Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-

NYA refarat ini dapat diselesaikan pada waktunya, sebagai salah satu syarat yang harus

dipenuhi dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Bagian Ilmu

Kedokteran Kulit dan Kelamin di RSUD Dr RM Djoelham Binjai. Disini diuraikan secara

singkat mengenai “Pemfigus Vulgaris”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing,

yaitu: dr. Hj Hervina. Sp KK

Atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF

Bagian Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin di RSUD Dr RM Djoelham Binjai, dan serta

dalam penyusunan refarat ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini memiliki banyak kekurangan baik dari

penyusunan maupun kelengkapan teori yang disajikan. Oleh sebab itu kami mengharapkan

kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan refarat ini.

Harapan kami semoga refarat ini bermanfaat bagi kita semua.

Binjai, April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi .................................................................................................................2
2.1 Epidemiologi…………………………………………………………………….2
2.2 Etiologi…………………………………………………………………………..3
2.3 Gejala Klinis……………………………………………………………………..4
2.4 Patogenesis………………………………………………………………………6
2.5 Patofisiologi……………………………………………………………………..6
2.6 Faktor Resiko……………………………………………………………………8
2.7 Diagnosis……………………………………………………………………..….8
2.8.1 Anamnesa………………………………………………………………….8
2.8.2 Pemeriksaan Fisik………………………………………………………....8
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………8
2.8 Diagnosis Banding……………………………………………………………....9
2.9 Penatalaksanaan…………………………………………………………………9
2.10.1 Non-Farmakologi………………………………………………………..9
2.10.2 Farmakologi..............................................................................................9
2.10.3 Edukasi....................................................................................................10
2.10 Komplikasi.........................................................................................................10
2.11 Prognosis............................................................................................................11

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................12


DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pemfigus Vulgaris…........................................................................................5

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah pemfigus dari kata pemphix (Yunani) berarti melepuh atau gelembung.
Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang timbul dalam waktu yang
lama, menyerang kulit dan membrane mukosa yang secara histopatologik ditandai dengan
bula inter epidermal akibat proses akantolisis.(1)

Secara garis besar Pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk yaitu Pemfigus Vulgaris,
Pemfigus Eritomatosus, Pemfigus Foliaseus dan Pemfigus Vegetans. Semua bentuk Pemfigus
diatas memberikan gejala yang khas, yakni pembentukan bula yang kendur pada kulit yang
umumnya terlihat normal dan mudah pecah, pada penekanan bula tersebut meluas
(Nikolskypositif), akantolisis selalu positif, dan adanya antibody tipe IgG terhadap antigen
interseluler di epidermis yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat di epidermis.(1)

Pemfigus Vulgaris (PV) merupakan bentuk tersering dijumpai (80% semua kasus
Pemfigus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.
Angka kejadian PV bervariasi 0,5-3,2 kasus per 100.000 penduduk. Penyakit ini meningkat
pada pasien keturunan Ashkenazi Yahudi dan orang-orang asal Mediterania.(1)

Penyebab pasti timbulnya penyakit ini belum diketahui, namun kemungkinan yang
relevan adalah berkaitan dengan faktor genetik, lebih sering menyerang pasien yang sudah
menderita penyakit autoimun lainny, serta dapat dipicu karena penggunaan penisilamin dan
captopril. Kelainan pada kulit yang ditimbulkan akibat PV dapat bersifat lokal ataupun
menyebar, terasa panas, sakit, dan biasanya terjadi pada daerah yang terkena tekanan dan
lipatan paha, wajah, ketiak, kulit kepala, badan, dan umbilicus. Pengobatan pada PV ditujukan
untuk mengurangi pembentukan autoantibodi.Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan
telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas akibat efek samping obat
tetap harus diwaspadai.(1)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pemphigus vulgaris adalah salah satu bentuk bulos dermatosis yang bersifat kronis,

disertai dengan adanya proses akantolisis dan terbentuknya bula pada epidermis. Kata

pemphigus diambil dari bahasa Yunani pemphix yang artinya gelembung atau lepuh.

