PENDAHULUAN
3. Etiologi
Menurut Sudoyo, Aru W, dkk (2007 ) etiologi dari sirosis hati di negara
barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat
infeksi virus hepatitis B maupun C. hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus
bukan B dan C (non B- non C). alcohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.
Penyebab sirosis menurut Sudoyo, Aru W, dkk (2007 ) :
a. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi biasanya disebabkan oleh hepatitis virus. Hepatitis virus
sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis Hepatitis.
Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena
banyak menjadi kerusakan hati yang kronis.
b. Penyakit keturunan dan metabolic
Biasanya terjadi pada pasien yang memiliki riwayat keluarga sirosis,
hyperpigmentasi pada kulit, diabetes militus, gangguan dengan berbagai
gejala yang timbul akibat akumulasi Kristal phyroposhate dehydrate di
jaringan ikat atau pseudogout, atau kardiomiopati, semua karena tanda-tanda
kebihan zat besi.
c. Obat dan toksin
Beberapa obat- obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut
akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik
akan berupa Sirosis hepatis. Pemberian bermacam obat – obatan
hepatoktoksik secara berulang kali dan terus menerus.
4. Patofisiologi
5. Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penyakit sirosis hepatis yaitu :
a. Gejala dini yang samar dan non spesifik seperti kelelahan, anoreksia,
dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi, berat badan menurun.
b. Mual dan muntah
c. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas.
d. Hati keras dan mudah teraba
e. Manifestasi gagal hepatoseluler, meliputi :
1) Ikterus
Pendertia dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai
gangguan reversible fungsi hati. Ikterus intermiten merupakan gambaran
khas sirosis biliaris dan terjadi timbul peradangan aktif dan saluran
empedu (kolangitis). Pada penndertia, urine kadang-kadang berwarna
menjadi lebih tua atau kecoklatan.
2) Edema
Edema perifer gejala lanjut lain pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal
hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjaidnya edema. Produksi aldesteron yang berlebih
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
3) Kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia
4) Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme
5) Fetor hepatikum, adalah bau apek amis pada nafas penderita khususnya
koma hepatikum dan akibat ketidakmampuan hati dalam metabolisme
metionin.
6) Ensefelopati hepatik (koma hepatikum) dan kemunduran fungsi mental.
7) Manifestasi hipertensi portal, adalah peningkatan tekanan vena porta yang
menetap diatas normal yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi
aliran darah melalui hati dan aliran arteri spalangnikus.
6. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
a. Hipertensi portal
b. Coma/ ensefalopaty hepatikum
c. Hepatoma
d. Asites
e. Peritonitis bakterial spontan
f. Kegagalan hati (hepatoselular)
g. Sindrom hepatorenal
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang
ada. Sebagai contoh, antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretic yang mempertahankan
kalium (spironolakton) mungkin diperlakukan untuk menggurangi asites jika gejala
ini terdapat, dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis deuretik lainnya.Asupan protein dan kalori yang adekuat
merupakan bagian esensial dalam penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk
menghindari penggunaan penggunaan alcohol selanjutnya (Smeltzer & Bare :
2013).
Menurut Baradero, dkk (2008)
a. Bantuan pernapasan
Tekanan asites pada diafragma akan membuat pernapasan menjadi lebih sulit.
Berikan posisi fowler pada pasien karena posisi fowler dapat membantu
ekspansi dada.
b. Pengendalian kelelahan
Aktivitas keperawatan harus disesuaikan pada keadaan pasien. Ambulasi
diperbolehkan pada batas kemampuan pasien. Ketika pasien merasa lelah, ia
harus berbaring.
c. Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit
Asites dan edema dapat dikurangi dengan mengurangi asupan garam.
d. Pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi perlu diperhatikan, yaitu:
1) Mencuci tangan dengan benar
2) Mencegah kontak pasien dengan individu yang mengalami infeksi
saluran pernapasan atas.
3) Perhatiakn teknik asesif ketika melaksanakan perasat invasif.
4) Segera lapor ke dokter jika ada peningkatan temperatur.
e. Pencegahan trauma dan perdarahan
f. Perawatan kulit
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal:
1) Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari destruksi
jaringan hepar)
2) Peningkatan kadar ammonia darah (akibat dari kerusakan metabolism
protein)
3) PT memanjang (akibat kerusakan sintesis protombin dan factor
pembekuan)
b. Biopsy hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tidak dapat menyimpulkan
c. Scan CT, atau MRT di lakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat
obstruksi dari aliran darah hepatic
d. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis, dan hiponatremia
(disebabkan oleh peningkatan skresi aldosteron pada respons terhadap
kekurangan volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites)
e. TDL menunjukkan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan
SDP (hasil dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan
kerusakan metabolisme nutrient)
f. Urinalisis menunjukkan bilirubinuria
g. SGOT, SGPT, LDH (meningkat)
h. Endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP) obstruksi duktus
koledukus
i. Esofagoskopi (varises) dengan barium esofagografi. (Nurarif & Kusuma,
2015)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena
aldosteron meningkat dan tekanan osmotik koloid menurun
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
ikterik, asietes, edema
h. Risiko kerusakan integritas kulit berhubunngan dengan ikterus
i. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan orientasi
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, Nanci R & Wilinson, Judich M. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
Baradero, M., Dayrit, M. W., Siswadi. Y. (2008). Klien gangguan hati: seri
asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.California
Mary Baradero, S. M., Mary Wilfrid Dayrit, S. M., & Yakobus Siswadi, M.
(2008). Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis
penyakit Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction Jogja
PPHI-INA ASL. (Feb 19, 2013). Artikel umum: sirosis hepatis. 04
Pebruari, 2019. http://pphi-online.org/alpha/?p=570.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.
Priyanto, A., & Lestari, S. (2008). Endoskopi gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika.
Runyon, B.A. (June 2009). Management of adult patients with ascites
due to cirrhosis: an update. June 24, 2013. http://www.proquest.com/.
Sacher, R. A., & McPherson, R.A. (2004). Tinjauan klinis hasil
pemeriksaan laboratorium. (Brahm & Dewi: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Smeltzer, A. C., & Bare, B. G. (2013). Buku ajar keperawatan medical
bedah
Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta :
Departemen ilmu penyakit dalam FKUI