Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

Di susun Oleh :
CHRISTIYANTY
P2002009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma adalah penyebab kematian tersering pada usia 1-44 tahun di
seluruh negara maju di dunia. Proporsi kematian terbesar (1,2 juta per tahun)
hasil dari kecelakaan di jalan. Pada tahun ini, tahun 2020 diprediksikan
bersahabat dengan kecelakaan lalu lintas (KLL), dimana cedera akibat KLL
meningkat dan masuk dalam tiga besar penyebab kematian dini dan cedera,
menurut WHO (Apley et al., 2010) dalam (Ridwan et al., 2019).
Menurut Riskesdas (2018), bagian tubuh yang terkena cedera terbanyak
adalah ekstremitas bagian bawah (67%), ekstremitas bagian atas (32%),
cedera kepala (11,9%), cedera punggung (6,5%), cedera dada (2,6%), dan
cedera perut (2,2%). Tiga urutan terbanyak kecatatan fisik permanen akibat
cedera adalah bekas luka permanen/mengganggu kenyamanan (9,2%),
kehilangan sebagian anggota badan (0,6%) dan panca indera tidak berfungsi
(0,5%). Salah satu bagian tubuh dari ekstermitas bawah yang biasanya akan
mengalani cedera atau fraktur adalah femur
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi
akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki laki dewasa. Apabila
seseorang mengalami fraktur pada bagian ini, pasien akan mengalami
perdarahan yang banyak dan dapat mengakibatkan penderita mengalami syok
(Heinig et al., 2013) dalam (Desiartama et al., 2017). Fraktur femur dapat
menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila
tidak mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi yang timbul akibat
fraktur femur antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka, emboli
lemak, sindroma pernafasan. Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan
diakibatkan oleh tulang femur adalah tulang terpanjang, terkuat, dan tulang
paling berat pada tubuh manusia dimana berfungsi sebagai penopang tubuh
manusia. Selain itu pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar
sehingga apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal.
Kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39%
diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelekaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%)
dan jatuh dari ketinggian (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%) (Adnan
et al., 2012) dalam (Desiartama et al., 2017). Insiden fraktur femur pada
wanita adalah fraktur terbanyak kedua (17,0 per 10.000 orang per tahun) dan
nomer tujuh pada pria (5,3 per orang per tahun) (Kouris et al., 2012) dalam
(Desiartama et al., 2017). Puncak distribusi usia pada fraktur femur adalah
pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).
B. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai fraktur
femur.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi fraktur femur.
b. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur femur.
c. Untuk mengetahui etiologi fraktur femur.
d. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur femur.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur femur.
f. Untuk mengetahui WOC fraktur femur.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari fraktur femur.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur femur.
i. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur femur.
j. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari kasus fraktur
femur.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah yang terjadi lengkap atau
tidak. Sedangkan fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha
tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh trauma langsung
atau kondisi tertentu. Degenerasi tulang (osteoporosi), dan tumor tulang paha
dapat menyebabkan fraktur patologis (Helmi, 2012).
B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy & Margareth, 2012) antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus.
Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi
kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur terbuka.
Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya cedera,
terkontamiasi, kemudia kembali hampir pada posisi semula.
C. Etiologi
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :

1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya


kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih
besar daripada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang
yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Fraktur atau gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun
maka terjadilah perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vaskonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena
adanya cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin- katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolic dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya syhok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokinin-
sitokinin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro- sirkulasi dan
permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih disini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume
darah didalam sistem venasistemik. Cara yang paling efektif untuk
memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi
tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk
metabolisme airobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi
konpensasi dengan berpindah ke etabolisme anaerobik, hal mana
mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya asidosis
metabolik bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk
pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka membran sel
tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik
normal hilang.
Pembengkakan retikulum endokplasmik merupakan tanda ultra struktural
pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan di ikuti cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan
struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan
sel. Juga terjadi penumpukan kalsium intra- seluler. Bila proses ini berjalan
terus, terjadilah cidera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan
dan kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar
tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya
timbul hebat setelah fraktur.
Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi
sebagai jala-jala untuk melakukan aktifitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direbsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluhuh darah atau penekanan tersebut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibat kan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot (Wijaya, 2013).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna. Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan
bentuk.
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi).
4. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan
Putri, 2013).
Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur
femur:
1. Deformitas daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi
seperti:
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang

2. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur

3. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa
nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan
hilang pada saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.

4. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)

5. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan


persendian lutut yang sulit digerakaan di bagian distal cedera.
F. WOC
G.

Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen, menentukan lokasi luka /frakur yang terjadi
2. Pemeriksaan scan tulang, memperlihatkanya luka fraktur,dan dapat
digunakan untuk mengidentifikasi apakah adanya luka pada jaringan
lunak
3. Arteriogram, dilakukan apabila dicurigainya terdapat kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap, hipertensi kemungkinan bisa meningkatkan
(hemokonsentrasi) atau menurunkanya pendarahan (bermakna pada sisi
fragtur) atau organ pada multiple.
5. Kreatinin, pada truma otot dapat meningkatkanya bebean kreatinin untuk
klirens ginjal
6. Profil koagulasi, penurunan dapat terjadi pada kehilanganya darah ,
tranfusi multipel atau adanya cidera hati (Jitowiyono,2016)
H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin,
dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai
berikut:
1. Penatalaksanaan fraktur tertutup

a. Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan


nyeri yang tepat (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung,
menggunakan analgesik sesuai resep)
b. Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang
tidak terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk
berpindah tempat dan untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat,
alat bantu berjalan atau walker)

c. Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman.

d. Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai


kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan

e. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan


dir, informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan
perlunya supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.
2. Penatalaksanan fraktur terbuka

a. Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka,


jaringan lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan
tulang dan jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat resiko
osteomielitis, tetanus, dan gas gangren.

b. Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit


bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan

c. Lakukan irigasi luka dan debridemen

d. Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema

e. Kaji status neourovaskular dengan sering

f. Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-
tanda infeksi.

I. Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur merupaakan syok yang berakibat fatal setelah
beberapa jam terjadinya cidera, terjadinya emboli lemak,yang dapat terjadi
selama 2 hari atau lebih, dan sindrom kompartmen, yang mengakibatkan
kehilangangya fungsi ekstremtasnya secara permanen apabila jika tidak
ditanganinya segera , dan terdapat beberapa komplikasi fraktur femur
merupakan :
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterma ataupun interma) dan kehilangan darah ekstrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur etermitas, torak , pelvis ,
dan vertebra karena organ yang sangat faskuler merupakan tulang, maka
dapat mengakibatkan terjadinya banyak kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak sehingga dapat mengakibatkan trauma ,kususnya pada
frakur femur pelvis.
2. Emboli lemak
Setelah terjadinya fraktur femur panjang / pelvis, fraktur multiple atatu
cidera remuk maka akan terjadinya emboli lemak, kususnya untuk pria
muda berumur 20-30 tahunan. Pada saat terjadi fraktur globula lemak
dapat termasuk kedalam darah karena tekanan tulang lebih tinggi dari
pada tekanan kapiler atau tekanan katekolamin yang di lepaskkan karena
stress, pasien maka akan menimbulkan emobillisasi tekakanan asam
lemak, maka akan mengakibatkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah. Gllobula lemak akan bergabung dalam trombbosit maka akan
menimbulkan terjadinya pembentukan emboli, yang akan
menimbulkanya penyumbatatan pembuluh darah kecil yang biasanya
memasok ke otak, paru, ginjal , dan organ lainya. permulaanya dan
gejalanya lebih cepat dapat terajadi beberapa jam sampai satu minggu
setelah terjadinya kecelakaan tersebut, gambaran khasnya berupa
hipoksia takipnu, takikardi dan peraksia.
3. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadinya
peningkatan interstisial didalam ruangan yang terabatas , yaitu di dalam
kompertemen osteofisial yang tertutup. Meningkatnya tekanan
inntrakompertemen akan mengakibatkanya berkurangnya perfusi jarigan
dan tekanannya oksigen dan jarinfgan ,sehingga mengakibatkan
gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruang terseebut.
Sindrom kompertemen ditandainya dengan nyeri yang hebat di sertai
denyut nadi yang menghilang. Secara anatomi bagian komportemen
terdapat di anggota gerak dan yang paling sering terjadi disebabkan oleh
trauma , terutama yang mengenai bagian tungkai atas dan bawah.
4. Atropi tulang
Atrofi merupakan pengecilan dari jaringan tubuh yang mencapai ukuran
normal. Pengecilanya otot tersbut disebababkan karena sesl spesifik yaitu
sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada
pasien fraktur atrofi dapat terjadi diakibatkan otot otott yang tidak
digerakan (disus) sehingga metabolism sel-sel otot aliran darah inadekuat
ke jaringan otot.
5. Nikrosis avaskuler tulang
Cedera, fraktur ataupun deslokasi, seringkali mengakkibatkan iskemia
tulang yang berujung pada, nekroses tulang afaskuler. Nekrosis evaskuler
ini , seering di jumpai pada ceput femorirs pada bagain prosimal os
scapphooid, os. Lumatum, os. Talus (Wiranto,2019)
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis. Pada umumnya, keluhan utama pada
kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri
klien, perawat mengunakan PQRST.
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah
tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah
sudah berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan
penyaklit diabetes melitus menghambat proses penyembuhan
tulang.
4) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang
perlu dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma,
gelisah, komposmetis yang bergantung pada keadaan klien),
kesakitan atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan,
sedang, dan pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak
nmormal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada
palpasi thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan
kiri. Pada auskultasi tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus
tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.

4) B3 (Brain)

a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.

(1) Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik,


simetris., tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.

(2) Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada


penonjolan, reflek menelan ada.

(3) Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah


yang lain tidak mengalami perubahan fungsi dan
bentuk. Wjah simetris, tidak ada lesi dan edema.

(4) Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis


(pada klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi
perdarahan). Klien yang mengalami fraktur femur
terbuka biasanya mengfalami perdarahan sehingga
konjungtiva nya anemis.

(5) Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan


normal. Tidak ada lesi dan nyeri tekan.

(6) Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan


cuping hidung.

(7) Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi


tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku
klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
(1) Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan
(2) Saraf II: ketajaman penglihatan normal
(3) Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
(4) Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan
reflek kornea tidak ada kelainan.
(5) Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris.
(6) Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
persepsi.
(7) Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
(8) Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
(9) Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan reflex
Biasanya tidak ditemukan reflek patologis.

e) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan
kognitifnya tidak menga;lami gangguan. Selian itu, timbul
nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk
teraba. Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak
teraba, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.

7) B6 (Bone)

Adanya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik


fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan
adanya pembengklakan yang tidak biasa (abnormal) dan
deformitas. Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada
bagian distal fraktur femur. Apabila terjadi fraktur terbuka,
perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan
lunak sam[pai kerusakann intergritas kulit. Fraktur obli, spiral
atau bergeser mengakibatkan pemendekan batang femur. Ada
tanmda cedera dan kemungkinan keterlibatan berkas
neurovaskular (saraf dan pembuluh darah) paha, sepertoi
bengkak atau edema. Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
9) FEEL
Kaji adanya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.

