyeri)......................................................................................................12
1.2.1 Konsep Nyeri..................................................................................12
1.2.2 Etiologi...........................................................................................13
1.2.3 Klasifikasi.......................................................................................15
1.2.4 Manifestasi Klinis..........................................................................16
1.2.5 Penatalaksanaan Nyeri...................................................................18
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan...........................................................18
1.3.1 Pengkajian Keperawatan................................................................18
1.3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................21
1.3.3 Intervensi Keperawatan..................................................................22
1.3.4 Implementasi Keperawatan............................................................28
1.3.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................28
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................29
2.1 Pengkajian................................................................................................29
2.2 Prioritas Masalah.....................................................................................46
2.3 Rencana Keperawatan.............................................................................47
2.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan...............................................49
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................56

iv
1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Pemfigus Vulgaris


1.1.1 Definisi
Pemfigus vulgaris yaitu penyakit autoimun yang diperoleh (acquired) dan 2
merupakan tipe pemfigus yang sering dijumpai kira-kira 80 % dari total kasus
pemfigus. Pemfigus vulgaris dapat ditemukan di seluruh dunia dan secara
epidemiologi jenis kelamin tidak mempengaruhi angka kejadian penyakit ini
(Sularsito dkk, 2011).
Pemphigus vulgaris adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya
autoantibodi immunoglobulin G (IgG) terhadap desmosom, sehingga
menyebabkan terjadinya bula intraepidermal akibat adanya akantolisis.
Pemphigus vulgaris dapat mengenai semua usia namun rerata usia munculnya
kondisi ini adalah pada usia 50 tahun (Alpsoy et al, 2014 dalam Diana, E. D. N. et
al, 2021).
Pemphigus vulgaris (PV) merupakan penyakit bula autoimun pada kulit dan
membran mukosa yang disebabkan oleh adanya autoantibodi yang menyerang
desmoglein 1 (Dsg1) dan desmoglein 3 (Dsg3) di permukaan sel keratinosit
(Payne dkk, 2019 dalam Diana, E. D. N. et al, 2021).
Pemfigus vulgaris ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik
yang menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai
dengan bula intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik
ditemukan antibodi terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit
jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam sirkulasi darah.

1
2

1.1.2 Etiologi
Bukti yang ada menunjukkkan bahwa pemfigus vulgaris merupakan
penyakit autoimun yang melibatkan IgG, suatu immunoglobulin. Diperkirakan
bahwa antibody pemfigus ditujukan langsung kepada antigen permukaan sel yang
spesifik dalam sel- sel epidermis. Lepuh terbentuk akibat reaksi antigen-antibody.
Kadar antibody dalam serum merupakan petunjuk untuk memprediksikan
intensitas penyakit. Faktor- faktor genetik dapat memainkan peranan dalam
perkembangan penyakit dengan insidensi tertinggi. Kelainan ini biasanya terjadi
pada laki- laki dan wanita dalam usia pertengahan serta akhir usia dewasa.
( Smeltzer, Suzanne. C. 2001 ).Prevalensi PV lebih banyak mengenai wanita
dibandingkan dengan pria. Pada penelitian (Diana, E. D. N. et al, 2021)
dilaporkan bahwa PV dijumpai 4 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan
pria. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Nanda, dkk. (2004) yang menyatakan
bahwa PV lebih banyak dijumpai pada wanita 1,4 kali lebih banyak dibandingkan
dengan pria. Penyebab pasti tingginya prevalensi PV pada wanita masih belum
jelas.
Penemuan auto-antibody didalam serum penderita pemfigus telah
membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan autoimunitas
juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun lainnya, misalnya
lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis, timoma, dan
anemia pernisiosa. penderita pemfigus vulgaris memperlihatkan peningkatan
insidens fenotif H.L.A. –A 10 dan H.L.A.–Bw 13. Penyebab dari pemfigus
vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:
1. Faktor genetik
2. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun.
Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari
antibody sang ibu.
3. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya
myasthenia gravis dan thymoma.
3

1.1.3 Klasifikasi
Terdapat 4 bentuk pemfigus, yaitu pemfigus vulgaris, pemfigus
eritematosus, pemfigus foliaseus, dan pemfigus vegetans. Selain itu, masih ada
beberapa bentuk yang tidak dibicarakan karena langka, ialah pemfigus
herpetiformis, pemfigus IgA, dan pemfigus paraneoplastik. Susunan tersebut
sesuai dengan insidensinya. Dari bentuk-bentuk pemfigus, bentuk yang paling
berbahaya adalah pemfigus paraneoplastik karena sering ditemukan pada pasien
yang telah didiagnosis mengalami keganasan (kanker). Namun, pemfigus
paraneoplastik merupakan bentuk yang paling jarang ditemukan.
Menurut Fitzpatrick’s pemfigus secara umum dibagi menjadi 4 tipe
utama, dua tipe yang tersering yaitu pemfigus vulgaris (PV), dengan akantolisis
suprabasal yang menyebabkan pemisahan sel-sel basal dari keratinosit stratum
spinosum, dan jenis yang kedua adalah pemfigus foliaseus (PF), dengan
akantolisis pada lapisan epidermis yang lebih dangkal yaitu pada stratum
granulosum. Selain itu bentuk pemfigus yang lebih jarang ialah pemfigus
paraneoplastik dan pemfigus IgA.

Gambar 2.1 Klasifikasi Pemfigus


Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology

Menurut letak celah, pemfigus dibagi menjadi dua, yaitu di suprabasal


ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans, dan di stratum
granulosum adalah pemfigus foliasesus dan variannya pemfigus eritematosus.
4

Semua penyakit tersebut memberi gejala yang khas, yaitu pembentukan


bula yang kendur pada kulit yang umunya terlihat normal dan mudah pecah, pada
saat penekanan bula tersebut meluas (Nikolski +), akantolisis selalu +, dan
adanya antibodi tipe IgG terhadap antigen intraseluler di epidermis yang dapat
ditemukan di dalam serum maupun terikat di epidermis.

Derajat Pemfigus Vulgaris


Ikeda, et al, membuat skoring derajat pemfigus vulgaris, skoring tersebut
berhubungan dengan pengobatan. Pemfigus vulgaris dibedakan dari dermatitis
herpetiformis dan pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat mengenai
anak dan dewasa, keadaan umum penderita baik, keluhan gatal sangat nyata,
ruam polimorf, dinding vesikel/ bulla tegang dan berkelompok. Pemfigus
vulgaris umumnya mengenai orang dewasa, keadaan umumnya buruk, tidak
gatal, bulla berdinding kendur, dan biasanya generalisata. Pada dermatitis
herpetiformis, bulla letaknya di subepidermal, sedangkan pada pemfigus
vulgaris, bulla letaknya intraepidermal dan terdapat akantolisis. Pemfigoid
bulosa berbeda dari pemfigus vulgaris karena keadaan umum baik, bulla tegang,
dan letaknya di subepidermal.
5

1.1.4 Patofisiologi (WOC)


Penyebab pasti pemphigus vulgaris belum diketahui. Banyak teori yang
mendasari timbulnya penyakit ini, antara lain karena virus, namun hal ini tidak
dapat dibuktikan. Hal lain, seperti kelainan metabolisme, intoksikasi, dan
psikogenik, lebih merupakan akibat, bukan penyebab pemphigus. Beutner dan
Jordan (1964) dengan teknik imunofluresensi (IF), mendemonstrasikan adanya zat
anti–IgG yang beredar di dalam serum penderita. Zat anti ini beraksi atau terikat
pada substansi yang melekatkan sel-sel epidermis (substansia intraseluler). Ini
spesifik untuk pemphigus vulgaris. Titer zat anti atau antibodi ini berhubungan
dengan aktifitas/ berat ringannnya penyakit, sehingga mungkin dapat dipakai
untuk mengevaluasi pengobatan. Pada pemeriksaan imunofloresensi langsung
dengan menggunakan epitel berlapis sebagai antigen, misalnya selaput lendir
kerongkongan kera atau bibir marmut, komplek antigen antibodi terlihat sebagai
susunan retikuler di sepanjang stratum spinosum.
Pemeriksaan IF langsung ini mempunyai arti penting untuk diagnosis,
karena hasilnya positif pada awal penyakit dan tetap positif untuk waktu lama
atau beberapa tahun setelah penyakit sembuh atau tanpa pengobatan. Dari
pengamatan IF, jelas adanya peran mekanisme autoimun di dalam patogenesis
pemphigus. Namun walaupun antibodi yang timbul spesifik terhadap pemphigus
ternyata antibodi antiepitel tersebut bisa pula didapatkan pada penderita luka
bakar, pemfigoid, NET, mikosis fungiodes, dan erupsi kulit karena penisilin.
Hubungan pemphigus dengan HLA terlihat pada studi populasi terhadap penderita
pemphigus yang menunjukan kenaikan HLA-A10 pada orang Jepang dan Yahudi
yang menderita pemphigus. Dan ada hubungan kuat dengan HLA-DR4 pada
orang Yahudi yang menderita pemphigus.
6

WOC PEMFIGUS VULGARIS Etiologi : Penyakit, Autoimun


Obat-obatan, Genetik
Diet DM

Pemfigus

Menimbulkan Bula
pada Kulit

PEMFIGUS
VULGARIS

B1 B2 B3 B4 B5 B6

MK: Tidak ada Glukosa menumpuk Menimbulkan lesi pada Kehilangan cairan Berkurangnya Mengalami penekanan
masalah dalam darah kulit dan mukosa dan protein sintesis albumin di
keperawatan dalam tubuh
Glukosa di sel ↓ Kulit mengelupas
Hilangnya cairan
Pecahnya lepuhan
jaringan Berkurangnya
bula menyebabkan
Trasport glukosa ↓ kerusakan jaringan asupan protein
Sembuh Barier proteksi kulit
MK : Risiko lambat dan membran
Respon Otak Ketidakseimbangan Mengakibatkan lesi mukosa hilang
Pengeluaran hormon Cairan Elektrolit
Luka terbuka atau mukosa mulut yang
insulin terganggu Decubitus
lepuhan dari pemfigus menyebabkan sulit meluas Perubhan
Mengenai reseptor
makan. pigmentasi kulit
Resistensi insulin nyeri
Infeksi berkelanjutan Barier proteksi kulit
MK : Resiko dan membran MK: Gangguan
Sekresi insulin↓ Agen pencedera Defisit Nutrisi mukosa hilang Integritas Kulit
Terjadi peradangan, fisiologis
inflamasi
Hiperglikemia MK : Risiko
Menimbulkan erosi
MK: MK : Nyeri dan bau busuk Infeksi
Hipertermia
MK:
Penampakkan kulit MK : Gangguan Citra
 Perfusi Perifer Tidak Efektif
yang tidak baik Tubuh
 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
7

