Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. B DENGAN FLEXUS BRACHIALIS


DISORDERS
DI RUANG RAJAWALI I B RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik


Mata Kuliah Keperawatan Medikal Medah II

DI SUSUN OLEH :
RISTA HERNIDAWATI
P1337420614031

PRODI D IV KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Plexus brachialis merupakan saraf-saraf yang keluar dari vertebra servikalis dan menuju
ke bahu dan tangan. Terdapat lima saraf yang mencakup dalam plexus brachialis berupa C5,
C6, C7, C8, dan T1. Data mengenai insiden trauma plexus brachialis sulit diketahui dengan
pasti, Goldie dan Coates melaporkan 450-500 kasus cedera supraklavikular tertutup terjadi
setiap tahun di Inggris. Pada laporan yang lain, Narakas membuat suatu pedoman "seven
seventies dengan mengacu pada pengalaman menangani 1.068 pasien selama 18 tahun yang
salah satunya berisi 70% kecelakaan pengendara sepeda motor dengan trauma multipel akan
berimplikasi 70% diantara berupa cedera supraklavikuler, 70% cedera supraklavikuler
merupakan avulsi saraf yang melibatkan C7, C8, T1.
Selain itu pada data lainnya dalam populasi Amerika ditemukan bahwa cedera plexus
brachialis teridentifikasi sebanyak 113 (0.1%) dari 103.434 anak dengan trauma yang masuk
rumah sakit antara bulan April 1985 hingga Maret 2002. Enam puluh satu persen diantaranya
merupakan anak laki-laki. Kebanyakan penyebab cedera adalah kecelakaan motor dengan
membawa penumpang dibelakangnya (36 kasus [32%]) atau kecelakaan pada pejalan kaki
(19 kasus [17%]). Trauma kepala didiagnosis pada 47% anak dan 27% diantaranya
mengalami konkusi, perdarahan intrakranial 21%, dan fraktur tulang kepala 14%. Trauma
vaskuler ekstremitas atas terjadi pada 16% pasien. Cedera muskuloskeletal yang terbanyak
antara lain fraktur humerus (16%), tulang iga (16%), klavikula (13%), dan skapula (11%).
Fraktur spinal terjadi pada 12% pasien, dan cedera medulla spinalis terjadi 4%. The Injury
Severity Score berkisar antara 1 sampai 75, dengan skor rata-rata 10 dan 6 pasien meninggal
karena adanya cedera yang berkepanjangan selama periode trauma.
Data epidemiologi cedera plexus brachialis pada populasi multitrauma tercatat sebanyak
54 dari 4.538 (1.2%) pasien yang terdapat pada berbagai fasilitas trauma regional. Pasien
didominasi laki-laki usia muda. Penyebab tersering berupa kecelakaan motor namun hanya
0.67%dari kecelakaan ini yang kemudian menyebabkan keadaan cedera plexus. Sebaliknya,
4.2%korban kecelakaan roda dua dan 4.8% korban kecelakaansnow mobilemenderita cedera
plexus. Cedera pada supraklavikula terjadi pada 62% pasien dan 38% pasien memiliki cedera
infraklavikula. Cedera supraklavikula nampaknya lebih berat dibandingkan cedera
infraklavikula, dikarenakan adanya resiko neuropraksi pada 50% kasus.4

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyusunan asuhan keperawatan tentang Flexus Brachialis Disorders
diharapkan agar pembaca lebih mengerti tentang Flexus Brachialis Disorders.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian Flexus Brachialis Disorders
b. Mengetahui etiologi Flexus Brachialis Disorders
c. Mengetahui patofisiologi Flexus Brachialis Disorders
d. Menegtahui pemeriksaan penunjang Flexus Brachialis Disorders
e. Mengetahui penatalaksanaan Flexus Brachialis Disorders
f. Mengetahui diagnosis Flexus Brachialis Disorders
g. Mengetahui intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien dengan Flexus
Brachialis Disorders
C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar perawat maupun mahasiswa dapat
mempelajari tentang asuhan keperawatan Flexus Brachialis Disorders
memudahkan kita untuk memberikan pelayanan terhadap klien.

sehingga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Flexus Brachialis Disorders


1. Pengertian
Plexus brachialis merupakan saraf-saraf yang keluar dari vertebra servikalis dan
menuju ke bahu dan tangan. Terdapat lima saraf yang mencakup dalam plexus brachialis
berupa C5, C6, C7, C8, dan T1. Pleksus brachialis merupakan pangkal dari serabutserabut saraf yang berasal dari medulla spinalis C5-Th 1, dan mempersarafi ekstremitas
superior. Plexus brachialis menerima komponen symphatis melalui ganglion cervicale
medius, yaitu n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum
untuk n.spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae ThI dan II nervus spinalis
Th.1-2.
Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang
membentuk pleksus brakhialis, mulai dari radiks saraf hingga saraf terminal. Keadaan
ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada
ekstremitas atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis
atau pleksopati brakhialis.

