Disusun Oleh:
Nurul Annisa Amiruddin
70600118035
A. Defenisi
1. Vulnus perforatum adalah Luka jenis ini merupakan luka jebol atau
luka bocor,. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses
infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ
jaringan.
2. Vulnus penetratum adalah Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu
luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka
masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
B. Epidemiologi
C. Etiopatogenesis
Vulnus perforatum/penetratum ini dapat disebabkan oleh
trauma tajam yang menyebabkan luka terbuka seperti terkena tombak
atau panah atau karena proses infeksi yang meluas.(Dahlan, 2004)
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh
yang bisa disebabkan oleh traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan atau
binatang.Vulnus yang terjadidapat menimbulkan beberapa tanda dan
gejala seperti bengkak.krepitasi, shock, nyeri, dan deformitas atau bisa
juga menimbulkan kondisi yang lebih serius. Tanda dan gejala yang
timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus. (Dahlan, 2004)
Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi
proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi
apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar
timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di
sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di
koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk
menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus
di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka
reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup
dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati
dan hidup. (Dahlan, 2004)
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi
kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia
sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap
reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal
ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut
istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.(Guyton,
2016)
Patomekanisme vulnus penetratum, perforatum tergantung
pada organ yang terkena (Bledsoe, 2012).
1. Trauma kepala: morbiditas dan mortalitas tinggi
2. Trauma leher : banyak struktur yang beresiko tinggi seperti
medula spinalis cervical, columna vertebra cervicalis, arteri carotis,
vena jugularis, arteri vertebrae, trakhea, esophagus, dan struktur
lainya. Trauma pada leher ini dapat menyebabkan perdarahan,
masalah pada pernafasan, masalah neurologis dan atau
kombinasi dari hal tersebut.
3. Trauma thorax: luka tembus dapat merusak dinding dada, paru,
struktur trakheo bronkhial, esofagus, diafragma, pembuluh darah
besar dan jantung. Cedera ini sering mengakibatkan tamponade
pericardial yang secara langsung mengurangi cardiac output
menyebabkan syok. Cedera paru dapat menyebabkan
pneumothorax, hemothorax, atau keduanya.
4. Trauma abdomen/pelvis: Kedua rongga tubuh ini mengandung
banyak organ dan struktur yang terkait. Cedera pada vaskuler
intra abdomen memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi. Trauma
pada pelvis dapat merusak struktur genitourinaria dan struktur
reproduksi.
5. Trauma ekstrimitas : Trauma pada ekstrimitas dapat
mempengaruhi setiap struktur anatomi dan ekstrimitas seperti
tulang, otot, tendon, ligamen, saraf, atau pembuluh darah.
Kebanyakan cedera ekstrImitas tidak mengancam nyawa, namun
cedera vaskular ekstrimitas dapat mengancam kehidupan dan
anggota tubuh. Cedera saraf dan tendon dapat mengakibatkan
cacat seumur hidup.
a) Fase Hemostasis
Merupakan fase paling awal yang terjadi sesaat setelah
luka timbul. Sebagaimana jika seorang tukang ledeng ingin
memperbaiki kerusakan di rumah anda, ia akan terlebih dahulu
menutup semua pipa sebelum ia mulai memperbaiki. Seperti itulah
mekanisme hemostasis terjadi, sesaat setelah luka terjadi,
pembuluh darah di sekitar luka akan mengerucut dan
memperlambat aliran darah ke daerah luka. Trombosit memiliki
peran yang sangat penting, yaitu mengeluarkan zat vasokontriksi
dan membentuk gumpalan penyumbat untuk menutup pembuluh
darah yang rusak. Beberapa zat lain yang berperan dalam fase
hemostasis adal ADP (Adhenosine Diphospate), fibrin, fbrinogen
serta growth factors. Fase hemostasis terjadi dalam beberapa
menit setelah luka terjadi, kecuali jika penderita memiliki kelainan
dalam pembekuan darah. (Ganong, 2009)
b) Fase Inflamasi
Fase inflamasi dapat terjadi dari beberapa menit setelah
luka hingga mencapai 2 atau 5 hari setelahnya.Fase ini ditandai
dengan adanya gejala-gejala khas inflamasi, yaitu rubor
(memerah), kalor (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (membengkak).
Setelah pembuluh darah bervasokonstriksi, beberapa saat
kemudian ia akan kembali bervasodilatasi yang akan difasilitasi
oleh histamin, serotonin dan sitokin. Selain membuat vasodilatasi
histamin juga akan meningkatkan permeabilitas vena, sehingga
cairan dari pembuluh darah akan masuk ke daerah luka atau yang
disebut dengan eksudasi. Hasil yang berperan penting dari proses
eksudasi ini adalah neutrofil. Eksudat juga membawa banyak
nutrisi, growth factors, dan juga enzim yang akan membantu
proses penyembuhan. Peran neurofil dikatakan sangat penting
sebagai pembersih luka, neutrofil akan memfagositosi debris dan
patogen yang ada di bagian luka. Fungsi utama neutrofil adalah
membersihkan, meski nantinya tugas dari neutrofil ini akan lebih
banyak digantikan oleh makrofag. (Ganong, 2009)
c) Fase Proliferasi
Fase proliferasi terjadi dari hari keempat hingga ke 21
setelah terjadinya luka.Fase proliferasi merupakan fase
pembentukan jaringan baru menggantikan jaringan yang
rusak.Fibroblas merupakan faktor yang paling penting di fase ini.
