Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PROBLEM BASE LEARNING

NYERI MENELAN
MATA KULIAH RESPIRASI

Oleh:

Kelompok 3

KETUA KELOMPOK : Husnul Khatimah


: Ilham Muharram (Scriber)
: Muhammad Aksa Syam
: Muhammad Zulfikar
: Dwi Ningsi Ikro
ANGGOTA
: Lubnaa Sulistiyani K
KELOMPOK
: Dzakiyah Anwar
: Risky Awalia H
: Reski Nur Syifah H
: Namira

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala
yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan pleno modul “NYERI MENELAN” dengan baik tanpa ada
halangan.

Laporan ini telah kami selesaikan dengan baik berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam
penyelesaian laporan ini.

Diluar itu, kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa


masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat


menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk
masyarakat luas.

Makassar, 14 April 2019

KELOMPOK III

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ II

DAFTAR ISI ......................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. SKENARIO ................................................................................................. 1

B. KATA SULIT DAN KATA KUNCI ........................................................... 1

C. DAFTAR PERTANYAAN.......................................................................... 1

D. PROBLEM TREE ........................................................................................ 2

E. LEARNING OUTCOME............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4

A. ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI ORGAN PERNAPASAN .. 4

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI NYERI MENELAN.......... 17

C. HUBUNGAN ANTAR GEJALA UTAMA DAN GEJALA LAINNYA


SERTA HUBUNGAN DENGAN TANDA VITAL DAN STATUS GIZI ...... 18

D. PENATALAKSANAAN AWAL NYERI TENGGOROKAN ................. 23

E. DIFERENSIAL DIAGNOSIS ................................................................... 25

F. INTEGRASI KEISLAMAN ...................................................................... 45

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 47

A. TABEL DIFERENSIAL DIAGNOSIS ..................................................... 47

B. DIAGNOSIS UTAMA .............................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. SKENARIO

Seorang anak laki-laki, 12 tahun, diantar oleh ibunya ke puskesmas


dengan keluhan nyeri menelan sejak 3 hari terakhir disertai bersin-bersin dan
hidung meler namun tidak dirasakan adanya demam. TD 110/70 mmHg, P
16x/I, N 67x/I, S = 37,3℃ dengan BB 23 Kg dan TB 146 Cm.

B. KATA SULIT DAN KATA KUNCI

KATA SULIT

1. Hidung Meler
2. Bersin-bersin

KATA KUNCI

1. Laki-laki 12 tahun
2. Nyeri menelan sejak 3 hari yang lalu
3. Bersin-bersin, hidung meler dan tidak demam
4. Tanda-tanda vital Normal
5. Indeks massa tubuh sangat kurus

C. DAFTAR PERTANYAAN

1. Jelaskan definisi dari nyeri menelan ?


2. Jelaskan Anatomi,Histologi dan Fisiologi dari organ saluran
pernapasan?
3. Jelaskan etiopatomekanisme nyeri menelan ?
4. Sebutkan dan Jelaskan faktor resiko dari nyeri menelan ?
5. Jelaskan hubungan antara gejala utama dengan gejala lainnya serta
hubungan dengan tanda-tanda vital dan status gizinya ?
6. Sebutkan dan jelaskan penatalaksanaan awal nyeri menelan ?
7. Sebutkan dan jelaskan diferensial diagnosis dari skenario ?

1
8. Jelaskan integrasi keislaman yang sesuai dengan skenario ?

D. PROBLEM TREE

Commented [ASR1]: Apakah hasil diskusi kelompok


Abses peritonsiler juga menjadi DD/

2
E. LEARNING OUTCOME

MAHASISWA MAMPU :

1. Menjelaskan definisi dari nyeri menelan.


2. Menjelaskan Anatomi, Histologi, dan Fisiologi dari organ saluran
pernapasan. Commented [ASR2]: Organ pernafasan atau organ
terkait kasus : hidung, lpharyx, larynx saja?
3. Memahami dan menjelaskan etiopatomekanisme nyeri menelan.
4. Mengetahui dan menjelaskan faktor resiko dari nyeri menelan.
5. Memahami dan menjelaskan hubungan antara gejala utama dengan
gejala lainnya serta hubungan dengan tanda-tanda vital dan status
gizinya.
6. Mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaan awal nyeri menelan.
7. Mengetahui dan menjelaskan diferensial diagnosis dari skenario.
8. Memahami integrasi keislaman yang sesuai dengan skenario.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI ORGAN PERNAPASAN

1. ANATOMI 1
a. Cavitas Nasi

Rongga hidung dan sinus paranasales dirancang berpasangan.


Rongga-rongga utama dipisahkan oleh septum nasi yang berbentuk seperti
sebuah segitiga. Di bawah basis segitiga ini terletak rongga mulut.
Rongga-rongga paranasal yang berpasangan:

 Sinus Frontalis, bagian dari tulang frontale di bawah regio frontalis


dan bermuara pada dinding lateral meatus nasi medianus melalui
ductus frontonasalis yang menembus labyrinhus ethmoidalis.
 Sinus Ethmoidalis, pada tiap sisi mengisi labyrinthus etmoidalis.
Terbagi menjadi 3 yaitu daerah anterior, media, posterior berdasarkan
lokasi apertura/bukaannya pada dinding lateral cavitas nasi.
 Sinus Maxillaris,sinus paranasales terbesar yang mengisi corpus
maxillae.

