Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI


SIROSIS HEPATIS

Di susun Oleh :
CHRISTIYANTY
P2002009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus degeneratif.
Lebih dari 40% pasien sirosis hepatis asimptomatik dan sering ditemukan
pada waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).
Beberapa faktor penyebab sirosis hepatis di Indonesia terutama akibat infeksi
virus hepatitis B dan C, Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa
virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40%-50% dan virus hepatitis C
30%- 40%, sedangkan 10%-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol
sebagai penyebab sirosis hepatis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil
sekali karena belum ada data penelitian yang pasti. Skor Child Turcotte Pugh
digunakan untuk menilai tingkat keparahan (Child A, Child B, Child C) dari
sirosis hepatis. Sistem ini juga sebagai penentu prognosis dan lebih sering
digunakan pada pasien dengan transplantasi hati (Nurdjannah, 2009). Skor
Child Turcotte Pugh merupakan modifikasi dari Skor Child Turcotte Pugh,
dapat menilai kondisi umum pasien sirosis hepatis dan menilai perubahan
multiorgan yang disebabkan oleh sirosis hepatis (Kurniawan, 2014).
Perjalanan penyakit sirosis hepatis lambat, asimtomatis dan seringkali
tidak dicurigai sampai munculnya komplikasi penyakit hati yang lain. Secara
klinis sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yaitu belum
ada gejala klinis yang nyata dan dekompensata apabila telah tampak gejala
klinis yang nyata. Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya
sudah dalam stadium dekompensata dengan berbagai komplikasi (Nurdjanah,
2014). Diagnosis sirosis hepatis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis utama dan
lanjut dari sirosis hepatis ini terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis, yaitu
gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal sel hati mencakup
ikterus, gangguan endokrin, gangguan hematologik, edema perifer, fetor
hepatikum, dan ensefalopati hepatik, sedangkan manifestasi yang berkaitan
dengan hipertensi portal yaitu splenomegali, varises esofagus dan lambung,
serta manifestasi sirkulasi kolateral lain (Lindseth, 2013).
B. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai sirosis
hepatis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi sirosis hepatis.
b. Untuk mengetahui klasifikasi sirosis hepatis.
c. Untuk mengetahui etiologi sirosis hepatis
d. Untuk mengetahui patofisiologi sirosis hepatis
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis sirosis hepatis
f. Untuk mengetahui WOC sirosis hepatis.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari sirosis hepatis.
h. Untuk mengetahui komplikasi dari sirosis hepatis.
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari sirosis hepatis.
j. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari sirosis hepatis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi susunan
hati nomal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati
yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal.
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian
jaringan hati dermal dengan fibrosis yang menyebar dan mengganggu struktur
dan fungsi hati. Sirosis atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis
yaitu alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholik kronis, jenis sirosis
yang paling umum; pasca nekrotik, akibat hepatis virus akut sebelumnya; dan
biliter, akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (Smeltzer, 2013).
B. Klasifikasi
Klasifikasi sirosis berdasarkan morfologinya meliputi:
1. Sirosis mikronodular, yaitu nodul-nodul yang berdiameter kurang dari 3
mm. Penyebabnya meliputi alkohol, hemokromatosis, obstruksi biliaris,
obstruksi aliran vena hepatik, jejunoileal bypass, dan Indian childhood
cirrhosis (ICC).
2. Sirosis makronodular, yaitu nodul-nodul yang berdiameter lebih dari 3
mm. Penyebabnya meliputi hepatis C kronis, hepatitis B kronis,
defisiensi alfa-1 antitripsin, dan sirosis biliaris primer.
3. Sirosis campuran, merupakan gabungan sirosis mikronodular dan
makronodular. Sirosis mikronodular sering berevolusi menjadi sirosis
makronodular.
Berdasarkan fungsional, sirosis terbagi menjadi:
1. Sirosis kompensasi, yaitu hati mengalami kerusakan akan tetapi masih
dapat melakukan banyak fungsi tubuh yang penting. Kebanyakan
penderita sirosis kompensasi mengalami sedikit gejala atau bahkan tanpa
gejala dan dapat hidup selama bertahun-tahun tanpa komplikasi serius.
2. Sirosis dekompensasi, yaitu hati mengalami kerusakan yang parah secara
luas dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Penderita sirosis
dekompensasi mengalami berbagai macam etiologi dan komplikasi serius
yang dapat mengancam jiwa.
C. Etiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang menjadi penyabab sirosisi seperti
defisiendi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakakn hati pada sirosis, namun asupan alkohol berlebihan merupakan
faktor penyebab utama pada perlemakan hati. Namun, sirosis juga bisa terjadi
pada individu yang tidak memiiki kebiasaan minum-minuman keras dan pada
individu yang diatnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Menurut Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (2013), di negara
berkembang, penyebab utama sirosisi hati adalah virus heptitis B dan C,
selain itu konsumsi alkohol dan autoimun juga mempengaruhi terjadinya
sirosis hati. Penyakit perlemakan hati nan alkoholik (non alcoholic
steatohepatitis NASH, yang lemaknya dalam hepatosit (sel-sel hati) dapat
menyebabkan komplikasi berupa perdarahan atau inflamasi hati atau fibrosis
juga dapat menyebabkan terjadinya sirosisi kriptogenik (penyebab tidak
diketahui pasti).
D. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi
kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya
berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa
dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam
ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal
demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
E. Manifestasi Klinis
Perubahan-perubahan patologis pada sirosis berkembang lambat dan bersifat
laten. Selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran
secara bertahap. Didapatkan tanda dan gejala (Nuari, 2015), sebagai berikut :
1. Gejala dini yang samar dan non spesifik seperti kelelahan, anoreksia,
dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defeksi (konstipasi/diare),
berat badan menurun.
2. Mual dan muntah pada pagi hari

3. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium

4. Hati keras dan teraba

5. Manifestasi gagal hepatoseluler, meliputi :

a. Ikterus

Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensase disertai


gangguan reversibel fungsi hati. Pada penderita, terkadang urine
akan berwarna kecoklatan atau lebih tua.
b. Edema

Merupakan gejala lanjut pada sirosis hepatis. Konsentrasi albumin


plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
F. WOC
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Diyono dan mulyanti (2013) pada pemeriksaan laboratorium akan
ditemukan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom, normositer, hipokrom
monositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat
hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolestrol
darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
Kenaikan kadar enzim transaminase atau SGOT, SGPT, bukan
merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim
hati. Kenaikan nya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel
yang mengalami kerusakan.
Uji faal hepar
1) Bilirubin menningkat (Normal: 0,2-1,4 gr%).
2) SGOT meningkat (Normal: 10-40 u/c).
3) SGPT meningkat (Normal: 5-35 u/c).
4) Protein total menurun (Normal: 6,6-8 gr/dl).
b. Albumin
Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel
hati yang berkurang. Penuruanan kadar albumin dan peningkatan
kadar globulin merupaka tanda kurangnya daya tahan hati dalam
menghadapi stress.
c. Pemeriksaan CHE (Kolinesterase)
Penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan hatikadar CHE
akan menurun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju normal
, nilai CHE yang bertahan dibawah normal, mmpunyai prognosis
yang jelek.
d. Pemeriksaan kadar Elektrolit penting dalam penggunaan diuretik
dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal enselopati, kadar Na
500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
2. USG
Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada
tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar
USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian
hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
3. CT (chomputed tomography)
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic
serta obstruksi aliran tersebut.
4. MRI
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic
serta obstruksi aliran tersebut.
5. Analisa gas darah

Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan

a. Albumin (nilai normal: 4 – 5,5 mg/100ml)

b. Transferi (nilai normal: 170 -25 mg/100ml)

c. Hemoglobin (nilai normal: 12 mg%)

d. BUN (nilai normal: 10 – 20 mg/100ml)

e. Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (nilai normal: laki-laki: 0,6- 1,3


mg/100 ml, wanita: 0,5-1,0 mg/100ml).
F. Komplikasi
Menurut perhimpunan peneliti hati indonesia (2013) komplikasi dari sirosis
hepatis adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan saluran cerna

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling


berbahaya pasa sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang
merupakan penyebab dari sepertiga kematian. Penyebab lain
perdarahan adalah tukak lambung dan duodenum ( pada sirosis,
insedensi gangguan ini meningkat), erosi lambung akut, dan
kecenderungan perdarahan (akibat masa protombin yang memanjang
dan trombositopeni). Penderita datang dengan melena atau
hemetemesis.
2. Asites

Asites adalah penimbunan cairan dan infeksi dari cairan di perut


(peritonitis bacterial spontan).
3. Pembesaran pembuluh darah (varises) di perut, kerongkongan, dan
ususu yang mudah berdarah.
4. Kanker hati (hepatocellular carcinoma).