1.1.5 Manifestasi Klinis


Keadaan umum penderita biasanya buruk. penyakit dapat mulai
sebagai lesi dikulit kepala yang berambut atau rongga mulut kira-kira pada
60 % kasusu, berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga
sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut
atau dermatitia dengan infeksi skunder. Lesi di tempat tersebut bisa
berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.5
Tanda dan gejala Pemfigus
1) Pemfigus Vulgaris:
a. Kulit berlepuh ±1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit
yang terkelupas, erosi
b. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
c. Tanda nikolsky ada
d. Kelamin, mukosa mulut 60%
e. Biasanya usia 30-60 tahun
f. Bau spesifik
2) Pemfigus eritematosus
a. Biasanya pada usia 60-70 tahun
b. Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa
bercak, eritematosa batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta
sifatnya kronis residif
c. Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar
eritematosa, krusta dan skuama krusta basah, bau khas
d. Tanda nikolsky ada
e. Mukosa mulut terkena
3) Pemfigus bullosa
a. Biasanya usia 50-70 tahun
b. Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang
tampak normal atau eritema
c. Diameter bula bervariasi
d. Lesi mulut / genitalis ( 20 – 40 %)
e. Tidak ada tanda nikolsky
8

4) Pemfigus vegetans
a. pada usia lebih muda dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b. lesi awal dimukosa mulut berbulan-bulan
c. lesi kulit : lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas,
selluruh tubuh berupa bula kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau
amis, hiperpigmentasi
d. tanda nikolsky ada

Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu :


d. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal
dan mudah pecah.
e. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)
f. Akantolisis selalu positif.
g. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang
dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat diefidermis
h. Semua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput
lender konjungtiva, hidung, farings, larings, esofaring.5, 6

1.1.6 Komplikasi
a. Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit.
Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple
erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan
meningkatkan resiko timbulnya scar.
b. Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
c. Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan
kortikosteroid.
d. Supresi sumsum tulang
9

Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia


dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
e. Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik.
f. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami
rupture akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kehilangan cairan dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak
gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan
pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau
proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Benny E. Wiryadi, 2007) pemeriksaan penunjang yaitu
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis
2 Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk
diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
3 Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis
4 Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi
pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.
5 Pemeriksaan hitopatologik: terlihat gambaran yang khas, yakni bula yang terletak
supra basal dan adanya akantolisis.
6 Pemerikssaan imunofluoresensi
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG dan
C3. Pada tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi pemphigus tipe
IgG. Tes pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah positif pada
penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar dengan beratnya penyakit
dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid.

1.1.8 Penatalaksanaan Medis


Tatalaksana harus dilakukan segera setelah didiagnosis meskipun
lesi hanya sedikit, karena lesi akan cepat meluas dan jika tidak
10

ditatalaksana dengan baik prognosisnya buruk. Tatalaksana pemfigus


vulgaris dibagi dalam 3 fase, yaitu fase kontrol, fase konsolidasi, dan fase
maintenance.
1. Fase kontrol
Fase kontrol adalah fase penyakit dapat dikontrol, terbukti dari tidak
terbentuknya lesi baru dan penyembuhan lesi yang sudah ada.
Direkomendasikan kortikosteroid dosis tinggi, umumnya prednison 100-150
mg/hari secara sistemik, alternatif adalah deksametason 100 mg/hari. Dosis
harus di taper off segera setelah lesi terkontrol. Selama terapi kortikosteroid
dosis tinggi harus dipantau risiko diabetes, infeksi, hipertensi, gangguan
jantung dan paru. Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin,
mencegah hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan
meningkatkan pembentukan epitel kulit (pembaruan jaringan epitel).
Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit
dan menjaga agar kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi
dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus terapi
ini, harus dipertahankan seumur hidup penderitanya. Kortikosteroid
diberikan bersama makanan atau segera setelah makan, dan dapat disertai
dengan pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah
komplikasi lambung yang penting pada penatalaksanaan terapetik adalah
evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah, dan keseimbangan
cairan setiap hari.
Obat-obat imunosupresi, seperti azathioprine, mycophenolate mofetil,
methrotrexate, dan cyclophosphamide, dikombinasi dengan kortikosteroid
dosis rendah dapat mengurangi efek samping kortikosteroid.
Azathrioprine merupakan terapi adjuvan yang sering digunakan karena
relatif murah dan aman dikombinasikan dengan kortikosteroid dosis
tinggi. Dosis azathriopine 2,5 mg/kgBB/ hari. Prednison dengan
azathriopine lebih efektif daripada prednison saja, azathriopine tanpa
prednison baru memberikan efek positif 3-5 minggu kemudian.
Mycophenolate mofetil 2 gram/hari dapat memberikan efek positif,
tetapi jarang digunakan karena efek toksiknya.
11

Cyclophosphamide 1-3 mg/kgBB/ hari efektif jika dikombinasikan


dengan kortikosteroid.
Plasmaferesis dapat dikombinasi dengan obat-obat imunosupresi,
dilakukan tiga kali seminggu dengan mengganti 2 L plasma setiap
plasmaferesis. Plasmaferesis tanpa kombinasi obat imunosupresi dapat
menyebabkan rebound pembentukan antibodi. Plasmaferesis memiliki
risiko infeksi, saat ini banyak digantikan dengan IVIG. Jao, et al, dikutip
dari Bystryn, et al, menyatakan serum antibodi berkurang lebih dari
setengah pada 1-2 minggu pertama pemakaian IVIG. IVIG diduga
bekerja meningkatkan katabolisme molekul imunoglobulin, sehingga
dapat mengurangi antibodi. Dosis IVIG 2 gram/ kgBB/dosis selama 3-5
hari.
2. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi adalah fase terapi untuk mengontrol penyakit hingga
sebagian besar (sekitar 80%) lesi kulit sembuh, fase ini dimulai saat
berlangsung penyembuhan kulit hingga sebagian besar lesi kulit telah
sembuh. Lama fase ini hanya beberapa minggu, jika penyembuhan lambat
dosis terapi kortikosteroid ataupun terapi adjuvan imunosupsresan perlu
ditingkatkan.
3. Fase maintenance
Fase maintenance adalah fase pengobatan dengan dosis terendah yang dapat
mencegah munculnya lesi kulit baru, fase ini dimulai saat sebagian besar
lesi telah sembuh dan tidak tampak lagi lesi baru. Pada fase ini dosis
kortikosteroid diturunkan bertahap, sekitar seperempat dosis setiap satu
hingga dua minggu. Penurunan yang terlalu cepat berisiko memunculkan
lesi kulit baru, penurunan yang terlalu lambat meningkatkan risiko efek
samping kortikosteroid. Jika pada fase ini muncul lesi baru minimal dapat
diberi kortikosteroid topikal atau intralesi. Jika lesi jumlahnya banyak, dosis
kortikosteroid ditingkatkan 25-50%. Pada fase ini obatobat imunosupresi
perlu dibatasi karena mempunyai efek samping infertilitas dan
meningkatkan risiko kanker.
12

Obat topikal seperti sulfadiazine perak 1% dapat mencegah infeksi


sekunder. Lesi mukosa dapat diberi obat kumur diphenhydramine
hydrochloride. Kortikosteroid topikal dapat memberikan efek positif pada
lesi minimal. Pasien harus tetap mandi setiap hari untuk mengurangi risiko
infeksi sekunder, mengurangi penebalan krusta dan mengurangi bau badan.
Ahmed, et al, meneliti 5 pria dan 5 wanita pasien pemfigus vulgaris berusia
35-64 tahun yang memiliki kontraindikasi terhadap kortikosteroid dan obat
imunosupresan, antara lain diabetes melitus.
Topikal
 Eksudatif : kompres
 Darah erosif : Silver sulfadiazine
 Krim antibiotik bila ada infeksi

1.2 Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Rasa Nyaman


(Nyeri)
1.2.1 Konsep Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
13

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul,


2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah suatu yang menyakitkan tubuh yang diungkapkan
secara subjektif oleh individu yang mengalaminya . Nyeri didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang bila seorang pernah
mengalaminya. Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik
atau sumber yang dapat didentifikasi. Meskipun beberapa nyeri
dihubungkan dengan status mental atau psikologis, pasien secara nyata
merasakan nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkan saja.
Tetapi sensasi nyeri yaitu , akibat dari stimulasi fisik dan mental atau
stimulasi emosional (Potter & Perry, 2010)
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir
yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan (Asosiasi
Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi atau di
prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronis serangan yang tiba-tiba atau
lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).

1.2.2 Etiologi
Etiologi dari nyeri yaitu :
1) Mekanis
1. Trauma jaringan tubuh Kerusakan jaringan, iritasi langsung pada
reseptor nyeri, peradangan
2. Perubahan dalam jaringan misal:oedem Pemekaan pada reseptor
nyeri bradikinin merangsang reseptor nyeri
14

3. Sumbatan pada saluran tubuh distensi lumen saluran


4. Kejang otot Rangsangan pada reseptor nyeri
5. Tumor penekanan pada reseptor nyeri iritasi pada ujung – ujung
saraf
2) Thermis
a. Panas/dingin yang berlebihan missal :luka bakar Kerusakan jaringan
merangsang thermo sensitive reseptor nyeri.
3) Kimia
a. Iskemia jaringan mis: blok pada arteri coronary Rangsangan pada
reseptor karena tertumpunya asam laktat/bradikinin dijaringan.
b. Kejang otot Sekunder dari rangsangan mekanis menyebabkan
iskemia jaringan.

Menurut Smeltzer dalam Riadi (2013), faktor-faktor yang


mempengaruhi respon nyeri adalah sebagai berikut :
1) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang mempunyai pengalaman yang lebih banyak dan
berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran
terhadap nyeri dibanding dengan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.
2) Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian
limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.
Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri.
3) Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima
oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap
nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap dikaitkan dengan nyeri diberbagai
kelompok budaya.
4) Usia
15

Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada


anak-anak dan lansia. Perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok
usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-nak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.
5) Efek plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk tablet,
kapsul, cairan injeksi dan sebagainya. Plasebo umumnya terdiri atas
gula,larutan salin normal, dan atau air biasa. Karena plasebo tidak memiliki
efek farmakologis, obat ini hanya memberikan efek dikeluarkannya produk
ilmiah (endogen) endorfin dalam sistem kontrol desenden, sehingga
menimbulkan efek penurunan nyeri.
1.2.3 Klasifikasi
Menurut (Setiya & Abd Wahid, 2016) Klasifikasi nyeri dapat
berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan dapat berdasarkan
etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut penyakit
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas
yang bervariasi (ringan sampai berat), berlangsung singkat(<6bulan) dan
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area
yang rusak.
2) Nyeri Kronik
Nyeri Kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri yang disebabkan oleh adanya kausa
keganasan seperti kanker yang tidak terkontrol atau non keganasan. Nyeri
kronik berlangsung lama (lebih dari enam bulan) dan akan berlanjut
walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakit tampak sembuh.
Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah didentifikasi,
intensitas nyeri sukar untuk diturunkan, rasa nyeri biasanya meningkat,
sifat nyeri kurang jelas, dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang.
Nyeri kronis non maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat
16

kerusakan jaringan yang non progresif atau telah mengalami


penyembuhan.
3) Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun
sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap
rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap
analgesik opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat
kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang
meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan
dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri
neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik
opioid.

Klasifikasi Pengukuran Nyeri


Menurut (Setiya & Abd Wahid, 2016) Intensitas nyeri dapat dinilai
salah satunya menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Skala ini
mudah digunakan bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah dipahami oleh
pasien. Klasifikasi berdasarkan intensitas nyeri yang dinilai dengan Visual
Analog Scale (VAS) adalah angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10
berarti intensitas nyeri paling berat. Skala nyeri dalam penilaian numerik
Numerical Rating Scale (NRS) dapat dikelompokkan menjadi :
Skala Nyeri Grade Interpretasi
1-3 Nyeri Ringan Nyeri yang bisa ditahan, aktivitas tidak
terganggu
4-6 Nyeri sedang Mengganggu aktivitas fisik
7-9 Nyeri berat Tidak dapat melakukan aktivitas secara
mandiri
10 Nyeri sangat berat Nyeri sangat hebat dan tidak berkurang
dengan terapi/obat-obatan pereda nyeri dan
17

tidak dapat melakukan aktivitas.

1.2.4 Manifestasi Klinis


Nyeri sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional tentunya
akan menimbulkan respon terhadap tubuh. Respon tubuh terhadap nyeri
merupakan terjadinya 10 reaksi endokrin berupa mobilisasi hormon-
hormon katabolik dan terjadinya reaksi imunologik, yang secara umum
disebut sebagai respon stres (Ramadhan, 2018). Menurut (Tamsuri, 2007)
manifestasi klinis nyeri adalah sebagai berikut :
1) Nyeri Akut
 Agitasi (jengkel, kesal, gelisah disebabkan oleh provokasi)
 Ansietas
 TD Meningkat
 Mual dan muntah
 Mengatupkan rahang atau mengepalkan tangan
 Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya
 Peka rangsang
 Menggosok bagian yang nyeri
 Mengorok
 Postur tidak biasanya ( lutut ke abdomen )
 Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
 Gangguan konsentrasi
 Perubahan pada pola tidur
 Rasa takut mengalami cedera ulang
 Menarik bila disentuh
 Mata terbuka lebar atau sangat tajam
 Gambaran kurus
2) Nyeri Kronis
 Gangguan hubungan sosial dan keluarga
 Perubahan nafsu makan
 TD Meningkat
18

 Perubahan pada pola tidur


 Peka rangsang
 Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
 Depresi
 Menggosok bagian yang nyeri
 Ansietas
 Tampilan meringis
 Berfokus pada diri sendiri
 Tegangan otot rangka
 Preokupasi somatik (ketakutan menderita)
 Keletihan
 Agitasi (jengkel, kesal, gelisah disebabkan oleh provokasi)
 Kegelisahan
1.2.5 Penatalaksanaan Nyeri
1) Farmakologi
Analgesik merupakan metode penanganan nyeri yang paling umum dan
sangat efektif. Pemberian obat analgesic, yang dilakukan guna mengganggu atau
memblokir transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotik dan
bukan narkotik (Hidayat, 2014). Ada tiga tipe angkatan analgesic (Potter & Perry,
2010), yaitu:
a) Non-opoid (asetaminofen dan obat anti inflamasi)
b) Opoid (Narkoyik)
c) Koanalgesik (variasi dari pengobatan yang meningkatkan analgesik atau memiliki
kandungan analgesic yang semula tidak diketahui).
2) Non Farmakologi
a) Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2007).
b) Stimulasi Kutaneus Plasebo
19

Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang


dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan
sebagainya. Placebo umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal,
atau air biasa (Tamsuri, 2007). Stimulaisi kulit, beberapa teknik untuk
stimulasi kulit antara lain : Kompres dingin, Counter iritan, seperti plester
hangat.
c) Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan
lupa terhadap nyeri yang dialami. Contoh : membaca buku, menonton tv ,
mendengarkan musik, relaksasi nafas dalam dan bermain.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
Tidak ada batasan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Bisa tingkatan
segala usia. Tapi paling banyak di jumpai pada usia lansia.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama diambil dari data subjektif atau objektif yang paling
menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien pemfigus
vulgaris yang di rasakan adalah nyeri karena adanya pembentukan bula dan
erosi.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit
pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi,
perawat segera mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa menjadi
penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan
dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis.
4) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun
penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga,
terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
20

Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai


penyakit menular, herediter terhadap penyakit pemfigus vulgaris.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
pemfigus vulgaris adalah sebagai berikut:
a. Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa,
kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang
secara menyeluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya
berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Pada pasien
pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas,
mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter, dengan
struktur anatomis bulat.
Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam
memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling
menonjol pada kelainan dermatologic. Inspeksi keadaan dan penyebaran
bulla atau lepuhan pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus
vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak tererosi yang bentuknya
ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan sembuhnya
lambat.
Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan
tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit,
dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan
untuk mengkaji tanda-tanda infeksi.
b. Pengkajian Psikologis
Pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya
tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya
agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku
emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien karena
mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang
diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat
dan lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga.
21

Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit


pemfigus vulgaris.
7) Pola Kesehatan Fungsional Gordon yang terkait
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein
ketika bula mengalami ruptur.
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Nyeri akibat pembentukan bula dan erosi.
c. Pola hubungan dengan orang lain
Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena
adanya bula atau bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi yang
lebar.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya gangguan body image karena adanya bula-bula pecah
meninggalkan erosi yang lebar serta bau yang menusuk.
22

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


1.3.2.1 Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan imunitas (D.0078, Halaman
175)
1.3.2.2 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia (D.0009,
halaman 37)
1.3.2.3 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi
(D.0129, Halaman 282)
1.3.2.4 Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder: imunosupresi (D.0142, Halaman 304)
1.3.2.5 Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan (D.0037, Halaman 88)
1.3.2.6 Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan (D.0032, halaman 81)
1.3.2.7 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh (D.0083, Halaman 186)
23

1.3.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan Pemfigus Vulgaris menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI,
2018) meliputi :
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1. Nyeri Kronis berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal.201)
gangguan imunitas (D.0078, Halaman asuhan keperawatan diharapkan Observasi :
175) nyeri akut berkurang dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
kriteria hasil : nyeri
SLKI (L.08066 hal 145) 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
1. Kemampuan menutaskan
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
aktivitas meningkat (5)
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
2. Keluhan nyeri menurun (5)
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
3. Meringis menurun (5)
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
4. Gelisah menurun (5)
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
5. Kesulitan tidur menurun (5)
9. Monitor efek samping yang sudah diberikan penggunaan analgetik
6. Nafsu makan membaik (5)
Terapeutik :
7. Pola tidur membaik (5)
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara mandiri
5. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
24

6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah Setelah diberikan asuhan Perawatan Sirkulasi (SIKI I.14569 Hal. 345)
berhubungan dengan hiperglikemia keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
(D.0009, halaman 37) diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
meningkat. warna, suhu, ankle brachial index)
Kriteria hasil : SLKI (L.02011 2. Identifiskai faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
Hal.84) orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
1. Denyut nadi perifer cukup 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada erktremitas
meningkat (4) Terapeutik :
2. Penyembuhan luka meningkat 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
(5) keterbatasan perfusi
3. Warna kulit pucat menurun 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada
(5) keterbatasan perfusi
4. Edema perifer menurun (5) 3. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera
5. Parastesia menurun (5) 4. Lakukan pencegahan infeksi
6. Kelemahan otot menurun (5) 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
7. Kram otot menurun (5) 6. Lakukan hidrasi
8. Nekrosis menurun (5) Edukasi :
9. Pengisian kapiler membaik 1. Anjurkan berhenti merokok
(5) 2. Anjurkan berolahraga rutin
10. Akral membaik (5) 3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
11. Turgor kulit membaik (5) 4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan,
12. Tekanan darah sistolik dan penurun kolesterol, jika perlu
membaik (5) 5. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur
13. Tekanan darah diastolik 6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
membaik (5) 7. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan
14. Tekanan arteri rata-rata kulit kering pada kaki)
membaik (5) 8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
Indeks ankle brachial membaik 9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
(5) lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
25

hilangnya rasa)
3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (SIKI I.14564 Hal.328)
berhubungan dengan kelembapan asuhan keperawatan diharapkan Observasi :
(D.0129, Halaman 282) gangguan integritas kulit 1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)
menurun dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda – tanda infeksi
SLKI (L.14125 hal 33) Terapeutik :
1. Elastis meningkat (5) 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Hidrasi meningkat (5) 2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
3. Perfusi jaringan meningkat 3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
(5) kebutuhan
4. Nyeri menurun (5) 4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Kemerahan menurun (5) 5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
6. Pigmentasi abnormal 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
menurun (5) 7. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
7. Jaringan parut menurun (5) 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
8. Suhu kulit membaik (5) 9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
9. Sensasi membaik (5) 10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg BB/hari dan protein 1,25 –
10. Tekstur membaik (5) 1,5 g/kg BB/ hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, vitamin C,
Zinc, asam amino), sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS (Stimulasi Saraf Transkutananeous), jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur debriment (mis. Enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antbiotik, jika perlu.

4. Risiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (SIKI I.14539 Hal.278)
ketidakadekuatan pertahanan tubuh asuhan keperawatan diharapkan Observasi :
primer: kerusakan integritas kulit Resiko infeksi menurun dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
(D.0142, Halaman 304
26

kriteria hasil Terapeutik :


kriteria hasil : SLKI (L.14137 1. Batasi jumlah pengunjung
hal 139) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
1. Kebersihan tangan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
meningkat (5) lingkungan pasien
2. Kebersihan badan meningkat 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
(5) Edukasi :
3. Demam menurun (5) 1. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
4. Kemerahan menurun (5) 2. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
5. Nyeri menurun (5) 3. Ajarkan etika batuk
6. Bengkak menurun (5) 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
7. Kultur area luka membaik 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
(5) 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipovolemia (SIKI I.03116 Hal.184 )
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
ketidakseimbangan cairan (D.0037, diharapkan status cairan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
Halaman 88) membaik. meningkat, madi teraba lemah, TD menurun, tekanan nadi
Kriteria hasil : SLKI (L.03028
meningkat, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
Hal.107)
1. Kekuatan nadi meningkat (5) urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2. Turgor kulit meningkat (5) 2. Monitor intake dan ouput cairan
3. Output urine meningkat (5) Terapeutik :
4. Ortopnea menurun (5) 3. Hitung kebutuhan cairan
5. Dispnea menurun (5) 4. Berikan posisi modified tredelenburg
6. Distensi vena jugularis 5. Berikan asupan cairan oral
menurun (5) Edukasi :
7. Keluhan haus menurun (5) 1. Anjurkan perbanyak asupan cairan oral.
8. Konsentrasi urine menurun 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
(5) Kolaborasi :
9. Frekuensi nadi membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian cairan isotonis (mis. NaCl, RL)
10. Kadar HB membaik (5) 2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
11. Kadar Ht membaik (5) 0,4%)
27

12. Intake cairan membaik (5) 3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, Plasmanate)
13. Status mental membaik (5 4. Kolaborasi pemberian produk darah.
14. Suhu tubuh membaik (5)
6. Gangguan citra tubuh berhubungan Setelah dilakukan tindakan Promosi Citra Tubuh: SIKI I.09305 hal.359
dengan perubahan struktur/bentuk keperawatan diharapkan citra Observasi
tubuh (D.0083, Halaman 186) tubuh meningkat klien terpenuhi. 1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
Kriteria hasil : 2. Identifikasi budaya, agama, jenis kelami, dan umur terkait citra tubuh
SLKI L.09067 hal 19 3. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
1. Melihat bagian tubuh 4. Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri sendiri
meningkat 5. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
2. Menyentuh bagian tubuh Terapeutik
meningkat 1. Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya
3. Verbalisasi kecacat bagian 2. Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
tubuh meningkat 3. Diskusikan akibat perubahan pubertas, kehamilan dan penuwaan
4. Verbalisasi perasaan negatif 4. Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
tentang perubahan tubuh penyakit, pembedahan)
menurun 5. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
5. Verbalisasi kekhawatiran 6. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra
pada penolakan/reaksi orang tubuh
lain menurun Edukasi
6. Respon non verbal pada 1. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
perubahan tubuh membaik 2. Anjurka mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
7. Hubungan sosial membaik 3. Anjurkan menggunakan alat bantu( mis. Pakaian , wig, kosmetik)
4. Anjurkan mengikuti kelompok pendukung( mis. Kelompok sebaya).
5. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
6. Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
Latih pengungkapan kemampuan diri kepad orang lain maupun
kelompok
7. Risiko defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (SIKI I. 03119 Hal.200)
dengan ketidakmampuan menelan asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
makanan (D.0032, halaman 81) jam diharapkan status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
membaik dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
SLKI (L.03030 hal 121) 3. Identifikasi makanan yang di sukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
28

1. Porsi makan yang dihabiskan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik


membaik (5) 6. Monitor asupan makan
2. Verbalisasi keinginan untuk 7. Monitor berat badan
meningkatkan nutrisi 8. Monitor hasil laboratorium
membaik (5) Terapeutik :
3. Pengetahuan tentang pilihan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
makanan yang sehat 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
membaik (5) 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Pengetahuan tentang pilihan 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
minuman yang sehat 5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
membaik (5) 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
5. Nyeri abdomen menurun (5) 7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika asupan
6. Berat badan membaik(5) oral dapat di toleransi
7. Indeks Masaa Tubuh (IMT) Edukasi :
membaik (5) 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
8. Frekuensi makan membaik 2. Ajarkan diet yang di programkan
(5) Kolaborasi :
9. Nafsu makan membaik (5)
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori, dan
jenis nutrient yang di butuhkan, jika perlu
29

1.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
(Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2017). Jadi, implemetasi
keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain
untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.

1.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi,
perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi tahap ini merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data
perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan
dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada
tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif. (Nursalam, 2018)
30

BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dhea Permatasari Iskandar


NIM : 2022 – 04 – 14901 - 016
Tanggal Praktek : 10-29 Oktober 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : 12 Oktober 2022, pukul 08:00 WIB
2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Jalur 3 Blok D Kiri, Desa Gadabung,
Pulang Pisau
Tgl MRS : Kamis, 27 September 2022
Diagnosa Medis : Pemfigus Vulgaris

2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


2.1.2.1 Keluhan Utama
P: Klien mengatakan nyeri pada luka lepuh, Q: nyeri yang dirasakan
seperti terbakar, R: lokasi nyeri dirasakan di seluruh badan bagian dada,
punggung, ketiak kanan dan kiri serta wajah, S: skala nyeri 7, T: Klien
mengatakan nyeri hilang timbul dan tak menentu.
2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 27 September 2022 Ny.M di bawa oleh suaminya datang ke
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya rujukan dari RSUD Pulang Pisau
dengan keluhan lemas dan tidak bisa tidur sudah 2 hari disertai nyeri pada
gelembung lepuh yang muncul hampir seluruh tubuh. Lalu masuk IGD RSUD dr.
31

Doris Sylvanus pukul 10.33 WIB, dan langsung dilakukan pemeriksaan dan
penanganan. Saat di IGD klien mengeluhkan ruam, luka lepuh seluruh badan,
kemerahan dan mengelupas. Saat di periksa keadaan umum klien tampak lemah,
kesadaran compos menthis, dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD:
112/64 mmHg, N: 125 x/m, S: 37,5 oC, RR: 23x/m, SPO2 97 %. Di IGD klien
diberikan terapi pemberian cairan infus Ringer Laktat Drip KCL 50 meq/12 jam,
pemberian terapi obat injeksi levemir 1x 10 unit, injeksi novorapid 3x6 unit,
injeksi methylprednisolone 2x125 mg, injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr, p/o PCT 3 x 1,
kompres NaCl di bagian luka yang lepuh, kemudian dilakukan pemeriksan GDS :
273 mg/dL. Setelah itu klien dianjurkan untuk rawat inap dan langsung
dipindahkan keruang Aster untuk mendapatkan pengobatan dan penanganan lebih
lanjut. Pada tanggal 12 Oktober 2022 Pukul 08.00 WIB dilakukan pengkajian
pada Ny.M di ruang Aster didapatkan kondisi keadaan punggung masih basah dan
terkadang berdarah dan mengelupas dan tanda-tanda vital TD : 176/135 mmHg,
N: 123x/ menit, RR: 20x/ menit, S : 36,6° C, SPO2 : 96%, GDS : 304 g/dL dan
pemeriksaan HB : 9,9 gr%, ada riwayat dilakukan transfusi darah 2 kolf.
2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi):
Klien mengatakan pernah berobat dan kontrol dengan penyakit yang
sama sebelumnya di Poli Kulit terakhir dirawat bulan 22 Juni 2022 di RS
Pulang Pisau dan tidak pernah melakukan operasi.
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan
tidak pernah menderita penyakit yang sama.
2.1.3 KEBUTUHAN DASAR

RASA NYAMAN NYERI


Suhu : 37,5°C,  Gelisah  Nyeri  Skala Nyeri : 7  Gambaran Nyeri : seperti terbakar
Lokasi nyeri : Dada, punggung, ketiak kanan dan kiri serta wajah
Frekuensi Nyeri : Nyeri sedang
Durasi /Perjalanan : Nyeri hilang timbul dan tak menentu
Tanda Obyektif :  Mengerutkan muka  Menjaga area yang sakit
Respon emosional : Adaptif Penyempitan Fokus : Tidak ada
Cara mengatasi nyeri : hanya dengan obat yang diberikan
Lain-lain : Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan sudah lama lebih dari 6 bulan kemudian
sejak luka lepuh pecah, mengelupas dan kemerahan
Masalah Keperawatan : Nyeri Kronis
32

 Nyeri Ο Hipertermi Ο Hipotermi

1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 123 x/menit, Pernapasan : 20 x/mnt Kebiasaan minum : 1.500 CC /hari,
TD: 176/135 mmHg Bunyi Nafas : Vesikuler Jenis : Air Putih
Respirasi : 20x/menit Turgor kulit : menurun
Kedalaman : Tidak ada Fremitus : Tidak ada Mukosa mulut : Kering, ada perlukaan
Sputum : Tidak ada Sirkulasi oksigen : lancar Punggung kaki : normal warna : -
Dada : simetris Pengisian kapiler : < 2 detik
Oksigen : Tidak terpasang oksigen ( Tgl : - Canula Mata cekung : Tidak ada
/sungkup : - ltr/m Konjungtiva: Merah muda
WSD : Tidak terpasang WSD( Tgl: - di – Keadaan - ) Sklera : Normal/putih
Riwayat Penyakit : Tidak ada Edema : Tidak ada
Lain – lain : Tidak ada Distensi vena jugularis : tidak ada pembengkakan
Asites : Tidak ada.
Minum per NGT : tidak mengguakan NGT
Terpasang Dekompresi NGT : Tidak ada
( dimulai tgl : - Jenis : -
dipasang di :-
Terpasang infuse : Ringer Laktat 20 TPM
( dimulai tgl : 11 Oktober 2022 Jenis : -
dipasang di : tangan kiri)
Lain –lain : Pasien mengatakan lemas, tampak
lemah dan lesu, haus meningkat, GDS 12 Oktober
2022 : 304 g/dL.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Masalah Keperawatan : Ketidaksatbilan Kadar
keperawatan Glukosa Darah
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif  Ketidaksatbilan Kadar Glukosa Darah
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Jantung Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Kelebihan volume cairan
3. NUTRISI 4. KEBERSIHAN PERORANGAN
TB : 145 cm BB : 55 Kg Kebiasaan mandi : 2 x/hari
33