4
 Sinus Sphenoidalis, mempunyai hubungan ke atas dengan cavitas
cranii, terutama galndula pituitari, dan chiasma opticum. Ke lateral
dengan sinus cavernosus, ke bawah dan ke depan dengan cavitas nasi.

Dinding lateral ditandai oleh 3 lengkungan yang bertingkat


(concha), yang berfungsi untuk meningkatkan daerah permukaan kontak di
antara jaringan dinding lateral dengan udara yang dihirup. Dinding medial
tiap cavitas nasi adalah septum nasi dan dilapisi mukosa. Septum nasi
terdiri dari Cartilago septi nasi di anterior, Os nasale, Crista nasalis os
maxillaris. Dasar tiap cavitas nasi halus, cekung dan lebih lebar dari
atapnya. Dibentuk oleh processus palatinus maxillae dan lamina
horizontalis ossis palatini. Atap cavitas nasi sempit dan tertinggi di dalam
daerah centralis dimana atapnya dibentuk oleh lamina cribrosa tulang
ethmoidale.

b. Pharynx Commented [ASR3]: Usul : tambahkan cincin waldeyer,


atau anatomi dan fisiologi (fungsi) nya
Pharynx merupakan separuh tabung muscolofascialis yang
menghubungkan cavitas oris dan cavitas nasi di dalam region capitis yang
menuju larynx dan esophagus di dalam region cervicalis. Cavitas
pharyngis merupakan jalur bersama untuk udara dan makanan. Pharynx
melekat di atas pada basis cranii dan melanjutkan ke bawah, kurang lebih
setinggi vertebra CVI, dengan puncak esophagus. Dinding-dinding
pharynx melekat di anterior pada batas cavitas nasi, cavitas oris, dan
larynx.

Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi


faring. Cincin waldayer terdiri atas susunan kelenajar limfa yang terdapat
di dalam rongga mulit yaitu tonsila palatina (faucial tonsil), tonsila
faringeal (adenoid), tonsila lingual, pita lateral faring dan jaringan limfoid
di tepi fosa rosenmuller yang tersebar hingga ke dalam tuba eustachius.
Cincin waldeyer ikut berperan dalam reaksi imunologi dalam tubuh(tidak
berhubungan dengan timus, atau dikenal sebagai sel B).

5
Berdasarkan hubungan anterior, pharynx dibagi menjadi 3 regio, yaitu:

• Pars Nasalis Pharyngis/ NasoPharynx

Terletak di bagian belakang apertura posterior dari cavitas nasi dan


di atas level palattum molle. Cavitas nasopharynx berlanjut ke bawah
menjadi oropharynx pada isthmus pharyngeum. Peninggian palatum molle
dan konstriksi sphincter palatopharyngealis menutup isthmus pharyngeum
selama menelan dan memisahkan nasopharynx dari oropharynx.

Struktur yang paling menonjol pada sisi dinding lateral


nasopharynx adalah ostium pharygeum tuba auditoniae, posterior dari
penonjolan tubal tersebut torus tubarius dan terdapat cekungan yang dalam
yaitu recessus pharyngeus. Lipatan mucosa yang berhubungan dengan tuba
auditiva :

1. Plica salpingopharyngea yang kecil dan verticalis, yang berjalan


turun dari peninggian tuba dan berada di atas musculus
salpingopharyngeus.
2. Sebuah lipatan yang luas atau peninggian torus levatorius yang
tampak keluar dibawah ostium pharyngeum tuba auditivae, berlanjut
ke medial menuju permukaan atas palatum molle, dan berada di atas
musculus tensor veli palatini.

• Pars Oralis Pharyngis/ Oropharynx

Oropharynx terletak di posterior dari cavitas oris, inferior darai


palatum molle, dan superior dari tepi atas epiglotis. Plica palatoglossus satu
pada tiap sisi, yang menutup musculus palumlossus menandai batas antara
cavitas oris dan oropharynx. Arcus yang membuka di antara 2 plicae adalah
isthmus faucium. Tepat di posterior dan medial terdapat sepasng plicae
palatopharyngeus.

Saat menelan, isthmus oropharyngeum terbuka, palatum terevelasi,


cavitas laryngis tertutup, dan makanan atau cairan mengarah ke esophagus.

6
Seseorang tidak dapat bernapas dan menelan pada saat bersamaan karena
saluran napas tertutup pada 2 sisi, isthmus pharygeum dan larynx.

Sekumpulan jaringan lymphoid di dalam mucosa pharynx


mengelilingi bukaan cavitas nasi dan cavitas oris yang merupakan sistem
pertahanan tubuh. Yang terbesar dari sekumpulan tersebut membentuk massa
tertentu (tonsilla). Tonsilla terutama terdapat 3 daerah yaitu:

1. Tonsilla pharygeum, sebagai adenoidea saat membesar, berada pada garis


tengah atap nasopharynx
2. Tonsilla palatina terdapat pada sisi oropharynx di antara arcus
palatoglossus dan arcus palatophrygeus di posterior.
3. Tonsila lingualis merujuk secara kolektif pada sejumlah nodi lymphatici
pada 1/3 posterior lingua.

