Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PENYAKIT TRAUMA PADA KULIT


SISTEM INTEGUMEN

Disusun oleh:

Kelompok 2

Anggota kelompok Asrul Ilyas


Karmiati
Khaerunnisa
Firjatullah Fenia Sabir
Bunga Dhiaz Anggraini
Isnada Rahim
Wa Ode Nurul Ainun Asgaf
Muhammad Saddam
Tiara Putri Ramli
Ilma Aminah Armin
Andita Fitri Aliah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2020

1
A. Luka Bakar (Combustio)
1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan
api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta
sengatan matahari (sunburn).1

2. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn): gas, cairan, bahan padat. Luka
bakar (thermal burn) biasanya disebabkan oleh air panas (scald),
jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas,
dan lain-lain).
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn) disebabkan oleh asam kuat
atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu
bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn). Listrik menyebabkan
kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik
menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering
kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan
sumber arus maupun grown.1

Luka bakar radiasi (radiasi injury) disebabkan karena terpapar dengan


sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan
radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan

2
industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi.1

3. Klasifikasi
Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman luka:
a. Luka bakar derajat I memiliki kerusakan terbatas pada lapisan
epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa eritema, tidak
dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari.1
b. Luka bakar derajat II memiliki kerusakan terjadi pada seluruh lapisan
epidermis dan sebagai lapisan dermis,berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi.Dijumpai pula,pembentukan scar,dan nyeri karena
ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau
pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal. Pembagian luka
bakar derajat II yaitu:
1) Derajat II dangkal (Superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut,kelenjar
keringat,kelenjar sebasea masih utuh.
c) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah
cedera,dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka
bakar derajat I danmungkin terdiagnosa sebagai derajat II
superficial setelah 12-24 jam.
d) Ketika bula dihilangkan,luka tampak berwarna merah muda
dan basah.
e) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
f) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu.

3
2) Derajat II dalam (deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut,kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
d) Juga dijumpai bula,akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi
cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah yang
berwarna putih mengindikasikan alirandarah yang sedikit
atau tidak ada sama sekali,daerah yg berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah ).
e) Jika infeksi dicegah,luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu.1
c. Luka bakar derajat III (full thickness burn) yaitu kerusakan meliputi
seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam,tidak dijumpai
bula,apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan
pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar.Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi
spontandari dasar luka.1
d. Luka bakar derajat IV yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
ltulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh
dermis,organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat mengalami kerusakan,tidak dijumpai bula, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan pucat,terletak lebih rendah dibandingkan
kulit sekitar,terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang
dikenal scar,tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.

4
penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi
spontan dan rasa luka.1

4. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik.Sel-sel dapat menahan temperatur
sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan
berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh
darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi
panas.Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler
keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi
protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan
permeabilitas yang hampir menyeluruh penimbunan jaringan masif di
intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik.Volume cairan
iuntravaskuler mengalami defisit,timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal
dengan syok.1
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem.Awalmula terjadi kegagalan organ multi
sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan
pembuluh darah kapiler,peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O,elektrolit
dan protein),sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan
intraseluler menurun,apabila hal ini terjadi terus menerus dapat
mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan

5
terjadinya gangguan perfusi jaringan.Apabila sudah terjadi gangguan
perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro
yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti
:otak,kardiovaskuler,hepar,traktus gastrointestinaldan neurologiyang
dapat mengakibatkan kegagalan organ multi system. 1

5. Proses penyembuhan luka

Berdasarkan klasifikasi, lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi


dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah
segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih
dari4–6 minggu. Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk
setiap cedera jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria
sembuhnya luka pada tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik,
seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi,
abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah.1

Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika mengalami


proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase
proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian disertai dengan berkurangnya
luasnya luka, jumlah eksudatberkurang, jaringan luka semakin
membaik.Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui
proses peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu
bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase, yaitu:

a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi
pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan

6
darah di daerah luka.Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan
luka. Scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka
oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka
ke tepi. Selepitelmembantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.1
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke
daerahinterstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar
dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka.
Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses
yangdisebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor
angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel
diakhirpembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat
penting bagi proses penyembuhan. Respon segera setelah terjadi injuri
akan terjadi pembekuan darah untuk mencegah kehilangan
darah.Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor, dolor, calor, functio
laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi. 1
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke 4atau 5sampai hari ke–
21.Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid. Fibroblas
(menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah kedaerah luka
mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis
kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikankira-kira 5
harisetelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang
menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang
meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka.Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh

7
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen
dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.1
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun.
Fibroblasterus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil,
kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.Dalam fase ini
terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan
jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi
vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang
mengubahbentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan.Terbentuk
jaringan parut 50–80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya.
Kemudian terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular
dan vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan. 1

