Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep Pendahuluan Sirosis Hepatis


1. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan
fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian
besar fungsi hepar. Perubahan besar yang biasanya terjadi karena sirosis adalah
kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotic (sel mask), regenerasi sel dan
jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan
hepar kehilangan fungsinya dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan
menyebabkan sirkulasi intra hepatic tersumbat (obstruksi intra hepatrik). (Baradero,
Mary. 2008)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian
jaringan hati dermal dengan fibrosis yang menyebar yang mengganggu struktur dan
fungsi hati. Serosis, atau jaringan parut pada hati,dibagi menjadi tiga jenis:
alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang
paling umum; pasca nekrotik, akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan bilier,
akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang paling jarang terjadi)
(Smeltzer &Bare : 2013).
Sirosis hepatis merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan
menghilangnya sel-sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang
irreversibel. WHO memberi batasan histologi sirosis sebagai proses kelainan hati
yang bersifat difus (hampir merata), ditandai fibrosis dan perubahan benuk hati
normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal. Sirosis berbeda dengan fibrosis.
Pembentukan nodul tanpa fibrosis, seperti dalam transformasi parsial, bukan
merupakan sirosis (PPHI, 2013).

2. Klasifikasi Sirosis Hepatitis


Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik,
kolestasis, hepatitis virus, dan hepatotolsin. Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua
factor pencetus utama untuk sirosis Laennec. Sirosis pascanekrotik akibat
hepatotoksin adalah sirosis yang paling seing dijumpai. Ada empat macam sirosis
yaitu:
a. Sirosis Laennec. Sirosis ini disebabkan ileh alkoholisme dan malnutrisi. Pada
tahap awal sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap
akhir, hepar mengecil dan nodular
b. Sirosis pascanekrotik. Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena
hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil
denganbanyak nocul dan jaringan fibrosa
c. Sirosis bilier. Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus
koledukus komunis (duktus sistikus)
d. Sirosis jantung. Penyebabnya adalah gagal jantung sisi kanan (gagal jantung
kongestif) (Mary Baradero, Mary Wilfrid Dayrit, & Yakobus Siswadi, 2008).

3. Etiologi
Menurut Sudoyo, Aru W, dkk (2007 ) etiologi dari sirosis hati di negara
barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat
infeksi virus hepatitis B maupun C. hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus
bukan B dan C (non B- non C). alcohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.
Penyebab sirosis menurut Sudoyo, Aru W, dkk (2007 ) :
a. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi biasanya disebabkan oleh hepatitis virus. Hepatitis virus
sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis Hepatitis.
Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena
banyak menjadi kerusakan hati yang kronis.
b. Penyakit keturunan dan metabolic
Biasanya terjadi pada pasien yang memiliki riwayat keluarga sirosis,
hyperpigmentasi pada kulit, diabetes militus, gangguan dengan berbagai
gejala yang timbul akibat akumulasi Kristal phyroposhate dehydrate di
jaringan ikat atau pseudogout, atau kardiomiopati, semua karena tanda-tanda
kebihan zat besi.
c. Obat dan toksin
Beberapa obat- obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik
akan berupa Sirosis hepatis. Pemberian bermacam obat – obatan
hepatoktoksik secara berulang kali dan terus menerus.

4. Patofisiologi

5. Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penyakit sirosis hepatis yaitu :
a. Gejala dini yang samar dan non spesifik seperti kelelahan, anoreksia,
dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi, berat badan menurun.
b. Mual dan muntah
c. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas.
d. Hati keras dan mudah teraba
e. Manifestasi gagal hepatoseluler, meliputi :
1) Ikterus
Pendertia dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai
gangguan reversible fungsi hati. Ikterus intermiten merupakan gambaran
khas sirosis biliaris dan terjadi timbul peradangan aktif dan saluran
empedu (kolangitis). Pada penndertia, urine kadang-kadang berwarna
menjadi lebih tua atau kecoklatan.
2) Edema
Edema perifer gejala lanjut lain pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal
hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjaidnya edema. Produksi aldesteron yang berlebih
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
3) Kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia
4) Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme
5) Fetor hepatikum, adalah bau apek amis pada nafas penderita khususnya
koma hepatikum dan akibat ketidakmampuan hati dalam metabolisme
metionin.
6) Ensefelopati hepatik (koma hepatikum) dan kemunduran fungsi mental.
7) Manifestasi hipertensi portal, adalah peningkatan tekanan vena porta yang
menetap diatas normal yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi
aliran darah melalui hati dan aliran arteri spalangnikus.
6. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
a. Hipertensi portal
b. Coma/ ensefalopaty hepatikum
c. Hepatoma
d. Asites
e. Peritonitis bakterial spontan
f. Kegagalan hati (hepatoselular)
g. Sindrom hepatorenal
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang
ada. Sebagai contoh, antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretic yang mempertahankan
kalium (spironolakton) mungkin diperlakukan untuk menggurangi asites jika gejala
ini terdapat, dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis deuretik lainnya.Asupan protein dan kalori yang adekuat
merupakan bagian esensial dalam penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk
menghindari penggunaan penggunaan alcohol selanjutnya (Smeltzer & Bare :
2013).
Menurut Baradero, dkk (2008)
a. Bantuan pernapasan
Tekanan asites pada diafragma akan membuat pernapasan menjadi lebih sulit.
Berikan posisi fowler pada pasien karena posisi fowler dapat membantu
ekspansi dada.
b. Pengendalian kelelahan
Aktivitas keperawatan harus disesuaikan pada keadaan pasien. Ambulasi
diperbolehkan pada batas kemampuan pasien. Ketika pasien merasa lelah, ia
harus berbaring.
c. Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit
Asites dan edema dapat dikurangi dengan mengurangi asupan garam.
d. Pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi perlu diperhatikan, yaitu:
1) Mencuci tangan dengan benar
2) Mencegah kontak pasien dengan individu yang mengalami infeksi
saluran pernapasan atas.
3) Perhatiakn teknik asesif ketika melaksanakan perasat invasif.
4) Segera lapor ke dokter jika ada peningkatan temperatur.
e. Pencegahan trauma dan perdarahan
f. Perawatan kulit