• Pars Laryngea Pharygis/Laryngopharynx

Laryngopharynx meluas dari margo superior epiglotis menuju


puncak esophagus pada vertebra setinggi CVI. Aditus Laryngis membuka
pada dinding laryngopharynx. Inferior dari aditus laryngis, dinsing anterior
terdiri dari aspectus posterior larynx. Cavitas laryngopharynx terhubung di
anterior dengan sepasang kantung mucosa vallecula epiglottica.

c. Larynx

Larynx merupakan struktur pipa musculoligamentosa dengan suatu


kerangka tulang rawan yang melindungi sistema respiratorium inferior,
Larynx terletak di bagian anterior leher setinggi corpus vertebrae
cervicales III-VI. Larynx menghubungkan bagian inferior pharynx dengan
trachea, selain berfungsi untuk melindungi jalan-jalan udara, juga
berfungsi sebagai mekanisme fonasi untuk pembentukan suara. Larynx
ditahan dari tulang hyoideum di atas dan melekat pada trachea di bawah
oleh membrane dan ligament. Stuktur tersebut sangat mobil di dalam ragio
cervicalis dan dapat digerakkan ke atas dan kebawah dan kedepan dan ke
belakang oleh aktivitas musculi ekstrinsik yang melekat baik pada larynx

7
sendiri maupun tulang hyoideum. Saat menelan,pergerakan dramitis ke
atas dan ke depan dari larynx memfasilitasi penutupan aditus laryngis dan
bukan esophagus. Persarafan motorium dan sensorium larynx diperoleh
dari venus vagus.

Kerangka larynx terdiri dari :

 Tiga tulang rawan besar yang tidak berpasangan ( cartilago


cricoidea,cartilago thyroidea,dancartilagoepiglottica).
 Tiga pasang tulang rawan yang lebih kecil (cartilago arytenoidea,
cartilago corniculata,dancartilagocuneiformis)
 Sebuah membrane fibroelastica laryngis dan sejumlah musculi
intrinsic.
Selama respirasi tenang, aditus laryngis, vestibulum laryngis, rima
vestibuli, dan rima glottidis terbuka. Cartilago arytenoide abduksi rima
glottidis berbentuk triangular. Selama inspirasi paksa, cartilago
arytenoidea mengalami rotasi lateral, terutama oleh gerakan musculi
cricoarytenoideus posterior. Sebagai hasilnya plica vocalis terabduksi
dan rima glottidis melebar membentuk jajaran genjang yang secara
efektif meningkatkan diameter jalan nafsa laryngealis.

d. Trachea

Trachea adalah struktur di garis tengah tubuh yang dapat dipalpasi


pada incisura jugularis saat trachea memasuki mediastium superius.
Panjang trachea 10-13 cm dan memanjang dari cartilago cricoidea pada
laring hingga pembagiannya (Bifurcatio Tracheae) menjadi bronkus utama
(Bronchi Principales). Trachea terletak di bagian cervical VI dan bagian
thoracal V-VI. Di posteriornya terdapat esophagus, yang tepat berada di
anterior columna vertebralis. Mobilitas yang signiikan dapat terjadi pada
posisi verticalis strukturstruktur ini saat trachea dan esophagus melintasi
mediastinum superius. Saat trachea dan esophagus melintasi mediastinum
superius, keduanya disilang oleh vena azygos di sisi kanan dan oleh arcus

8
aortae disisi kiri. Trachea bercabang menjadi bronchi principalis dexter
dan sinister di atau tepat di inferior dari bidang transverses antara angulus
sternalis dan level vertebrae TIV/V. sedangkan esophagus berlanjut
sampai ke mediastinum posterius.

9
e. Bronchus

Dari bifurcatio trachea, bronchus principalis dexter dan bronchus


principalis sinister melintas laterokaudal ke paru-paru. Bronchus diperkuat
oleh cincin tulang rawan yang berbentuk C. Bronchus principalis dexter
adalah lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronchus
principalis sinister, dan beralih langsung menjadi radix pulmonis.
Bronchus principalis sinister melintas ke laterokaudal, kaudal terhadap
arcus aortae dan ventra terhadap oesophagus dan aortae pars thoracica,
untuk mencapai radix pulmonis. Masing-masing bronchus principalis
terpecah menjadi bronchus sekunder (bronchus lobaris). Setiap bronchus
sekunder membagi diri menjadi bronchus tersier (bronchus segmental)
yang mengurus segmentum bronchopulmonale. Setiap segmen diberi nama
yang sesuai dengan nama bronchus segmentalnya.

f. Pulmo

Pulmo dextra mempunyai 3 lobus yang di pisahkan oleh fissura


obliqua dan fissura horizontal. Pulmo kanan mempunyai 10 segmen, 3 di
lobus superior, 2 di lobus media, dan 5 di lobus inferior. Pulmo kiri
mempunyai 2 lobus yang di pisahkan dengan fissura obliqua. Pulmo kiri
mempunyai 9 segmen. Lingula pulmonalis dari lobus superior setara
dengan lobus medius paru kanan dan membentuk perpanjangan seperti
lidah di bagian inferior incisura cardiaca. Paru kanan memiliki volume 2-3
L, bahkan mencapai 5-8 L saat inspirasi maksimal. Volume ini setara
dengan area pertukaran gas 70-140 m2. Akibat posisi jantung yang
bergeser ke kiri, volume paru kiri lebih kecil 10-20%.