Pemfigus dikelompokkan dalam penyakit bulosa kronis, yang pertama kali diidentifikasi

oleh Wichman pada tahun 1971. Istilah pemfigus berarti kelompok penyakit bula

autoimun pada kulit dan membran mukosa dengan karakteristik secara histologis berupa

adanya bula intraepidermal disebabkan oleh akantolisis (terpisahnya ikatan antara sel

epidermis) dan secara imunopatologis adanya IgG in vivo maupun sirkulasi yang secara

langsung melawan permukaan sel-sel keratinosit.1

2.2 EPIDEMIOLOGI

2.3.1 Insidensi

Secara global, insidensi pemfigus vulgaris tercatat sebanyak 0.5-3.2 kasus

per 100.000 populasi. Kejadian pemfigus vulgaris mewakili 70% dari seluruh kasus

pemfigus dan merupakan penyakit bula autoimun yang tersering di negara-negara

timur, seperti India, Malaysia, China, dan Timur Tengah. Insidensi PV meningkat

pada populasi keturunan Yahudi Ashkenazi dan Mediterania, kecenderungan

familial ini merupakan faktor predisposisi genetik pada kejadian pemfigus vulgaris.

Predominansi etnis ini tidak ada dalam kasus pemfigus foliaseus (PF). Karena itu,

di area dimana terdapat dominasi kelompok keturunan Yahudi, Timur Tengah, dan

Mediterania, rasio PV : PF cenderung lebih tinggi. Sebagai contoh, di New York,

Los Angeles, dan Kroasia, rasio PV : PF sebesar 5 : 1, di Iran 12:1, sedangkan di


2
Finlandia hanya 0.5 : 0.1, dan di Singapura 2:1. Insidensi pemfigus vulgaris

bervariasi berdasarkan lokasi. Di Jerussalem, insidensi PV diperkirakan 1,6 kasus

per 100.000 populasi per tahun dan di Iran 10 kasus per 100.000 populasi,

Finlandia jauh lebih rendah 0,76 kasus per per juta populasi. Di Prancis dan Jerman,

1 kasus per juta populasi per tahun.1

2.3.2 Mortalitas dan Morbidias

Pemfigus vulgarisadalah penyakit mukokutaneus autoimun yang

berpotensi mengancam jiwa dengan mortalitas sebesar 5-15%. Mortalitas pasien

pemfigus vulgaris tiga kali lebih tinggi daripada populasi pada umumnya,

Komplikasi sekunder terkait dengan penggunaan kortikosteroid dosis tinggi.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan luas lesi, dosis maksimum steroid sistemik

yang diperlukan untuk induksi remisi, dan adaya penyakit penyerta. Prognosis

semakin buruk pada pasien dengan pemfigus vulgaris ekstensif dan pasien usia tua.

Pemfigus vulgaris melibatkan lesi pada jaringan mukosa pada 50-70% pasien. Hal

ini menyebabkan terbatasnya asupan nutrisi karena disfagia. Bula dan erosi akibat

bula yang pecah bersifat nyeri sehingga membatasi aktivitas penderita.1

2.3 ETIOLOGI

Pemfigus vulgaris mengenai semua ras dan jenis kelamin dengan perbandingan yang

sama. Penyakit ini banyak terjadi pada usia paruh baya dan jarang terjadi pada anak-anak.

Tetapi di India, pasien pemfigus vulgaris lebih banyak terjadi pada usia muda. Ras

Yahudi, terutama Yahudi Ashkenazi memiliki kerentanan terhadap pemfigus vulgaris. Di

Afrika Selatan, pemfigus vulgaris lebih banyak terjadi pada populasi India daripada

warga kulit hitam dan kaukasia. Kasus pemfigus lebih jarang ditemukan di negara-negara

barat.

3
Predisposisi pemfigus terkait dengan faktor genetik. Anggota keluarga generasi

pertama dari penderita pemfigus lebih rentan terhadap penyakit ini daripada kelompok

kontrol dan memiliki antibodi antidesmoglein sirkulasi yang lebih tinggi. Genotip MHC

kelas II tertentu sering ditemukan pada pasien pemfigus vulgaris dari semua ras. Alela

subtype HLA-DRB1 0402 dan DRB1 0503 memberi risiko terjadinya pemfigus dan

menyebabkan adanya perubahan struktural pada ikatan peptide, berpengaruh pada

presentasi antigen dan pengenalan oleh sel T. Di Inggris dan India, pasien dengan

haplotip desmoglein tertentu juga memiliki risiko pemfigus vulgaris dan hal ini

tampaknya menambah efek yang diakibatkan oleh HLA-DR. Kerentanan juga dapat

disebabkan pengkodean immunoglobulin oleh gen atau oleh gen dalam pemrosesan pada

antigen HLA kelas I.2

2.4 GEJALA KLINIS

Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai lesi di kulit

kepala yang berambut atu di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa erosi yang

disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis sebagai pioderma pada

kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder. Lesi di tempat

tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.

Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput lendir

konkungtiva, hidung, faring, laring, esophagus, uretra, vulva dan serviks. Kebanyakan

penderita menderita stomatitis aftosa sebelum diagnosis pasti ditegakkan. Lesi di mulut ini

dapat meluas dan dapat mengganggu pada waktu penderita makan oleh karena rasa nyeri.

Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit

terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit yang

4
tampak normal atau yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolskiy positif

disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua, pertama

dengan menekan dan menggeser kulit di antara dua bula dan kulit tersebut akan

terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan yang

didalamnya mengalami tekanan.

Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh nyeri pada

kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan dengan meninggalkan

hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan biasanya tanpa jaringan parut.

Gambar 1. Pemfigus Vulgaris : A. Bula Flaksid, B. Lesi Oral C. Erosi Luas

5
2.4 PATOGENESIS

Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas, yakni :

1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis).

2. Adanya antibody IgG terhadap antigen determinan yang ada pada permukaan

keratinosit yang sedang berdiferensiasi.

Lepuh pada PV akibat terjadinya reaksi autoimun terhadap antigen PV. Antigen ini

merupaka transmembran glikoprotein dengan berat molekul 160 kD untuk pemfigus

Foliaseus dan berat molekul 130 kD untuk pemfigus vulgaris yang terdapat pada

permukaan sel keratinosit.

Target antigen pada PV yang hanya dengan lesi oral ialah desmoglein 3, sedangkan

yang dengan lesi oral dan kulit ialah desmoglein 1 dan 3. Sedangkan pada pemfigus

foliaseus target antigennya ialah desmoglein 1.

Desmoglein ialah salah satu komponen desmosom. Komponen yang lain, misalnya

desmoplakin, plakoglobin dan desmokolin. Fungsi desmosom ialah meningkatkan

kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang terdapat pada kulit dan mukosa.

Pada penderita dengan penyakit yang aktif mempunyai antibody dengan subklas

IgG1 dan IgG4, tetapi yang patogenik ialah IgG4.

Pada pemfigus juga ada faktor genetic, umumnya berkaitan dengan HLA-DR4.

2.5 PATOFISIOLOGI

Antibodi terbanyak pada penyakit pemfigus vulgaris bersifat melawan Dsg3.

Antibodi pemfigus berikatan dengan domain ekstraseluler pada region amino terminal

Desmoglein 3 (Dsg3) yang secara langsung mempengaruhi cadherin desmosomal.

Desmoglein 3 ditemukan pada desmosom dan semua membran sel keratinosit, terutama

bagian bawah epidermis dan paling kuat diekspresikan pada mukosa bukal serta kulit

6
kepala. Sebaliknya, pola ekspresi antigen desmoglein 1 (Dsg1) yang banyak dijumpai

pada pemfigus foliaseus banyak ditemukan di epidermis, terutama lapisan atas dan

terekspresi dengan sangat lemah pada mukosa. Adanya antibodi terhadap Dsg1 dn Dsg3

berhubungan dengan manifestasi klinis berupa lesi mukokutaneus, jika autoantibodi

hanya melawan Dsg3, lesi dominan terdapat pada mukosa. Baik autoimunitas humoral

maupun seluler penting dalam patogenesis lesi kulit. Antibodi dapat mengakibatkan

akantolisis, walaupun tanpa keterlibatan komplemen dan sel-sel radang. IgG1 dan IgG4

autoantibodi terhadap Dsg3 ditemukan pada pasien PV, tetapi beberapa data penelitian

menunjukkan bahwa IgG4 lah yang bersifat paling patogenik. Plasminogen activator

berhubungan dengan terjadinya akantolisis yang dimediasi antibodi. Sel T yang terlbat

adalah sel CD4 α./β yang mensekresikan Th2-like-cytokine profiles. Sel Th1 juga terlibat

dalam produksi antibodi pada penyakit kronis. IgG ditemukan baik pada kulit normal

maupun sakit. Deposit C3 tampak lebih banyak pada sel-sel akantolitik.

Terbentuknya bula pada pemfigus vulgaris disebabkan oleh ikatan autoantibodi IgG

di permukaan molekul keratinosit. Antibodi pemfigus vulgaris ini akan berikatan dengan

desmosom keratinosit dan area bebas desmosom pada membran keratinosit. Ikatan

autoantibodi megakibatkan hilangnya perlekatan antarsel, atau disebut dengan

akantolisis.