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal:
1) Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari destruksi
jaringan hepar)
2) Peningkatan kadar ammonia darah (akibat dari kerusakan metabolism
protein)
3) PT memanjang (akibat kerusakan sintesis protombin dan factor
pembekuan)
b. Biopsy hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tidak dapat menyimpulkan
c. Scan CT, atau MRT di lakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat
obstruksi dari aliran darah hepatic
d. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis, dan hiponatremia
(disebabkan oleh peningkatan skresi aldosteron pada respons terhadap
kekurangan volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites)
e. TDL menunjukkan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan
SDP (hasil dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan
kerusakan metabolisme nutrient)
f. Urinalisis menunjukkan bilirubinuria
g. SGOT, SGPT, LDH (meningkat)
h. Endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP) obstruksi duktus
koledukus
i. Esofagoskopi (varises) dengan barium esofagografi. (Nurarif & Kusuma,
2015)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Identifikasi klien
Meliputi nama, tempt tanggal lahir, jenis kelamin, status kawinn, agama
pendidikan, pekerjaan, alamat, No MR, dan diagnose medis.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan lemah atau letih,otot lemah, anoreksia,
kembung, perut terasa tidak enak, keluhan perut terasa semakin membesar,
berat badan menurun, gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar,
sesak napas.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan sirosis hepais memiliki riwayat penyalahgunaan alcohol dalam
jangka waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis, riwayat
gagal jantung, riwayat pemakaian obat-obatan, merokok.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis.
e) Pemeriksaan fisik
1) Wajah : terdapat bintik-bintik merah, ukuran 5-20 mm, ditengahnya
tampak pembuluh darah, suatu arteri kecil yang kadang-kadang dapat
teraba berdenyut disebut spider nevy (angio laba-laba).
2) Mata : konjungtiva tampak pucat, sklera ikterik.
3) Mulut : bau napas khas disebabkan karena peningkatan konsentrasi
dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. Membran
mukosa kering dan ikterus. Bibir tampak pucat.
4) Hidung : terdapat pernapasan cuping hidung
5) Thorax
a. Jantung
Inspeksi : biasanya pergerakan apeks kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya apeks kordis tidak teraba
Pelkusi : biasanya tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara ketiga
b. Paru-paru
Inspeksi : biasanya pasien menggunakan otot bantu nafas
Palpasi : biasanya vremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura
bunyinya redup
Auskultasi : biasanya vesikuler
6) Abdomen
Inspeksi : umbilicus menonjol, asites.
Palpasi : sebagian besar penderita hati mudah teraba dan terasa keras.
Perkusi : dulnes
Auskultasi : biasanya bising usus cepat
7) Ekstremitas
Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema
palmare). Pada ekstremitas bawah ditemukan edema. cavilari revil lebih
dari 2 detik.
8) Kulit
Karena fungsi hati terganggu mengakibat bilirubin tidak terkonjugasi
sehingga Kulit tampak ikterus. Turgor kulit jelek .
f) Pemeriksaan penunjang
1) Uji faal hepar
a. Bilirubin menningkat (N: 0,2-1,4 gr%).
b. SGOT meningkat (N: 10-40 u/c).
c. SGPT meningkat (N: 5-35 u/c).
d. Protein total menurun (N: 6,6-8 gr/dl).
e. Albumin menurun.
2) USG
Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada
tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar
USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian
hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
3) CT (chomputed tomography)
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic
serta obstruksi aliran tersebut.
4) MRI
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic
serta obstruksi aliran tersebut.
5) Analisa gas darah
Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan
keseimbangan ventilasi-pervusi dan hipooksia pada sirosis hepatis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena
aldosteron meningkat dan tekanan osmotik koloid menurun
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
ikterik, asietes, edema
h. Risiko kerusakan integritas kulit berhubunngan dengan ikterus
i. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan orientasi

DAFTAR PUSTAKA
Ahern, Nanci R & Wilinson, Judich M. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
Baradero, M., Dayrit, M. W., Siswadi. Y. (2008). Klien gangguan hati: seri
asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.California
Mary Baradero, S. M., Mary Wilfrid Dayrit, S. M., & Yakobus Siswadi, M.
(2008). Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis
penyakit Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction Jogja
PPHI-INA ASL. (Feb 19, 2013). Artikel umum: sirosis hepatis. 04
Pebruari, 2019. http://pphi-online.org/alpha/?p=570.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.
Priyanto, A., & Lestari, S. (2008). Endoskopi gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika.
Runyon, B.A. (June 2009). Management of adult patients with ascites
due to cirrhosis: an update. June 24, 2013. http://www.proquest.com/.
Sacher, R. A., & McPherson, R.A. (2004). Tinjauan klinis hasil
pemeriksaan laboratorium. (Brahm & Dewi: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Smeltzer, A. C., & Bare, B. G. (2013). Buku ajar keperawatan medical
bedah
Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta :
Departemen ilmu penyakit dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai