FRAKTUR HUMERUS
1.
Konsep Medis
1.1
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer,
2007:346).
Fraktur Tulang Humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
tulang humerus yang terbagi atas Fraktur Suprakondilar Humerus, Fraktur
Interkondiler Humerus, Fraktur Batang Humerus, Fraktur Kolum Humerus
(Mansjoer, 2000:352).
Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang batang humerus tanpa
disertai luka terbuka atau fragmen tulang (Muttaqin, 2009:376).
dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah
inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa
metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari
sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang
Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel
darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow
merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis
dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam
proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES). Tulang
terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru.
Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast
adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang
rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra
seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen,
protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi
sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara
tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam
kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang
keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 400 ml/ menit
melalui proses vaskularisasi tulang (Evelyn, 2009:200).
2) Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat. Tulang panjang terdiri atas epifisis, tulang
rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang)
merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan
sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan
mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin.
Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan
struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang
panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah
pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan
2
penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis
(Evelyn, 2009:205).
3) Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.
1.4
2004:1050).
Manifestasi Klinis
5
Tanda dan Gejala pada fraktur humerus berdasarkan jenis bagian humerus
yang mengalami fraktur :
a. Fraktur Suprakondiler Humerus
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan siku yang bengkak denagn sudut
jinjing yang berubah dengan tanda fraktur yang jelas, penting juga untuk
memeriksa adanya gangguan peredaran darah dan lesi saraf tepi
(Sjamsuhidayat, 2010:1051). Selain itu, dapat menyebabkan komplikasi
yang serius yaitu iskemik Volkmann yang terjadi akibat pembengkakan
antekubital dan kerusakan arteri brakhialis (Smeltzer, 2001:2370 - 2371).
b. Fraktur Interkondilar Humerus
Di daerah siku tampak jelas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti valgus
(Mansjoer, 2000:353).
c. Fraktur Batang Humerus
Terjadi fungsiolesa lengan atas yang cedera (Mansjoer, 2000:353). Selain itu
terjadi nyeri dan terbentuk hematom pada lengan atas (Sjamsuhidayat,
2010:1050).
d. Fraktur Kolum Humerus
Sakit di daerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi
merupakan
fraktur
yang
stabil
(Mansjoer,
2000:
354).
Menurut
Sjamsuhidayat, 2010:1050, pada fraktur ini juga mengalami nyeri dan untuk
beberapa hari akan timbul hematoma karena patah tulang ini ditutupi oleh
otot. Dari tanda dan gejala yang didasarkan pada lokasi frakturnya, perlu
juga diperhatikan adanya kompartemen sindroma yang meliputi 5 P (pain,
pallor, parestesia, paralisis dan pulselesness).
1.6 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:2365) komplikasi dari fraktur adalah:
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan
eksternal ke jaringan yang rusak.
2) Sindrom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multipel, atau cedera
remuk, dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada dewasa muda (20
6
sampai 30 tahun). Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh
reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru ginjal, dan
organ lain. Awitan, gejalanya, yang sangat cepat, dapat terjadi dari
beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera namun paling sering
terjadi dalam 24 sampai 72 jam. Respons pernapasan meliputi takipnea,
dispnea, krepitasi, mengi, sputum putih kental banyak, dan takikardia.
Gas darah menunjukkan PO2 di bawah 60 mmHg, dengan alkalosis
respiratori lebih dulu dan kemudian asidosis respiratori. Dengan adanya
emboli sistemik pasien nampak pucat. Tampak ada petekie pada
membran pipi dan konjungtiva, pada palatum durum, pada fundus
okuli, dan di atas dada dan lipatan ketiak depan.
3) Sindrom kompartemen
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema
atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskhemi,
cidera remuk).
b. Komplikasi lambat
1) Delayed union: Proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu
c.
1.7
yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)
2) Non union: Kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
Mal union: Proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Fraktur Humerus menurut Smeltzer, 2001: 2274
2276 yaitu Sinar-X (foto rontgen), penting untuk mengevaluasi pasien dengan
kelainan muskuloskeletal. Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang,
tekstur, erosi dan perubahan hubungan tulang.
7
1.8 Penatalaksanaan
a. Fraktur Suprakondiler Humerus
Bila pembengkakkan tidak hebat, dapat dicoba reposisi dalam narcosis
umum. Setelah tereposisi, siku dibuat fleksi secara perlahan lahan.
Gerakan fleksi diteruskan sampai arteri radialis mulai tidak teraba.
Kemudian siku diekstensikan sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba
lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips
spalk (foreslab). Pascareposisi harus juga diperiksa denyut arteri radialis
untuk menghindarkan terjadi komplikasi iskemia Volksmann (Mansjoer,
2000:353). Fraktur yang mengalami pergeseran biasanya dapat ditangani
dengan traksi atau reduksi terbuka dan fiksasi interna. Eksisi fragmen tulang
mungkin perlu dilakukan kemudian dipasang penyokong eksterna tambahan
dengan bidai gips (Smeltzer, 2001:2371).
b. Fraktur Interkondiler Humerus
Permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila hanya
konservatif, biasanya akan timbul kekakuan sendi (ankilosis). Untuk
mengatasi keadaan ini dilakukan tindakan operasi reduksi dengan
pemasangan fiksasi interna dengan lag-screw (Mansjoer, 2000:353).
c. Fraktur Batang Humerus
Pada fraktur oblik, spiral atau bergeser yang mengakibatkan pemendekan
batang humerus, dapat digunakan gips penggantung. Dengan penggunaan
gips penggantung ini, pasien diminta untuk tidur terlentang. Fraktur terbuka
batang humerus biasanya ditangani dengan fiksator eksterna. Reduksi
terbuka biasanya diperlukan bila ada palasy saraf, fraktur patologis, atau ada
penyakit sistemik atau neurologi yang tidak memungkinkan pemasangan
gips penggantung (Smeltzer, 2001:2370). Imobilisasi dengan gips berupa Uslab atau Hanging cast selama 6 minggu (Mansjoer, 2000:354).
d. Fraktur Kolum Humerus
Pada fraktur ini tidak diperlukan reposisi, lengan yang cedera cukup
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu. Bila
disertai dislokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips
spica, posisi lengan dalam abduksi posisi overhead (Mansjoer, 2000:354).
Bila fraktur humerus mengalami pergeseran, penanganan meliputi reduksi
tertutup dengan visualisasi sinar-x. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal
8
atau fiksasi perkutan k-wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur
yang bersifat tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan memasukan
k-wire perkutan. Dilakukan juga reduksi terbuka atau penggantian kaput
humeri dengan protesis. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal atau fiksasi
eksternal tulang. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF) digunakan
untuk mengobati fraktur tanpa kerusakan jaringan lunak. Sedangkan reduksi
terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF) digunakan untuk mengobati
fraktur tanpa kerusakan jaringan lunak (Smeltzer, 2001:2369).
2.
2.1
blokade terhadap rangsangan nyeri, blokade terhadap memori atau kesadaran dan
blokade terhadap otot lurik, (Latief, 2002:90).
2.2
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) antara
lain:
1) Kelas I : pasien sehat baik secara fisiologi maupun psikiatrik
2) Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
3) Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas
4) Kelas IV: pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancamankehidupannya
setiap saat
5) Kelas V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak lebih dari 24 jam
2.3 Pembagian Anestesi
1) Anestesi umum/general
a) Anestesi inhalasi
b) Anestesi parenteral
c) Persiapan dan medikasi praanastesi
2) Anestesi lokal
3) Anestesi regional
a) Anestesi spinal
b) Anastesi epidural
c) Anestesi kaudal
d) Anestesi spinal kaudal
e) Anestesi intervena regional
10
1) Anestesi umum/general
Pengertian
Pemberian anestesi secara umum akan membuat pasien kehilangan seluruh
sensai dan kesadarannya. Relaksasi mempermudah manipulasi anggota tubuh.
Pasien juga akan mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama
pembedahan, (Muttaqin, 2009:107).
Peralatan dalam anatesi umum/general
Peralatan anestesi adalah alat-alat anestesi yang digunakan untuk
menghantarkan oksigen dan obat anestetik inhalasi, mengontrol ventilasi, serta
memonitor fungsi peralatan tersebut. Peralatan anestesi dapat bervariasi dari yang
paling sederhana seperti alat untuk memberi anestesi eter dengan tetes terbuka
atau open drop sampai alat modern yang dilengkapi dengan ventilator dan alat-alat
monitor fungsi fisiologis yang diatur dengan komputer.
Tahapan-tahapan dalam anastesi umum/general
a) Persiapan Pra-anestesi
Keadaan fisik pasien telah dinilai sebelumnya pada kunjungan pra-anestesi
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dll. Saat masuk ruang
operasi pasien dalam keadaan puasa. Identitas pasien harus telah ditandatangani
sesuai dengan rencana operasi dan informed consent.
Dilakukan penilaian praoperasi meliputi keadaan hidrasi pasien dinilai,
apakah terdapat hipovolemia, perdarahan, diare, muntah, atau demam. Akses
intravena dipasang untuk pemberian cairan infus, transfusi, dan obat-obatan.
Dilakukan pemantauan elektrogradiografi (EKG), tekanan darah (tensimeter),
saturasi O2 (pulse oxymeter), kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan
vena sentral (CVP). Premedikasi dapat diberikan oral, rektal, intramuskular, atau
intravena.
Kelengkapan dan fungsi mesin anestesi serta peralatan intubasi diperiksa.
Pipa endotrakeal dipilih sesuai dengan pasien, baik ukuran maupun jenis
laringoskopnya. Lampu diperiksa fungsinya, pipa endotrakeal diberi pelicin
analgetik, dan balon pipa endotrakeal (cuff) diperiksa.
11
12
Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun
bila skor total telah di atas 8 pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.
2) Anestesi lokal
Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau
blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang
transmisi sepanjang saraf (Latief, 2002:97).
Anestesi lokal dapat digunakan untuk pembedahan di poliklinik, tetapi ada
juga pembedahan di klinik yang dapat dilakukan dengan anastesi lokal, antara lain
jika ada kontraindikasi anestesi umum (Sjamsuhidajat, 2004:247).
3) Anestesi regional
a) Blok sentral (blok neuroaksial) yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
b) Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler,
analgesia regional intravena, dll.
Lapisan jaringan punggung
Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus:
kulit sub cutan lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum
ruang epidural duramater ruang subaraknoid.
Analgesia Spinal
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) adalah
pemberian obat anestetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anestesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik local ke dalam ruang
subaraknoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah diterapkan.
a) Indikasi analgesi spinal
-
Bedah panggul
Bedah obstetric-ginekologi
Bedah urologi
mudah teraba.
Perpotongan antara gariss yang menghubungkan kedua Krista iliaka
dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan tempat tusukan
misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau diatasnya
2% 2-3 ml.
- Cara tusukan median atau paramedian.
c) Komplikasi Tindakan
-
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik
harus disediakan.
e) Analgesik Epidural
Analgesic epidural ialah blockade saraf dengan menempatkan obat di ruang
epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater. Obat
anastetik local di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak di bagian lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
dibandingkan anestesi spinal
2.4
membantu
jalannya
pembedahan,
memastikan
15
16
17
18
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pre, intra dan post operasi pada fraktur femur
menurut (Mutaqqin, 2011:441-469) :
a. Pre operasi
1) Nyeri
berhubungan
dengan
kompresi
saraf,
kerusakan
neuromuskuloskeletal
2) Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan hilangnya darah
dari luka terbuka, kerusakan vaskular dan cedera pada pembuluh darah
3) Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry dari luka fraktur
tebuka
4) Resiko tinggi sindrom kompartemen berhubungan dengan terjebaknya
pembuluh
darah,
saraf,
dan
jaringan
lunak
lainnya
akibat
pembengkakan
5) Resiko trauma berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakan
lengan, penurunan kekuatan otot, dan ketidaktahuan cara mobilisasi
yang adekuat
6) Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan adanya respon nyeri,
kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
7) Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kelumpuhan
gerak, rencana pembedahan
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi,
tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis
situasional.
b. Intra Operatif
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kontrol
penapasan sekunder efek anastesi.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan deperesi
mekanisme regulasi sirkulasi normal, penurunan curah jantung,
hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi.
3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pemasangan
ETT dan penurunan kontrol batuk efektif akibat anastesi.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree luka
pembedahan, penurunan imunitas sekunder efek anastesi.
5) PK: syok hipovolemik
6) PK : Syok kardiogenik
c. Post operasi
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan
kontrol batuk efektif sekunder efek anestesi
19
2) Resiko
terjadinya
infeksi
berhubungan
dengan
luka
insisi
bedah/operasi.
3) Gangguan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflex spasme otot sekunder akibat pembedahan.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan alat eksternal (armsling)
5) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas,
efek medikasi, dan penurunan masukan cairan.
6) Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan adanya respon nyeri,
pasca pembedahan (Muttaqin, 2009:377).
20
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. 2006. Alih
bahasa: Yasmin Asih. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Doenges, Mariylnn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.
Jakarta : EGC.
Evelyn, C. Pearce. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Edisi ke
33. Alih bahasa: Sri Yuliani Handoyo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Latief, Said A. 2002. Petunjuk Praktis Anestiologi. Edisi kedua. Jakarta: FKUI
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Mutaqqin, Arief. 2011. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, proses,
dan aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Sjamsuhidayat. R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
2001. Alih bahasa: Agung Waluyo. Jakarta : EGC
21
LAPORAN KASUS
OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION (ORIF)
DENGAN PEMASANGAN PLATE
1. Identitas
Nama
: Ny. S
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 86 tahun
No. RM
: 24-70-xx
Alamat
Status
: Janda
Pekerjaan
:-
Agama
: Islam
Tanggal operasi
: 16-04-2013
Jam operasi
: 08.35-10.00 WIB
Pavilun
: IV
23
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
4,74.109/L
4,21. 1012 /L
4,0-11,0.109/L
: 4,1-5,1. 1012 /L
: 4,5-5,5 1012 /L
: 11,5-16,5 g/dL
: 13,0-17,5 g/dL
RBC
Hb
12,8 g/dL
HCT/PCV
39,2%
Thrombo
263 x 109/L
LED
14-29
M. Perdarahan
115
: 35-47%
: 40-52%
150-400 x 109/L
: 12-18
: 6-10
1-3 men./detik
M. Pembekuan
905
6-13 men./detik
Rtr. Bekuan
PTT
Control
APTT
Control
Positif
13
13,1
29
33,1
SGOT
15,6
SGPT
18,1
Albumin
3,1
Creatinin
0,92
BUN
15,1
Uric Acid
2,6
Natrium
141
Positif
10-14
Detik
26-38 detik
Detik
: <31 U/L
: <37 U/L
: <32 U/L
: <42 U/L
3,5-5 g/dL
: 0,5-0,9 mg/dl
: 0,6-1,1 mg/dl
6-20 mg/dl
3,4-7,0 mg/ dl
2,4-5,7
135-145 mMol/l
Kalium
3,57
3,6-5,0 mMol/l
Tryglicerid
76
HDL-Chol
49,8
60 mg/dL
LDL-Chol
92,6
100 mg/dL
Gulapuasa
80 mg/dl
70-115 mg/dl
Gula 2-jpp
96 mg/dl
<130 mg/dl
Hbs Ag
Negative
Negative
Anti HCV
Negative
Negative
6.2 Tan
da
Tangan Persetujuan
Sudah ada tanda tangan persetujuan tindakan pembedahan dan pembiusan
setelah dilakukan penjelasan oleh dokter kepada pasien dan keluarga
24
dan pada
sarung
tangan
bersih
kemudian
(2) Set ortopedi dasar, Plate prox humerus + screw LCP stainless dan
titanium dengan diameter 3,5 OTR, set bor tulang, dan kotak set fiksasi
internal.
(3) Suction lengkap, dalam kondisi siap pakai.
(4) Mesin monitor, mesin PV image + monitor dan baju timbal.
(5) Tempat sampah, beberapa meja instrument, tempat intrumen kotor dan
linen kotor, lap tangan steril untuk mencuci tangan steril. Semua alat
telah dipersiapkan dan ditest fungsinya dalam keadaan siap pakai.
6) Proses pembedahan
(1) Mengecek semua kelengkapan intrumen dan alat serta fungsi masingmasing alat.
(2) Perawat mencuci lengan pasien pada sisi yang akan dioperasi dengan
savlon dan dibungkus dengan doek steril
(3) Perawat instrument memakai skort, mencuci tangan steril, memakai
baju operasi steril dan sarung tangan steril, menyiapkan instrument,
linen, dan kasa steril yang akan digunakan
(4) Pasien diposisikan supinasi dengan tangan kiri sejajar dengan tubuh dan
didesinfeksi dari bahu sampai ke pergelangan tangan dengan betadine.
Area sekitar lokasi operasi ditutup untuk mempersempit area operasi
dengan duk steril kemudian time out.
(5) Proses insisi
Dokter bedah mulai melakukan insisi pada area yang diintervensikan
lapisan demi lapisan dari kulit, lemak, fasia sampai otot hingga tampak
collum fraktur pada humerus sinistra. Akses bedah dibuka dengan
refraktor kemudian dokter bedah memulai debridement dengan kuret
tulang. Perawat membantu melakukan suctioning pada fragmen tulang
yang terlepas.
(6) Dokter melakukan ORIF dan reposisi dengan memasang Plate LCP
Titanium dengan screw locking no 24 mm , 28 mm , 36 mm, 40 mm,
30 mm, dan 50 mm. Selama pemasangan screw dilakukan foto image
dengan menggunakan PV image.
(7) Setelah fiksasi internal dipastikan tepat posisinya, dokter bedah
melakukan penutupan jaringan (dijahit) lapis demi lapis dari otot, fasia,
lemak, dan kulit hingga jaringan yang diinsisi tertutup dan tidak terjadi
perembesan. Operasi selesai, kemudian luka insisi otot, fasia dan lemak
dijahit dengan benang Vicryl 2.0 sedangkan lapisan kulit dijahit dengan
27
sadar.
Perawatan pasien di RR
Pasien dipindahkan dari kamar operasi menggunakan bed transfer dan dibawa
ke ruang pulih sadar untuk diobservasi. Pasien dipindahkan dari bed transfer
ke tempat tidur pasien sesuai dengan ruangan pasien akan di rawat, selimut
dan linen dari kamar operasi di ganti dengan selimut dari ruangan dan pasien
dipakaikan baju dari ruangan. Setelah itu pasien di observasi selama 1 jam
untuk mengetahui keadaan pasien pasca pembedahan.
Jam
Tekanan Darah
Nadi
SpO2
10.30
139/73 mmHg
67x/menit
100%
10.45
147/73 mmHg
66 x/menit
100%
28
Keterangan
Pasien dipasang monitor
TTV dan SPO2, pasien
juga diberi O2 nasal 6 lpm,
pasien masih nampak
lemah dan pasien tidur,
pasien mendapatkan
Morphin pump 0,25
mg/jam jalan 1 cc/jm dan
terpasang Glofusal 200cc
sisa pembedahan.
Keadaan pasien lemah dan
11.00
152/75 mmHg
68 x/menit
100%
11.15
157/76 mmHg
67 x/menit
100%
11.30
154/82 mmHg
68 x/menit
100%
Setelah di observasi selama 1 jam di ruang pulih sadar dan keadaan pasien
stabil, dimana TTV pasien: tensi 154/82 mmHg, nadi 68 x/mnt, RR 20 x/mnt,
SpO2 100% dan tidak ada keluhan dari pasien, maka pasien dipindahkan ke
ruangan (paviliun 4). Perawat di ruangan pulih sadar menghubungi perawat
ruangan untuk menjemput pasien dengan memberi pesan agar perawat
9.
29