Disusun Oleh :
Nur Ida Fatmawati
NIM. 105070204111001
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada
tulang humerus.
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua
yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan
kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat
terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda
motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu,
trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat
dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan
dengan cedera toraks.
B. ETIOLOGI
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang
humerus menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan
tarikan. Trauma dapat bersifat:
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
C. KLASIFIKASI
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis
fraktu
2. Two-part fracture :
anatomic neck
surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberkulum mayor
Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture
D. PATOFISIOLOGI
Terlampir.
E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer (2002) tanda dan gejala fraktur adalah :
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik, karena fungsi normal otot
bergantung pada intregitas tulang tempat melekatnya otot .
F. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS:
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan
distal sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada
kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka
perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas
kapiler
yang
bisa
menyebabkan
menurunnya
berkkonsolidasi
dan
merupakan
penyembuhan
tulang
ditandai
dengan
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
ANAMNESIS
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk
minta pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
-
Lokasi setempat/meluas/menjalar
Bagaimana
sifatnya:
panas/ditarik-tarik,
pegal/seperti
terus-menerus
atau
ditusuk-tusuk/rasa
hanya
waktu
Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
-
3) Kekakuan/kelemahan
-
2. Allo anamnesis:
Untuk aloo anamnesis pada kasus-kasus trauma ditujukan kepada
pengantar ataupun saksi agar dapat memberikan keterangan yang lebih
baik, terutama bila pasien tidak sadarkan diri.
PEMERIKSAAN FISIK
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status
lokalis).
Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital
yaitu:
Kesakitan
Perhatikan
adanya
deformitas
berupa
angulasi,
rotasi
dan
kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki
agar dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si
pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si
pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
-
Krepitasi
memeriksa
feel
pemeriksaan
diteruskan
dengan
Intra
artikuler:
Kelainan/kerusakan
dari
tulang
rawan
yang
Sendi bahu :
Merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada
beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak
tulang
belakang,
gerak
sendi
sternoklavikula,
gerak
sendi
Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon
terhadap humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari
antebrachii dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi
siku 90 untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan
aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi,
ekstensi, dan fleksi.
Jari-jari lainnya hampir sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx) hanya
diukur fleksi dan ekstensi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
1
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Ekspresi
wajah
tenang
klien dapat istirahat
dan tidur
Resiko
terhadap
cidera
b/d
kerusakan
neuromuskuler,
tekanan
dan
disuse
Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan patah
tulang
dan
Kurang
pengetahuan
tentang
penyakit
dan
perawatannya
b/d
kurang
paparan
terhadap
informasi,
keterbatasan
kognitif
DAFTAR PUSTAKA
Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,
2007, Bab. 14; Trauma.
Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System:
The Appendicular Skeleton.
Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.
Standring, S. Grays Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netters Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Accessed:
2nd
February
2012.
Available
from:
http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
Egol,
K.A.,
Koval,
K.J.,
Zuckerman,
J.
D.
Handbook
Of
Fractures.
M.
A.
Supracondylar
Humerus
Fractures.
Available
at