6. Gejala Klinis

Gejala klinis yang didapatkan pada pasien luka bakar antara lain:

a. Keracunan karbon Monoksida (CO): Ditandai dengan kekurangan


oksigen dalam darah, lemas binggung, mual, muntah, koma bahkan
meninggal.
b. Distress pernafasan: Ditandai dengan sesak, dan tidak mampuan
menangani sekresi.
c. Cedera pulmonal: Ditandai dengan pernafasan cepat atau sulit,
krakles, stridor, dan batuk.
d. Gangguan hematologik: Tanda yang ditemukan adalah kenaikan
hematokrit, penurunan (SD P, leukosit meningkat, penurunan
trombosit.
e. Gangguan elektrolit: Tanda yang ditemukan adalah penurunan
kalium, kenaikan natrium dan klorida, serta kenaikan BUN.

8
f. Gangguan ginjal: Tanda yang ditemukan adalah peningkatan keluaran
urine dan miogloninurina.
g. Gangguan metabolik: Tanda yang ditemukan adalah
hipermetabolisme dan kehilangan berat badan.2

7. Gambaran Klinis
Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma
primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan
oleh luka bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal.
Pada daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema,
nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka
bakar berat seperti syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji metabolik
dan darah.3
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas luka bakar
lebih dari 25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah yang berlangsung secara kontinyu
setidaknya dalam 36 jam pertama setelah trauma luka bakar. Berbagai
protein termasuk albumin keluar menuju ruang interstitial dengan menarik
cairan, sehingga menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga
telah kehilangan cairan melalui area luka, sehingga untuk
mengkompensasinya, pembuluh darah perifer dan visera berkonstriksi
yang pada akhirnya akan menyebabkan hipoperfusi. Pada fase awal, curah
jantung menurun akibat melemahnya kontraktilitas miokardium,
meningkatnya afterload dan berkurangnya volume plasma. Tumour
necrosis factor-α yang dilepaskan sebagai respon inflamasi juga berperan
dalam penurunan kontraktilitas miokardium.3
Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, hal
ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka
bakar dan syok hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya
kalium (akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat
hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka

9
bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat
hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5°C
akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun
pasien juga akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor
sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama
pertahanan tubuh yaitu kulit.3

Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu
antara lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut
luka ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasi akan
memicu dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin
yang mampu memberi sinyal rasa nyeri.4 Hiperalgesia primer terjadi
sebagai respon terhadap nyeri pada lokasi luka, sedangkan hiperalgesia
sekunder terjadi beberapa menit kemudian yang diakibatkan adanya
transmisi saraf dari kulit sekitarnya yang tidak rusak. Pasien dengan luka
bakar derajat I atau derajat II superfisial biasanya akan berespon baik
terhadap pengobatan dan sembuh dalam waktu 2 minggu, luka bakar
tersebut tampak berwarna merah muda atau merah, nyeri dan memiliki
suplai darah yang baik.3

8. Penegakan Diagnosis
Semua luka bakar didiagnosa berdasarkan temuan pemeriksaan fisik
dan juga pemeriksaan laboratorium. Khusus untuk luka bakar dengan
trauma inhalasi adalah terdapat gejala seperti sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap (Jelaga). Kecurigaan
adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3 atau lebih
dari keadaan berikut:

a. Riwayat terjebak dalam rumah atau ruangan terbakar.


b. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
c. Penurunan kesadaran.

10
d. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan
adanya
e. Wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan (iritasi
mukosa)
f. Gejala distress napas atau takipnea
g. Sesak atau tidak ada suara.5

Pada pasien luka bakar juga dilakukan pemeriksaan penunjangan:

a. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah.


b. Urinalisis.
c. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit.
d. Analisis gas darah.
e. Radiologi jika ada indikasi ARDS.
f. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS
dan MODS.5

Pemeriksaan tambahan khusus untuk luka bakar inhalasi merupakan:

a. Kadar karboksihemoglobin (COHb)


Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45% (berat), bahkan
setelah 3 jam dari kejadian, kadar COHb pada batas 20-25% . Bila
kadar COHb lebih dari 15% setelah 3 jam kejadian menunjukkan
adanya bukti kuat terjadi trauma inhalasi.
1) Gas Darah
PaO2 yang rendah (kurang dari KPa pada konsentrasi
oksigen 50%. FIO = 0.5 % mencurigakan adanya trauma inhalasi.
PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat
pada fase lanjut.
2) Foto Toraks
Biasanya normal pada fase awal.
3) Bronkoskopi Fiberoptik

11
Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik-
bintik pendarahandan ulserasi.
4) Tes Fungsi Paru.5

9. Pencegahan
Pencegahan luka bakar adalah dengan mencegah kondisi yang dapat
menyebabkan luka bakar. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah luka bakar adalah:

a. Jangan lupa mematikan kompor setelah memakainya.


