FRAKTUR FEMUR
Di susun Oleh :
CHRISTIYANTY
P2002009
A. Latar Belakang
Trauma adalah penyebab kematian tersering pada usia 1-44 tahun di
seluruh negara maju di dunia. Proporsi kematian terbesar (1,2 juta per tahun)
hasil dari kecelakaan di jalan. Pada tahun ini, tahun 2020 diprediksikan
bersahabat dengan kecelakaan lalu lintas (KLL), dimana cedera akibat KLL
meningkat dan masuk dalam tiga besar penyebab kematian dini dan cedera,
menurut WHO (Apley et al., 2010) dalam (Ridwan et al., 2019).
Menurut Riskesdas (2018), bagian tubuh yang terkena cedera terbanyak
adalah ekstremitas bagian bawah (67%), ekstremitas bagian atas (32%),
cedera kepala (11,9%), cedera punggung (6,5%), cedera dada (2,6%), dan
cedera perut (2,2%). Tiga urutan terbanyak kecatatan fisik permanen akibat
cedera adalah bekas luka permanen/mengganggu kenyamanan (9,2%),
kehilangan sebagian anggota badan (0,6%) dan panca indera tidak berfungsi
(0,5%). Salah satu bagian tubuh dari ekstermitas bawah yang biasanya akan
mengalani cedera atau fraktur adalah femur
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi
akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki laki dewasa. Apabila
seseorang mengalami fraktur pada bagian ini, pasien akan mengalami
perdarahan yang banyak dan dapat mengakibatkan penderita mengalami syok
(Heinig et al., 2013) dalam (Desiartama et al., 2017). Fraktur femur dapat
menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila
tidak mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi yang timbul akibat
fraktur femur antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka, emboli
lemak, sindroma pernafasan. Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan
diakibatkan oleh tulang femur adalah tulang terpanjang, terkuat, dan tulang
paling berat pada tubuh manusia dimana berfungsi sebagai penopang tubuh
manusia. Selain itu pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar
sehingga apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal.
Kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39%
diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelekaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%)
dan jatuh dari ketinggian (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%) (Adnan
et al., 2012) dalam (Desiartama et al., 2017). Insiden fraktur femur pada
wanita adalah fraktur terbanyak kedua (17,0 per 10.000 orang per tahun) dan
nomer tujuh pada pria (5,3 per orang per tahun) (Kouris et al., 2012) dalam
(Desiartama et al., 2017). Puncak distribusi usia pada fraktur femur adalah
pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).
B. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai fraktur
femur.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi fraktur femur.
b. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur femur.
c. Untuk mengetahui etiologi fraktur femur.
d. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur femur.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur femur.
f. Untuk mengetahui WOC fraktur femur.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari fraktur femur.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur femur.
i. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur femur.
j. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari kasus fraktur
femur.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah yang terjadi lengkap atau
tidak. Sedangkan fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha
tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh trauma langsung
atau kondisi tertentu. Degenerasi tulang (osteoporosi), dan tumor tulang paha
dapat menyebabkan fraktur patologis (Helmi, 2012).
B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy & Margareth, 2012) antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus.
Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi
kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur terbuka.
Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya cedera,
terkontamiasi, kemudia kembali hampir pada posisi semula.
C. Etiologi
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
1. Kekerasan langsung
2. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa
nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan
hilang pada saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
4. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)
Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen, menentukan lokasi luka /frakur yang terjadi
2. Pemeriksaan scan tulang, memperlihatkanya luka fraktur,dan dapat
digunakan untuk mengidentifikasi apakah adanya luka pada jaringan
lunak
3. Arteriogram, dilakukan apabila dicurigainya terdapat kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap, hipertensi kemungkinan bisa meningkatkan
(hemokonsentrasi) atau menurunkanya pendarahan (bermakna pada sisi
fragtur) atau organ pada multiple.
5. Kreatinin, pada truma otot dapat meningkatkanya bebean kreatinin untuk
klirens ginjal
6. Profil koagulasi, penurunan dapat terjadi pada kehilanganya darah ,
tranfusi multipel atau adanya cidera hati (Jitowiyono,2016)
H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin,
dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai
berikut:
1. Penatalaksanaan fraktur tertutup
f. Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-
tanda infeksi.
I. Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur merupaakan syok yang berakibat fatal setelah
beberapa jam terjadinya cidera, terjadinya emboli lemak,yang dapat terjadi
selama 2 hari atau lebih, dan sindrom kompartmen, yang mengakibatkan
kehilangangya fungsi ekstremtasnya secara permanen apabila jika tidak
ditanganinya segera , dan terdapat beberapa komplikasi fraktur femur
merupakan :
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterma ataupun interma) dan kehilangan darah ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur etermitas, torak , pelvis ,
dan vertebra karena organ yang sangat faskuler merupakan tulang, maka
dapat mengakibatkan terjadinya banyak kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak sehingga dapat mengakibatkan trauma ,kususnya pada
frakur femur pelvis.
2. Emboli lemak
Setelah terjadinya fraktur femur panjang / pelvis, fraktur multiple atatu
cidera remuk maka akan terjadinya emboli lemak, kususnya untuk pria
muda berumur 20-30 tahunan. Pada saat terjadi fraktur globula lemak
dapat termasuk kedalam darah karena tekanan tulang lebih tinggi dari
pada tekanan kapiler atau tekanan katekolamin yang di lepaskkan karena
stress, pasien maka akan menimbulkan emobillisasi tekakanan asam
lemak, maka akan mengakibatkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah. Gllobula lemak akan bergabung dalam trombbosit maka akan
menimbulkan terjadinya pembentukan emboli, yang akan
menimbulkanya penyumbatatan pembuluh darah kecil yang biasanya
memasok ke otak, paru, ginjal , dan organ lainya. permulaanya dan
gejalanya lebih cepat dapat terajadi beberapa jam sampai satu minggu
setelah terjadinya kecelakaan tersebut, gambaran khasnya berupa
hipoksia takipnu, takikardi dan peraksia.
3. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadinya
peningkatan interstisial didalam ruangan yang terabatas , yaitu di dalam
kompertemen osteofisial yang tertutup. Meningkatnya tekanan
inntrakompertemen akan mengakibatkanya berkurangnya perfusi jarigan
dan tekanannya oksigen dan jarinfgan ,sehingga mengakibatkan
gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruang terseebut.
Sindrom kompertemen ditandainya dengan nyeri yang hebat di sertai
denyut nadi yang menghilang. Secara anatomi bagian komportemen
terdapat di anggota gerak dan yang paling sering terjadi disebabkan oleh
trauma , terutama yang mengenai bagian tungkai atas dan bawah.
4. Atropi tulang
Atrofi merupakan pengecilan dari jaringan tubuh yang mencapai ukuran
normal. Pengecilanya otot tersbut disebababkan karena sesl spesifik yaitu
sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada
pasien fraktur atrofi dapat terjadi diakibatkan otot otott yang tidak
digerakan (disus) sehingga metabolism sel-sel otot aliran darah inadekuat
ke jaringan otot.
5. Nikrosis avaskuler tulang
Cedera, fraktur ataupun deslokasi, seringkali mengakkibatkan iskemia
tulang yang berujung pada, nekroses tulang afaskuler. Nekrosis evaskuler
ini , seering di jumpai pada ceput femorirs pada bagain prosimal os
scapphooid, os. Lumatum, os. Talus (Wiranto,2019)
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis. Pada umumnya, keluhan utama pada
kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri
klien, perawat mengunakan PQRST.
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah
tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah
sudah berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan
penyaklit diabetes melitus menghambat proses penyembuhan
tulang.
4) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang
perlu dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma,
gelisah, komposmetis yang bergantung pada keadaan klien),
kesakitan atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan,
sedang, dan pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak
nmormal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada
palpasi thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan
kiri. Pada auskultasi tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus
tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.
4) B3 (Brain)
e) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan
kognitifnya tidak menga;lami gangguan. Selian itu, timbul
nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk
teraba. Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak
teraba, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
10) MOVE
Rendy dan Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Smeltzer dan Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.12.
Jakarta: EGC.