10) MOVE

Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh terdapat


keluhan nyeri pada pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang
gerak. Dilakukan pemeriksaan gerak aktif dan pasif. Berdasar
pemeriksaan didapat adanya gangguan / keterbatasan gerak
tungkai, ketidakmampuan menggerakkan tungkai, penurunan
kekuatan otot.
2. Diagnosa dan intervensi keperawatan
SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut berhubungan dengan 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri
agen pencedera fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Tindakan :
3x24 jam maka: Observasi
- Keluhan nyeri (5) - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
- Meringis (5) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Keterangan : - Identifikasi respons nyeri non verbal
1 = Meningkat - Identifikasi faktor yang memperberat dan
2 = Cukup meningkat memperingan nyeri
3 = Sedang Terapeutik
4 = Cukup menurun - Kontrol lingkungan yang memperberat
5 = Menurun rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Frekuensi nadi (5) - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pola napas (5) - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
- Tekanan darah (5) dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Keterangan : Edukasi
1 = Memburuk - Ajarkan teknik non farmakologis untuk
2 = Cukup memburuk mengurangi rasa nyeri
3 = Sedang Kolaborasi
4 = Cukup membaik - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5 = Membaik
2. Pemberian analgesik
2. Kontrol nyeri Tindakan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Observasi
maka : - Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
- Melaporkan nyeri terkontrol (5) pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
- Kemampuan mengenali onset nyeri (5) intensitas, frekuensi, durasi)
- Kemampuan mengenali penyebab nyeri (5) - Identifikasi riwayat alergi obat
- Kemampuan menggunakan teknik non- - Identifikasi kesesuaian jenis analgestik
farmakologis (5) (mis. narkotika, non-narkotik, atau
Keterangan : NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
1 = Menurun - Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
2 = Cukup menurun sesudah pemberian analgesik
3 = Sedang - Monitor efektifitas analgesik
4 = Cukup meningkat Terapeutik
5 = Meningkat - Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
2. Gangguan mobilitas fisik 1. Mobilitas fisik 1. Dukungan ambulasi
berhubungan dengan gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Tindakan :
muskuloskeletal maka : Observasi
- Pergerakan ekstermitas (5) - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
- Kekuatan otot (5) fisik lainnya
- Rentang gerak (ROM) (5) - Identifikasi toleransi fisik melakukan
Keterangan : ambulasi
1 = Menurun - Monitor kondisi umum selama melakukan
2 = Cukup menurun ambulasi
3 = Sedang Terapeutik
4 = Cukup meningkat - Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
5 = Meningkat bantu (mis. tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika
- Nyeri (5) perlu
- Kaku sendi (5) - Libatkan keluarga untuk membantu pasien
- Gerakan tidak terkoordinasi (5) dalam meningkatkan ambulasi
- Gerakan terbatas (5) Edukasi
Keterangan : - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
1 = Meningkat - Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
2 = Cukup meningkat dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur
3 = Sedang ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
4 = Cukup menurun kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
5 = Menurun
2. Teknik latihan penguatan sendi
2. Pergerakan sendi Tindakan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Observasi
maka : - Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak
- Pergelangan kaki (kanan) (5) sendi
- Pergelangan kaki (kiri) (5) - Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan
- Lutut (kanan) (5) atau rasa sakit selama gerakan/aktivitas
- Lutut (kiri) (5) Terapeutik
- Panggul (kanan) (5) - Lakukan pengendalian nyeri sebelum
- Panggul (kiri) (5) memulai latihan
Keterangan : - Berikan posisi tubuh optimal untuk
1 = Menurun gerakan sendi pasif atau aktif
2 = Cukup menurun - Fasilitasi gerak sendi teratur dalam batas-
3 = Sedang batas rasa sakit, ketahanan, dan mobilitas
4 = Cukup meningkat sendi
5 = Meningkat Edukasi
- Jelaskan kepada pasien/keluarga tujuan
dan rencanakan latihan bersama
- Anjurkan duduk di tempat tidur, di sisi
tempat tidur (“menjuntai”), atau di kursi,
sesuai toleransi
- Ajarkan melakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif secara sistematis
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
mengembangkan dan melaksanakan
program latihan
3. Risiko infeksi berhubungan 1. Tingkat infeksi 1. Pencegahan infeksi
dengan efek prosedur invasif Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Tindakan :
maka : Observasi
- Kemerahan (5) - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
- Nyeri (5) sistemik
- Bengkak (5) Terapeutik
- Cairan berbau busuk (5) - Berikan perawatan kulit pada area edema
Keterangan : - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
1 = Meningkat dengan pasien dan lingkungan pasien
2 = Cukup meningkat (5) Edukasi
3 = Sedang - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4 = Cukup menurun - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
5 = Menurun luka operasi
- Kultur area luka (5) Kolaborasi
Keterangan : - Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
1 = Memburuk perlu
2 = Cukup memburuk
3 = Sedang 2. Perawatan luka
4 = Cukup membaik Tindakan :
5 = Membaik Observasi
- Monitor karakteristik luka (mis. Drainase,
2. Integritas kulit dan jaringan warna, ukuran, bau)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam - Monitor tanda-tanda infeksi
maka : Terapeutik
- Hidrasi (5) - Lepaskan balutan dan plester secara
- Perfusi jaringan (5) perlahan
Keterangan : - Bersihkan dengan cairan NaCl atau
1 = Menurun pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
2 = Cukup menurun - Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi,
3 = Sedang jika perlu
4 = Cukup meningkat - Pertahankan Teknik steril saat melakukan
5 = Meningkat perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
- Kerusakan jaringan (5) drainase
- Kerusakan lapisan kulit (5) Edukasi
- Nyeri (5) - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Perdarahan (5) - Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
- Kemerahan (5) kalori dan protein
- Hematoma (5) Kolaborasi
Keterangan : - Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
1 = Meningkat perlu
2 = Cukup meningkat
3 = Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun

- Suhu kulit (5)


- Sensasi (5)
Keterangan :
1 = Memburuk
2 = Cukup memburuk
3 = Sedang
4 = Cukup membaik
5 = Membaik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan fraktur femur merupakan
rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung,kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/
osteoporosis.
B. Saran
Bagi tim medis untuk melakukan tindakan berikutnya baik tindakan medis
maupun bedah. Tidak kalah pentingnya kemaksimalan bagi tim medis
khususnya perawatdalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien
fraktur femur.
DAFTAR PUSTAKA

Desiartama, A. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat


Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika, 6(5), 1–4.

Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba


Medika.

Jitowiyono, Sugeng. (2016). Farmakologi Pendekatan Perawatan.


Yogyakarta:Pustaka Baru Press.

Muttaqin.A.(2015).Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen.Jakarta:Selemba


Medika.

Ngesti W Utami, dkk.(2016).Etika Keperawatan Dan Keperawatan


Professional.Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Rendy dan Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Ridwan, UN. (2018). Karakteristik Kasus Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah


Sakit Umum Daerah Dr H Chasan Boesoirie Ternate Tahun 2018. Kieraha
Medical Jornal. 301-316.

Smeltzer dan Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.12.
Jakarta: EGC.

Sumijatun.(2010).Konsep Dasar Menuju Keperawatan Professional. Jakarta:


Trans Media.

Sumijatun. (2012) . Membudayakan Etika dalam Praktik Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Wahid, Abdul. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.
Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Mariza.(2013). Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh ASKEP. Jakarta :Nuha
Medika.

Wiranto, Agus (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Op Fraktur Femur