2. Etiologi Flexus Brachialis Disorders


a. Trauma
Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa
maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka,
cedera iatrogenic.
b. Tumor
Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant
peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ; jinak
(desmoid, lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru).
c. Radiation-induced
Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan
sebanyak 1,8 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae dan
paru.

d. Entrapment
Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet
syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan dada yang kolaps
menyebabkan

thoracic

outlet

menyempit

sehingga

menekan

struktur

neurovaskuler. Adanya iga accessory atau jaringan fibrous juga berperan


menyempitkan thoracic outlet. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang
dapat menarik dinding dada ke depan (anterior dan inferior). Teori ini didukung
dengan hilangnya gejala setelah operasi mammoplasti reduksi. Implantasi
mammae juga dikatakan dapat menyebabkan cedera pleksus brakhialis karena
dapat nmeningkatkan tegangan dibawah otot dinding dada dan mengiritasi
jaringan neurovaskuler.
e. Idiopatik
Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang
jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik
adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 2 minggu dan
kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan
pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.
3. Patofisiologi
Saraf-saraf yang mencakup plexus brachial berjalan dibawah kulit leher dan
aksilla, sehingga rentan terhadap trauma. Ketika leher dan tangan terkena pada saat
trauma (misalnya pada kecelakaan mobil, motor, dan saat jatuh) maka saraf-saraf tersebut
tertarik dan robek satu sama lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka saraf dapat
tertarik keluar dari tempat asalnya yaitu medulla spinalis.
Apabila saraf tersebut sudah robek atau tertarik maka akan mengakibatkan
kelumpuhan dan kelemahan pada saraf. Selain itu juga dapat mengakibatkan oedema dan
perdarahan pada pangkal saraf. Akibatnya, ekstremitas atas akan sulit untuk digerakkan.
Oleh karena itu pada kasus injury flexus brachialis dilakukan operasi pembedahan.
.
4. Pemeriksaan Penunjang
Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat
sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera traumatik,
penggunaan X-foto dapat membantu menilai adanya dislokasi, subluksasi atau fraktur
yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut.

Pemeriksaan radiografi :
1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra servikal
2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau humerus
3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada kasus
paralisa saraf phrenicus.
Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus cedera
pleksus brakhialis traumatik yang berat. Narakas, melaporkan bahwa umumnya terdapat
trauma multipel pada kepala atau muskuloskletal lainnya. CT scan dapat digunakan untuk
menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak dapat dinilai oleh x-foto. Sedangkan
myelografi digunakan pada lesi supraklavikular berat, yang berguna untuk membedakan
lesi preganglionik dan postganglionik. Kombinasi CT dan myelografi lebih sensitif dan
akurat terutama untuk menilai lesi proksimal (avulsi radiks). MRI dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai jaringan ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus
brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak normal.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena
beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Penatalaksanaan suportif, dengan
berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek rehabilitasi dan
tindakan operasi, operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan umumnya
dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih dari 6 bulan
karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan perbaikan keseluruhan
tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah adalah mengembalikan fungsi
fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi ekstensi pergelangan tangan dan
fleksi jari-jari. 6,7
Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah :
1. Pembedahan primer
Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada
plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat ringan lesi.
Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf
Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan kembali
dengan teknik end-to-end atau nerve grafts
Nerve grafting : Bila gap antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin
dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial
antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior

Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada kasus


avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan : hypoglossal nerve,
spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long thoracic nerve dan
ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan bagian dari root yang masih
melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi.
Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf bersih dari
benda tajam.
2. Pembedahan sekunder
Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini tergantung saraf
yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfers, free muscle
transfers, joint fusions and rotational, wedge or sliding osteotomies.Perbaikan operatif
sekunder setelah 2-4 minggu secara umum direkomendasikan untuk cedera tumpul atau
cedera dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan
perbaikan primer atau grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis
satu saraf dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.

6. Asuhan Keperawatan Flexus Brachialis Disorders


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan
terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
menggunakan helm).
b. Keluhan utama
Nyeri akibat dari post operasi flexus brachialis
c. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
d. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan

penyakit

Paget

menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu,


klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut
dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga.

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor


predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
f. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Pre Operasi
B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami
gangguan
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka
B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem
ini.
B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus

biasanya normal, pola

defekasi tidak ada kelainan


B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.
2) Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat
general anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri
akibat pembedahan
B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul


a. Gangguan rasa nyaman nyeri
b. Resiko tinggi infeksi
c. Defisit personal hygiene

3. Intervensi Keperawatan

No
1.

Diangosa
Keperawat
an
Nyeri akut
b.d agen
injuri fisik

Tujuan (NOC)

Intervensi (NIC)

Setelah dilakukan asuhan Pain Management


keperawatan
selama
3x24 jam diharapkan 1 Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
nyeri pasien berkurang
karakteristik,