Apex pulmonalis adalah bagian kranial paru, dasar paru yang luas
(basis pulmonalis) adalah bagian kaudal paru. Permukaan paru ditutupi ole
Pleura Visceralis dan memiliki 3 baris permukaan. Fascies costalis terletak
di lateral dan berkelanjutan ke margo inferior sebagai fascies
diaphragmatica. Di margo anterior dan margo posterior yang tumpul,

10
fascies tersebut berlanjut sebagai fascies mediastinalis ke arah
mediastinum.

Permukaan medial pulmo dexter terletak berdekatan dengan


beberapa struktur penting di mediastinu dan pangkal leher.

 Cor
 Vena cava inferior
 Vena cava superior
 Vena azygos
 Esophagus

Permukaan medial pulmo sinister terletak berdekatan dengan


beberapa struktur penting di medistinum dan pangkal leher. Struktur-
struktur ini termasuk : -

 Cor
 Arcus aortae
 Aorta thoracica
 Esophagus
2. HISTOLOGI2

a. Hidung

Terdiri atas dua rongga kanan dan kiri yang dibatasi septum nasi.
Terdiri dari dua ruangan Vestibulum nasi dan Cavum nasi. Vestibulum
nasi terdiri dari epitel pipih berlapis yang kehilangan keratinnya,
mengandung rambut hidung. Cavum nasi bagian concha superior ditutupi
oleh epitel olfaktorius (reseptor penciuman). Conchae media dan inferior
dilapisi oleh epitel respiratorik.

b. Sinus & Nasofaring

Sinus paranasalis dilapisi oleh epitel respiratorik yang lebih tipis


dengan lebih sedikit sel goblet.

11
c. Nasopharynx

Nasofaring dilapisi oleh epitel respiratorik dan memiliki tonsila


pharyngealis di media dan muara bilateral tuba auditorius untuk setiap
telinga tengah.

d. Laring

Seluruh permukaan lingual dan bagian apikal permukaan laringeal


ditutupi oleh epitel berlapis gepeng. Pada beberapa titik permukaan
laringeal di epiglotis epitelnya beralih menjadi epitel bertingkat silindris
bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa di
lamina propria.

e. Trakea

12
Di lamina propria terdapat sejumlah besar kelenjar seromukosa
menghasilkan mucus encer dan di submukosa. Trakea tersusun atas 16-20
cincin kartilago hialin berbentuk C yang menjaga agar lumen trakea tetap
terbuka.

f. Bronchus dan percabangannya

Trakea terbagi menjadi dua bronkus primer yang memasuki paru di


hilus beserta arteri, vena dan pembuluh limfe. Setelah memasuki paru,
bronkus primer menyusur ke bawah dan ke luar dan membentuk tiga
bronkus sekunder (lobaris) dalam paru kanan dan dua buah di paru kiri,
dan masing-masing memasok sebuah lobus paru.

g. Bronchiolus respiratorius

13
Mukosa bronchiolus respiratorius secara struktural identik mukosa
bronchiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak
alveolus tempat terjadinya pertukaran gas.

h. Ductus alveolaris

Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara


alveolus ke dalam dinding bronkiolus semakin banyak. Bronciolus
respiratorius bercabang menjadi saluran yang disebut ductus alveolaris
yang sepenuhnya dilapisi oleh muara alveoli. Ductus alveolaris dan
alveolus dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang sangat halus. Di lamina
propria yang mengelilingi tepian alveolus terdapat anyaman sel otot polos,
yang menghilang di ujung distal ductus alveolaris. Sejumlah besar matriks
serat elastin dan kolagen memberikan sokongan pada duktus dan
alveolusnya.

i. Saccus alveolaris

Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang sewaktu


inspirasi dan berkontraksi secara pasif sewaktu ekspirasi. Serat-serat
retikuler berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan
berlebih dan kerusakan kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.
Kedua serabut tersebut menunjang jaringan ikat yang menampung jaringan
kapiler disekitar setiap alveolus.

14
j. Alveolus

Alveolus merupakan evaginasi mirip kantong (berdiameter sekitar


200 µm) pada bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris dan saccus
alveolaris. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan
memperlancar difusi antara lingkungan luar dan dalam. Dinding terletak di
antara dua alveolus yang bersebelahan sehingga disebut sebagai septum
intraalveolaris. Setiap septum intra-alveolaris dilapisi oleh sel epithelium
squamosum simpleks.

3. FISIOLOGI 3

Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju par-paru


dan struktur thoraks yang berperan menyebabkan aliran udara masuk
keluar paru melalui saluran napas. Saluran napas adalah tabung atau pipa
yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantung udara (alveolus),
alveolus merupakan tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Saluran
napas berawal dari saluran nasal. Saluran nasal membuka ke dalam faring,
yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pernapasan dan
sistem pencernaan. Terdapat dua saluran yang berasal dari faring yaitu
trakea yang dilalui oleh udara untuk menuju paru, dan esofagus yang
dilalui oleh makanan untuk menuju lambung.