Dengan Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri) Di Ruang Melati Rsud Bangil
Pasuruan. Diploma Thesis, STIKes ICMe Jombang.
A. PATIENT SAFETY
1. Mengidentifikasi pasien secara benar
a. Sebelum pemberian obat (10 benar), pemberian diet, tindakan
transfusi, pengambilan spesimen, prosedur invasif, dan lain-lain.
b. Prosedur : cek identitas melalui gelang identitas dengan menanyakan
dan validasi nama serta tanggal lahir (minimal 2 data) dengan
menanyakan dan validasi nama, tanggal lahir, serta nomor register
pasien.
2. Melakukan komunikasi efektif
a. Proses pelaporan hasil kritis suatu tes.
b. Proses serah terima pasien.
c. Prosedur : metode SBAR (situation, background, assessment,
recommendation), metode TBaK (tulis, baca, konfirmasi), dan lain-
lain.
3. Pemberian obat-obatan kewaspadaan tinggi
a. Penggunaan obat-obatan jantung, dan obat-obatan yang dititrasi
(penggunaan syringe pump).
b. Penggunaan elektrolit pekat (KCl, NaCl 3%, dan lain-lain).
c. Penggunaan obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike).
d. Prosedur : prinsip 10 benar Pre (instruksi, dosis, jenis, waktu, cara),
intra, dan post (pasien, pengkajian, jalur, dokumentasi, evaluasi).
4. Tepat prosedur subjek dan lokasi operasi
a. Tepat prosedur sign-in, intra, time-out.
b. Prosedur : memastikan dan melakukan penandaan pada lokasi yang
akan dioperasi dengan marker.
5. Pengendalian infeksi di rumah sakit
a. Untuk menurunkan infeksi nosokomial/Healthcare-Associated
Infections (HAIs).
b. Prosedur : melakukan lima waktu penting cuci tangan dengan 6
langkah tepat.
Lima (5) waktu penting cuci tangan (2 sebelum-3 setelah)
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Sebelum melakukan prosedur aseptik/bersih
3) Setelah terkena cairan tubuh pasien
4) Setelah kontak dengan pasien
5) Setelah kontak dengan lingkungan pasien
6. Pengendalian/menurunkan angka cedera dan risiko jatuh
a. Memberikan penandaan tertentu kepada pasien berisiko dan
melakukan pemantauan sesuai indikasi.
b. Prosedur : memberikan gelang keselamatan (kuning: pasien dengan
risiko jatuh; merah: pasien dengan alergi; ungu: pasien do not
resuscitate; merah jambu: pasien dengan keterbatasan ekstermitas;
abu-abu: pasien dengan implan radioaktif).

B. KODE ETIK KEPERAWATAN


Prinsip etik keperawatan yang harus diterapkan oleh perawat dalam
menjalankan praktik asuhan keperawatan ada 8 prinsip etik, antara lain:
1. Prinsip autonomy (kebebasan) yaitu prinsip menghormati otonomi klien,
dimana klien dan keluarga bebas dan berhak untuk memilih dan
memutuskan apa yang akan dilakukan perawat terhadapnya.
2. Prinsip beneficience (berbuat baik) yaitu setiap tindakan yang dilakukan
oleh perawat harus memiliki manfaat kepada klien maupun keluarga
klien.
3. Prinsip nonmaleficience (tidak merugikan) yaitu tindakan perawat harus
sesuai prosedur agar tidak terjadi kesalahan maupun kelalaian yang
dapat merugikan klien maupun keluarga.
4. Prinsip justice (keadilan) yaitu tindakan perawat dalam memberikan
pelayanan dilarang membeda-bedakan antara klien satu dengan klien
lainnya.
5. Prinsip veracity (kejujuran) yaitu perawat diwajibkan berkata jujur dan
jelas terhadap apa yang akan dilakukannya kepada klien maupun keluarga
klien.
6. Prinsip fidelity (menepati janji) yaitu perawat dalam memberikan
pelayanan harus setia kepada klien serta memiliki komitmen dalam
memberikan pelayanan dengan baik.
7. Prinsip accountability (bertanggung jawab) yaitu perawat harus
bertanggung jawab mengenai tindakan yang dilakukan terhadap klien
maupun keluarga.
8. Prinsip confidentiality (kerahasiaan) yaitu perawat harus menjaga rahasia
setiap klien, baik pada saat klien masih hidup maupun sudah meninggal.
TINGKAT/LEVEL ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DALAM MASA
PANDEMIK COVID-19

Anda mungkin juga menyukai