NOC :
Pain Level,
Pain control,

kualitas dan faktor presipitasi


Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan
Gunakan
teknik

komunikasi

terapeutik

mengetahui

Kriteria Hasil :

pengalaman nyeri pasien


Kaji kultur yang mempengaruhi

nyeri (tahu penyebab 5

respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa

Mampu

mengontrol
mampu

menggunakan tehnik 6

lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim

nonfarmakologi

kesehatan

untuk

mengurangi

ketidakefektifan kontrol nyeri masa

nyeri,

mencari

lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari dan menemukan dukungan


Kontrol lingkungan yang dapat

bantuan)
Melaporkan
nyeri

bahwa

berkurang

dengan menggunakan
3

manajemen nyeri
Mampu
mengenali
nyeri
intensitas,

untuk

nyeri,

frekuensi,

Comfort level

durasi,

lain

tentang

mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan,

pencahayaan

dan

kebisingan
9 Kurangi faktor presipitasi nyeri
(skala, 10 Pilih dan lakukan penanganan nyeri

frekuensi

(farmakologi, non farmakologi dan

dan tanda nyeri)


inter personal)
Menyatakan
rasa 11 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

nyaman setelah nyeri


5

berkurang
Tanda vital

dalam

rentang normal

menentukan intervensi
12 Ajarkan
tentang
teknik

non

farmakologi
13 Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15 Tingkatkan istirahat
16 Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri

2.

Resiko
infeksi b.d
penurunan
pertahanan
primer

tidak berhasil
Setelah dilakukan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)
keperawatan selama 3x
lingkungan
setelah
24 jam diharapakan 1 Bersihkan
dipakai pasien lain
infeksi terkontrol
2 Pertahankan teknik isolasi
NOC : Immune Status, 3 Batasi pengunjung bila perlu
Knowledge
:Infection 4 Instruksikan pada pengunjung untuk
control
mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan

Risk control
5

pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk

gejala 6

cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan

Kriteria Hasil :
1

Klien

bebas

tanda

dan

dari

infeksi
Mendeskripsikan
proses

penularan

penyakit, factor yang


mempengaruhi
penularan
3

serta

penatalaksanaannya,
Menunjukkan
kemampuan

untuk

mencegah timbulnya

sesudah tindakan kperawtan


Gunakan baju, sarung tangan

sebagai alat pelindung


Pertahankan lingkungan

selama pemasangan alat


Ganti letak IV perifer dan line

aseptik

central dan dressing sesuai dengan


petunjuk umum
10 Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan

infeksi

kandung

kencing
11 Tingktkan intake nutrisi
leukosit 12 Berikan terapi antibiotik bila perlu

infeksi
Jumlah

dalam batas normal


Menunjukkan

perilaku hidup sehat

Infection
Protection
terhadap infeksi)

(proteksi

Monitor tanda dan gejala infeksi

2
3
4
5

sistemik dan lokal


Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Partahankan teknik aspesis pada

6
7

pasien yang beresiko


Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area

epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase


9 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
10 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
11 Dorong masukan cairan
12 Dorong istirahat
13 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
14 Ajarkan pasien dan keluarga tanda,
gejala infeksi dan cara menghindari
3.

Deficit
personal
hyegene b.d
imobilitas
(nyeri
pembedaha
n)

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama
3x24 jam diharapakan
pasien menunjukkan
kebersihan diri

infeksi
Personal hyegene managemen
1

Kaji keterbatasan

perawatan diri
Berikan kenyamanan pada pasien
dengan membersihkan tubuh pasien

NOC :
Kowlwdge : disease
process, health Behavior
Kriteria Hasil :
1
2

Pasien bebas dari bau


Pasien tampak
menunjukkan

pasien dalam

(oral,tubuh,genital)
Ajarkan kepada pasien pentingnya

menjaga kebersihan diri


Ajarkan kepada keluarga pasien
dalam menjaga kebersihan pasien

kebersihan
Pasien nyaman

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
RUANG : RAJAWALI 1 B

No. RM : C594722

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan pada hari

I. IDENTITAS
a. Nama Klien
b. No Rekam Medis
c. Usia
d. Suku Bangsa
e. Agama

: Senin, 26-09-2016, jam : 18.30 WIB

: Tn. B
: C594722
: 25 tahun
: Jawa
: Islam

f.
g.
h.
i.
j.

Status Perkawinan
Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Alamat
Diagnosa Medis

: Belum Kawin
: Nelayan
: SD
: Brebes
: Brachial Plexus Disorders

II. PENANGGUNG JAWAB PASIEN


a. Nama Penanggung Jawab : Ny. M
b. Usia
: 80 tahun
c. Suku Bangsa
: Jawa
d. Agama
: Islam
e. Hubungan dengan Klien
: Ibh
f. Pekerjaan
: Petani
g. Alamat
: Brebes

III.

RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
: Pasien mengatakan nyeri pada bagian post op lengan atas kiri
2. Riwayat Keperawatan Sekarang :
Tiga bulan yang lalu klien mengalami kecelakaan yaitu menabrak dinding.
Kemudian klien terjatuh dengan kepala terbentur dan klien tidak sadarkan diri.
Kemudian klien di bawa ke RSUD Brebes dan koma selama 3 hari. Klien dicurigai
mengalami fraktur kemudian klien dilakukakn operasi orif clavikula di RSUD Brebes.
Setelah di operasi klien mengatakan tangan kirinya tidak bisa digerakkan kemudian klien
di bawa ke RS Pealongan. Karena di RS Pekalongan tidak ada dokter tulang maka klien
di rujuk di RS DR Kariadi. Klien merasa lengan kiri tidak bisa digerakkan. Kemudian
klien di lakukan tindakan operasi yaitu neurotisasi yang pertama pada lengan kiri atas.
Operasi neurotisasi dilakukan pada tanggal 22 September 2016.
3. Riwayat Keperawatan Dahulu
:
klien mengatakan belum pernah kecelakaan sebelumnya. Klien amengatakan
tidak pernah mempunyai riwayat penyakit tekanan darah tinggi, kencing manis, atau
penyakit menular seperti TBC atau penyakit lain yang menyebabkan harus Masuk rumah
sakit.
4. Riwayat Keperawatan Keluarga :
Keluarga klien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan penyakit yang
diderita klien saat ini. Keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit menurun dan
menular .
PENGKAJIAN FISIK DAN POLA FUNGSIONAL

5. KESADARAN, AFEKTIF, KOGNITIF


1. Skala Koma Glasgow
Motorik
:1
Verbal
:1
Reaksi membuka mata
:1
2.

v Komposmentis

apatis

2
2
2

3
3
3

4
4
4

somnolen

soporokoma
3. Gangguan orientasi : tidak

5
5

spoor

koma

6. TORAKS-KARDIO-RESPIRATORI
a. Tanda-tanda vital :
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
TD
: 120/80 mmHg
S
: 36,8 oC
b. Batuk
: tidak, pernah merokok
c. Jenis pernafasan : teratur
Paru
Inspeksi : Jejas (-), dada tampak simetris,
Palpasi
: Gerakan dinding dada tertinggal (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor.
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung Inspeksi

: IC tidak terlihat.

Palpasi

: ictus cordis teraba pada intercosta 4

Perkusi

: pekak

Auskultasi

: reguler

Abdomen Inspeksi

: Perut datar, scar (-), jejas (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba,

Perkusi

: timpani

7. POLA NUTRISI DAN CAIRAN


a. Sebelum masuk RS : TB = 170 cm, BB = 60 kg
b. Keadaan sekarang : TB = 170 cm, BB = 60 kg
1) Keluhan : tidak ada, nafsu makan : baik
2) Kuantitas konsumsi makan : 3 x sehari
3) Jenis lauk : sesuai dengan yang disajikan RS
4) Kuantitas minum perhari : 1000 ml
5) Kebiasaan yang kurang baik untuk kesehatan : jarang olahraga
6) Makanan pantang : tidak ada
7) Alergi makanan/bahan makanan/obat/zat kimia : tidak ada
8. ELIMINASI
Keluhan : tidak ada keluhan
Buang Air Besar (BAB) selama sakit
a. Frekuensi : 1 x/hari, bau : khas
b. Konsistensi : lunak
c. Warna : kuning
Buang Air Besar sebelum sakit
d.
e.
f.
g.

Frekuensi : 1 x/hari, bau : khas


Konsistensi : lunak
Warna : kuning
Kebiasaan menggunakan pencahar : tidak

Buang Air Kecil selama sakit (BAK)


h.
i.
j.
k.

Keluhan : tidak ada


Kateter uretra : tidak
Frekuensi : 6 x/hari, warna : bening
Jumlah kencing selama 24 jam : 1400 cc

Buang Air Kecil sebelum sakit (BAK)


l.
m.
n.
o.

Keluhan : tidak ada


Kateter uretra : tidak
Frekuensi : 6 x/hari, warna : bening
Jumlah kencing selama 24 jam : 1400 cc

Pernah operasi saluran kencing? Tidak


9. INTEGRITAS KULIT
a. Penampilan : bersih

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kondisi kulit : utuh


Luka : luka operasi
Lokasi luka pada : lengan kiri atas
Eksudat : tidak ada nanah
Turgor kulit : cukup
Rambut : normal

10. KEMAMPUAN MOBILISAI DAN KONDISI MUSKULO-SKELETAL


a. Keluhan : sulit berjalan, kaki kiri sakit untuk berjalan dan lengan kiri atas sulit untuk
b.
c.
d.
e.
f.
g.

digerakkan.
Keadaan tulang : ada diskontinyuitas
Lokasi diskontinyuitas : flexus brachialis
Tangan dominan : kanan
Gaya berjalan : memerlukan alat bantu/dibantu, kaki kiri sakit digerakkan
Bahu : simetris
Bentuk tulang belakang : normal

11. AKTIVITAS, ISTIRAHAT DAN TIDUR


a. Jenis aktivitas dengan fisik ketika belum sakit : sedang
b. Kondisi kuku : bersih
c. Kemampuan merawat diri :
Gosok gigi : mandiri
Mandi : disibin keluarga
Berpakaian : dibantu sebagian
12. SENSORI DAN MOTOR
a. Keluhan mata : tidak ada
b. Pendengaran : tidak ada gangguan dan kondisi bersih
c. Penghidungan/pembauan : tidak ada gangguan
d. Gangguan sensori raba/taktil : tidak ada
e. Gangguan sensori nyeri : ada paha
f. Kekuatan otot
Ekstremitas kanan atas
:5
4
3
Ekstremitas kiri atas
:5
4
3
Ekstremitas bawah kiri
:5
4
3
Ekstremitas bawah kanan
:5
4
3
13. PERILAKU DAN HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA
a. Tempat tinggal : di rumah orang tua
b. Sikap : kooperatif
c. Hubungan dalam keluarga : baik
d. Hubungan social masyarakat : baik
14. EKONOMI
a. Tempat tinggal : rumah orang tua

2
2
2
2

1
1
1
1

0
0
0
0

b.
c.
d.
e.
f.

Status domisili : penduduk tetap


Kondisi bangunan rumah tinggal : permanen
Sumber air minum : PAM
MCK : kamar mandi
Jumlah anggota keluarga : 5 orang

15. PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT, PENATALAKSANAAN DAN


HARAPANNYA
a. Pengelolaan kesehatan bila ada anggota keluarga atau diri sendiri menderita sakit :
diobati sendiri, dokter pribadi, rumah sakit
b. Pengetahuan tentang penggunaan obat, dosis, dan efek samping obat : jelas
16. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium : 17 September 2016
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCHC
MCV
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu
Creatinine
Ureum
ELEKTROLIT
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah

Hasil

Satuan

Nilai normal

15,3
46,1
5,9
25,9
32,2
78,1
6,8
250
12,4
9,4

g/dL
%
10^6/ ul
pg
g/dL
fl
10^3/ul
10^3/ul
%
fl

12-16
35-47
4,4-5,9
27-32
29-36
76-96
3,6-11
150-400
11,6-14,8
4-11

80
0,7
32

Mg/dL
mg/dL
mg/dL

60-140
0,9-1,3
<50

140
4,0
103

mmol
mmol
mmol

136-145
3,3-5,1
98-106

HASIL LAB PATOLOGI KINIK


Pemeriksaan

Waktu

Satuan

Rujukan

Koagulasi
Plasma
Prothrombin
PPT kontrol
Partial
Tromboplastin
Time
(PPTK)
Thromboplastin
APTT kontrol

Waktu prothrombin detik


10,7
detik
11,1

9,4-11,3
27,7-40,2

detik

36,7

detik

33,9

Hasil Radiology : 7 September 2016


Foto Thorax PA
Kesan : ada fraktur pada lengan kiri atas
17. PROGRAM TERAPI
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
Injeksi Ketorolac
30 mg/ 8 jam
Infus RL
20 tpm
DAFTAR MASALAH
N

Tanggal/

O
1.

Jam
26

Data Fokus

Diagnosa

Keperawatan
DS : - klien mengatakan nyeri Nyeri
akut

September

pada bagian post op h4 berhubungan

2016

lengan kiri atas

18.30

P : nyeri disebabkan oleh


luka post op
Q : nyeri seperti tertusuk
jarum
R : nyeri didaerah lengan kiri
atas
S : Skala nyeri 4
T : nyeri datang sewaktu-

dengan

agen

cidera biologis

Ttd

waktu
DO :

Adanya balutan luka

pada lengan kiri atas


Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
TD : 120/80 mm/Hg
Suhu : 36,80C

26

DS : klien mengatakan

Gangguan

September

tangannya sebelah kiri belum

mobilisasi

2016

bisa digerakkan dan untuk

berhubungan

18.30

berjalan kaki sebelah kiri

dengan

terasa sakit.

penurunan

DO : Klien dibantu keluarga

kekuatan otot

fisik

dalam memenuhi ADL


Skrining fungsional
Total skor : 89 (ketergantungan
ringan)
3

26

DS : klien mengatakan belum Defisit perawatan

September

mampu untuk ke toilet karena diri berhubungan

2016

kaki kiri sakit apabila buat dengan kerusakan

18.30

berjalan
DO :

Ketidakmampuan untuk

mandi
Ketidakmampuan untuk
toiletting

muskuloskeletal

INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanggal/
Tujuan dan Kriteria Hasil
diagnosa
Setelah dilakukan tindakan
Nyeri
akut keperawatan selama 3x24 jam.
berhubungan

Pasien tidak mengalami nyeri,

agen dengan kriteria hasil:


cidera biologis mampu mengontrol nyeri
( 26 September

mampu

2016

teknik

19.00 )

untuk mengurngi nyeri)


melaporkan bahwa nyeri

menggunakan

dengan

lokasi

dan

termasuk

intensitas (skala 0-10)


Ajarkan tentang teknik non
relaksasi, distraksi
Berikan
analgetik

untuk

mengurangi nyeri : ketorolac


30 mg/8 jam IV
Pantau TTV

menggunakan manajemen

nyeri/ketidaknyamanan,

farmakologi : napas dalam,

nonfarmakologi

berkurang

keluhan

karakteristik,

nyeri,

penyebab

Paraf

Evaluasi
perhatikan

dengan

(tahu

Intervensi

nyeri
mampu mengenali nyeri
(skla, intensitas, frekuensi

dan tanda nyeri)


menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang


tanda vital dalam rentang

normal
tidak mengalami gangguan
tidur

Gangguan

Setelah

dilakukan

tindakan

mobilisasi fisik keperawatan selama 3x24 jam


mampu

Kaji

kemampuan

dalam mobilisasi
Ajarkan
klien

pasien
untuk

berhubungan

diharapkan

klien

dengan

melakukan

aktivitas

fisik

melakukan gerak aktif pada

penurunan

sesuai dengan kemampuannya

kekuatan otot

dengan kriteria hasil :