Kebiasaan makan : 3 kali/hari ( teratur /tdk teratur) Cuci rambut : 1 x /hari


Keluhan saat ini : Tidak ada Kebiasaan gosok gigi : 3 x /hari
Tidak ada nafsu makan mual muntah Kebersihan badan :  Bersih Kotor
Sakit /sukar menelan Sakit gigi Stomatis Keadaan rambut : Bersih  Kotor
Nyeri ulu hati /salah cerna , berhub dengan : - Keadaan kulit kepala:  Bersih Kotor
Disembuhkan oleh : - Keadaan gigi dan mulut:  Bersih Kotor
Pembesaran tiroid : Tidak ada Keadaan kuku:  Pendek Panjang
Hernia /massa : Tidak ada Keadaan vulva perineal : Bersih
Maltosa : Tidak ada Kondisi gigi/gusi : Lengkap Keluhan saat ini : Nyeri pada luka di punggung
Penampilan lidah : ada peradangan/perlukaan Iritasi kulit : Tidak ada
Bising usus: 8 x /mnt Luka bakar : Tidak ada
Makanan /NGT/parental (infuse) : Tidak Keadaan luka : Bula pecah dan luka mengelupas
menggunakan NGT diseluruh tubuh, pada bagian punggung masih
(dimulai tgl : -J. Cairan : - basah kemerahan.
Dipasang di: - Lain lain : Pasien mengatakan bentolan pecah, luka
Porsi makan yang dihabiskan : satu piring mengelupas diseluruh tubuh, pada bagian punggung
Makanan yang disukai : Bubur, Buah, sayuran, ikan masih basah kemerahan
Diet : Ada
Lain lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Masalah Keperawatan : Gangguan Integritas
keperawatan Kulit
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan Ο Defisit perawatan diri : ……………..
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan  Gangguan integritas kulit

5. AKTIVITAS ISTIRAHAT 6. ELIMINASI


Aktivitas waktu luang : Istirahat Kebiasaan BAB : 1x /hari
Aktivitas Hoby : Menonton TV BAK : 2x /hari
Kesulitan bergerak : tidak ada Meggkan laxan : Tidak ada
Kekuatan Otot : ekstremitas bawah kiri: 5 (Gerakan Meggkan diuretic : Tidak ada
otot penuh melawan gravitasi dan tahanan), Keluhan BAK saat ini : tidak ada
ekstremitas bawah kanan 5 (Normal = Gerakan otot Keluhan BAB saat ini : tidak ada
penuh melawan gravitasi dan tahanan) Peristaltik usus : normal
34

Tonus Otot : - Abdomen : tidak ada : tidak ada


Postur : - tremor : - Lunak /keras : -
Rentang gerak : Bebas Massa : Tidak ada
Keluhan saat ini : Tidak ada Ukuran/lingkar abdomen : ……cm
Penggunaan alat bantu : Tidak ada Terpasang kateter urine : terpasang
( tgl : di-) ( dimulai tgl: 27 September 2022 di meatus uretra)
Pelaksanaan aktivitas : aktivitas bebas Penggunaan alcohol : Tidak ada Jlh /frek : tidak ada
Jenis aktivitas yang perlu dibantu: ADL dibantu /hari.
sebagian Mandi, Berpakaian dan berpindah tempat Lain – lain……
Lain - lain : Skala aktivitas 2 (memerlukan bantuan
dan pengawasan).
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο Hambatan mobilisasi fisik keperawatan
Ο dll…… Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urine
Ο Inkontinen urine Ο Disuria Ο Keseringan Ο
Urgensi

7. TIDUR & ISTIRAHAT 8. PENCEGAHAN TERHADAP


BAHAYA
Kebiasaan tidur : Malam Siang Reflek : Normal
Lama tidur : Malam: 6-8 jam, Siang: 1 jam Penglihatan : Normal
Kebiasaan tidur : Tidak ada Pendengaran : Normal
Kesulitan tidur : Tidak ada Penciuman : Normal
Cara mengatasi : - Perabaan :Normal
Lain – lain : …… Lain – lain : ……
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
keperawatan keperawatan
Ο Gangguan Pola Tidur Ο Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Ο Gangguan Persepsi Sensorik

9. NEUROSENSORI 10. KEAMANAN

Rasa Ingin Pingsan /Pusing : Tidak ada Alergi /sensitifitas : Tidak ada reaksi : -
Stroke ( Gejala Sisa ) : Tidak ada Perubahan sistem imun sebelumnya : Tidak ada
35

Kejang : Tidak ada Tife : Tidak ada penyebabnya : -


Agra : Tidak ada Frekuensi : Tidak ada Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe : -
Status Postikal : Tidak ada Cara mengontrol :- Perilaku resiko tinggi : - periksaan : -
Status mental : Waktu : klien mengetahui waktu antara Transfusi darah /jumlah : - Kapan :-
pagi, sore dan malam Gambaran reaksi : -
Tempat : klien mengetahui bahwa dirinya sedang dirawat Riwayat cedera kecelakaan : Tidak ada
di Rumah Sakit Fraktur /dislokasi sendi : Tidak ada
Orang : klien dapat membedakan keluarga perawat dan Artritis /sendi tak stabil : Tidak ada
petugas kesehatan lainnya Masalah punggung : Tidak ada
Kesadaran : compos menthis Perubahan pada tahi lalat : Tidak ada
Memori saat ini - , yang lalu : - Pembesaran nodus : Tidak ada
Kaca mata : Tidak ada Kotak lensa : Tidak ada Kekuatan Umum : Tidak ada
Alat bantu dengar : , tidak menggunakan alat bantu Cara berjalan : -
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : 2-4m Rem : Tidak ada
Facial Drop : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : -
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : Tidak ada
Postur : normal Kordinasi : -
Refleks Patela Ki /Ka : -
Refleks tendo dalam bisep dan trisep : -
Kernig Sign : - Babinsky : -
Chaddock : - Brudinsky : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi

11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : - Aktif melakukan hubungan seksual :-
Penggunaan kondom : - Penggunaan kondom : -
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak ada Masalah – masalah /kesulitan seksual :-
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : - Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : -
Wanita : Pria :
Usia Menarke : 12 thn, Lama siklus : 28 hari Rabas penis : - Gg Prostat : -
Lokasi : - Sirkumsisi : - Vasektomi : -
Periode menstruasi terakhir : - Melakukan pemeriksaan sendiri : -
36

Menopause : - Payudara test : -


Rabas Vaginal : - Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Perdarahan antar periode : - Tanda ( obyektif )
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / Pemeriksaan : -
mammogram : - Payudara /penis /testis : -
Tanda ( obyektif ) Kutil genatelia/test :-
Pemeriksaan : -
Payudara /penis /testis : -
Kutil genatelia/test :-
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebutuhan seksualitas

12. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL


Lama perkawinan : 10 thn, Hidup dengan : Suami Sosiologis :-
Masalah /Stress : Tidak ada Perubahan bicara : Tidak ada
Cara mengatasi stress : Jalan-jalan, piknik Komunikasi : Tidak ada
Orang pendukung lain : - Adanya laringoskopi : Tidak ada
Peran dalam struktur keluarga : seorang Ibu Komunikasi verbal / non verbal dengan keluarga /
Masalah – masalah yang berhubungan dengan orang terdekat lain : komunikasi lancar dengan
penyakit /kondisi : -. keluarga
Psikologis : - Spiritual : saat melakukan sesuatu klien tidak lupa
Keputusasaan : - untuk selalu berdoa
Ketidakberdayaan : - Kegiatan keagamaan : Tidak ada
Lain – lain : Tidak ada Gaya hidup : -
Perunahan terakhir : -
Lain – lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah
37

2.1.4 PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN


1. Bahasa Dominan (Khusus) : Bahasa indonesia Buta huruf : Tidak ada
Ο Ketidakmampuan belajar (khusus) Ο Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
 Pengaturan jam besuk Ο Hak dan kewajiban klien Ο Tim /petugas
yang merawat
Ο Lain – lain : tidak ada
3. Masalah yang ingin dijelaskan
 Perawatan diri di RS Ο Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain : tidak ada
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan ( seperti dampak dari agama
/kultur yang dianut )
Obat yang diresepkan (lingkari dosis terakhir) :
OBAT RUTE DOSIS WAKTU DIMININUM TUJUAN
SECARA
TERATUR
Infus Ringer Laktat IV 500 ml 20 8 jam  Mengembalikan
tpm keseimbangan
elektrolit tubuh
pada keadaan
dehidrasi dan syok
hipovolemik.
Inj. Ketorolac IV 2x30mg 06.00 & 18.00  Meredakan
peradangan dan
nyeri
Inj. Cefotaxime IV 2x1 gram 06.00 & 18.00  Membunuh bakteri
penyebab infeksi,
Menangani infeksi
akibat bakteri,
Mencegah infeksi
luka operasi
Inj. IV 2 x 62,5 mg 06.00 & 18.00  Meredakan
peradangan pada
Methylprednisolone
berbagai kondisi,
termasuk radang
sendi, radang usus,
asma, psoriasis,
lupus, hingga
38

