Disusun oleh:
Zezen Ade Saputra
2011. C . 03a. 0278
1. DEFINISI
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan Menurut
InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses
selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan
substansi jaringan (Mansjoer, 2001)
Avulsi adalah kondisi ketika otot terentang kuat melampaui kebebasan
kemampuan jangkauan gerak, atau ketika bertemu dengan resistensi tibatiba/mendadak ketika melakukan kontraksi kuat.
2. ETIOLOGI
a. Mekanik
Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi
tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
Benda tumpul
Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
Trauma fisika
Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion
primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat
cramps.
Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin
3. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,
sekitar 3% - 11%.
Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka
karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun
kekerasan tumpul
Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan
dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak
dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas,
terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun
kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk
kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh.
Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
Luka lecet gores
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang
tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit
yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan
epitel kulit dan mukosa
Sumber lain menyatakan pembagian umum luka :
a. Simple, bila hanya melibatkan kulit.
b. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 %
) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau
kecelakaan lalu lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera
:
a. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus
dinding.
b. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka
dan biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.
c. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis
menunjukan pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami
vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke jaringan karen
elastisitasnya.
4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
saraf/perdarahan)
Pergerakan abnormal
Krepitasi
(Black, 1993).
a. Vulnus kontusio
Luka Memar
Pendarahan tepi : pendarahan tidak diumpai pada lokasi yang
bertekanan,
tetapi
pendarahan
akan
menepi
sehingga bentuk
kuning.
b. Vulnus eksoriasi
Luka lecet
Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini
menyebabkan luka tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah
tergantung pada jaringan yang terekspos / rusak
c. Vulnus laseratum
yang berambut
Sering tampak luka lecet
Memar disekitar luka
d. Vulnus morsum
Luka mempunyai tepi rata
Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-putus
e. Vulnus scisum
Luka sayat lebar tapi dangkal
Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur yang
lebih dalam (Kartikawati, 2011)
f. Vulnus punctum
Kedalaman luka melebihi panjang luka
Kerusakan pembuluh darah tepi
g. Vulnus sclerotum
Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang
berada dibawahnya
Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih
lanjut
Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar
h. Vulnus combutio
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan
luka bakar mengalami kehilangan volume
terjadi asidosis
ke dalam cairan,
6. PATOFISIOLOGI
Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara
alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1) Fase inflamsi atau lagphase berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka
terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit
mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam
amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus
dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi
Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari
pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara
Web of caution
Etiologi vulnus
Non mekanik:
bahan kimia, suhu tinggi, radiasi
Kerusakan integritas
jaringan
Traumatic jaringan
Kerusakan intergritas
kulit
Kerusakan pembuluh
Terputusnya kontinuitas
darah
jaringan
Rusaknya barrier
Pendarahan berlebih
pertahanan primer
Terpapar lingkungan
Stimulasi neurotransmitter
(histamine, prostaglandin,
bradikinin, prostagladin)
Hipotensi, hipovolemi,
hipoksia, hiposemi
Pergerakan terbaras
Gangguan mobilitas
fisik
ansietas
7. KOMPLIKASI
Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awaldari proses keperawatan dan tahap yang
paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah
pengumpulan data (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).
1.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien
dengan menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan
observasi.
a. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena
biasanya laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat
kecelakaan bermotor, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor medrek
dan alamat.
Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua
atau tiga kata yang merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan
pelayanan kesehatan.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang: Merupakan penjelasan dari permulaan klien
merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah sakit dan pengembangan
dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative), apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan
apa yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity), bagaimana gejala dirasakan klien dan sejauh mana
gejala dirasakan.
R (Region/Radiation) dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar? apa yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut ?
S (Saferity/Scale), seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada skala
berapa?
T (Timing), berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai
dirasakan, apakah ada perbedaan intensitas gejala misalnya meningkat di
malam hari.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu: Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti
adanya riwayat trauma, riwayat penyakit tulang seperti osteoporosis,
osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun penyakit metabolisme yang
berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus (lapar terus-menerus,
haus dan kencing terusmenerus), gangguan tiroid dan paratiroid.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga: Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam
keluartga klien terdapat penyakit keturunan ataupun penyakit menular dan
penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang sehat yang berdampak
negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien.
Pemeriksaan Fisik
berbaring
akibatnya
ventilas
paru
menurun
sehingga
dapat
terjadinya
penurunan
efisiensi
siliaris
yang
dapat
5) Sistem Genitourinaria:
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi vesika
urinaria untuk mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat genitourinaria bagian
luar ada tidaknya benjolan, lancar tidaknya pada saat klien miksi serta warna
urine. Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya untuk sementara waktu jangan
dulu turun dari tempat tidur, dimana hal ini dapat mengakibatkan klien harus
BAK ditempat tidur memaskai pispot sehingga hal ini menambah terjadinya
susah BAK karena klien tidak terbiasa dengan hal tersebut.
6) Sistem Muskuloskeletal:
Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai anggota gerak
bawah, ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak, toleransi klien waktu
bergerak dan observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka, tonus
otot dan kekuatan otot. Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada tidaknya
penurunan kekuatan, masa otot dan atropi pada otot. Selain itu dapat juga
ditemukan kontraktur dan kekakuan pada persendian.
7) Sistem Integumen:
Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi tekstur,
kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan
dislokasi yang immobilisasi dapat terjadi iskemik dan nekrosis pada jaringan
yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran darah terhambat sehingga penyediaan
nutrisi dan oksigen menurun.
8) Sistem Persyarafan:
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan motorik
sertsa fungsi refleks.
Pola Aktivitas Sehari-hari
1.