5. Gangguan paru akibat sirosis (sindrom hepatopulmonae).

6. Gagal ginjal akibat sirosisi (sindrom hepatopulmonae).

7. Gangguan mental seperti kebingungan sampai perubahan tingkat


kesadaran, dan koma (hepatic encephalopathy).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis

Menurut Nuari (2015) penatalaksaan medis dari pasien sirosisi hepatis,


yaitu:
a. Terapi mencakup antasid, suplemen vitamin dan nutrisi, diet
eimbang, diuretik, hhindari alkohol,
b. Kolkisin dapat memperlambat keinstasan pada pasien dengan
sirosisi rinangan sampai sedang.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada penderita sirosis hepatis adalah istirahat,
perbaikan status nutrisi, perawatan kulit, serta pendidikan pasien dan
pertimbangan perawatan dirumah (Nuari, 2015).
a. Istirahat
Istirahat sangat dianjurkan pada penderita sirosis, sehingga akan
mengurangi kebutugan dala hati dan meningkatkan suplai darah.
Karena pasien rentan terhadap bahaya immobilitas, berbagai upaya
perlu dilakukan untuk mencegah gangguan pernafasan, sirkulasi
dan vaskuler. Posisi pasien di tempat tidur perlu diatur untuk
mencapai status pernafasan yang efisien. Aktivitas dan olahraga
ringan di samping istirahat harus direncanakan.
b. Perbaikan status nutrisi
Penderita sirosis yang tidak mengalami asites atau edema dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda koma harus mendapatkan diet yang
bergizi dan tinggi protein dengan penambahan vitamin B
kompleks. Dala hal ini pasien sebaiknya makan sedikit tapi sering
daripada makan 3 kali sehari dalam porsi besar, karena adanya
tekanan abdominal yang ditimbulkan oleh asites.
Pasien dengan feses berlemak (steatorea) harus mendapatkan
vitamin larut lemak, yaitu vitamin A,D, dan E. Diet rendah protein
dapat diberikan untuk sementara jika tidak terdapat encefalopati
hepatik.asupan kalori yang tinggi harus dipertahankan dan
suplemen vitamin mineral perlu diberikan.

c. Perawatan kulit

Perawatan kulit yang perlu dilakukan sehubungan dengan adanya


edema subkutan, immobilitas pasien, ikterus, dan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi serta luka pada kulit. Penggunaan
sabun yang iritatif dan plester harus dihindari untuk mencegah
trauma kulit.
d. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
Instruksi diet perlu diberitahukan pada pasien dan keluarga.
Intruksi yang paling penting adalah menghilangkan alkohol dari
diet. Pembatasan natrium diperlukan untuk waktu yang cukup
lama.
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Berisikan data umum dari pasien. Yang terdiri dari nama,


tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, alamat, tanggal
pengkajian, dan diagnose medis.
b. Identitas penanggung jawab

Berisikan data umum dari penanggung jawab pasien yang


bisa di hubungi selama menjalani masa rawatan di rumah
sakit.
c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

a) Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien sirosis hepatis diantaranya,


tidak nafsu makan, mual atau muntah, kelemahan fisik,
penurunan berat dana dan kesulitan menelan (Tarwoto
dan Wartonah, 2015)
b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang merupakan permulaan


klien merasakan keluhan dari gejala awal sampai
sekarang. Perawat perlu mengkaji secara sitematis agar
gejala yang dirasakan pasien tida ada yang terlewatkan.
Tanyakan apakah ada perubahan intake nutrisi setiap
ada keluhan utama atau apakah berhubungan juga
dengan berat badan. Tanyakan kepada pasien upaya
yang sudah dilakukan untuk menangani gejala yang
dirasakan, apakah ada obat-obatan yang sudah diminum
dan perlu dijelaskan juga nama dan dosis obatnya
(Nuari, 2015).

c) Riwayat Kesehatan Dahulu

Perawat perlu mengkaji riwayat masuk rumah sakit,


riwayat kesehatan dahulu dan riwayat penggunaan
obat. Dalam riwayat penggunaan obat perlu dikaji
apakah pasien menggunakan obat- obatan hepatotoksin
atau bersifat racun terhadap fisiologis kerja hati.
Perawat juga harus mengkaji riwayat alergi, sebagai
tindakan antisipasi apabila klien mendapatkan
obat/terapi tertentu. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya (Nuari,
2015).

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita sirosis


hepatis atau riwayat hepatitis dari generasi terdahulu.

d. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)

1) Pola Nutrisi

Anamnesis mengenai jumlah dan jenis makanan yang


dikonsumsi dan dilakukan dengan cermat. Penghasilan
dan pengeluaran per bulan harus dikaji. Makanan sehari-
hari yang dikonsumsi, sumber bahan makanan (untuk
mengetahui kandungan gizi), kebiasaan hidup (misalnya
ngemil sebelum tidur), kondisi finansial keuangan),
sering minum alkohol, makanan yang dipantang, dan
makanan yang menyebabkan alergi.

2) Pola tidur dan istirahat

Waktu istirahat perhari pasien di bandingkan saat


keadaan sehat dengan keadaan saat pasien dirawat
dirumah sakit, olahraga (apa jenisnya dan berapa
frekuensinya), biasanya pasien mudah lelah saat
melakukan aktivitas sederhana.

3) Pola koping

Respon terhadap stress (makan atau tidak makan),


persepsi terhadap masalah, persepsi terhadap faktor
penyebab/pendukung, tanggapan terhadap keadaan
sekarang atau konsep diri, sistem pendukung yang ada
(kekuatan/kelemahan), dirumah hidup dan makan sendiri.