b. Gunakan pelindung tangan saat memasak.
c. Hindari merokok di dalam rumah atau gedung.
d. Jangan lupa mematikan alat setrika ketika sudah selesai
menggunakannya.
e. Siapkan alat pemadam api ringan (APAR) di rumah.5

Anak-anak dapat mengalami luka bakar serius karena kelalaian orang


tua atau pengasuh. Berikut ini adalah langkah pencegahan agar anak tidak
mengalami luka bakar.

a. Usahakan untuk menyetrika di atas meja yang cukup tinggi dan jauh dari
jangkauan anak kecil. Jangan lupa untuk segera mematikan setrika
setelah memakainya.
b. Jauhkan minuman panas dari anak kecil.
c. Ajari anak untuk tidak bermain di dapur karena banyak peralatan atau
bahan yang bisa menimbulkan luka bakar.
d. Simpan korek api atau peralatan yang dapat menghasilkan api jauh dari
jangkauan dan penglihatan anak-anak.
e. Ajari anak untuk tidak dekat-dekat dengan knalpot kendaraan yang
panas atau kendaraan yang baru dipakai.
f. Periksa suhu air yang akan dipakai untuk mandi bayi. Gunakan siku
tangan untuk memeriksa kehangatan air.

12
g. Gunakan penutup atau pelindung stop kontak pada tempat-tempat yang
mudah dijangkau oleh anak-anak.5

10. Penatalaksanaan
a. Penanganan prahospital
Perhatian utama di lokasi kecelakaan adalah menghentikan proses
pembakaran.Pembakaran dan pakaian yang membara harus
dipadamkan. Kemudian seperti dengan semua pasien trauma,
perhatian utama selama penilaian awal adalah pemeliharaan fungsi
kardiopulmonari.Patensi jalan nafas dan kecukupan ventilasi harus
dijaga dan pemberian oksigen tambahan yang diperlukan. Jika tidak
adanya trauma mekanik yangterkait atau kebutuhan untuk resusitasi
kardiopulmonari, penempatan kanula intravena tidak diperlukan jika
transportasi ke fasilitas pengobatan dapat dicapai dalam waktu kurang
dari 45 menit.5
Penerapan es atau air dingin membasahi akan menghilangkan
rasa sakit pada daerah luka bakar derajat dua. Jika terapi dingin
dimulai dalam waktu 10 menit dari pembakaran, kandungan jaringan
panas juga berkurang, dan kedalaman kecederaan ternak dapat
berkurang. Jika terapi dingin digunakan, perawatan harus diambil
perhatian untuk menghindari hipotermia. Air dingin atau es hanya
boleh digunakan pada pasien dengan luka bakar kurang dari 10% dari
permukaan tubuh dan pada waktu hanya untuk memproduksi
analgesia. Setelah es atau air dingin rendam dialihkan, pasien harus
ditutup dengan kain lembaran bersih dan selimut untuk melestarikan
panas tubuh dan meminimalkan kontaminasi luka bakar selama
transportasi ke rumah sakit.5
Pada pemeriksaan yang akan dilakukan penderita diwajibkan
memakai sarung tangan yang steril, bebaskan penderita dari baju yang
terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain,
misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal

13
bleeding atau mengalami patah tulang punggung & spine.Mekanisme
trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak
dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi
yang dapatmenimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya
terjadi, serta ditanyakan penyakit-penyakit yang pernah di alami
sebelumnya. Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat,
luka bakar sedang atau ringan. Luka bakar ditentukan luas luka bakar
dengan menggunakan Rule of Nine. Kemudian kedalaman luka bakar
ditentukan dengan derajat kedalaman luka bakar.5

b. Penanganan intrahospital
Perawatan ada luka bakar dimulai dari tempat kejadian. Pasien
harus dipisahkan dari sumber kebakaran.Pemeriksaan awal fisik pada
pasien yang terbakar harus focus pada penilaian jalan nafas, evaluasi
status hemodinamik, menentukan luas bagian yang terbakar dan
menilai dalamnya luka. Penilaian langsung dari jalan nafas selalu
menjadi prioritas utama. Terdapat penilaian primer dan sekunder pada
pasien luka bakar, yaitu:
1) Penilaian Primer
a) Penanganan Airway dengan kontrol cervical
(1) Menstabilisasi leher untuk kecurigaan fraktur cervical.
(2) Penting untuk mempertahankan jalan nafas yang paten.
Meniginspeksi jalan nafas apakah ada benda asing atau
edema. Jika pasien tidak dapat menanggapi perintah
lisan, buka jalan nafas dengan chin lift and jaw thrust.
(3) Menjaga pergerakan cervical agar kepala tidak
hiperfleksi dan hiperekstensi.
(4) Memberi Guedel jika terjadi hambatah jalan nafas.
Pertimbangkan mengenai intubasi segera.6
2) Pernapasan dan ekspansi
a) Memberikan oksigen 100%.