Fibroblas akan mulai memperbaiki sel yang rusak dengan mulai
menghasilkan gikosaminoglikans dan diakhiri dengan
pembentukan fibrilar kolagen. Fase ini ditandai dengan adanya
angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukan jaringan granulasi,
kontraksi luka dan epitelisasi.Secara klinis, proliferasi ditandai
dengan adanya jaringan kasar berwarna merah atau kolagen di
dasar luka dan melibatkan penggantian jaringan dermal dan
kadang-kadang jaringan subdermal pada luka yang lebih dalam,
serta kontraksi luka. (Ganong, 2009)
d) Fase Remodeling
Fase ini merupakan fase terlama yaitu sekitar 8 hari hingga
2 tahun dari terjadinya luka. Lama fase ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Fase ini ditandai dengan
adanya deposit kolagen dalam jaringan yang rapi dan
pembentukan kembali jaringan serta penarikan dari bekas luka.10
Pada 3 minggu pertama, kekuatan kulit pada bekas luka hanya
sekitar 20% hingga 30%. Kekuatan kulit akan mencapai 705
hingga 80% pada masa akhir fase remodeling. Untuk mencapai
penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.Sebuah bekas
luka atrofi dapat menjadi hasil akhir setelah penyelesaian fase
pematangan.Sebaliknya, ketika degradasi kolagen terganggu atau
sintesis berlebihan, jaringan parut dapat menjadi luka
hyperthrophic atau bahkan keloid. Kondisi yang ideal akan
menjadi keseimbangan antara degradasi dan sintesis atau
deposisi kolagen untuk menghasilkan jaringan parut yang normal
(Ganong, 2009).
D. Anamnesis
E. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Efloresensi
Effloresensi Vulnus Perforatum Penetratum berupa abrasi,
laserasi, penetrasi wood, dan eritema. Pada Vulnus penetratum,
yaituluka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal
luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar. Proses infeksi yang meluas hingga
melewati selaput serosa/epithel organ jaringan. (Syamsuhidayat,
2004)
Gambar 1. Vulnus Perforatum
Gambar 2. Vulnus
Penetratum
2. Pemeriksaan Fisik
A. Inspeksi
Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat
dilakukan. Perlu dilakukan inskepsi seluruh kulit di tubuh. Pada
inspeksi perlu diperhatikan lokasi dan penyebaran, warna,
bentuk, batas, ukuran setiap morfologi (efloresensi) di masing-
masing lokasi.(Linuwih, 2018)
Deskripsi luka
1) Jumlah : sebuah, dua buah, tiga buah, >3 buah = beberapa
luka. Pada luka iris/bacok/tusuk jumlah luka dihitung dan
dideskripsikan semua
2) Lokasi : Regio Anatomi, garis koordinat atau bagian tertentu
tubuh
3) Bentuk Luka : luka tembak berbentuk bundar atau oval
tergantung sudut masuknya peluru; dengan disekitarnya
terdapat bintik-bintik hitam (kelim tattoo), dan atau jelaga
(kelim jelaga)
4) Ukuran Luka :Sebelum dirapatkan, sesudah dirapatkan,
panjang x lebar x dalam
Sifat luka
a) Garis batas luka : bentuk teratur/tidak, tepi rata/tidak,
sudut luka ada/tidak, berapa sudut luka, bentuk sudut
luka runcing/tidak
b) Daerah didalam garis batas luka :Tebing luka, ada
tidaknya jembatan jaringan, dasar luka
c) Daerah di sekitar garis batas luka : ada tidaknya memar,
tatoase, jelaga, bekuan darah
B. Palpasi
Pada palpasi perhatikan jenis lesi, apakah permukaan
rata, tidak rata-rata, konsistensi lesi, misalnya padat, kenyal,
lunak, dan nyeri pada penekanan. Perhatikan pula tanda-tanda
radang atau tidak, yaitu tumor, rubor, kalor, dolor, dan
fungsiolesa (Linuwih, 2018)
3. Pemeriksaan Diagnostik
3. Penatalaksanaan Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding
abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan
memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya
luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan
luka keluar yang berdekatan
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk
menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau
untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta
rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan
jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum.
2) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal
yang ada.
3) Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture
uretra.
4) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera
pada kandung kencing, contohnya pada :
Fraktur pelvis
Trauma non – penetrasi (Saymsuhidayat, 2004)
b. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:
1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan
untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk
pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan
darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero
posterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di
lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro
peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang
keduanya memerlukan laparotomi segera.
3) Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah
duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.
(Saymsuhidayat, 2004)
H. Prognosis
Prognosis pada luka tembus atau luka bocor tergantung dari
luas permukaan badan yang terkena tusukan, dan kedalaman
penyebab trauma komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan
pengobatan medikamentosa. (Anggowarsito, 2014)
I. Komplikasi
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
c. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
d. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi(Moenadjat, 2007)
J. Contoh Kasus
K. Referensi