Mampu
melakukan

ekstremitas yang tidak sakit


Monitoring
vital
signs

( 26 September

perpindahan

sebelum/sesudah latihan dan


lihat respon klien saat latihan

2016

Mengerti

peningkatan mobilisasi
Meminta bantuan untuk

19.00 )

tujuan

dari

aktifitas mobilisasi
Tidak terjadi kontraktur

Defisit

Setelah

dilakukan

tindakan

Monitor

kemampuan

klien

perawatan diri keperawatan selama 3x24 jam

untuk perawatan diri yang

berhubungan

diharapkan defisit perawatan

dengan

diri teratasi dengan kriteria

mandiri
Monitor

kebutuhan

klien

kerusakan

hasil :
Menyatakan

untuk

alat-alat

bantu

muskuloskeleta
l

( 26 September
2016
19.00 )

kenyamanan

kebersihan diri, berpakaian,

terhadapkemampuan untuk

berhias, toiletting dan makan


Sediakan bantuan sampai

melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLs
dengan bantuan

klien mampu secara utuh


untuk melakukan perawatan

diri
Dorong

klien

untuk

melakukan aktivitas seharihari

yang

normal

sesuai

kemampuan yang dimiliki

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa

Tanggal/

Tindakan Keperawatan

Keperawatan
Jam
Nyeri
akut 26 September a. Mengkaji tingkat
berhubungan
dengan

agen

2016
Pukul 15.00

Respon
a. P : nyeri

nyeri yang

disebabkan oleh

komprehensif

luka post op h4

cidera biologis

lengan kiri atas


Q : nyeri seperti
tertusuk jarum
R : nyeri
didaerah sekitar
lengan kiri atas
15.30

S : Skala nyeri 4
T : nyeri datang
sewaktu-waktu

27 September b. Memonitor TTV

b. Nadi: 80x/menit
Pernafasan:
20x/menit
TD: 130/90

2016
15.30

mm/Hg
Suhu :36,60c
16.35
c. Skala nyeri 3
d. Klien mampu
c. Memonitor skala
16.35

nyeri

mendemonstrasi
kan teknik
relaksasi nafas
dalam dengan

Ttd

d. Mengajarkan tehnik
relaksasi nafas dalam

bantuan.
e. Klien dan
keluarga
memahami

20.00

tentang factor
penyebab nyeri

28 September
2016
15.30

e. Menginformasikan
kepada klien dan

16.00

klien.
f. Obat masuk dan

keluarga tentang
15.40

yang diderita

factor yang

tidak ada tanda-

menyebabkan nyeri

tanda alergi

meningkat

g. P : nyeri
disebabkan oleh
f. Melakukan kolaborasi
pemberian

obat

luka post op
lengan kiri atas

analgetik ( ketorolac

Q : nyeri seperti

30 gram) setiap 8 jam

tertusuk jarum

g. Mengkaji tingkat

R : nyeri

nyeri yang

didaerah sekitar

komprehensif

lengan kiri atas


S : Skala nyeri 3
T : nyeri datang

h. Mengajarkan tehnik
relaksasi nafas dalam

sewaktu-waktu
h. Klien mampu
mendemonstrasi
kan teknik

i. Memonitor TTV

relaksasi nafas
dalam
i. Nadi: 85x/menit

Pernafasan:
22x/menit
TD: 120/90
mm/Hg
Suhu :36,50c

Gangguan
mobilisasi
berhubungan

26 September
fisik 2016
Pukul 16.00

a. Kaji kemampuan
klien dalam

mengatakan

mobilisasi

lengan kiri atas

dengan

sulit

penurunan
kekuatan otot

a. Klien

16.05

27 September
2016
16.10

b. Ajarkan dan
dukung pasien

mampu

dalam latihan

melakukan

ROM aktif dan

latihan

pasif.

aktif

c. Latih klien dalam


pemenuhan
kebutuhan ADL
secara mandiri
sesuai

16.20

digerakkan
b. Klien mau dan

kemampuan

ROM
dengan

sendiri

dan

ROM

pasif

dengan
bantuan
c. Klien mampu
melakukan
ADL

dengan

bantuan
d. Ajarkan dan
dukung pasien

keluarga
d. Klien mau dan

dalam latihan

mampu

28 September

ROM aktif dan

melakukan

2016
15.30

pasif.

latihan
aktif

ROM
dengan

15.45

e. Kaji kemampuan
klien dalam
mobilisasi

sendiri

dan

ROM

pasif

dengan
bantuan
e. Klien
mengatakan

f. Ajarkan dan
dukung pasien
dalam latihan
ROM aktif dan
pasif.

lengan

kiri

masih

kaku

dan sakit untuk


digerakkan
f. Klien mau dan
mampu
melakukan
latihan
aktif

ROM
dengan

sendiri

dan

ROM

pasif

dengan
bantuan
Defisit perawatan 26 September
diri berhubungan 2016
15. 30
dengan kerusakan
muskuloskeletal