14
b) Melihat pergerakkan dada dan memastikan ekspansi dada
adekuat.
c) Mempalpasi apakah adanya krepitasi atau fraktur rusuk.
d) Mengauskultasi suara pernafasan.
e) Memberikan ventilasi dari nasal ataupun sungkup ataupun
intubasi bila perlu.
f) Monitor laju pernafasan, perhatikan apabila laju < 10 atau 20
per menit.
g) Memasankan pulse oximeter.
h) Mempertimbangkan keberadaan keracunan karbon
monoksida.6
3) Sirkulaisi (Circulation) dengan kontrol perdarahan
a) Mengikspesksi apakah ada perdarahan dan hentikan dengan
tekanan langsung.
b) Monitor dan Mencatat denyut nadi, kuat /lemah dan
iramanya.
c) Melakukan Capillary blanching test, normalnya kembali
dalam 2 detik.
d) Monitor sirkulasi perifer apakah ada luka bakar
sirkumferensial. Pertama-tama mengangkat tungkai untuk
mengurangi edema dan membantu aliran darah. 6
4) Status Neurologis

Memeriksa derajat kesadaran:

a) Memeriksa respons murid terhadap cahaya untuk perubahan


dan ukuran.
b) Memperhatikan pakah ada penggantian kesadaran,
hypoxiadasi, intoxiaderni, obat-obatan dan pengaruh
analgesik.6
5) Paparan dengan kontrol Lingkungan
a) Melepas semua pakaian dan perhiasan.

15
b) Menjaga agar pasien tetap hangat.
c) Hipotermnia dapat memberikan efek yang buruk terhadap
pasien, Penting untuk melindungi pasien tetap, terutama
kompilasi pertama pada periodle pendingin.
6) Resusitasi Cairan (Fluid Resuscitation)
a) Resusitasi cairan di perlukan oleh pasien yang mengalami
luka bakar >10% untuk anak-anak dan >15-% untuk dewasa.
b) Estimasi daerah yang terkena luka bakar menggunakan
rumus Rules Of Nines.
c) Menginsersi 2 buah IV line pada daerah yang tidak terkena
luka bakar.
d) Menemukanbadan pasien.
e) Memberikan resusitasi cairan dengan rumus Modificed
Parkland Formula dan menyesuaikannya dengan urin output.
f) Jika urin output 0,5mL/kg/jam naikkan cairan IV 1/3 dari
total cairan. Jika urin output > 1 mL/kg/jam pada orang
dewasa atau > 2 mL/kg/jam pada anak-anak , kurangi cairan
IV 1/3 dari total cairan.6
7) Perawatan Luka Bakar

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan


resusitasi cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung
pada karakteristik dan ukuran dari luka, Tujuan dari semua
perawatan luka bakar agar luka segerah sembuh dari rasa sakit
yang minimal.7

Setelah luka dibersihkan dan dilakukan debriment, luka


ditutup, Penutupan ini memiliki beberapa fungsi yaitu dengan
penutup lukal akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan
memulihkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka
harus benar - benar tertutup untuk mencegah evaporasi agar
pasien tidak hipotermi. Ketiga, mencegah luka diusahakan

16
semaksimal mungkin agar pasien dapat merasa nyaman dan
meminimalkan timbulnya rasa sakit.7

Pilihan penutup luka sesuai dengan derajat luka bakar:

Luka bakar derajat l, merupakan luka ringan dengan sedikit


ikatan barier, kulit seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk menghilangkan rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen,
Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.7

Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka


setiap, pertanial - tama luka diolesi dengan salep antibiotik,
kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan
perban elastik. Pilihan lain luka lapat ditut dengan penutup luka
sementara yaarig dibuat dari bahan alarni (Xenograft (pig skin))
atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis
(opsite, biobrane, transcyte, integra).Luka derajat II (dalam) dan
derajat luka III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit
(early exicision and grafting).7

8) Antimikroba

Dengan terjadinya luka bakar mengakibatkan hilangnya


barier pertahanan kulit sehingga memudahkan timbulnya koloni
bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah kuman sudah mencapai
10^5 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke
dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke
pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat
mengakibatkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat di
lakukan secara topikal dan sistemik. Pemberian topikal dapat
dalam bentuk salep atau cairan merendam. Contoh: salep (silver
sulfadiazine, mafenide acetate, silver nitrate, povidone-iodoine,
bacitracin, neomcyn, polymiyxin B, nystatin, muciropi.8

17
9) Analgetik

Pasien akan merasakan nyeri terutama saat mengganti balut,


prosedur operasi, atau saat terapi rehabilitasi. Dalam kontrol rasa
sakit digunakan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi
farmakologi yang digunakan biasanya dari golongan opioid dan
NSAID. Preparat anestesi seperti ketamin, N2O (nitrous oxide)
digunakan pada prosedur yang dianggap sangat sakit seperti saat
mengganti balut. Dapat juga digunakan obat psikotropik sepeti
anxiolitik, obat penenang, dan antidepresan. Penggumaan
benzodiazepin bersama opioid dapat menyebabkan
ketergantungan dan mengurangi efek dari opioid.9

B. Luka Tusuk (Vulnus Punctum)


1. Definisi

Vulnus atau luka adalah keadaan hilangnya atau terputusnya


kontinuitas jaringan. Luka adalah rusaknya kontinuitas atau kesatuan
jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi
jaringan. Menurut (Potter & Parry, 2005) luka adalah rusaknya struktur
dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari
internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. 10
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk
masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat
kecil pada kulit ,misalnya luka tusuk pisau. Menusuk dan arah tusukan.10

18
Vulnus Ictum (punctum) adalah luka kecil dengan dasar yang sukar
dilihat. Disebabkan oleh tertususuk paku atau benda yang runcing, lukanya
kecil, dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini kuman tetanus gampang
masuk. Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke
dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam
mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus
penetrosum (luka tembus).10

2. Etiologi
Luka tusuk dapat disebabkan oleh:
a. Benda tajam dengan arah lurus pada kulit.
b. Suatu gerakan aktif maju yang cepat atau dorongan pada tubuh dengan
suatu alat yang ujung nya panjang.10

Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu:


a. Lokasi anatomi injury.
b. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang
digunakan.10

3. Patofisiologi
Vulnus punctum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga
menyebabkan contuiniutas jaaringan terputus. Pada umumya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Dalam hal
ini ada peluang besar terjadinya infeksi hebat. Proses yang terjadi secara
alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase:
a. Fase inflamsi atau “lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat
luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang.
Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia
tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan
darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis
terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian

19
pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis
dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan
serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler,
terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda
radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan
kotoran dan kuman.11
b. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3
minggu. Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang
berasal dari sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur,
mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka
mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas,
serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru yang membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi.
Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi
dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang
rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi
berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah
proses pendewasaan penyembuhan luka.11
c. Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan.
Dikatakan berahir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan
sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun
gatal.11

4. Manifestasi Klinis
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat
(lokal) dan gejala umum (mengenai seluruh tubuh).10
a. Gejala Lokal :
1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris.
Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada
berat/luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka

20
2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka,
jenis pembuluh darah yang rusak.
3) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
4) Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh
karena rasa nyeri atau kerusakan tendon.10
b. Gejala umum :
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat
penyulit/komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau
perdarahan yang hebat.10

5. Penegakkan Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah
lengkap untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika
terdapat fraktur atau dicurigai terdapat benda asing. 12
a. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht dan
SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap
endothelium pembuluh darah.
b. GDA
Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi
karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan
penurunana ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi
pernapasan.
c. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi
dapat terjadi bila mulai dieresis, magnesium mungkin menurun.
d. BUN/ keratin
Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal, namun keratin
dapat meningkat karena cidera jaringan.

21
e. Urin
Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada
urin sehubungan dengan mioglobulin.
f. Bronkoskopi
Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi
edema, pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.
g. EKG
Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar
listrik.12

6. Komplikasi
a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah.
c. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
d. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi.12

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan pada luka
1) Hemostasis: Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara
menekan luka dengan menggunakan balutan steril. Setelah

22
pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa
diatas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup
dan bekuan darah terbebtuk. Luka laserasi yang lebih serius harus
di jahit oleh dokter.
2) Pembersihan luka.
3) Faktor pertumbuhan (penggunaan obat).
4) Perlindungan: Memberikan balutan steril atau bersih dan
memobilisasi bagian tubuh
5) Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi
luka dan status imunisasi pasien.12

b. Penatalaksanaan pada pasien


1) Penggunaan universal standar precaution.
2) Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
3) Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi
tingkat kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil.
4) Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan
perawatan.
5) Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada
area luka, elevasi.
6) Mengidentifikasi adanya syok hemoragik.
7) Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien.
8) Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan
bagian yang luas.12

8. Pencegahan
a. Tindakan antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia,
logam berat dan asam berat.

23
b. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan
luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan
debris.
c. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi
serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka
yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
d. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik
pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
e. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan
antibiotik.13

C. Luka Robek (Vulnus Laceratum)


1. Definisi

Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak
beraturan atau compang camping, biasanya karena tarikan atau goresan
benda tumpul. Vulnus laceratum adalah luka yang terjadi akibat trauma
oleh benda yang tidak tajam, misalnya tepi meja, terkena bagian dari
kendaraan bermotor dan sebagainya, tapi tidak rata.14

