KELOMPOK 4
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas segala
rahmat dan HidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“FRAKTUR FEMUR” yang disusun dan dipersiapkan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Muskuloskeletal 2.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Tujuan .............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi............................................................................................
2.2 Etiologi............................................................................................
2.3 Manifestasi Klinis ...........................................................................
2.4 Klasifikasi .......................................................................................
2.5 Patofisiologi ....................................................................................
2.6 Pathway...........................................................................................
2.7 Pemeriksaan Diagnostik..................................................................
2.8 Penatalaksanaan ..............................................................................
2.9 Komplikasi..............................................................................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................
Daftar Pustak
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39%
diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%)
dan jatuh dari ketinggian (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%). Insiden
fraktur femur pada wanita adalah fraktur terbanyak kedua (17,0% per 10.000
orang per tahun) dan nomer tujuh pada pria (5,3 per orang per tahun). Puncak
distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15-34 tahun) dan
orang tua (diatas 70 tahun). (Desiartama & Aryana, 2017).
1
4. Apa saja Klasifikasi dari fraktur femur?
5. Bagaimana Patofisioligi dari fraktur femur?
6. Bagaimana Pathway pada fraktur femur?
7. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik pada fraktur femur?
8. Bagaimana Penatalaksanaan pada fraktur femur?
9. Apa saja Komplikasi pada fraktur femur?
10. Bagaimana Penatalaksanaan pada fraktur femur?
1.3 TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shafi yang bias terjadi
akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa. (Desiartama
& Aryana, 2017)
3
2.2 ETIOLOGI
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan berikut:
4
5. Rakhitis:L suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbVitamin D yang mempengaruhi
semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbs
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
c. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
a. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi
abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya, perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
1. Rotasi pemendekan tulang.
2. Penekanan tulang.
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dikarenakan aciran serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasasi daerah di jaringan
sekitarnya.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar
fraktur.
5
e. Tenderness/ keempukkan.
f. Nyeri
Dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini mungkin
disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
h. Pergerakan abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur
tulang panjang.
i. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
j. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian
tulang digerakkan.
k. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot. Paralisis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
2.4 KLASIFIKASI
6
daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering
pada usia 11-12 tahun
7
Lebih dari 1/3 klien fraktur leher femur tidak dapat mengalami
union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering
terjadi pada fraktur dengan lokasi lebih ke proksimal. Ini disebabkan
oleh vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang
tidak adekuat, dan lokasi fraktur adalah intra-artikular.
8
biasanya didapatkan garis fraktur pada atau di bawah trokhenter minor,
bisa bersifat melintang, oblik, atau spiral.
a. Tertutup
Adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa disertai
kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang
(osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis.
Pada pemeriksaan fisik regional fraktur batang femur
tertutup, umumnya ditemukan beberapa hal berikut.
9
drajad pemendekan dengan cara mengukur kedua sisi tungkai dari
spina iliakake maleolus.
Look Terlihat adanya luka terbuka pada baha terbuka pada paha
dengan deformitas yang jelas. Kaji beberapa luas kerusakan
jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada
fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapat adanya
kerusakan pada arteri yang beresiko akan meningkatkan respons
syok hipovolemik. Pada fase awal trauma sering di dapatkan
adanya serpihan didalam luka terutama pada trauma kecelakaan
lalu lintas darat yang mempunyai indikasi pada resiko tinggi
infeksi.
10
Meve Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh
dilakukan karena akan memberikan respons trauma pada jaringan
lunak di sekitar ujung fragmen tulang yang patah. Pasien terlihat
tidak mampu melakukan pergerakan pada sisi paha yang patah.
11
AO-nail terutama adalah fraktur diafisis, fiksasi eksternal
terutama pada fraktursegmental, fraktur kominutif, infected
pseudoarthrosis, atau fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak yang hebat.
12
Pada fraktur suprakondiler femur biasanya akan dilakukan
beberapa penatalaksanaan yaitu:
1. Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan
penahan lutut Pearson, east-bracing dan spikal panggul.
2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya
pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-
phroc dare screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.
5. Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular,
sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
13
Manifestasi klinik didapatkan adanya pembengkakan pada lutut,
hematrosis, dan deformitas pada ekstermitas bawah. Penderita juga
mengeluh adanya nyeri lokal, dan kondisi neurologis-vaskular harus
selalu diperiksa tentang adanya tanda dan gejala sindrom kompartemen
pada bagian distal.
2.5 PATOFISIOLOGI
14
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu:
1. Fase Hematum
a. Dalam waktu 24 jam timbul pedarahan, edema, hematume
disekitar fraktur.
b. Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
4. Fase Ossificasi
a. Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh.
b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan
endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
15
2.6 WOC
16
17
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung.
b. Mengetahui tempat dan tipe fraktur.
c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodic.
3. Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler.
4. CCT
Dilakukan bila banyak kerusakan otot.
6. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
7. Profil Koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple atau
cedera hati.