15
Laring atau voice box, terletak di pintu trakea. Tonjolan anterior
laring membentuk jakun. Dibelakang laring trakea terbagi menjadi 2
cabang utama, yaitu bronkus dexter dan sinister yang masing-masik masuk
ke paru-paru kanan dan kiri. Di dalam masing-masing paru bronkus terus
bercabang menjadi saluran napas yang semakin sempit, pendek dan
banyak. Cabang-cabang yang lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus. Di
ujung bronkiolus terminal berkelompok alveolus, kantung-kantung udara
halus tempat pertukaran gas antara udara dan darah.

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas


karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer
yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik
otot pernapasan. Terdapat 3 tekanan yang berperan penting dalam
ventilasi:

 Tekanan atmosfer (barometrik adalah tekanan yang ditimbulkan oleh


berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada
ketinggian permukaan laut tekanan ini sangat dengan 760 mmHg.
Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian
diatas permukaan laut karena lapisan – lapisan udara di atas permukaan
bumi juga semakin menipis.
 Tekanan intraalveolus (Tekanan intraparu) adalah tekanan didalam
alveolus karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran
napas penghantar, udara cepat mengallir menurungi gradien
tekanannya setiap tekanan intraalveolus berbeda dari tekanan atmosfer
udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang.
 Tekanan Intrapleura adalah tekanan didalam kantong pleura. Tekanan
ini ditimbulkan diluar paru didalam rongga toraks. Tekanan intrapleura
sekitar 756 mmHg saat istirahat, 756 mmHg kadang – kadang disebut
sebagai tekanan -4 mmHg.

Sebelum iinspirasi dimulai otot – otot pernapasan berada keadaan


lemas, tidak ada udara yang mengalir dan tekanan intra alveolus sama

16
dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama otot yang berkontaksi untuk
melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang yaitu diapraghma dan otot
intercostalis eksterna. Otot – otot ini dirangsang untuk berkontraksi
sehingga rongga toraks membesar. Diapraghma suatu gambaran otot
rangka membentuk lantai rongga toraks dan disarafi oleh Nervus
Phrenicus. Ketika berkonraksi diapraghma turun dan memperbesar volume
rongga toraks dengan menigkatkan ukuran vertikel. Kontaksi otot
intercostalis eksterna, memperbesar rongga toraks dengan dimensin lateral
dan anteroposterior dan megangkat iga yang selanjutnya sternum keatas
dan kedepan, terjadilah proses inspirasi. Pada ekspirasi terjadi relaksasi
otot diapraghma dan relaksasi otot intercostalis eksterna.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI NYERI MENELAN

ETIOLOGI4

Nyeri pada tenggorokan biasanya disebabkan oleh infeksi pada daerah


tenggorokan. Infeksi ini disebabkan oleh virus dan bakteri, dipermudah oleh
adanya rangsangan seperti asap, uap dan zat kimia. Bakteri yang dapat
menyebabkan nyeri tenggorokan seperti streptococcus B haemolitikus group A,
Streptococcus non haemolitikus, pneumococcus, basil influenza, stafilococcus dan
diphteroid. Dan virus yang biasa menyebabkan nyeri tenggorokan seperti Adeno
virus, ECHO virus influenza dan herpes.

FAKTOR PREDISPOSISI NYERI TENGGOROKAN5

 Infeksi persisten di saluran pernapasan : seperti pada rinitis, sinusitis


kronik. Mukus mukopurulen secara konstan jatuh ke daerah faring
sehingga menjadi sumber infeksi yang konstan
 Bernapas melalui mulut : mengekspos faring ke udara yang tidak
difiltrasi, dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu tubuh sehingga
menyebabkan lebih mudah terinfeksi
 Iritan kronik : merokok yang berlebihan, mengunyah tembakau, peminum
minuman keras, dan makanan yang sangat pedas.

17
 Polusi lingkungan. Asap atau lingkungan berdebu atau uap industri
 Faulty voice production

C. HUBUNGAN ANTAR GEJALA UTAMA DAN GEJALA LAINNYA


SERTA HUBUNGAN DENGAN TANDA VITAL DAN STATUS GIZI

ODINOFAGI

Odinofagia adalah rasa nyeri menelan, biasanya diakibatkan oleh ulserasi mukosa
pada orofaring atau esofagus, sakit substernal yang menusuk (aching, stabbing)
yang diperburuk dengan menelan, walaupun hanya menelan saliva.

Etiologi : esofagitis akibat infeksi (kandidiasis, bullous pemphigoid, lichen


planus), radiasi, bahan kaustik atau diperantarai obat (ingesti obat sebelum tidur
atau tanpa cairan adekuat menyebabkan pemanjangan kontak bahan obat iritatif
dengan esofagus dan menimbulkan kerusakan mukosa), GERD, trauma esofagus
(menelan benda asing yang menyebabkan kerusakan mukosa seperti tulang ikan),
skleroterapi, Chron’s disease, Behcet disease. Commented [ASR4]: Etiologi yang disebutkan, tidak
sinkron dengan kmungkinan penyakit pada kerangka konsep

18
BERSIN- BERSIN6

Refleks bersin sangat mirip dengan refleks batuk kecuali bahwa refleks ini
berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian
bawah. Rangsangan awal yang menimbulkan refleks bersin adalah iritasi
dalam saluran hidung, impuls aferen berjalan dalam nervus kelima menuju
medula, tempat refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip
dengan refleks batuk; tetapi, uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara
dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan
saluran hidung dari benda asing.