24
2. Epidemiologi

Perbandingan angka kejadian vulnus lacerafum yang terjadi di dunia


dan Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Di USA kejadian vulnus lacerstum pada tahun 2008 sebesar 7,3 juta
sedangkan pada tahun 2009 sebesar 20,40 juta. Di dunia prevelensi
vulnus laceratum sebesar 12,8% dengan angka kecacatan sebesar 8,4
juta.
b. Di Jogjakarta angka kejadian vulnus laceratum sebesar 41%. Di
manado sulawesi utara sebesar 38 kasis apda tahun 2010 dan 55 kasus
pada tahun 2011. Dimaluku sebesar 214 kasus, sedangkan di
Indonesia prevelensi luka robek pada tahun 2013 sebesar 23,2%.15

3. Etiologi
Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh karena terjadi kekerasan,
benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontinuitas jaringan
terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses
peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan akan terjadi apabila
jaringan terputus, dalam keadaan ini ada peluang besar untuk terjadi
infeksi yang sangat hebat.16

4. Gejala Klinis
Pada pasien vulnus laceratum, perilaku yang kurang baik akan dapat
memperparah kondisi pasien seperti pasien akan gelisah yang berlebihan
sampai berteriak-teriak, sesak nafas, tekanan darah meningkat, denyut nadi
cepat dan tidak patuh dalam pengobatan sehingga tidak bisa tertanganinya
perawatan vulnus laceratum.17

5. Gamabaran Klinis
Gambaran Klinis vulnus laceratum dapat berupa luka yang tidak
teratur, terdapat jaringan yang rusak, bengkak, pendarahan, akar rambut

25
hancur atau tercabut bila kekerasannnya daerah sekitar rambut, dan
tampak lecet atau memar di setiap luka.17

6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesisa
1) Luka tidak teratur
2) Luka robek
3) Jaringan rusak
4) Bengkak
5) Respon tingkah laku terhadap nyeri
a) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,
Mendengkur).
b) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit
bibir).
c) Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot,
peningkatangerakan jari dan tangan).
d) Menghindari percakapan, menghindari kontak sosial,
penurunanrentang perhatian, fokus pd aktivitas &
menghilangkan nyeri).14

b. Pemeriksaan fsik
1) Perdarahan.
2) Akar rambut tampak hancur atau tercabut.
3) Tampak lecet atau memar di setiap luka.14

c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah lengkap.
2) Sel darah putih dan leukosit.
3) LED.
4) Jenis darah lengkap.14

26
7. Pencegahan
Pemakaian alat pelindung diri yang tidak lengkap pada nelayan
berhungungan dengan kejadian cedera vulnus laceratum karena dengan
pemakaian alat pelindung diri pada ekstremitas yang lengkap dapat
melindungi ekstremitas dari luka atau vulnus.18
Alat pelindung diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau
seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Perlindungan
keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat, mesin,
peralatan, dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Alat Pelindung Diri
(APD) merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pekerja demi
melindungi dirinya dari potensi bahaya serta kecelakaan kerja yang
kemungkinan dapat terjadi di tempat kerja. Penggunaan APD oleh pekerja
saat bekerja merupakan suatu upaya untuk menghindari paparan resiko
bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat
pencegahan terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini sangat
dianjurkan.18
Kesadaran akan manfaat penggunaan APD perlu ditanamkan pada
setiap tenaga kerja, karena perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat,
terganggu) merupakan salah satu alasan mengapa seorang pekerja tidak
menggunakan APD. Pembinaan yang terus menerus dapat meningkatkan
kesadaran dan wawasan mereka. Salah satu cara yang efektif adalah
melalui pelatihan, peningkatan pengetahuan dan wawasan akan
menyadarkan tentang pentingnya penggunaan APD, sehingga efektif dan
benar dalam penggunaannya.18

8. Penatalaksanaan
Perawatan luka adalah suatu tindakan dimana seorang perawat
membersihkan luka dan mengganti verban pada luka yang harus dilakukan
secara aseptic dan antiseptic, sehingga mikroorganisme tidak masuk ke
dalam luka dan tidak terjadi infeksi.14

27
Perawatan luka yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit salah
satunya dengan NaCl 0,9%. Normal salin atau NaCl 0,9% merupakan
larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi
jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan
membantu luka menjalani proses penyembuhan. Perawat menggunakan
cairan normal salin untuk mempertahankan permukaan luka agar tetap
lembab sehingga dapat meningkatkan perkembangan dan migrasi jaringan
epitel.14
Povidone iodine merupakan salah satu pengobatan luka secara
kimiawi yang sering kali digunakan dalam penyembuhan luka. Povidone
iodine memiliki efek antimikroba, menciptakan lingkungan lembab, dan
dapat menginduksi angiogenesis. Obat ini juga dilaporkan dapat mencegah
inflamasi namun povidone iodine 10% dikatakan pula memiliki efek
menghambat pertumbuhan fibroblas pada percobaan kultur sel secara
invitro.14

9. Komplikasi

Komplikasi dalam penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang


berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dan pembersihan luka yang
tidak adekuat, keterlambatan pembentukan janngan granulasi, tidak
adanya reepitelisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya
infeksi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah: hematoma,
keloid, jaringan parut hipertrofik, infeksi dan kontraktur.19

1. Hematoma
Hemangoma timbul dini akibat kegagalan pengendalian
pembuluh darah yang berdarah dan dapat timbul lanjut pada pasien
hipertensi atau cacat koagulasi. Biasanya hematoma dapat dibiarkan
hilang spontan tetapi hematoma yang meluas membutuhkan operasi
ulang dan pengendalian perdarahan.