Antigen PV (130-kD transmembrane desmosomal glycoprotein) menunjukkan

adanya homologi dengan molekul adhesi sel. Banyak penelitian yang mengindikasikan

adanya predisposisi genetik pada pemvigus vulgaris. Analisis statistik menunjukkan

kecenderungan distribusi antigen HLA. Sebagian besar pasien memiliki fenotip HLA

DR4 atau DR8. Adanya fragmen restriksi HLA-DQ β telah teridentifikasi pada beberapa

pasien pemfigus vulgaris.4

7
2.6 FAKTOR RESIKO

 Usia: orang berusia paruh baya rentan terhadap penyakit ini


 Penyakit lain: pemphigus vulgaris dapat muncul secara bersamaan dengan penyakit
autoimun lainnya (seperti lemah otot)

2.7 DIAGNOSIS

2.7.1 Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan biasanya pasien dengan keadaan umum buruk.
Adanya lesi di kulit kepala atau rongga mulut, berupa erosi yang disertai pembentukan
krusta yang timbul berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.

2.7.2 Pemeriksaan fisik

Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit
terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit yang
tampak normal atau yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolskiy positif
disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua, pertama
dengan menekan dan menggeser kulit di antara dua bula dan kulit tersebut akan
terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan
yang didalamnya mengalami tekanan.

2.7.3 Pemeriksaan penunjang

1. HISTOPATOLOGI

Pada gambaran histopatologik didapatkan bula intraepidermal suprabasal dan


sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan
percobaan tzank positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya sel-sel
akantolitik, tetapi bukan diagnostic pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan
dengan menggunakan mikroskop electron dapat diketahui bahwa permulaan
perubahan patologik ialah perlunakan segmen interseluler. Juga dapat dilihat
perusakan dermosom dan tonofilamen sebagai peristiwa sekunder.

2. IMUNOLOGI

8
Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibody interseluler tipe Ig G
dan C3. Pada tes imunofloresensi tidak langsung didapatkan antibody pemfigus tipe
IgG. Tes yang pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi
positif pada permulaan penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif dan tetap
positif pada waktu yang lama meskipun penyakitnya telah membaik.

Antibodi pemfigus ini rupanya sangat spesifik untuk pemfigus. Kadar titernya
umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan
pengobatan kortikosteroid.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

- Pemfigoid Bulosa
- Dermatitis Herpetiformis

2.9 PENATALAKSANAAN

2.9.1 Non-Farmakologi

Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan
gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat
penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan
mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif
penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga
dan makan atau minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam,
keras, dan renyah).

2.9.2 Farmakologi

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Terapi lini


pertama yaitu glukokortikoid sistemik, dimulai dengan dosis 1 mg/kgBB/hari. Respon
klinis yang bagus biasanya tampak setelah 2-3 bulan, kemudian dosis dapat diturunkan
menjadi 40mg/hari dan di tapering of selama 6-9 bulan sampai dosis pemeliharaan 5
mg selang sehari. Tapering dapat dilakukan baik dengan menurunkan dosis 10
mg/bulan dan kemudian 5 mg/bulan. Kortikosteroid yang paling banyak digunakan
ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat

9
ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kgBB
sehari bagi pemfigus yang berat.(5)
Cara pemberian kortikosteroid yang lain dengan terapi denyut. Caranya
bermacam-macam yang lazim digunakan ialah dengan metil prenidosolon sodium
succinate (solumedrol), i.v. selama 2-3 jam, diberikan jam 8 pagi untuk lima hari.
Dosis sehari 250-1000 mg (10-20 mg per kgBB), kemudian dilanjutkan dengan
kortikoisteroid per os dengan dosis sedang atau rendah. Efek samping yang berat pada
terapi denyut tersebut di antaranya ialah, hipertensi, elektrolit sangat terganggu, infark
miokard, aritmia jantung sehingga dapat menyebabkan kematian mendadak, dan
pankreatitis.

2.9.3 Edukasi

 Meminimalisasi kemungkinan terjadinya trauma pad akulit karena kulit pasien

sangat rapuh akibat penyakitnya sendiri maupun efek samping dari steroid

sistemik dan topikal.

 Pemahaman bahwa penyakit yang diderita adalah penyakit yang bersifat kronis.

 Terapi yang diberikan  dosis obat, efek samping, dan gejala toksisitas obat

sehingga jika terjadi dapat segera menghubungi dokter.

 Perawatan luka yang adekuat.