HIDUNG MELER7

Infeksi virus pada mukosa hidung menyebabkan vasodilatasi dan


peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga timbul gejala klinis hidung tersumbat
dan sekret hidung. Stimulasi kolinergik menyebabkan peningkatan sekresi
kelenjar mukosa dan bersin. Mekanisme pasti tentang bagaimana virus
menyebabkan perubahan di mukosa hidung belum diketahui dengan pasti.
Dilaporkan bahwa gejala timbul bersamaan dengan influks sel-sel
polimorfonuklear (PMN) ke dalam mukosa dan sel epitel hidung. Derajat
keparahan kerusakan mukosa hidung berbeda antar virus. Virus Influenza dan
Adenovirus menyebabkan kerusakan yang luas, sedangkan infeksi Rhinovirus
tidak menyebabkan perubahan histopatologik pada mukosa hidung. Tidak adanya
kerusakan mukosa pada infeksi Rhinovirus menimbulkan dugaan bahwa gejala
klinis pada infeksi Rhinovirus mungkin bukan disebabkan oleh efek sitopatik
virus, melainkan karena respons inflamasi pejamu. Commented [ASR5]: Apakah hanya infeksi virus yang
menyebabkan? Sementara di kerangka konsep bercerita
tentang alergen ?
STATUS GIZI

Penelitian di panti sosial Tresna Wreda Bisita Upakara menyebutkan


bahwa ada hubungan yang sangat bermakna antara status gizi dengan kejadian
ISPA serta hubungan antara kejadian ISPA dan tingkat konsumsi protein
(Kistyoko, 2001) karena protein adalah bahan yang digunakan sebagai Commented [ASR6]: Cari jurnal terkini

transportasi zat gizi yang penting untuk memperkuat sistem imun yaitu vitamin A

19
khususnya retinol yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi
limfosit B, serta mencegah keratinisasi. Kinerja vitamin A juga akan meningkat
apabila konsumsi zinc juga dipenuhi. Selain itu, apabila konsumsi zinc defisit
maka akan mempengaruhi fungsi kecap seseorang yang akan menurunkan nafsu
makannya dan akan berakibat pada status gizi dan kekebalan tubuhnya
(Budiyanto, 2002).8

Kejadian ISPA pada responden selama 6 bulan terakhir selanjutnya


disajikan dengan skala data nominal. Ada empat jenis ISPA yang sering dijumpai
di masyarakat yaitu common cold, pneumonia, faringitis dan rhingitis. Keempat-
empatnya mempunyai gejala khas yang dapat membedakan antara jenis satu
dengan jenis lainnya.

Terdapat hubungan antara status gizi dengan konsumsi vitamin A (p =


0,023) karena defisiensi vitamin A berperan pada rendahnya resistensi terhadap
infeksi. Semakin rendah konsumsi vitamin A maka semakin menurun tingkat
imunitas seseorang. Hal ini akan memberikan dampak dalam penyerapan zat gizi
sehingga meningkatkan risiko penyakit gizi. Hasil uji statistik menunjukkan ada
hubungan antara kejadian ISPA dengan konsumsi zinc responden (p = 0,047). Hal
tersebut memang sesuai karena zinc mempunyai salah satu fungsi sebagai zat gizi
yang meningkatkan sistem imunitas dan meningkatkan kerja vitamin A sehingga
dapat mengurangi risiko penyakit infeksi.9

TANDA-TANDA VITAL

Tekanan darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang memungkinkan darah mengalir dalam


pembuluh darah untuk beredar dalam seluruh tubuh. Darah berfungsi sebagai
pembawa oksigen serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh
supaya dapat hidup dan dapat melaksanakan masing-masing tugasnya.10

Menurut WHO, Untuk tekanan darah normal berdasarkan usia untuk orang
dewasa terbagi ke dalam beberapa rentang usia. Untuk usia 20- 24 tahun tekanan
darah yang normalnya adalah sekitar 120/79 mmHg. Sedangkan untuk umur dari

20
usia 25 sampai 39 tahun tekanan darah normalnya adalah berkisar antara 121/80
mmHg sampai 123/83 mmHg. Sedangkan untuk tekanan darah normal
berdasarkan usia dewasa untuk lansia yang berumur antara 40 – 64 tahun adalah
125/83 mmHg sampai 134/87 mmHg. Untuk tekanan darah normal pada anak di
bawah satu tahun adalah 90/60 mmHg, sedangkan untuk anak berumur 1 sampai 5
tahun adalah 95/65 mmHgm dan untuk anak berumur 6 sampai 13 tahun adalah
105/70 mmHg.

PERNAFASAN

Tujuan utama pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
membuang karbondioksida. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi
oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan luar tubuh. Jika
tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya,
apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.

Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua,
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi
secara bersamaan.11

Frekuensi pernapasan normal antara lain:

• Bayi baru lahir 40-60x/menit

• 1-11 bulan 30x/menit

• 2 tahun 25 x/menit

• 4-12 tahun 19-23 x/menit

• Dewasa 19-23 x/menit

• Lansia (>65 tahun) 12-20 x/menit

Pada skenario didapati pasien berusia 12 tahun dengan laju pernapasan 16


x/menit. Hal ini kami duga sebagai akibat dari adanya gangguan saluran
pernapasan bagian atas dari pasien.

21
22
Nadi

Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah
dipompa keluar jantung. Siklus jantung terdiri dari periode relaksasi yang
dinamakan diastole dan diikuti oleh periode kontraksi yang dinamakan
systole. Kekuatan darah masuk kedalam aorta selama sistolik tidak hanya
menggerakkan darah dalam pembuluh kedepan tetapi juga menyusun suatu
gelombang tekanan sepanjang arteri. Gelombang tekanan mendorong dinding
arteri seperti berjalan dan pendorongnya teraba sebagai nadi (Muflichatun.
2006 : 22).

Jumlah denyut nadi setiap manusia berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi


oleh beberapa faktor antara lain, penghidupan, pekerjaan, makanan, umur
dan emosi. Berdasarkan umur dapat dilihat melalui tabel dibawah ini :

Suhu

Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme yang meliputi susunan saraf,
biokimia, dan hormonal. Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh
yang diperlukan untuk kelancaran aliran darah dan menjaga agar reaksi ki
mia tubuh dapat berjalan baik (enzim hanya bekerja pada suhu tertentu).9
Suhu tubuh normal umumnya dianggap berada pada 37,0 o C .14

D. PENATALAKSANAAN AWAL NYERI TENGGOROKAN

1. KOMPRES AIR HANGAT16


Kompres hangat mempunyai efek meredakan nyeri namun nyeri yang
dapat diredakan oleh kompres hangat adalah nyeri yang terjadi pada jaringan
iskemi karena jaringan kekurangan oksigen. Efek fisiologis kompres hangat
adalah bersifat vasodilatasi, meredakan nyeri dengan merelaksasi otot,
meningkatkan aliran darah, memiliki efek sedatif dan meredakan nyeri dengan
menyingkirkan produk-produk yang menimbulkan nyeri. Panas akan merangsang
serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula
spinalis dan ke otak dihambat (Felina, 2015).

23
2. KOMPRES AIR HANGAT16
Kompres dingin adalah sebuah prosedur untuk meletakkan sebuah obyek dingin di
luar tubuh. Dampak fisikologis dari kompres dingin adalah vasokontriksi pada
pembuluh darah dan menghambat ujung-ujung saraf untuk menghantarkan implus
nyeri ke otak sehingga dapat mengurangi sensai rasa nyeri. Dalam bidang
keperawatan kompres dingin banyak digunakan untuk mengurangi rasa nyeri.
Pada aplikasi kompres dingin memberikan efek fisiologis yakni menurunkan
respon inflamasi, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema, mengurangi
rasa nyeri local (Purwaningsih, 2015).

Kompres dingin dapat membuat mati rasa pada ujung-ujung saraf penyebab
nyeri. Menurut Felina (2015) Efek fisiologis kompres dingin adalah bersifat
vasokontriksi, membuat area menjadi mati rasa, memperlambat kecepatan
hantaran syaraf sehingga memperlambat aliran impuls nyeri, meningkatkan
ambang nyeri dan memiliki efek anastesi lokal. Mekanisme lain yang mungkin
bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi
nyeri. Komprees dingin juga dapat menutup implus nyeri menuju keotak yaitu
pusat korteks yang menerjemahkan nyeri sehingga ketika dilakukan kompres
dingin pusat kortek tidak bisa menerjemahkan nyeridan nyeri pun bisa berkurang
bahkan hilang.Kompres dingin bekerja dengan menstimulasi permukaan kulit
untuk mengontrol nyeri Terapi dingin yang diberikan akan mempengaruhi impuls
yang dibawa oleh serabut taktil A-Beta untuk lebih mendominasi sehingga
“gerbang” akan menutup dan impuls nyeri akan terhalangi. Nyeri yang dirasakan
akan berkurang atau hilang untuk sementara waktu (Prasetyo, 2010).

3. PERASAN JERUK NIPIS DICAMPUR OLEH MADU16

Selain dengan menggunakan kompes dingin, cara lainya adalah pemberian


perasan jeruk nipis dicampur oleh madu, hal ini dilakukan untuk mengurangi
batuk yang dialami pasien sehingga ketika batuk berkurang nyeri pun juga akan
berkurang. Kandungan yang ada dalam perasan air jeruk nipis yaitu mnyak atsiri
dan didalam minya atsiri terdapat fenol yang mampu mematikan bakteri penyeban

24
batuk. Menurut Razak dkk(2013). Penelitian uji daya hambat air perasan buah
jeruk nipis terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menunjukan
bahwa air perasan buah jeruk nipis dengan konsenrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%
dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hal ini menunjukkan adanya
senyawa aktif antibakteri dalam air perasan buah jeruk nipis yang diduga
diperoleh dari kandungan kimia yang terdapat di dalamnya, seperti minyak atsiri,
diantaranya fenol yang bersifat sebagai bakterisidal, yang mungkin mampu
menghambat pertumbuhan dari bakteri Staphylococcus aureus.