28
2. Keloid dan janngan parut hipertrofik
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat
kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat
kolagen di sini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung
kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya
berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang
menimbulkan rasa gatal dan kadang-kadang nyeri. Parut hipertrofik
akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu
tahun, sedangkan keloid justru tumbuh.
3. Infeksi
lnfeksi luka tetap merupakan komplikasi tersering. Dewasa ini
infeksi luka sering tidak fatal, tetapi dapat menimbulkan cacat. Dua
faktor penting yang jelas berperan pada patogenesis infeksi adalah
dosis kontaminasi bakteri dan ketahanan pasien. Lnfeksi luka terjadi
jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan eksisi yang
memadal. Pada keadan demikian, luka harus dibuka kembali,
dibiarkan terbuka dan penderita diberi antibiotik sesuai
4. Kontraktur
Kontraktur jaringan parut di bekas luka atau bekas operasi kadang
sangat mencolok, terutama di wajah, leher, dan tangan. Kontraktur
dapat mengakibatkan cacat berat dan gangguan gerak pada sendi.19

D. Luka Memar (Contusio)


1. Definisi
Kontusio ialah merupakan istilah yang digunakan untuk cedera
jaringan lunak akibat kekerasan atau trauma tumpul yang langsung
mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan atau jatuh. Pembuluh darah
kecil banyak yang terputus sehingga menimbulkan perdarahan ke jaringan
lunak dengan manifestasi adanya ekimosi dan memar sehingga darah dan

29
cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya tanpa ada kerusakan kulit.
Hematoma dapat terjadi apabila perdarahan cukup banyak sehingga
menimbulkan penimbunan darah.20

2. Etiologi
Kontusio dapat terjadi akibat :
a. Kecelakaan lalu lintas, industry, olahraga, dan rumah tangga.
b. Pukulan.
c. Tendangan.
d. Jatuh.20

3. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di bawah jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi dimana pembuluh darah lebih
rentan rusak dibandingkan orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka
darah akan keluar ke jaringan lalu menggumpal menjadi kontusio atau
biru. Faktor tua usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal.
Semakin tua, fungsi pembuluh darah juga ikut menurun. Endapan sel darah
pada jaringan mengalami fagositosis dan didaur ulang oleh makrofag.
Warna biru atau ungu pada kontusio terjadi akibat konversi hemoglobin
menjadi bilirubin. Lebih lanjut akan dikonversi menjadi hemosiderin yg
berwarna kecoklatan. Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap
berbantuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut

30
dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah
trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik.
Penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi dari ketiga
hal tersebut terganggu.20

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat diakibatkan dari kontusio yaitu:
a. Ekimosis/memar yaitu pendarahan pada daerah injury
b. Hematoma
c. Nyeri
d. Bengkak
e. Perubahan warna.20

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:
a. CT SCAN
b. RONTGEN (mendeteksi lokasi/luas)
c. MRI
d. Arteriogram
e. Pemeriksaan darah lengkap dan kreatinin.20

6. Penatalaksanaan
Penanganan kontusio dengan cara meninggikan bagian yang sakit,
pemberian kompres dingin dan pemasangan balut tekan. Istirahat akan
mencegah cidera tambahan dan mempercepat penyembuhan. Peninggian
akan mengontrol pembengkakan. Kompres dingin basah atau kering
diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48 jam pertama setera
cedera dapat menyebabkan vasokontriksi, yang akan menguranggi
perdarahan, edema dan ketidak nyamanan. Harus diperhatikan jangan
sampai terjadi kerusakan kulit dan jaringan akibat suhu dingin yang
berlebihan. Balut tekan elastis dapat mengontrol perdarahan, mengurangi

31
edema, dan menyokongjaringan yang cidera. Status neurovaskuler
ekstremitas yang cedera dipantau sesering mungkin.20

7. Komplikasi
a. Syok
b. Hipertermi
c. Osteomyelitis.20

E. Luka Lecet (Vulnus Ekskoriasi)


1. Definisi

Vulnus ekskoriasi atau luka lecet atau gores merupakan cidera yang
terjadi pada permukaan epidermis akibat bersentuhan secara langsung
dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing. Luka seperti
ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terbentur dengan benda
tajam ataupun tumpul maupun juga akibat terjatuh.21

2. Etiologi
a. Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka.
b. Trauma tumpul yang menyebabkan luka tertutup (vulnus occlusum)
dan luka terbuka (vulnus avertum).
c. Zat-zat kimia.
d. Radiasi.
e. Sengatan listrik.