2.10 KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi kulit dan penyebaran infeksi
melalui aliran darah (sepsis). Infeksi sistemik dapat menyebabkan kematian. Juga
dapat malnutrisi dan dehidrasi.
Komplikasi dari pemfigus paraneoplastik meliputi masalah pernapasan. Angka
kematian dari tipe ini diperkirakan 90%.
Komplikasi lainnya adalah kemungkinan efek samping dari pengobatan yang
digunakan terutama kortikosteroid.

10
2.11 PROGNOSIS

Derajat keparahan perjalanan penyakit pemfigus vulgaris bervariasi,

tetapi mayoritas pasien meninggal sebelum penghentian terapi steroid. Terapi

kortikosteroid sendiri telah dapat mengurangi angka mortalitas sebesar 5-15%.

Pemfigus vulgaris yang yang tidak mendapatkan terapi adekuat akan berakibat fatal

karena penderita rentan terhadap infeksi serta gangguan yang muncul akibat

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada

tahun-tahun awal munculnya gejala, dan jika pasien dapat bertahan lebih dari 5 tahun,

prognosisny akan lebih baik. Pemfigus vulgaris pada stadium awal akan lebih mudah

dikontrol daripada yang sudah bermanifestasi luas, tingkat mortalitas akan meningkat

apabila terjadi keterlamabatan terapi.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan luasnya lesi, dosis

kortikosteroid maksimum yang diperlukan untuk menginduksi remisi, dan adanya

penyakit penyerta. Prognosis akan cenderung lebih buruk pada pasien berusia lanjut

dan yang disertai penyakit lain. Prognosis akan lebih baik jika terjadi pada anak-anak.

Pada sebagian kecil kasus pemfigus vulgaris,dilaporkan terjadi transisi menjadi

pemfigus foliaseus.

11
BAB III

KESIMPULAN

Pemfigus merupakan sekelompok penyakit berlepuh autoimun pada kulit dan


membran mukosa yang ditandai oleh lepuh intraepidermal karena hilangnya hubungan antar
keratinosit secara histologi dan ditemukannya IgG autoantibodi terikat dan bersirkulasi secara
imunologis yang menyerang permukaan keratinosit.
Pemfigus terdiri dari 3 bentuk utama, yaitu pemfigus vulgaris, foliaseus, dan
paraneoplastik. Pemfigus vulgaris merupakan bentuk yang paling sering ditemukan
sedangkan pemfigus paraneoplastik merupakan bentuk yang paling berbahaya. Gambaran
klinis berupa adanya lepuh pada kulit dan membran mukosa. Gambaran klinis dari ketiga
bentuk pemfigus bervariasi tergantung dari tipenya masing-masing.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan histopatologi, imunologi (imunofluoresens), dan tes darah.
Pemfigus dapat berakibat fatal karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi, namun
komplikasi ini juga dapat timbul sebagai akibat dari terapi.
Prinsip terapi adalah untuk mengurangi pembentukan autoantibodi, tidak hanya
menekan peradangan lokal sehingga digunakan kortikosteroid sistemik dan obat-obat
imunosupresif. Namun, efek samping dari obat tersebut harus diwaspadai karena dapat
mengakibatkan kematian.
Secara umum prognosis pemfigus foliaseus lebih baik dari pemfigus vulgaris,
sedangkan prognosis pada pemfigus paraneoplastik selalu buruk.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Syuhar. M. A.2014. “A 56 Years Old Man WithPemphigus Vulgaris”. [online].


http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/455.
2. Nguyen. V.T. 2003. “Pemphigus VulgarisIgG and Methylprednisolone Exhibit
Reciprocal Effects on Keratinocytes”. [online].http://anothersample.net/pemphigus-
vulgaris-igg-and-methylprednisolone-exhibit-reciprocal-effects-on-keratinocytes.
3. Rezeki, Sri. “Pemphigus Vulgaris:Pentingnya Diagnosis Dini, Penatalaksanaan Yang
Komprehensif Dan Adekuat” [online].
http://www.jdentistry.ui.ac.id/index.php/JDI/article/view/20.
4. V. Ruocco. “Pemphigus Vulgaris”.
[online].http://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-3-662-07131-1_70.
5. PERDOSKI.2014.
PanduanLayananKlinisDokterSpesialisDermatologidanVenereologi. Jakarta: Perdoski
6. Yeh, Wei Shih, dkk. “Treatment of Pemphigus Vulgaris Current and Emerging
Options”.[online]. http://connection.ebscohost.com/c/articles/19137762/treatment-
pemphigus-vulgaris-current-emerging-options.

13

Anda mungkin juga menyukai