multiple sclerosis.
Inj. Novorapid SC 3 x 12 unit 06.30, 11.30 &  Novorapid ini
16.30 sediaan
mengandung
insulin aspart yang
digunakan untuk
pengobatan pada
diabetes melitus
dan efek
menurunkannya
singkat & cepat
Inj. Levemir SC 0-0-14 unit 22.00  Obat yang
mengandung
insulin dengan
efek jangka
panjang yaitu
menurunkan kadar
gula perlahan dan
bertahap,
P/O Paracetamol Oral 3x500 mg 07.00, 12.00 &  Meringankan rasa
20.00 sakit pada sakit
kepala, sakit gigi,
dan menurunkan
demam.
P/O Acarbose Oral 3 x 100 mg 07.00, 12.00 &  Menurunkan kadar
20.00 gula darah pada
penderita diabetes
tipe 2.
P/O Vit B Complex Oral 2x1 06.00 & 18.00  Memperbaiki
stamina tubuh, dan
juga sangat
berkaitan dengan
proses
menghasilkan
energi di dalam
tubuh manusia
P/O KSR 600 mg Oral 1x1 18.00  Mengandung
kalium klorida
yang di gunakan
untuk mengobati
atau mencegah
jumlah kalium
yang rendah dalam
darah.
P/O Metformin Oral 3x1 06.00, 18.00 &  Obat antidiabetes
500 mg 18.00 generik yang dapat
mengontrol dan
menurunkan kadar
39

gula darah pada


penderita diabetes
tipe 2.
P/O Loratadin Oral 1x10 mg 06.00  Meredakan gejala
alergi, seperti
bersin, hidung
meler, mata berair,
ruam kulit yang
terasa gatal, atau
biduran.
P/O VIP Albumin Oral 3x2 07.00, 12.00 &  Suplemen
20.00 makanan yang
terbentuk dari
Ekstrak
Ophiocephalus
striatus (ikan
gabus), yang
digunakan untuk
membantu
memelihara
kesehatan.
Mometasone + Topikal 3x1 07.00, 12.00 &  Obat topikal
20.00 golongan
Fucilex (Salap)
kortikosteroid
digunakan untuk
mengatasi
peradangan non
infeksi pada kulit
seperti eksim,
alergi, ruam dan
psioriasis

4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :


 Diabetes Ο Tuberkulosis Ο Penyakit jantung
Ο Stroke Ο TD Tinggi Ο Epilepsi
Ο Penyakit ginjal Ο Kanker Ο Penyakit jiwa
Ο Lain – lain

2.1.5 Pemeriksaan Fisik Lengkap Terakhir :


1. Status Mental ;
 Orientasi :
Orientasi Waktu : klien dapat membedakan waktu pagi,
siang,
40

sore dan malam


Orientasi Orang : klien dapat mengenali keluarganya dan
petugas kesehatan
Orientasi Tempat : klien dapat mengetahui Ia berada di RS
 Afektifitas :-
2. Status Neurologis :
Uji Syaraf Kranial :
Nervus I (Olfaktorius) : Pasien dapat membedakan bau minyak kayu
dan bau balsem
Nervus II (Optikus) : Pasien dapat melihat dengan baik
Nervus III (Okulomotorus) : Pasien dapat menggerakan bola mata ke
arah
kiri dan kanan
Nervus IV (Troklearis) : Pasien dapat menggerakkan kedua matanya
Nervus V (Trigeminus) : Pasien dapat merasakan sentuhan panas dan
dingin pada kulitnya dan klien dapat
mengunyah dengan baik.
Nervus VI (Abdusen) : Pasien dapat memejam matanya dan dapat
melihat kesamping dan kekiri
Nervus VII (Fasialis) : Pasien dapat mengatur wajahnya seperti
tersenyum
Nervus VIII (Oktavus) : Pendengaran pasien cukup baik pasien
dapat
mendengar kata dokter dan perawat dengan
baik.
Nervus IX (Glosofaringus) : Pasien dapat membedakan rasa pahit dan
manis
Nervus X (Vagus) : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
kepada keluarganya.
Nervus XI (Asesorius) : Pasien dapat mengangkat bahunya.
Nervus XII (Hipoglosus) : Pasien dapat menjulurkan lidahnya

3. Ekstermitas Superior :
41

a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : 5/5 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan tahanan
b) Tonus : Baik dan normal
c) Refleks Fisiologis
- Bisep : kanan/kiri (+2)
- Trisep : kanan/kiri (+2)
- Radius : kanan/kiri (+2)
- Ulna : kanan/kiri (+2)

d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : normal
e) Sensibilitas
Nyeri : Nyeri pada luka lepuh yang dirasakan seperti
terbakar di seluruh badan.

4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Ekstremitas bawah kiri dan kanan 5/5 (Normal =
Gerakan otot penuh melawan gravitasi dan
tahanan)
b) Tonus :
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : (+2)
d) Refleks Patologis
- Babinsky : kanan (+2) / kiri (+2)
- Chaddock : kanan (+2) / kiri (+2)
- Gordon : kanan (+2) / kiri (+2)
- Oppenheim : kanan (+2) / kiri (+2)
- Schuffle : (kanan (+2) / kiri (+2)
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (+2)
42

b) Brudzinksky I & II : (+2)


c) Lassaque : (+2)
d) Kernig Sign : (+2)
43

2.1.6 DATA GENOGRAM

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal 1 rumah
: Klien (Ny.M)
: meninggal dunia

2.16 DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG ( DIAGNOSTIK &


LABORATORIUM )
Tabel Pemeriksaan Laboratorium Ny.M
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Pemeriksaan Hematologi Rutin tgl 13 Oktober 2022


L : 13.5 -18.0
Hemoglobin 9.9
P : 11.5 – 16.0 g/dL
Leukosit 20.860 4.500-11.000/mm3
Laju Endap Darah (LED) 64 L < 10 ; P< 15
Eusinofil (%) 0 1-4%
Basofil (%) 1 0-1%
Neutrofil (%) 91 50-70%
Limfosit (%) 4 20-40%
Monosit (%) 4 1-5 %
Eritrosit 3.4 4-6 juta/mm3
Trombosit 904.000 150.000-400.000/mm3
Hematokrit 31 37-48%
MCV 89 80-100 fL
MCH 28 27-34 fg
44

MCHC 31 32-36 g/dl


Albumin 3.39 3.5-5.5 g/dL
Glukosa sewaktu 304 ≤ 200 mg/dL

2.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


Hari/Tanggal Pemberian Obat : Rabu, 12-14 Oktober 2022
No. Nama Obat Dosis Pemberian Indikasi
Mengembalikan keseimbangan
1. Infus Ringer Laktat 500 ml 20 tpm elektrolit tubuh pada keadaan
dehidrasi dan syok hipovolemik.
2. Inj. Ketorolac 2x30mg Meredakan peradangan dan nyeri
Membunuh bakteri penyebab
infeksi, Menangani infeksi akibat
3. Inj. Cefotaxime 2x1 gram
bakteri, Mencegah infeksi luka
operasi
Meredakan peradangan pada
Inj. berbagai kondisi, termasuk radang
4. 2 x 62,5 mg sendi, radang usus, asma,
Methylprednisolone
psoriasis, lupus, hingga multiple
sclerosis.
Novorapid ini sediaan
mengandung insulin aspart yang
Inj. Novorapid 3 x 12 unit digunakan untuk pengobatan pada
5.
diabetes melitus dan efek
menurunkannya singkat & cepat
Obat yang mengandung insulin
Inj. Levemir 0-0-14 unit dengan efek jangka panjang yaitu
6. menurunkan kadar gula perlahan
dan bertahap,
Meringankan rasa sakit pada sakit
P/O Paracetamol 3x500 mg kepala, sakit gigi, dan
7.
menurunkan demam.
P/O Acarbose 3 x 100 mg Menurunkan kadar gula darah
8. pada penderita diabetes tipe 2.
Memperbaiki stamina tubuh, dan
P/O Vit B Complex 2x1 juga sangat berkaitan dengan
9. proses menghasilkan energi di
dalam tubuh manusia
Mengandung kalium klorida yang
P/O KSR 600 mg 1x1 di gunakan untuk mengobati atau
10. mencegah jumlah kalium yang
rendah dalam darah.
Obat antidiabetes generik yang
P/O Metformin dapat mengontrol dan menurunkan
3x1
11. 500 mg kadar gula darah pada penderita
diabetes tipe 2.
45

Meredakan gejala alergi, seperti


P/O Loratadin 1x10 mg bersin, hidung meler, mata berair,
12. ruam kulit yang terasa gatal, atau
biduran.
Suplemen makanan yang
terbentuk dari Ekstrak
P/O VIP Albumin 3x2 Ophiocephalus striatus (ikan
13.
gabus), yang digunakan untuk
membantu memelihara kesehatan.

2) Riwayat GDS Tiap Pagi SMRS :


 27/09/2022 : 273 mg/dL
 01/10/2022 : 303 mg/dL
 02/10/2022 : 273mg/dL
 03/10/2022 : 273mg/dL
 04/10/2022 : 219 mg/dL
 05/10/2022 : 216 mg/dL
 10/10/2022 : 250 mg/dL
 11/10/2022 : 250 mg/dL
 12/10/2022 : 304 mg/dL
 13/10/2022 : 178 mg/dL
 14/10/2022 : 159 mg/dL

3) Riwayat transfusi darah


 Transfusi darah 2 kolf dikarenakan HB 9,9 g/dL
 Golongan darah

Palangka Raya, 12 Oktober 2022


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM. 2022-01-14901-016
46

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Penyakit Autoimun Gangguan Integritas
- Pasien mengatakan  Kulit
bentolan pecah, luka Muncul bula dan lepuh pada
mengelupas diseluruh kulit dan mukosa
tubuh, pada bagian 
punggung masih basah Bula dan lepuh terbentuk akibat
kemerahan, kadang reaksi antigen-antibody
berdarah. menyerang IgG

DO: Pemfigus Vulgaris
- Kondisi lapisan kulit 
mengelupas Luka mengalami penekanan
- Luka di punggung masih 
basah Kulit mengelupas
- Kemerahan 
- Ada sedikit mengeluarkan Barier proteksi kulit dan
darah. mukosa hilang
- TTV:

• TD : 176/135 mmHg
Kerusakan jaringan lapisan
• N: 123x/ menit
kulit
• RR: 20x/ menit