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Rekognisi (pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnose dan tindakan selanjutnya, mengetahui dan
menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
18
radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi, bentuk
fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi
yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan. Contoh, pada
tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan
bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (manipulasi/reposisi)
Reduksi adalah uasaha dan tindakan untuk memanipulasi
fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi
seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat
dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi
fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
c. Retensi (imobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips
atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan duat atau tiga
pin metal perkutaneus menembus tulang pada begian proksimal dan
distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
19
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan
kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
1. Terapi konservatif
a. Proteksi.
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips/traksi.
20
d) Amputasi: penghilangan bagian tubuh.
e) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop
(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi
dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui
pembedahan sendi terbuka.
f) Menisektomi: eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan
bahan logam atau sintesis.
h) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendi dengan logam atau sintesis.
i) Transfer tendo: pemindahan insersi tendo untuk
memperbaiki fungsi.
j) Fasiotomi: pemotongan fasia otot untuk menghilangkan
konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.
d. Keuntungan ORIF:
a) Reduksi akurat.
b) Stabilitas reduksi tinggi.
c) Pemeriksaan struktur neurovaskuler.
d) Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal.
e) Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang
patah menjadi lebih cepat.
f) Rawat inap lebih singkat.
21
g) Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal.
e. Kerugian ORIF:
a) Kemungkinan terjadi infeksi.
b) Osteomielitis.
3. Terapi medis
a. Pemberian obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone.
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut.
c. Bedrest, fisioterapi.
2.9 KOMPLIKASI
b. Emboli Lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur multiple atau
cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa
muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat
termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karna katekolaminyang di lepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya
globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit membentuk 15emboli, yang kemudian
22
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan
organ lain.Awitan dan gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari
beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khasnya
berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia (Suratun, dkk,
2008).
e. Atrofi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai
ukuran normal. Mengecilnya otottersebut terjadi karena sel- sel spesifik
yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil.
Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan
(disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke
jaringan otot (Suratum, dkk, 2008)
23
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
A. Anamnesis
2. Keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa
sakit klien, perawat dapat menggunakan PQRST
a. Provoking Incident : hal yang terjadi faktor presitipasi nyeri
adalah trauma pada bagian paha
b. Quality of pain : klien merasakan nyeri yang bersifat
menusuk
c. Region, Radiation, Relief : nyeri terjadi dibagian paha yang
mengalami patah tulang. Nyeri dapat reda dengan imobilisasi
atau istirahat.
d. Severity scale of pain : secara subjektif, nyeri yang dirasakan
pasien antara 2-4 pada rentang skala pengukuran 0 – 4
e. Time : beberapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hariatau siang hari.
24
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu,klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronsi dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
6. Riwayat Psikososialspiritual
Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga atau
masyarakat.
25
9. Pola Sensori Dan Koognitif
Daya raba klien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur femur.
B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
b. Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran; (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos
mentis,yang bergantung pada keadaan klien )
c. kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang,
berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut)
d. tanda-tanda vital tidak nirmal karena ada gangguan lokal, baik
fungsi maupun bentuk.
2. B1 ( Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi
thoraks, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada
auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan.
3. B2 (Blood).
a. Isnpeksi : tidak ada iktus jantung
b. Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak teraba
c. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
26
4. B3 (Brain)
a. Tingkat Kesadaran, Biasanya Kompos Mentis
a) Kepala
Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
b) Leher
Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
refleks menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain
tidak ada perubahan fungsi dan bentuk. Wajah simetris,
tidak ada lesi dan edema
d) Mata
Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis(
pada klien dengan patah tulang tertutup karena tidak
terjadi perdarahan). Klien fraktur terbuka dengan
banyaknya perdarahan yang keluar biasanya menglami
konjungtiva enemis
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
27
c) Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor
d) Saraf V . Klien fraktur femur umumnya tidak mengalami
paralisis pada otot wahah dan refleks kornea tidak ada
kelainan
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris
f) Saraf VIII. Tidak adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
g) Saraf IX dan X . Kemampuan menelan baik
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
e. Pemeriksaan sensorik
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kogitif tidak
mengalami gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5. B4 ( Bledder )
Kaji keadaan urin yang meliputi warna, jumlah, karakteristik
dan termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami kelainan pada sistem ini
6. B5 ( Bowel )
a. Inspeksi abdomen : amati bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi turgor bsaik, tidak ada defans muskular dan
hepar tidak teraba. Perkusi suara thimpani, ada pantulan
gelombang cairan.
28
b. Auskultasi : Peristaltik usus normal kurang lebih 20 kali/menit.
Inguinal-genitalia-anus. Tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran limfe, dan tidak ada kesulitan BAB.
a) Pola Nutrisi Dan Metabolisme
Klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-hari. Seperti kalsium, zat
besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat, terutamakalsium dan
protein . nyeri pada fraktur menyebabkan klien kadang
mual-muntah sehingga pemenuhan nutrisi menjadi
berkurang.
b) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur femur, klien tidak mengalami
gangguan eliminasi. Meskipun demikian, perawat prlu
mengkaji frekwensi, kepekatan, dan warna serta bau dan
juga jumlah pada pola eliminasi urine. Pada kedua pola
ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.
7. B 6 ( Bone )
Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal,
baik fungsi motorik maupun peredaran darah
a. Look
Pada sistem integrumen terdapat eritema, suhu
disekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema dan
nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengkakan yang tidak
biasa ( abnormal ) dan deformitas fraktur femur. Apabila
terjadi fraktur terbuka perawat dapat menemukan adanya
tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan
integritas kulit. Fraktur oblik, spiral, atau bergeser
menyebabkan pemendekan batang femur. Ada tanda
29
tandanya cedera atau kemungkinan keterlibatan berkas
neuroveskular ( saraf dan pembuluh darah ) pada, seperti
bengkak atau edema. Pengkajian neurovaskular awal sangat
penting untuk membedakan antara trauma akibat cedera dan
komplikasi akibat penanganan. Selain itu, didapatkan
ketidakmampuan menggerakkan tungkai dan penurunan
kekuatan otot tungkai dalam melakukan pergerakan .
30
atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pemeriksaan didapatkan adanya gangguan/keterbatasan
gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan kaki, dan
penurunan kekt tungkai dan otot estremitas bawah dalam
melakukan pergerakan
a) Pola aktivitas
Karena timbul rasa nyeri, gerak menjadi terbatas,
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
klien memerlukan banyak bantuan dari orang lain. Hal
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan beresiko
terjadinya fraktur
b) Pola tidur dan istirahat
Semua klien fraktur merasakan nyeri dan
geraknya terbatas shingga dapat megganggu pola dan
kebutuhan tdur klien. Selain itu, dilakukan pengkajian
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
31
3.3 INTERVENSI KEPERWATAN
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI
Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respon subjektif
yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya diatas
tingkat cedera.
32
nyeri. Tingkatkan relaksasi masase. nyeri berkurang.
Ajarkan metode distraksi selama Mengalihkan perhatian klien
nyeri akut terhadap nyeri ke hal-hal yang
menyenangkan.
Pemasagan traksi kulit atau traksi Traksi yang efektif akan memberikan
tulang dampak pada penurunan pada
pergeseran frakmen tulang dan
memberikan posisi yang baik untuk
penyatuan tulang
33
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan frakmen tulang, dan
pemasangan traksi.
Kriteria Hasil : Klien dapat ikut dalam program latihan, tidak mengalami
kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah dan klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI
KOLABORASI
34
3. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular dan penurunan kekuatan paha
Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri, mampu melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai dengan tingkat kemampuan, dan mengidentifikasi
individu atau masyarakat yang dapat membantu
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan dan tingkat penuru Membantu dalam mengantisipasi
nan dalam skala 0-4 untuk melaku- dan merencanakan pertemuan untuk
kan aktivitas hidup sehari-hari kebutuhan individual.
35
4. Resiko tinggi trauma yang berhubungan denganhambatan mobilitas fisik
dan pemasangan traksi.
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI
36
intermitten. Setiap faktor yang dapat
mengurangi tarikan atau mengubah
garis resultan tarikan harus
dihindarkan. Pemberat harus
tergantung bebas dan tidak boleh
terletak pada tempat tidur atau
lantai.
Tali tidak boleh macet. Simpul pada tali atau katrol tidak
boleh menyentuh katrol atau kaki
tempat tidur.
KOLABORASI
37
INTERVENSI RASIONAL
MANDIRI
Kaji dan pantau luka operasi setiap Mendeteksi secara dini gejala-gejala
hari. inflamasi yang mungkin timbul
sekunder akibat adanya luka pasca
operasi
38
INTERVENSI RASIONAL
39
Berikan motivasi kepada klien dan Memberi waktu untuk
orang terdekat. mengekpresikan perasaan,
menghilangkan ansietas, dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga
dan teman-teman yang dipilih klien
untuk melakukan aktifits dan
pengalihan perhatian (misalnya
membaca) akan mengurangi
perasaan terisolasi.
3.4 EVALUASI
40
BAB IV
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan
reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses
persambungan tulang dan meminimalisasi komplikasi lebih lanjut.
Survey Primer
41
menghentikan perdarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal
penting disamping usaha menghentikan perdarahan.
4. D : Disability, yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.
5. E : Exposure, pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, guna memeriksa
dan mengevaluasi.
Survey Sekunder
42
2. Berikan bebat sebelum pasien dipindahkan. Bebat dapat mengurangi nyeri,
memperbaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur
tertutup menjadi fraktur terbuka.
a. Imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu
tangan distal terhadap fraktur dan berikan satu penarikan ketika
menempatkan tangan lain diatas fraktur untuk menyokong.
b. Pembebatan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur.
c. Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan, periksa
warna, sushu, nadi dan pemucatan kuku.
d. Kaji untuk adanya deficit neurologi yang disebabkan oleh fraktur.
e. Berikan balutan steril pada fraktur terbuka.
3. Kaji adabya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cedera.
43
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
44
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol.
Vol. 2). Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed., Vol. Jilid 1). Jakarta:
Medika Aesculapius FKUI.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (1995). Buku 1 Patofisiologi "Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit" (8 ed.). Jakarta: EGC.
45