4) Pengetahuan tentang nutrisi

Dapat mengetahui kelompok makanan dasar, makanan


yang tinggi dan rendah kalori, hubungan antara aktivitas
dan metabolisme.

e. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,


tinggi badan, berat badan dan tanda–tanda vital.

2) Ukuran antropometri :

a) Berat badan ideal : (TB-100) ± 10%

b) Lingkar pergelangan tangan

c) Lingkar lengan atas (MAC) (nilai normal)

Wanita : 28,5 cm

Pria : 28,3 cm

d) Lipatan kulit pada otot trisep (TSF) : (nilai normal)

Wanita : 16,5-18 cm

Pria : 12,5-16,6 cm (Tarwoto dan Wartonah,


2015)

3) B1: Breathing (Sistem pernafasan)

Biasanya terlihat sesai dan terdapat retraksi intercostae


sekunder dari acites. Taktil fremitus seimbang bila tidak
ada komplikasi. Lapangan paru resonance, bila terdapat
efusi maka bunyinya redup. Secara umum normal, akan
ada ronchi bila ada akumulasi secret (Nuari, 2015)

4) B2 : Sistem kardiovaskuler
Biasanya terdapat tanda gehala perdarahan dan anemia,
adanya peningkatan denyut nadi, dan biasanya auskutasi
normal, kecuali sirosisi hepatis dengan gagal jantung
kongestif (Nuari, 2015)
5) B3 : Brain (Sistem syaraf neurosensory endokrin)
Sistem syaraf : agitasi, disorientasi. Pada waita mengalami
ginecomastia, menstruasi tidak teratur, perubahan suara
menjadi lebih berat. Ketidak di palpasi, terdapat
pembesaran kelenjar tiroid (Nuari, 2015).
6) B4 : Bladder Genitourinaria
Urin gelap, warna kecoklatan. Jika di palpasi, biasanya
normal tidak ada tendeness (Nuari, 2015).
7) B5 : Bowel
Pada inspeksi biasanya pasien tampak mual, dyspepsia,
perubahan dalam buang air besar, anoreksia, peurunan berat
badan. Jika dipalpasi teraba hepatoslenomegali ringan dan
nyeri tekan (tenderness) kuadran kanan, adanya shifting
dullness. Saat dipalpasi pasien akan merasa nyeri ketuk
pada kuadran kanan atas. Dan bisanya bising usus normal
(Nuari, 2015).
8) B6 : Bone, Muskuloskeletal
Biasanya pasien terlihat kelelahan, tremor dan atrofi otot
pada sirosis hepatis kronis. Memar dan perdarahan meliputi
perdarahan gusi, ekimosis, spider navi. Ketika dipalpasi
akan didapatkan penurunan kekuatan otot, penurunan
kemampuan dalam beraktivitas (Nuari, 2015).
f. Data psikologis

Adanya perubahan sikap dan psikologis pasien selama sakit


yang dapat mempengaruhi pola makanan pasien selama di
rumah sakit.

g. Data sosial
Status ekonomi atau sosial keluarga pasien dalam memilih
dan membeli makanan serta kemampuan keluarga pasien
dalam pemenuhan kesehatan.
h. Data spritual

Kepercayaan yang diyakini dan dianut oleh pasien dan keluarga.

2. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan inervasi
diafragma.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar
informasi tentang faktor pemberat
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan Sirosis hepatis adalah penyakit
kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan hati dermal dengan
fibrosis yang menyebar dan mengganggu struktur dan fungsi hati. Sirosis atau
jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis yaitu alkoholik, paling
sering disebabkan oleh alkoholik kronis, jenis sirosis yang paling umum;
pasca nekrotik, akibat hepatis virus akut sebelumnya; dan biliter, akibat
obstruksi bilier kronis dan infeksi.
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan khusus perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai bagi pasien yang mengalami sirosis hepatis.
DAFTAR PUSTAKA

Diyono, Mulyanti. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan,


Dilengkapi Contoh Studi Kasus Dengan Aplikasi Nanda Nic Noc.

Kurniawan, B, Liong. (2014). Konfirmasi Apusan Darah Tepi Untuk


Pseudotrombositopenia.

Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam: Price SA,
Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1.
Edisi ke 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013. 472-515.

Nuari, Nian Afrian. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Nurdjanah, S. 2014. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 6,
jilid 2. Siti Setiati (Eds.). Jakarta: Internal publishing, hal 1978-1983.

Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. (2013). Artikel umum : Sirosis Hati. Jakarta.

Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi


12. Jakarta: Kedokteran EGC.

Tartowo dan Wartonah.(2015).Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan.Jakarta:Salemba Media.

Anda mungkin juga menyukai