• S : 36,6° C
Kelembapan
• SPO2 : 96%

Gangguan Integritas Kuli

DS : Pasien mengatakan Glukosa menumpuk dalam Ketidakstabilan Kadar


lemas darah Glukosa Darah
DO : 
- Tampak lemah dan Tidak dapat masuk ke dalam
lesu sel
- Mulut kering dan haus 
meningkat Pengeluaran hormon unsulin
- Kadar glukosa dalam terganggu
darah tinggi GDS : 
47

304 g/dL Resistensi insulin


- Tampak dilakukan 
transfusi darah 2 kolf Sekresi insulin ↓
- HB : 9,9 gr% 
Hiperglikemia

Penurunan konsentrasi HB

Ketidakstabilan Kadar Glukosa
Darah
DS : Gangguan Imunitas/Autoimun Nyeri Kronis
- P: Ny.M mengatakan 
nyeri pada luka lepuh, Muncul bula dan lepuh pada
Q: nyeri yang kulit dan mukosa
dirasakan seperti 
terbakar, R: lokasi Pemfigus Vulgaris
nyeri dirasakan di 
seluruh badan dada, Bulla yang pecah akan
punggung, ketiak membentuk erosi kemudian
kanan dan kiri serta krusta
wajah, S: skala nyeri 
7, T: Klien Luka mengalami penekanan
mengatakan nyeri 
hilang timbul dan tak Kulit mengelupas
menentu. 
- Pasien mengatakan Terputusnya inkontinuitas
nyeri yang dirasakan jaringan kulit
sudah lama lebih dari

6 bulan kemudian
Terangsangnya reseptor nyeri
sejak luka lepuh
ke otak
pecah, mengelupas

dan kemerahan
Nyeri Kronis
DO :
- Nyeri tekan pada luka
diseluruh badan
- Tampak meringis
- Gelisah, tampak lemah
- Bersikap protektif
menghindar nyeri
- TTV:
• TD : 176/135 mmHg
• N: 123x/ menit
• RR: 20x/ menit
• S : 36,6° C
• SPO2 : 96%
48

PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan kelembapan ditandai


dengan pasien mengatakan bentolan pecah, luka mengelupas diseluruh
tubuh, pada bagian punggung masih basah kemerahan, kadang berdarah,
tampak kondisi lapisan kulit mengelupas, luka di punggung masih basah,
dan kemerahan. Hasil Pemeriksaan TTV yaitu TD : 176/135 mmHg, N:
123x/ menit, RR: 20x/ menit, S : 36,6° C, SPO2 : 96%.

2. Nyeri Kronis berhubungan dengan gangguan imunitas ditandai dengan


Ny.M mengatakan nyeri pada luka lepuh, Q: nyeri yang dirasakan seperti
terbakar, R: lokasi nyeri dirasakan di seluruh badan dada, punggung,
ketiak kanan dan kiri serta wajah, S: skala nyeri 7, T: Klien mengatakan
nyeri hilang timbul dan tak menentu. Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan sudah lama lebih dari 6 bulan kemudian sejak luka lepuh
pecah, mengelupas dan kemerahan. Terlihat nyeri tekan pada luka
diseluruh badan, tampak meringis, gelisah, tampak lemah, bersikap
protektif menghindar nyeri. Hasil Pemeriksaan TTV yaitu TD : 176/135
mmHg, N: 123x/ menit, RR: 20x/ menit, S : 36,6° C, SPO2 : 96%

3. Ketidakstabilan kadar Glukosa Darah berhubungan dengan


hiperglikemia: resitensi insulin ditandai dengan pasien tampak lemah dan
lesu, Mulut kering dan haus meningkat, kadar glukosa dalam darah tinggi
GDS : 304 mg/dL, tampak terpasang transfusi darah sebanyak 2 kolf.
49

2.3 Rencana Keperawatan


Nama : Ny.M
Ruang Rawat : Ruang Aster Kamar 9
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
1. Gangguan Integritas kulit Setelah diberikan asuhan 1. Monitor karakteristik luka (mis. 1. Mengetahui kaarteristik luka klien.
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 jam Drainase, warna, ukuran, bau) Selama pelaksanaan prosedur ini, luka
kelembapan diharapkan integritas 2. Monitor tanda – tanda infeksi dan kulit disekitarnya diinspeksi
kulit/jaringan membaik 3. Lepaskan balutan dan plester dengan teliti
dengan Kriteria hasil : secara perlahan 2. Mengetahui apakah ada infeksi pada
1. Elastisitas meningkat (5) 4. Bersihkan dengan cairan NaCl luka
2. Kerusakan jaringan atau pembersih nontoksik, sesuai 3. Menghindari luka tambahan pada klien
menurun (5) kebutuhan 4. Membersihkan luka dapat mengurangi
3. Kerusakan lapisan kulit 5. Pertahankan teknik steril saat resiko infeksi
menurun (5) melakukan perawatan luka 5. Mengindari terjadinya infeksi akibat
4. Nyeri menurun (5) 6. Ganti balutan sesuai jumlah Tindakan yang tidak steril
5. Perdarahan menurun (5) eksudat dan drainase 6. Mengganti perban sevara rutin dapat
6. Kemerahan menurun (5) 7. Anjurkan prosedur perawatan mencegah infeksi
7. Pigmentasi abnormal luka secara mandiri 7. Klien dan keluarga dapat merawat luka
menurun (5) 8. Kolaborasi pemberian antbiotik, dengan mandiri
8. Jaringan parut menurun jika perlu 8. Kolaborasi untuk meningkatkan
(5) kualitas hidup dari pasien dan
9. Nekrosis menurun (5) meminimalkan risiko morbiditas atau
10. Suhu kulit membaik (5) infeksi pada luka
11. Tekstur membaik (5) .
50

2. Nyeri kronis berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan nyeri
dengan gangguan imunitas asuhan keperawatan selama durasi, frekuensi, kualitas, 2. Mencari tahu faktor memperberat dan
3x7 jam diharapkan nyeri intensitas nyeri. memperingan nyeri agar mempercepat
akut berkurang dengan 2. Identifikasi faktor yang proses kesembuhan.
kriteria hasil : memperberat dan memperingan 3. Memberikan kondisi lingkungan yang
1. Kemampuan menuntaskan nyeri. nyaman untuk membantu meredakan
aktivitas meningkat (5) 3. Kontrol lingkungan yang nyeri
2. Keluhan nyeri menurun memperberat rasa nyeri. 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
(5) 4. Berikan teknik nonfarmakologis. 5. Agar klien atau keluarga dapat
3. Meringis menurun (5) 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis melakukan secara mandiri ketika nyeri
4. Gelisah menurun (5) untuk mengurangi rasa nyeri. kambuh.
5. Kesulitan tidur menurun 6. Kolaborasi dengan dokter 9. Bekerja sama dengan dokter dalam
(5) pemberian analgetik, jika perlu. pemberian dosis obat dan tindakan
6. Nafsu makan membaik (5) dependen perawat, dimana analgetik
7. Pola tidur membaik (5) berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
3. Ketidakstabilan kadar glukosa Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemungkinan 1. Mencari tahu penyebab hiperglikemia
darah berhubungan dengan asuhan keperawatan selama penyebab hiperglikemia 2. Selalu memantau perkembangan kadar
hiperglikemia: resitensi insulin 3x7 jam diharapkan kadar 2. Monitor kadar glukosa darah, glukosa darah
dan penurunan konsentrasi glukosa darah membaik jika perlu 3. Mengetahui apakah ada tanda-tada
hemoglobin. dengan kriteria hasil : 3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia yang mengganggu
1. Kadar Glukosa membaik hiperglikemia pasien
2. Lemah dan lesu menurun 4. Ajarkan pengelolaan diabetes 4. Agar klien atau keluarga dapat
3. Kadar Hemoglobin (mis. Insulin, obat oral, monior melakukan secara mandiri dalam
membaik asupan cairan, penggantian pengelolaan diabeter
4. Turgor kulit membaik (5) karbohidrat) 5. Bekerjasama dengan dokter terkait
5. Tekanan darah sistolik 5. Kolaborasi pemberian insulin pemberian terapi medis insulin untuk
membaik (5) 6. Kolaborasi pemberian transfusi mengkontrol glukosa
6. Tekanan darah diastolik darah 6. Bekerjasama dengan dokter dalam
membaik (5) pemberian transfusi darah agar
mengganti kehilangan plasma darah.
51

2.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan


Nama : Ny.M
Ruang Rawat : Aster

Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Perawat

Rabu, 12 Oktober 2022 Diagnosa Keperawatan 1 : S:


09.40 - 10.30 WIB 1) Memonitor karakteristik luka Pasien mengatakan punggung masih basah kemerahan
2) Melakukan perawatan luka O: Dhea Permatasari
3) Membersihkan dengan cairan 1. Luka tampak basah, warna kemerahan, kondisi Iskandar
NaCl luka mengelupas
4) Mempertahankan teknik steril 2. Tiap pagi dilakukan rawat luka menggunakan
saat melakukan perawatan luka kasa lalu disiram denagn NaCl 0,9% hingga kasa
5) Mengganti balutan sesuai jumlah mulai kering diulang 3-4x/hari.
eksudat dan drainase 3. Sufratule ditempel diarea kulit yang basah,
6) Menganjurkan prosedur tampak dilakukan kompres NaCl pada seluruh
perawatan luka secara mandiri badan
7) Mengatur posisi senyaman 4. Sudah diajarkan pada suami Ny.M untuk
mungkin perawatan luka mandiri
8) Berkolaborasi pemberian 5. Posisi miring kiri dan miring kanan
antbiotik 6. Sudah diberi injeksi antibiotik Inj. Inj. Cefotaxime
2x1 gr dan Inj. Methylprednisolone 2x62,5 mg,
P/O Paracetamol 3x500mg, dan P/O Vit B
Complex 2x1
7. Sudah diberikan salep Mometasone + Fucilex
TTV :
• TD : 176/135 mmHg
• N: 123x/ menit
• RR: 20x/ menit
• S : 36,6° C
• SPO2 : 96%
A: Masalah belum teratasi
52