15.35

a. Memonitor

keluarga

untuk melaukan

mandi

perawatan diri
b. Mendorong klien
aktivitas sehari-

2016
15.40

disibin

kemampuan klien

untuk melakukan

27 September

a. Klien

hari yang normal

b. Klien

saat

dapat

makan

dan

minum sendiri
di tempat tidur

sesuai
kemampuan yang
dimiiki
c. Mengajarkan

c. Klien

mau

berusaha untuk
melakukan

15.50

klien atau

aktivitas

keluarga untuk

secara mandiri

mendorong

misalnya

kemandirian dan

makan, minum

memberikan

dan duduk

bantuan hanya
jika pasien tidak
28 September
2016
15.30

mampu
melakukannya

disibin

keluarga

saat

mandi
d. Memonitor
kemampuan klien

16.00

d. Klien

untuk melaukan
perawatan diri

e. Klien

bisa

berpakaian
sendiri dengan
bantuan

e. Memonitor
kemampuan klien
untuk melaukan
perawatan diri
f. Mengajarkan

keluarga
f. Klien
mau
berusaha untuk
melakukan
aktivitas

klien atau

secara mandiri

keluarga untuk

misalnya

mendorong

makan,

kemandirian dan

minum, duduk

memberikan

dan

bantuan hanya

rambut

jika pasien tidak


mampu
melakukannya

menyisir

CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/Jam
Dx Kep.
26 September 2016
17.00 WIB

Nyeri akut
berhubungan
dengan agen

26 September 2016
17.00

26 September 2016
17.00 WIB

cidera biologis
Gangguan

Subyektif, Obyektif, Assesmnet, Planning


( S O A P)
S : klien mengatakan nyeri berkurang setelah
relaksasi nafas dalam. Skala nyeri 4
O : klien dapat tidur
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan semua Intervensi
S : klien mengatakan lengan kiri atas sakit jika

mobilisasi fisik digerakkan


O : klien selalu menggunakan tangan kanan
berhubungan
ketika melakukan ADLs dan dengan bantuan
dengan
keluarga
penurunan
A : masalah belum teratasi
kekuatan otot
P : lanjutkan semua intervensi
Defisit

S : klien mengatakan dalam melakukan ADLs

perawatan diri

dibantu oleh keluarga


O : klien menggunakan pispot untuk BAK
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan semua Intervensi

berhubungan
dengan
kerusakan
muskuloskeleta
27 September 2016
19.00 WIB

l
Nyeri akut

S : klien mengatakan nyeri berkurang setelah

berhubungan

minum obat dan relaksasi napas dalam. Skala

dengan agen

nyeri menjadi 3
O : klien tidak meringis ketika mau duduk
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan semua Intervensi
S : klien mengatakan lengan kiri atas sakit jika

cidera biologis
27 September 2016
19.00

Gangguan

mobilisasi fisik digerakkan


O : klien selalu menggunakan tangan kanan
berhubungan
ketika melakukan ADLs
dengan
A : masalah belum teratasi
penurunan
P : lanjutkan semua intervensi
kekuatan otot

Nama
Perawat

27 September 2016
19.00 WIB

Defisit

S : klien mengatakan dalam melakukan ADLs

perawatan diri

dibantu oleh keluarga


O : klien bisa memakai baju dengan bantuan

berhubungan

keluarga daan menyisir rambut sendiri


A : masalah belum teratasi

dengan
kerusakan

P : lanjutkan semua Intervensi

muskuloskeleta
28 September 2016

l
Nyeri

Pukul 17.00

berhubungan
dengan

akut S : klien mengatakan nyeri berkurang. Skala


agen

cidera biologis

nyeri menjadi 3
O : klien tampak segar, klien dapat tidur
dengan nyenyak
A : masalah belum teratasi
P : Pertahankan Intervensi
S : klien mengatakan lengan kiri atas sakit jika

28 September 2016

Gangguan

Pukul 17.00

mobilisasi fisik digerakkan


O : klien selalu menggunakan tangan kanan
berhubungan
ketika melakukan ADLs
dengan
A : masalah belum teratasi
penurunan
P : lanjutkan semua intervensi
kekuatan otot

28 September 2016

Defisit

Pukul 17.00

perawatan diri melakukan ADLs


O : klien dapat ke toilet untuk BAB dengan
berhubungan
bantuan keluarga
dengan
A : masalah teratasi sebagian
kerusakan
P : lanjutkan semua Intervensi
muskuloskeleta
l