Pola Nutrisi: Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makanmakanan yang mengandung kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses
penyembuhan tulang dan kebiasaan minum klien sehari-hari, meliputi
frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
2.
3.
4.
5.
Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan
masalahnya kemudian dianalisa dengan menggunakan tabel yang terdiri dari
nomer, data yang terdiri dari data subjektif dan objektif, etiologi dan masalah,
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang
nantinya akan menjadi diagnosa keperawatan.
Diagnosa Keperawatan
Doenges
et.al
(2000;
762-775)
merumuskan
delapan
diagnosa
2.
3.
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
kerusakan
kulit
dan
Resiko
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
: Nyeri hilang.
Tupen
= 36,5-37,50 C).
Rasional
o
Pertahankan
mencegah
tulang/tegangan
pembebat, traksi.
cedera.
Tinggikan
o
sokong
ekstremitas
dan o
yang
jaringan
yang
balik
vena,
menurunkan
posisi
mengalami luka/fraktkur.
kesalahan
klien
klien
pengawasan
ansietas
untuk
intervensi.
dapat
keefektifan
Tingkat
mempengaruhi
o
distraksi
dengan
cara
dapat
bincang
Meningkatkan
sirkulasi
o
tindakan
kenyamanan,
contoh
pijatan,
pijatan o
dan
Mempertahankan
kembali
klien
stres,
contoh
dalam,
visualisasi.
imajinasi
Sentuhan
terapeutik.
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
PerencanaanDan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta.
2.
neuromuskuler.
Tupan : Immobilisasi fisik tidak terjadi.
Tupen :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan
dapat melakukan mobilitas fisik dengan bantuan minimal, denngan
Kriteria hasil :
a. Klien mampu meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada paling
tinggi.
b. Klien mampu mempertahankan posisi fungsional.
Lakukan
Rasionalisasi
rentang o
Mencegah/menurunkan
spasme
otot,
meningkatkan
Lakukan
latihan
dan
gerak
kemandirian
aktif
dalam
pergerakkan
Gerak pasif dapat mencegah
rentang
gerak
pasif
pada o
anggota
gerak
yang
sakit
yang fraktur
Melancarkan
2-4 jam
sirkulasi
mencegah/menurunkan
insiden
komplikasi kulit.
Tingkatkan
latihan o
Rentang
bertahap
grak
secara
dimungkinkan
tidak
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 769) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
3.
normal.
c. Leukosit normal (4.000 10.000)
Rencana :
Intervensi
Rasional
Observasi luka untuk o
pembentukan
perubahan
bula,
warna
krepitasi,
kulit,
bau
o
perhatikan
sisi
keluhan
pen/kulit,
Dapat
timbulnya
peningkatan
mengindikasikan
infeksi
lokal/nekrosis
adanya osteomeilitis.
o
Berikan
perawatan
kontaminasi
mencegah
silang
dan
kemungkinan infeksi.
o
Kekuatan
otot,
spasme
Dapat
prosedur
isolasi.
obat
sesuai o
7.
Leukositosis
IV/topikal.
Kolaborasi pemeriksaan
Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
4.
dan tumit
b.
c.
Intervensi
o
Rasionalisasi
Kaji kulit untuk o
Memberikan
informasi
kemerahan,
perdarahan,
memutih.
lanjut.
Masase kulit dan o
o
penonjolan
tulang.
bebas
abrasi/kerusakan kulit
kerutan.
Tempatkan
bantalan
air/bantalan
lain
bawah o
tekanan
Menurunkan
menyebabkan
cedera
kulit/kerusakan.
Dengan mobilisasi aktif
o
mobilisai
aktif
tertentu
lancar
dan
pasif.
Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 771). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta
5.
Tupen
a.
b.
Rencana:
Intervensi
o
Rasionalisasi
Berikan makanan o
Meningkatkan
Turunkan jumlah o
relaksasi
Menurunkan
kebutuhan
mandi
Batasi
o
makanan
dan
masukan
Kafein
minuman o
mengandung kafein
dapat
Kolaborasi dalam
o
pemberian
obat
analgetik o
dan sedatif
istirahat
Sumber : Doengoes, et. al. (2000, hal 493, 385). Rencana Asuhan Keperawatan
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC,
Jakarta
Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (Rahmah, Nikmatur dan
Saiful walid. 2009; 89).
Menurut wilknison (2007; dalam Nurjanah, Intansari. 2010; 186)
implementasi
yang
bisa
dilakukan
oleh
perawat
terdiri
menyesuaikan diri dengan prosedur dan perubahan yang terjadi. Kerja sama dan
kepatuhan terhadap program terapi harus didorong melalui pemahaman. Perawat
dapat menekankan dan mejelaskan pemahaman. Perawat dapat menekankan dan
menjelaskan informasi yang diberikan oleh dokter paling efektif bila perawat
hadir selama diskusi antara dokter dan pasien. Pasien didirong agar bisa sedapat
mungkin mandiri.
Pengontrol
nyeri.
Teknik
penatalaksanaan
nyeri
psikologik
dan
memungkinkan
pemberian
intervensi
untuk
memperbaiki
rencana
tindakan
keperawatan
dan
meneruskan
rencana
Evaluasi terdiri dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif).
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan,
berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang
telah ditentukan berhasil. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah akhir
tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan,
menjelaskan keberhasikan/ketidak berhasilan, rekaputasi dan kesimpulan status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
Hasil yang diharapkan:
1.
2.
3.
Memperlihatkan
pola
penyelesaian
masalah
yang
efektif:
5.
Memperlihatkan
tiadanya
komplikasi:
memperlihatkan
8. REFERENSI
Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010.
Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting
Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company
Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius
NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and
Classification. West Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell