Pembimbing:
dr. Bambang Sutanto, Sp.An
Oleh:
Diajukan Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pembimbing:
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (...............................)
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Bambang Sutanto, Sp.An (...............................)
A. Anatomi Femur
Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter
minor. Caput membentuk kira-kira dua pertiga dari bulatan daan bersendi dengan
aceraulum os coxae untuk membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, untuk tempat melekatnya ligamentum capitis
femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari a. Obturatoria dihantarkan
melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis (Snell dan Richard,
2006).
Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus, berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut sekitar 125 derajat (pada perempuan lebih
kecil) dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah akibat
adanya penyakit (Snell dan Richard, 2006).
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara collum
dan corpus. Linea intertrochanterica menghbungkan kedua trochanter ini di bagian
anterior, tempat melekatnyaligamantum iliofemorale, dan di bagian posterior oleh
crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista terdapat tuberculum quadratum
(Snell dan Richard, 2006).
Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan permukaan
posteriornya mempunyai rigu, disebut linea aspera. Pada linea ini melekat otot-otot dan
septa intermuscularis. Pinggir-pinggir linea melebar ke arah atas dan bawah. Pinggir
medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju ke
tuberculum adductorum pada condylus medialis. Pinggir lateral melanjutkan diri ke
distal sebagai crista ssupracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior corpus, di
bawah trochanter major tempat tuberositas glutea untuk tempat melekatnyaGluteus
maximus. Corpus melebar ke arah ujung distalnya dan membentuk daerah segitiga
dasar pada permukaan posteriornya, disebut facies poplitea (Snell dan Richard, 2006).
Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondyaris. Permukaan anterior condylus bersatu
dengan facies articuaris patella. Kedua condyli ikut serta dalam pembentukan
articulatio genus. Di atas condyli terdapat epicondylus lateralis dan medialis.
Tuberculum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis (Snell dan Richard,
2006).
Beberapa otot-otot besar melekat pada femur. Di bagian proksimal, m.gluteus
medius dan minimus melekat pada trochanter mayor, mengakibatkan abduksi pada
fraktur femur. M.iliopsoas melekat pada trochanter minor, mengakibatkan adanya
rotasi internal dan eksternal pada fraktur femur. Linea aspera (garis kasar pada bagian
posterior dari corpus femoris) memperkuat kekuatan dan tempat menempelnya m.
gluteus maksimus, adductor magnus, adductor brevis, vastus lateralis, vastus medialis,
dan caput brevis m. biceps femoris. Di bagian distal, m. adductor magnus melekat pada
sisi medial, menyebabkan deformitas apeks lateral pada fraktur femur. Caput medial
dan lateral m. gastrocnemius melekat di femoral condylus femoral posterior,
menyebabkan deformitas fleksi pada fraktur sepertiga distal femur (Connolly dan
Saunders, 1995).
B. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh rudapaksa
atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2008).
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
membengkok, memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun tidak
langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan (ACSCOT, 2008).
Tulang femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat yang dimiliki tubuh
yang berfungsi penting untuk mobilisasi atau berjalan. Tulang femur terdiri dari tiga
bagian, yaitu corpus femoris atau diafisis, metafisis proksimal, dan distal metafisis.
Corpus femoris berbentuk tubular dengan sedikit lengkungan ke arah anterior, yang
membentang dari trochanter minor melebar ke arah condylus. Selama menahan berat
tubuh, lengkung anterior menghasilkan gaya kompresi pada sisi medial dan gaya tarik
pada sisi lateral. Struktur femur adalah struktur tulang untuk berdiri dan berjalan, dan
femur menumpu berbagai gaya selama berjalan, termasuk beban aksial, membungkuk,
dan gaya torsial. Selama kontraksi, otot-otot besar mengelilingi femur dan menyerap
sebagian besar gaya (Apley dan Solomon, 1995).
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal
permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter
(Hoppenfeld dan Murthy, 2000).
C. Epidemiologi
Fraktur stress pada collum femur sangat jarang, tetapi menghasilkan dampak
yang buruk, 5-10% fraktur stress terjadi dikarenakan fraktur pada collum femur.
Kelompok tertentu seperti atlet, termasuk pelari jarak jauh yang tiba-tiba menambah
atau mengubah aktivitas memiliki prevalensi yang tinggi dibandingkan populasi pada
umumnya (Lakstein et al, 2013).
Brukner melaporkan bahwa perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi dari
fraktur stres dibandingkan pria, kesalahan Pelatihan merupakan faktor risiko yang
paling umum, termasuk peningkatan mendadak dalam jumlah atau intensitas pelatihan
dan pengenalan aktivitas baru (Lakstein et al, 2013).
Sejumlah faktor mempengaruhi populasi lansia untuk patah tulang, termasuk
osteoporosis, gizi buruk, penurunan aktivitas fisik, gangguan penglihatan, penyakit
neurologis, keseimbangan yang buruk, dan atrofi otot. Patah tulang panggul yang
umum dan sering mengenai pada populasi geriatri (Lakstein et al, 2013).
Koval dan Zuckerman mencatat kejadian yang disesuaikan menurut umur fraktur
collum femur di Amerika Serikat adalah 63,3 kasus per 100.000 orang-tahun untuk
perempuan dan 27,7 kasus per 100.000 orang-tahun untuk pria (Koval et al, 1994).
Umur fraktur collum femur pada pasien usia lanjut terjadi paling umum setelah jatuh
ringan atau cedera memutar, dan mereka lebih sering terjadi pada wanita. Selain itu,
Joshi et al mencatat fraktur stres collum femoralis ipsilateral sebagai konsekuensi
langka artroplasti lutut total (Joshi et al, 2005).
Di Indonesia sendiri dari penelitian yang dilakukan di RS dr. Soetomo Surabaya
dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita fraktur collum femur berjenis kelamin
laki laki. Hal ini besar kaitannya dengan sebagian besar penyebab fraktur collum femur
yang disebabkan oleh trauma, baik trauma karena kecelakaan lalu lintas maupun
kecelakaan kerja. Dari usia penderita tidak ditemukan adanya kelompok usia yang
menonjol, namun yang jelas adalah hampir semuanya dalam usia produktif sehingga
penanganan yang optimal sangat diperlukan supaya dapat kembali ke produktivitasnya
semula (Iwan dan Sjarwani, 2010).
D. Klasifikasi
Menurut lokasi fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan basal,
yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau intrakapsular; fraktur
intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler (Brinker, 2001).
Patah tulang intrakapsuler umumnya sukar mengalami pertautan dan cenderung
terjadi nekrosis avaskular kaput femur. Perdarahan kolum yang terletak intraartikuler
dan pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis
melalui simpai sendi. Sumber pendarahan ini putus pada patah tulang intraartikuler.
Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan dan sering
tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya
pendarahannya, karena mendapat darah dari simpai sendi, periost, dan a. nutrisia
diafisis femur (Brinker, 2001).
Patah tulang collum femur yang terletak intraartikuler sukar sembuh karena
bagian proksimal pendarahannya sangat terbatas, sehingga memerlukan fiksasi kokoh
untuk waktu yang cukup lama. Semua patah tulang di daerah ini umumnya tidak stabil
sehingga tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini, kecuali jenis fraktur yang
impaksi, baik yang subservikal atau yang basal (Brinker, 2001).
1. Klasifikasi menurut Garden
Tingkat I : fraktur inkomlit (abduksi dan terimpaksi)
Tingkat II : fraktur lengkap tanpa pergeseran
Tingkat III : fraktur dengan pergeseran sebagian
Tingkat IV : fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian
segmen yang bersinggungan (Brinker, 2001).
G. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya (Apley dan Solomon, 1995).
H. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya fraktur
sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan
sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur,
untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk melihat benda
asing misalnya peluru, dan tentunya untuk menentukan teknik pengobatan atau terapi
yang tepat (Apley dan Solomon, 1995).
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two, yaitu:
dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan
lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah
sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya
dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis; dua kali
dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi (Apley dan Solomon, 1995).
I. Tatalaksana
Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terapi konservatif dengan
indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu
dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi
yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk
mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin,
pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur di
atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total
(Weissleder et al, 2007).
Austin Moore Prothease (AMP) adalah merupakan salah satu tindakan operasi
dengan mengganti caput femoralis yang sli dengan prothease yaitu dengan bahan bisa
dari logam atau plastik. Jenis operasi yang di butuhkan ada dua tipe yaitu cemented
dan cemenless. Pada tipe cemented fiksasi tulang akan di bantu dengan bahan cement
yang di masukan ke kanalis femuralis untuk memperkuat prothese, sedangkan tipe
cementlessfiksasi awal protheasse dilakukan dengan prees fit technique. Tipe
cementless biasanya dilakukan pada penderita dengan usia relative lebih muda dimana
pada tekhnik awal pemasangan fiksasi implant maksiamal belum akan tercapai, hingga
akan didapatkan pertumbuhan jaringan. Indikasi Pemasangan Austin-Moore Prothesis
1. Kondisi Lokal :
a. Trauma akut seperti: Fraktur sub capital
b. Trauma terdahulu (fraktur, dislokasi yang tidak direduksi atau reposisi )
c. Infeksi arthritis (Pyogenic)
d. Artritis seperti remathoid dan osteoartrosis
e. Tuberculosis sendi Hip
f. Tumor Jaringan lunak sebagaimana atau menyeluruh
Indikasi yang mutlak seperti :
a. Kekakuan kedua sendi Hip
b. Keterbatasan salah satu fungsi tungkai karena nyeri dan kaku pada
sebagaimana atau seluruh sendi (multiple stiff Joint)
2. Kondisi Umum
Luasnya nyeri, gerak dan keterbatasan fungsi atau mungkin ketiganya dan salah
satunya menjadi pertimbangan operasi.
Kontra Indikasi Operasi Austin-Moore Prothese adalah sepsis yang tersembunyi /
laten adalah kontra indikasi utama terhadap pergantian sendi. Arthroplasti yang
terinfeksi merupakan bencana. Pasien dibawah usia 60 Tahun dipertimbangkan
hanya kalau operasi lain tidak dapat dilakukan (Lein et al, 2011).
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher femur
baik orang dewasa muda maupun dewasa tua secara teoritis, idealnya adalah menunda
penahanan beban, tetapi ini jarang dapat dipraktekkan. Jenis-jenis operasi :
1. Pemasangan pin
2. Pemasangan plate and screw (Lein et al, 2011).
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV tak
dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Karena itu,
kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang
berumur dibawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk pasien yang sangat
tua dan sangat lemah dan pasien yang gagal menjalani reduksi tertutup. Penggantian
yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis bipolar tanpa
semen yang dimasukkan dengan pendekatan posterior. Penggantian pinggul total
mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai
ada kerusakan asetabulum, atau pada pasien dengan penyakit metastatik atau penyakit
paget (Lein et al, 2011).
J. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Komplikasi yang bersifat umum ; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,
dekubitus
2. Nekrosis avaskuler kaput femur
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai
pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada cara untuk
mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa minggu kemudian, scan
nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada
sinar-X, meningkatnya kepadatan pada kaput femoris mungkin tidak nyata selama
berbualan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Baik fraktur itu menyatu atau tidak,
kolapsnya kaput femoris akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi.
Apabila lokalisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi
nekrosis avaskular lebih besar.
Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal pertautan juga
dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan protesis metal.
3. Nonunion
Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami union
terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan
lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan kareana vaskularisasi yang jelek,
reduksi yang tidak adekuat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur adalah
intra-artikuler.
Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau sekrup menjebol
keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien mengeluh nyeri, tungkai
memendek dan sukar berjalan. Metode pengobatan nekrosis avaskuler tergantung
penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.
4. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau nekrosis
avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan kerusakan meluas
ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi total.
5. Anggota gerak memendek
6. Malunion
7. Malrotasi berupa rotasi eksterna
8. Koksavara (Rasjad, 2007).
K. Prognosis
Fraktur collum femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur dengan
prognosis yang tidak terlalu baik, disebabkan oleh anatomi collum femur itu sendiri,
vaskularisasinya yang cenderung ikut mengalami cedera pada cedera neck femur, serta
letaknya yang intrakapsuler menyebabkan gangguan pada proses penyembuhan tulang
(Leighton, 2006)
1. Anestesia regional.
Anestesi regional adalah penggunaan analgetik lokal untuk menghambat
hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir
untuk sementara (reversible). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya. Penderita tetap sadar. Anestesi regional dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan
kaudal.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksilaris, analgesia
regional intravena, dan lain-lain.
Analgesia spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Persiapan analgesia spinal pada dasarnya sama seperti persiapan
pada anestesi umum. Daerah tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan atau tidak. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini:
1. Persetujuan dari pasien (Informed consent).
2. Pemeriksaan fisik.
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-
lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan.
Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT ( partial
thromboplastie time).
Nilai 2 1 0
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. S
2. Usia : 82 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Kartasura
6. No RM : 0359xxx
7. Tanggal MRS : 29 Juli 2017 , Pkl. 17.00 WIB
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sakit pada kaki kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
10 hari setelah jatuh di kamar mandi. Kaki kanan terasa sakit bila di gerakan.
Badan terasa lemas (+), demam (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat mondok di rumah sakit : disangkal
e. Riwayat DM : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat trauma : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Vital signs
- Keadaan umum : sedang
- Tekanan darah : 143/64
- Nadi : 77 x/menit
- Respirasi rate : 27 x/menit
- Suhu : 36,6C
2. Pemeriksaan fisik
Cranium : dalam batas normal.
Leher : dalam batas normal.
Thorax : SDV (-/-), Rho (-/-), Wheezing (-/-), Bunyi Jantung I-II reguler
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas :Akral hangat pada ke empat extremitas. Edema pada region
femoralis dextra.
Urogenital : BAK dalam batas normal.
BAB : dalam batas normal.
Genitalia : dalam batas normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi
29 Juli 2017
Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Leukosit 15,4 3.6-11.0 High
Eritrosit 3,85 3.80-5.20
Hemoglobin 9,7 11.7-15.5 Low
Hematokrit 28,4 35-47 Low
MCV 74 80-100
MCH 24,6 26-34
Limfosit 15,3 25-40 Low
MCHC 33,4 32-36
Trombosit 412 140-440
Monosit 6,6 2-8
Netrofil 78,1 50-70 High
MPV 7,3 9.0-13.0 Low
Golongan darah + rhesus
Golongan darah A
Rhesus Positif
Kimia Klinik
SGOT 15 < 27
SGPT 13 < 34
ureum 40.0 13.0-43.0
Kreatinin 0.70 0,6-1.1 Low
Glukosa sewaktu 128.8 70-140
Waktu perdarahan/pembekuan
Sero imunologi
E. DIAGNOSIS
Fraktur collum femur dextra
F. TINDAKAN/PENATALAKSANAAN
1. Tindakan operasi pemasangan Austin Moore Prothesis ( AMP) hari senin jam 10.38
2. Puasa 6 jam preoperasi
3. Konsul ke dokter anestesi
4. Pemberian antibiotik
5. O2 3 liter permenit
6. Ketorolac 30mf
7. Inf RL 20 tpm
8. Transfuse PRC 1 kolf
H. LAPORAN PEMBEDAHAN
1. Dokter Bedah I : dr.Sutopo S., Sp. OT
2. Dokter Bedah II :-
3. Dokter Anestesi : dr. Ricka L., Sp. An.
4. Diagnosis Pra Bedah : basis collum femoris dextra
5. Diagnosis Pasca Bedah : basis collum femoris dextra
6. Nama Prosedur
i. Austin Moore Prothesis ( AMP)
ii. -
7. Jenis Pembedahan : Bersih
8. Operasi ke :1
9. Profilaksis : Ya
10. Jenis Antibiotik : Ceftriaxone
11. Waktu Pemberian : 1 jam sebelum operasi
12. Uraian Pembedahan
Sesuai dengan instruksi kerja
a. Pasien miring
b. Disinfeksi lapangan operasi
c. letak sayatan ( incision) .
d. anterolateral : antara tensor fasia latae gluteus.
e. posterolateral : melalui bagian belakang kapsul.
f. Lateral: dengan charnley mendekati trocahnter mayor memotong
dan fiksasi dengan wire.
g. Caput femur dipindahkan dan diganti dengan protese.
h. Kontrol bleeding
i. Jahit, lapis demi lapis
j. Fiksasi dengan semen
k. Selesai
13. Komplikasi :-
BAB III
PEMBAHASAN
Fraktur collum femoris adalah terputusnya tulang pada daerah collum femur.
Fraktur collum femoris sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih sering terjadi
pada wanita. Pada umumnya disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses
penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Tidak jarang juga fraktur collum femoris
ini terjadi akibat trauma kecil yaitu pada saat berjalan, dimana gaya dari berat badan
dibebankan pada satu tungkai yang diteruskan kebagian sentral tubuh.
Penyebab fraktur collum femur sendiri meliputi osteoporosis, gizi buruk,
penurunan aktivitas fisik, gangguan penglihatan, penyakit neurologis, keseimbangan
yang buruk, atrofi otot dan sering mengenai pada populasi geriatr dan mereka lebih
sering terjadi pada wanita
Tindakan anestesia yang dilakukan pada operasi Austin Moore Prothesis (AMP)
dilakukan dengan tehnik General Anestesi Atau Regional Anestesi. Masalah anestesi
dan reanimasi yang perlu diperhatikan terhadap pasien adalah posisi miring pada tulang
femur, perdarahan luka operasi (pada patah tulang multipel), operasi berangsung lama
(pada patah tulang multipel), kerusakan jaringan lunak, nyeri yang hebat ataupun bahaya
emboli lemak pada patah tulang panjang. Maka dari itu perlu standar pemantauan dasar
operatif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas penatalaksanaan pasien selama
operasi berangsung dengan teratur dan kontinyu selama pemberian anestesia-anelgesia,
jalan nafas, oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi dan suhu tubuh selalu dievaluasi, serta di
berikan pengelolaan pasca operatif yang dikelola dikamar pulih atau unit perawatan
pasca anestesi (Recovery Room, atau Post Anestesia Care Unit).
DAFTAR PUSTAKA
Apley GA, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta, 1995.Widya Medika.
Fractures of the Femoral Neck, t. Lein, p. Bula, j. Jeffries, k. Engler, f. Bonnaire, acta
chirurgiae orthopaedicae et traumatologiae echosl., 78, 2011, p. 1019.
Koval KJ, Zuckerman JD. Hip fractures: I. Overview and evaluation and treatment of
femoral-neck fractures.J Am Acad Orthop Surg. 1994 May. 2(3):141-149.
Leighton RK, Fractures of the Neck of the Femur. Rockwood and Greens Fracture in
Adults, 6 th edition, 2006, Lippincot William and Wilkins, pp 1754- 1788.
Long Term Follow Up Evaluation Fibular Auto Strut Graft In Femoral Neck Fracture At
Soetomo General Hospital Surabaya, Iwan Sutanto, A. Sjarwani. Journal Unair.
2010.
Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif,
FKUI. Jakarta: CV Infomedia.
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone;
2007.