S : klien mengatakan sudah meningkat dalam

BAB IV
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Pada pembahasan ini, akan dibahas tentang Flexus Brachialis Disorders dan diagnosa
keperawatan yang muncul akibat Flexus Brachialis Disorders post neurotisasi. Lesi pleksus
brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk pleksus
brakhialis, mulai dari radiks saraf hingga saraf terminal. Keadaan ini dapat menimbulkan
gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada ekstremitas atas. Istilah lain yang
sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis atau pleksopati brakhialis.
Pembedahan Neurotisasi yaitu menggunakan bagian dari root yang masih melekat
pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi. Saraf donor yang dapat digunakan :
hypoglossal nerve, spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long thoracic
nerve dan ipsilateral C7 nerve. Diagnosa yang sering muncul yaitu nyeri, gangguan
mobilisasi dan defisit perawatan diri.
Gangguan mobilisai pada Tn.B berhubungan dengan kerusakan flexus brachialis yang
menyebabkan kelemahan otot dan oedema, dan nyeri yang dialami Tn. B berhubungan
dengan post neurotisasi pada lengan kiri atas. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26
September 2016. Tn. B mengeluh jika lengan kiri sulit digerakkan dan nyeri. Tn. B
mengatakan jika nyerinya seperti tertusuk. Pada kasus ini, gangguan mobilisasi fisik dan
nyeri yang timbul di akibatkan karena post neurotisasi flexus brachialis. Gangguan mobilisasi
fisik dapat dikurangi dengan mengajarkan gerak aktif/ROM aktif pada anggota gerak yang
tidak sakit dan rom pasif pada anggota gerak yang sakit supaya otot-otot kita tetap bekerja
normal dan tidak kaku.
B. Simpulan dan Saran
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. B dengan flexus brachialis disorders selama
3 hari, saya banyak menemukan hal-hal yang bermanfaat dan menumbuhkan wawasan bagi
diri saya untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Maka sebagai langkah
terakhir dalam pembuatan laporan kasus ini, saya memberikan kesimpulan dan saran yang
kiranya dapat bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Kesimpulan :
a. Dari pengertian yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa lesi pleksus brakhialis
adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang membentuk pleksus brakhialis,
mulai dari radiks saraf hingga saraf terminal. Keadaan ini dapat menimbulkan
gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada ekstremitas atas. Istilah lain yang
sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis atau pleksopati brakhialis.
b. Dalam melakukan pengkajian, saya melakukan wawancara kepada klien dan keluarga,
membaca buku status klien, juga dengan pemeriksaan fisik langsung kepada klien, serta
mencari informasi tentang klien kepada para perawat Ruang Rajawali I B, sehingga dapat
diperoleh data yang sesuai dengan keadaan klien dan dapat mempermudah dalam
merencanakan tindakan keperawatan.
c. Dari hasil pengkajian yang saya lakukan pada kasus Tn. B dengan POST NEUROTISASI
FLEXUS BRACHIALIS didapatkan masalah keperawatan yaitu : nyeri akut, gangguan
mobilisasi dan defisit perawatan diri.
d. Dari hasil analisa data yang didapatkan dari hasil pengkajian oleh saya pada kasus Tn. B
dengan gangguan mobilitas fisik ,nyeri dan defisit perawatan diri karena flexus brachial
disorders saya sudah merencanakan beberapa rencana tindakan keperawatan.
e. Dalam melakukan tindakan keperawatan kepada klien, saya berusaha membina hubungan
baik dengan komunikasi teraupetik dengan keluarga klien sehingga lebih memudahkan
dalam pelaksanaan rencana tindakan.
f. Langkah terakhir berupa evaluasi tindakan yang telah saya lakukan secara optimal.
evaluasi saya lakukan pada tanggal 28 September 2016 dan masalah keperawatan ada
yang sudah teratasi dan ada yang tertasi sebagaian.
Saran :
Sehubungan dengan masalah-masalah yang ditemukan selama pemberian asuhan
keperawatan dan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan agar lebih baik lagi, saya
memberikan saran sebagai berikut :
a. Dalam melakukan pengumpulan data atau pengkajian kepada klien sebaiknya dilakukan
secara menyeluruh dan lengkap, agar dalam penyusunan diagnosa menyeluruh tidak
hanya didasarkan pada penyakit saja tetapi juga pada kebutuhan dasar manusianya.

b. Sebaiknya dalam pemberian asuhan keperawatan seluruh diagnosa harus diatasi, tidak
hanya mengatasi masalah yang actual saja tetapi masalah potensial atau diagnose
prioritas yang lain harus diatasi.
c. Dalam proses asuhan keperawatan saat melaksanakan implementasi keperawatan
sebaiknya klien dan keluarga diberitahu maksud dan tujuan dari tindakan agar klien dan
keluarga tidak bertanya-tanya.
d. Dalam penulisan dokumentasi keperawatan terutama pada lembar perkembangan
diharapkan evaluasi ditulis sesuai dengan respon klien saat tindakan agar pembaca lebih
mudah mengerti dalam memahami perkembangan klien
e. Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien diharapkan disesuaikan dengan
rencana keperawatan yang telah dibuat.

DAFTAR PUSTAKA
Bhandari, P., et al., 2008. Current trends in the management of brachial plexus injuries. Indian
Journal of Neurotrauma. 5(1): p. 21-5.
Dorsi, M., W. Hsu, and A. 2010. Belzberg, pidemiology of brachial plexus injury in the
pediatric multitrauma population in the United States. Journal of Neurosurgery. p. 5.
Foster, M., 2011.Traumatic Brachial Plexus Injuries. Emedicine. p. 1-4.
Nurarif, Amin Huda Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NICNOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
Solomon L, Warwick DJ, Selvadurai N. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures.
United of Kingdom: Hodder Arnold.
Wood, M. and P. 2006. Murray, Current Concepts in the Surgical Management of Brachial
Plexus Injuries. www. DCMSonline.org. p. 31-4.

Anda mungkin juga menyukai