P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda – tanda infeksi
3. Lakukan perawatan luka
4. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
5. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
6. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
7. Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
8. Atur posisi senyaman mungkin
9. Kolaborasi pemberian antbiotik
Rabu, 12 Oktober 2021 Diagnosa keperawatan 2 : S : Ny.M mengatakan nyeri berkurang dari
10.30-11.00 WIB 1. Mengidentifikasi lokasi, sebelumnya namun masih nyut-nyutan dan susah
karakteristik, durasi, frekuensi, tidur
kualitas, intensitas nyeri. O:
Dhea Permatasari
2. Mengidentifikasi faktor yang 1. Skala nyeri 6
Iskandar
memperberat dan memperingan 2. Tempat tidur di desain senyaman mungkin
nyeri. 3. Kemampuan menuntaskan aktivitas menurun,
3. Mengkontrol lingkungan yang ADL dibantu sebagian
memperberat rasa nyeri. 4. Pola tidur cukup memburuk, meringis sedang
4. Berkolaborasi dengan dokter 5. Pemberian Analgetik ketorolac 2x30mg per IV
pemberian analgetik untuk pereda nyeri
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi skala nyeri
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
3. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
53

Rabu, 12 Oktober 2021 Diagnosa keperawatan 3 : S : Pasien mengatakan masih lemas


11.00-11.25 WIB 1. Mengidentifikasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia O:
2. Memonitor kadar glukosa darah 1. Tampak lemas
3. Memonitor tanda dan gejala 2. GDS : 304 g/dL, hasil : HB : 9,9 gr/dL Dhea Permatasari
hiperglikemia 3. Tampak Terbaring lemah Iskandar
4. Mengajarkan pengelolaan 4. Pasien dan keluarga tampak mengerti cara
diabetes (mis. Insulin, obat oral, pengelolaan suntik insulin menggunakan Inj.
monior asupan cairan, Novorapid bisa disuntik di lengan ataupun perut
penggantian karbohidrat) 5. Pasien dan keluarga mengikuti anjuran yang
5. Berkolaborasi pemberian insulin diberikan ahligizi dalam pemenuhan diet Tinggi
6. Berkolaborasi pemberian Protein
transfusi darah 6. Sudah diberi Inj. Novorapid 3x12 unit per SC, P/O
Acarbose 3x100 mg, P/O Metformin 500 mg 3x1
7. Sudah diberikan pemberian transfusi darah sesuai
advice dokter 2 kolf
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor keadaan umum
2. Monitor kadar glukosa darah
3. Kolaborasi pemberian insulin
4. Cek Darah Lengkap dan Albumin
54

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Ny.M
Ruang Rawat : Ruang Aster
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Kamis, 13 Oktober 2022 Diagnosa Keperawatan 1 S: Pasien mengatakan luka mulai kering dibagian payudara
Pukul : 07.00 -10.00 WIB Gangguan Integritas Kulit dan perut, namun dipunggung masih sedikit basah
O:
1) Memonitor karakteristik luka (mis. 1. Luka kering dibagian payudara dan perut
Drainase, warna, ukuran, bau) 2. Luka masih tampak sedikit basah bagian punggung,
2) Melepaskan balutan dan plester warna kemerahan, kondisi luka mengelupas Dhea Permatasari
secara perlahan 3. Tampak Suami Ny.M melakukan perawatan luka Iskandar
3) Membersihkan dengan cairan NaCl mandiri pada Ny.M
atau pembersih nontoksik, sesuai 4. Tiap pagi dilakukan rawat luka menggunakan kasa
kebutuhan lalu disiram denagn NaCl 0,9% hingga kasa mulai
4) Mempertahankan teknik steril saat kering diulang 3-4x/hari
melakukan perawatan luka 5. Sufratule ditempel diarea kulit yang basah
5) Menggaanti balutan sesuai jumlah 6. Tampak dilakukan kompres NaCl pada seluruh badan
eksudat dan drainase 7. Posisi miring kiri dan miring kanan, terkadang setiap
6) Menganjurkan prosedur perawatan pagi-siang pasien duduk dikursi dekat tempat tidur
luka secara mandiri 8. Sudah diberi injeksi antibiotik Inj. Inj. Cefotaxime 2x1
7) Mengecek hasil Darah lengkap dan gr dan Inj. Methylprednisolone 2x62,5 mg, P/O
Albumin Paracetamol 3x500mg.
8) Berkolaborasi pemberian antbiotik 9. Sudah diberikan salep Mometasone + Fucilex
TTV :
• TD : 135/69 mmHg
• N: 111x/ menit
• RR: 20x/ menit
• S : 36,6° C
• SPO2 : 99%
55

A: Masalah teratasi sebagian


P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor karakteristik luka
2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
3. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
luka
4. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
5. Kolaborasi pemberian antbiotik
S : Pasien mengatakan basah bagian punggung mulai
berkurang
O:
1. Luka tampak mulai mengering di area tubuh depan
dan punggung

Jumat, 14 Oktober 2022


Pukul : 16.00 WIB

Dhea Permatasari
2. Tiap pagi dilakukan rawat luka menggunakan kasa Iskandar
lalu disiram denagn NaCl 0,9% hingga kasa mulai
kering diulang 3-4x/hari
3. Sufratule ditempel diarea kulit yang basah
4. Tampak dilakukan kompres NaCl pada seluruh badan
5. Sudah diberikan salep Mometasone + Fucilex
TTV : TD : 106/67 mmHg, N: 90x/ menit, RR: 20x/
menit, S : 36,5° C, SPO2 : 98%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan Intervensi
56

2. Kamis, 13 Oktober 2022 S : Ny.M mengatakan nyeri berkurang dari sebelumnya


Pukul : 10.30 WIB karena luka mulai mengering dan tidur malam mulai
nyenyak
O:
1. Skala nyeri 4 Dhea Permatasari
2. Tempat tidur di desain senyaman mungkin Iskandar
3. Kemampuan menuntaskan aktivitas menurun, ADL
dibantu sebagian
4. Pola tidur membaik, meringis sedang
5. Pemberian Analgetik Ketorolac 2x30mg per IV untuk
pereda nyeri
Diagnosa Keperawatan 2 TTV : TD : 118/80 mmHg, N: 110x/ menit, RR: 20x/
Nyeri Kronis menit, S : 36,5° C, SPO2 : 97%
A : Masalah teratasi sebagian
1) Mengidentifikasi skala nyeri P : Lanjutkan intervensi
2) Mengontrol lingkungan yang 1. Identifikasi skala nyeri
memperberat rasa nyeri. 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
3) Berkolaborasi dengan dokter Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
Jumat, 14 Oktober 2022 pemberian analgetik analgetik S : Ny.M mengatakan nyeri mulai berkurang dari
Pukul : 07.00 WIB sebelumnya
O:
1. Skala nyeri 2, tampak tidak meringis lagi
2. Gelisah menurun, tampak tidur mulai nyenyak Dhea Permatasari
3. ADL dibantu sebagian, posisi tidur miring kanan Iskandar
4. Sudah dilakukan pemberian Analgetik Ketorolac
2x30mg per IV untuk pereda nyeri
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan Intervensi

3. Kamis, 13 Oktober 2022 S : Pasien mengatakan cukup rileks dari sebelumnya


Pukul : 11.00 WIB Diagnosa Keperawatan 3 namun masih nyeri pada luka
57

O:
1. Tampak cukup rileks
2. GDS : 178 mg/dL, hasil : HB : 12 gr/dL
3. Sudah diberi Inj. Novorapid 3x12 unit per SC, P/O
Dhea Permatasari
Acarbose 3x100 mg, P/O Metformin 500 mg 3x1, P/O
Iskandar
Vit B Complex 2x1
4. Leukosit : 20.860, Trombosit : 904.000, Albumin 3,39.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan dan lanjutkan intervensi
Ketidakstabilan Kadar Glukosa
Darah
S:-
O:
1. Memonitor keadaan umum
1. Tampak rileks
2. Memonitor kadar glukosa darah
2. GDS : 159 mg/dL, hasil : HB : 12 gr/dL
dan HB Dhea Permatasari
3. Pasien dan keluarga mengikuti anjuran yang diberikan
3. Berkolaborasi pemberian insulin, Iskandar
ahligizi dalam pemenuhan diet Tinggi Protein
pemenuhan nutrisi dan terapi medis
4. Sudah diberi Inj. Novorapid 3x12 unit per SC, P/O
lainnya
Acarbose 3x100 mg, P/O Metformin 500 mg 3x1, P/O
4. Berkolaborasi dengan laboratorium
Jumat, 14 Oktober 2022 Vit B Complex 2x1
cek Darah Lengkap dan Albumin
Pukul : 21.00 WIB 5. Leukosit : 20.860, Trombosit : 904.000, Albumin 3,39.
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
58

DAFTAR PUSTAKA

Alpsoy E, Akman-Karakas A, Uzun S. 2014. Geographic variations in


epidemiology of two autoimmune bullous diseases: Pemphigus and bullous
pemphigoid. Arch Dermatol Res.;1(1):1-9.
Diana, E. D. N. et al. (2021) ‘Profil Pemphigus Vulgaris Di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr . Moewardi Surakarta Periode Januari 2014-Desember 2019’,
Medicinus, 34(3), pp. 27–34.
Divyalakshmi, C. et al. (2019) ‘Secondary diabetes mellitus in pemphigus
vulgaris and management issues’, Clinical Dermatology Review, 3(2), p.
159. doi: 10.4103/cdr.cdr_36_18.
Kasperkiewicz M. 2018. Pemphigus. Nat Rev Dis Primer;3(1):1-40
Lubis R. Gambaran Histopatologi Pemphigus Vulgaris. USU e- Repository.
2008; h:1-8.
Payne A, Stanley J. 2019. Pemphigus. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner A,
Enk A, Margolis D, McMichael A, dkk., penyunting. Fitzpatrick’s
dermatology. Edisi ke-9. New York: McGraw Hill Companies;. h.909-33. 2.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Sularsito SA, Djuanda S. 2011. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI,;h:204-8.
Suryawati, N. et al. (2020) ‘A coexistence of pemphigus vulgaris and type II
diabetes in geriatric patient: A case report’, Bali Medical Journal, 9(1), pp.
314–317. doi: 10.15562/bmj.v9i1.1643.
Taniowas, P. O. et al. (2022) ‘Bullous Pemphigoid in a Women with Type 2
Diabetes Mellitus: A Case Report’, e-CliniC, 10(1), p. 131. doi:
10.35790/ecl.v10i1.39085.

65

Anda mungkin juga menyukai