32
f. Ledakan perubahan suhu.21

3. Tanda dan Gejala Klinis


a. Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.
b. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous.
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
e. Tenderness/keempukan.
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan).
h. Pergerakan abnormal.
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah.
j. Krepitasi.21

4. Patofisiologi
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang
bisa disebabkan oleh traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan atau binatang. Vulnus yang
terjadi dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak,
krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi
yang lebih serius. Tanda dan gejala yang timbul tergantung pada penyebab
dan tipe vulnus.21

5. Manifestasi klinis
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat
(local) dan gejala umum (mengenai seluruh tubuh).21

33
a. Gejala Lokal
1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris.
Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada
berat / luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka.
2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada Lokasi luka,
jenis pembuluh darah yang rusak.
3) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
4) Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh
karena rasa nyeri atau kerusakan tendon.21
b. Gejala umum
Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat
penyuli/komplikasi yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau
perdarahan yang hebat.21

6. Proses Penyembuhan Luka


a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan
terbentuk hematoma disekitar. Sel-sel darah membentuk fibrin guna
melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler
baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler: Pada stadium ini terjadi proliferasi
dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus: Sel–sel yang berkembang
memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

34
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan
osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang
mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal.
d. Stadium Empat-Konsolidasi: Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast
berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini
sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan
tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang
normal.
e. Stadium Lima-Remodelling: Telah dijembatani oleh suatu manset
tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan
kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang
yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada
tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.21

7. Komplikasi
a. Komplikasi dini seperti: hematoma, seroma, infeksi.
b. Komplikasi lanjut lanjut seperti : keloid dan parut hipertrifik dan
kontraktur.21

8. Pemeriksaan Diagnosis
a. MRI
b. CT scan
c. Ultrasonografi.21

35
DAFTAR PUSTAKA
1. http://digilib.unila.ac.id/2418/10/BAB%20II.pdf
2. Ikabarret, Nerin., & dkk. (2004). “American College of Surgeon Committee of
Trauma. Principles and Practise of Burn Surgery“. Marcel Deccker
3. Rudall, N., & Green, A. (2010). “Burns Clinical Features and Prognosis”.
Clinical Pharmacist.
4. Richardson, P., & Mustard, L. (2009). “The Management of Pain in The Burns
Unit”. Burns.
5. Bongard. F.S., & dkk. (2008). “Current Diagnosis and Treatment: Critical
Care 3rd Edition”. McGraw-Hill.
6. Hettiaratchy. (2004). “ABC of Burns”. BMJ
7. Barret, P. J. (2005). “Intitial Management and Resucuation. Principle and
Pratice of Burn Surgery”. Marcel Deccker.
8. Igneri, P., & Gratto, J. (2008). “Burn Care Manual”. Fletcher Allen Halt Care
& The University of Vermont.
9. Prelack, K., & dkk. (2007). “Review Practical Guidelines for Nutritional
Management of Burn Injury and Recorvery” . Burns.
10. Mansjoer, Arif. (2000). “Kapita Selekta Kedokteran”. Jakarta: Media
Aesculapius.
11. Doenges, Marylin. (1999). “Rencana Asuhan Keperawatan”. Jakarta: EGC.
12. Brunner., & Suddarth. (2002). “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”.
Jakarta: EGC
13. INETNA. (2004). “Perawatan Luka”. http://yosuapenta.mutiply.com/journal
14. Prayogi., & dkk. (2019). “Perbedaan Efektivitas Perawatan Vulnus Laceratum
(Luka Robek) Menggunakan Betadine dan NaCl Terhadap Kecepatan
Penyembuhan”. J Nursing Arts.
15. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI.
(2013). “Riset Kesehatan Dasar”. Penerbit Kementrian Kesehatan RI.
16. Rostini,. & dkk. (2013). “Pengaruh Penggunaan Larutan Nacl 0,9% Terhadap
Lama Hari Rawat Pada Pasien Vulnus Laceratum di Rumah Sakit Umum

36
Daerah H. Andi Sulthan Daeng Radja Kabupaten Bulukumba”. J STIKES
Nani Hasanuddin.
17. Laoh, Joice M. (2018). “Mekanisme Koping Individu Dengan Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Vulnus Laceratum di IGD RS Bhayangkara
Manado”. J Poltekkes Kemenkes.
18. Zurimi, Suardi. (2019). “Efektifitas Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan
Frekuensi Kejadian Luka / Vulnus pada Nelayan di Pesisir Pantai Desa
Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambin”. J Global Health Science.
19. De Jong W,. & Sjamsuhidajat R. (2011). “Luka: Buku Ajar Ilmu Bedah”.
Jakarta: EGC.
20. Muttaqin, Arif. (2008). “Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskeletal”. Jakarta: EGC.
21. Carpenito, L.J. (2012). “Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan”.
Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai