Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


Untuk memnuhi tugas dalam Dapartemen Surgikal

RUANG BOUGENVILLE RST DR. Soepraoen MALANG


FRAKTUR CAPUT HUMERI

Disusun Oleh :
Nur Ida Fatmawati
NIM. 105070204111001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada
tulang humerus.
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua
yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan
kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat
terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda
motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu,
trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat
dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan
dengan cedera toraks.

B. ETIOLOGI
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang
humerus menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan
tarikan. Trauma dapat bersifat:
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.

Tekanan pada tulang dapat berupa:


1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi

4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau


memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik
sebagian tulang

C. KLASIFIKASI
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis
fraktu
2. Two-part fracture :
anatomic neck
surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberkulum mayor
Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

D. PATOFISIOLOGI
Terlampir.

E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer (2002) tanda dan gejala fraktur adalah :

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.

Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik, karena fungsi normal otot
bergantung pada intregitas tulang tempat melekatnya otot .

Deformitas (terlihat maupun teraba)

Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena


kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur .

Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan , teraba adanya derik tulang


dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya .

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai


akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur .

F. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS:
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan
distal sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada
kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka
perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi


perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena
dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur
itu sendiri.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum:
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di
anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit
dibebatkan ke badan penderita
Pilihan terapi adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus
mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang
yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.
H. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena selsel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran

darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang


ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
f.

Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas

kapiler

yang

bisa

menyebabkan

menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion

merupakan kegagalan fraktur

berkkonsolidasi

dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9


bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion

merupakan

penyembuhan

tulang

ditandai

dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).


Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.

I.

ASUHAN KEPERAWATAN
ANAMNESIS
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk
minta pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
-

Lokasi setempat/meluas/menjalar

Ada trauma riwayat trauma tau tidak

Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan

Bagaimana

sifatnya:

panas/ditarik-tarik,

pegal/seperti

terus-menerus

atau

ditusuk-tusuk/rasa
hanya

waktu

bergerak/istirahat dan seterusnya


-

Apa yang memperberat/mengurangi nyeri

Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari

Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul

2) Kelainan bentuk/pembengkokan
-

Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)

Benjolan atau karena ada pembengkakan

3) Kekakuan/kelemahan
-

Kekakuan: Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya


kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu?

Kelemahan: Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan


otot menurun/melemah/kelumpuhan

2. Allo anamnesis:
Untuk aloo anamnesis pada kasus-kasus trauma ditujukan kepada
pengantar ataupun saksi agar dapat memberikan keterangan yang lebih
baik, terutama bila pasien tidak sadarkan diri.

PEMERIKSAAN FISIK
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status
lokalis).

Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital
yaitu:

Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah

Kesakitan

Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu

b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks),


perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari
anggota terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
a. Look (inspeksi)
-

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk


membedakan fraktur tertutup atau terbuka

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa


hari

Perhatikan

adanya

deformitas

berupa

angulasi,

rotasi

dan

kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki
agar dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si
pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si
pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
-

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan


oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

Krepitasi

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan


anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panjang tungkai


c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)
Setelah

memeriksa

feel

pemeriksaan

diteruskan

dengan

menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri


pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk
mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk
mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal
di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture). Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai
dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini
penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan
oleh faktor intra artikuler atau ekstra artickuler.

Intra

artikuler:

Kelainan/kerusakan

dari

tulang

rawan

yang

menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh


karena kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi

Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit


Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita

sendiri disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).


Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang
disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:

Sendi bahu :
Merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada
beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak

tulang

belakang,

gerak

sendi

sternoklavikula,

gerak

sendi

akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula


torakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka
sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa
berdiri di belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila
penderita berbaring, maka pemeriksa ada di samping pasien.

Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon
terhadap humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari
antebrachii dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi
siku 90 untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.

Sendi pergelangan tangan:


Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral
adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu
dari antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial
dan ulnar deviasi.

Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan
aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi,
ekstensi, dan fleksi.
Jari-jari lainnya hampir sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)

merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx) hanya
diukur fleksi dan ekstensi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
1

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Nyeri akut b/d Setelah


dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik, Asuhan keperawatan . Kaji
skala
nyeri
dengan
jam tingkat
fraktur
menggunakan PQRST
kenyamanan klien
Observasi reaksi
nonverbal
meningkat, tingkat nyeri
dari ketidak nyamanan.
terkontrol dg KH:
Gunakan teknik komunikasi
Klien melaporkan
terapeutik untuk mengetahui
nyeri berkurang dg
pengalaman
nyeri
klien
scala 1-2
sebelumnya.

Ekspresi
wajah
tenang
klien dapat istirahat
dan tidur

Resiko
terhadap
cidera
b/d
kerusakan
neuromuskuler,
tekanan
dan
disuse

Setelah dilakukan askep


jam
terjadi
peningkatan
Status
keselamatan Injuri fisik
Dgn Kriteria Hasil :
Bebas dari cidera
Pencegahan Cidera

Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan patah
tulang

Setelah dilakukan askep


jam
terjadi
peningkatan Ambulasi
: Tingkat mobilisasi,
Perawtan
diri Dgn
Kriteria Hasil :
Peningkatan
aktivitas fisik

Kontrol faktor lingkungan yang


mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila
ada
komplain
tentang
pemberian
analgetik
tidak
berhasil.
Memberikan posisi yang nyaman
untuk Klien:
Berikan posisi yang aman untuk
pasien dengan meningkatkan
obsevasi
pasien,
beri
pengaman tempat tidur
Periksa sirkulasi periper dan
status neurologi
Menilai ROM pasien
Menilai integritas kulit pasien.
Libatkan banyak orang dalam
memidahkan pasien, atur posisi
Terapi ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam
melakukan ambulasi
Kolaborasi dg fisioterapi untuk
perencanaan ambulasi
Latih pasien ROM pasif-aktif
sesuai kemampuan
Ajarkan
pasien
berpindah
tempat secara bertahap
Evaluasi
pasien
dalam
kemampuan ambulasi
Pendidikan kesehatan
Edukasi pada pasien

dan

Kurang
pengetahuan
tentang
penyakit
dan
perawatannya
b/d
kurang
paparan
terhadap
informasi,
keterbatasan
kognitif

Setelah dilakukan askep


. Jam pengetahuan
klien meningkat dg KH:
Klien
dapat
mengungkapkan
kembali
yg
dijelaskan.
Klien kooperatif saat
dilakukan tindakan

keluarga pentingnya ambulasi


dini
Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi
Berikan reinforcement positif
atas usaha yang dilakukan
pasien.
Pendidikan kesehatan : proses
penyakit
Kaji pengetahuan klien.
Jelaskan proses terjadinya
penyakit, tanda gejala serta
komplikasi yang mungkin terjadi
Berikan
informasi
pada
keluarga
tentang
perkembangan klien.
Berikan informasi pada klien
dan keluarga tentang tindakan
yang akan dilakukan.
Diskusikan pilihan terapi
Berikan penjelasan tentang
pentingnya ambulasi dini
jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin akan muncul

DAFTAR PUSTAKA

Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,
2007, Bab. 14; Trauma.
Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System:
The Appendicular Skeleton.
Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.
Standring, S. Grays Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netters Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Accessed:

2nd

February

2012.

Available

from:

http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
Egol,

K.A.,

Koval,

K.J.,

Zuckerman,

J.

D.

Handbook

Of

Fractures.

Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614


Thompson, J.C. Netters: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.
Noffsinger,

M.

A.

Supracondylar

Humerus

Fractures.

Available

at

www.emedicine.com. Accessed on 4thMarch 2012


Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.
Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000, Bab
7; Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.

Anda mungkin juga menyukai