Selain jeruk nipis, madu juga diyakini menjadisalah satu obat pembunuh
bakteri dan madu juga mengandung senyawa flafonoid yang menjadi antibodi
agar tubuh menjadi fit dan diharapkan batuk seger sembuh dan juga akan
mengurangi dari gangguan rasa nyaman nyeri yang diderita oleh
pasien.Erywiyanto dkk (2012) mengatakanKandungan Zat aktif sebagai anti
bakteri yang terdapat dalam madu adalah flafonoid. Senyawa flavonoid yang
merupakan senyawa golongan fenol yang berinteraksi dengan sel bakteri melalui
proses absropsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk
kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami
peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan kogulasi protein
dan sel membran sitoplasma mengalami rilis.

E. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

1. FARINGITIS

DEFINISI16
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau
dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi
akut orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza
(rinofaringitis).

25
ETIOLOGI17
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh
virus (40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Faringitis
bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.
• Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus,
Epstein –Barr virus, Herpes virus.
• Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria
gonorrhoeae.
• Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita
imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan
yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang
memperberat

FAKTOR RESIKO18
Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,
turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok dan
seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau
demam.

EPIDEMIOLOGI18
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan
karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali
infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Frekuensi munculnya faringitis lebih sering
pada populasi anak-anak. Kira-kira 15−30% kasus faringitispada anak-anak usia
sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada
musim dingin yaitu akibat dari infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A.
Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun

26
PATOFISIOLOGI19, 20
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi
lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel
sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat
hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat.
Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam
folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak
pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi
meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus danCoronavirus dapat
menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus
group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan
dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu
juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen- antibody.

KLASIFIKASI FARINGITIS16

1. Faringitis Akut
a. Faringitis viral

Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr


Virus (EBV), Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirusdan
lain-lain. Gejala dan tanda biasanya terdapat nyeri tenggorok, rinorea,
mual, , sulit menelan, kadang dapat ditemukan demam. Pada

27
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
Coxsachievirus dan Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash. Pada adenovirus juga menimbulkan
gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring
yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh
terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitisyang
disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri
menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring
hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien
tampak lemah.

b. Faringitis bakterial

Infeksi Streptococcusß hemolyticus group Amerupakan


penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak
(30%). Gejala dan tandabiasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala
yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengansuhu yang
tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat
dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiaepada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior
membesar, kenyal dannyeri apabila ada penekanan. Faringitis akibat
infeksi bakteri Streptococcusß hemolyticus group Adapat diperkirakan
dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : Demam, Anterior
Cervical lymphadenopathy , Eksudat tonsil, Tidak adanya batuk. Tiap
kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0−1 maka pasien
tidak mengalami faringitis akibat infeksiStreptococcusß hemolyticus
group A, bila skor 1−3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi Streptococcusß hemolyticus group Adan bila skor empat

28
pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi Streptococcusß
hemolyticus group A.

c. Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.


Gejala dan tandabiasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri
menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan
mukosa faring lainnya hiperemis.Pembiakan jamur ini dilakukan
dalam agar sabouroud dextrosa.

2. Faringitis Kronik
a. Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa


dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawahmukosa
faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa
dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya
pasien mengeluhmula-mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya
batuk yang bereak.

b. Faringitis kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan


rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu
serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi
pada faring. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluhkan
tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi olehlendir yang kental dan bila
diangkat tampak mukosa kering.

TANDA DAN GEJALA16

Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme


yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala
umum seperti lemas, anorexia, demam, suara serak, nyeri tenggorokan dan nyeri

29
menelan. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau
ringan sehingga terjadi hieremis. Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:

a. Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala


rhinitis/rinorea dan beberapa harikemudian timbul faringitis. Bisa disertai
demam
b. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam
dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
c. Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan. d.Faringitis
kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk
yang berdahak.
d. Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.
e. Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak

DIAGONOSIS16

Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan

1. Anamnesis

Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang menginfeksi. Secara


garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas, anorexia, demam, suara
serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan jenis
mikroorganisme, yaitu:

a. Faringitis viral, umumnya oleh Rhinovirus diawali dengan gejala rhinitis


dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain kadang terjadi
demam disertai rinorea dan mual.
b. Faringitis bakterial, biasanya pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat,
muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggidan jarang
disertai batuk.

30
c. Faringitis fungal, terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik, mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
e. Faringitis kronik atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta
mulut berbau.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,
eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirustidak
menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirusdapat menimbulkan lesi
vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa
hari kemudian timbul bercak petechiaepada palatum dan faring. Kadang
ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
penekanan.
c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih diorofaring dan
pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di
bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).
e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi
oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

3. Pemeriksaan Penunjang21

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus


tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari
diagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis
yang diandalkan. Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang
dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan
oleh bakteri Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS). Group A

31
Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS)rapid antigen detection
testmerupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi
GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko sedang
atau jika seorang dokter memberikan terapi antibiotik dengan risiko tinggi
untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh positif maka pengobatan diberikan
antibiotik dengan tepat namun apabila hasilnya negatif maka pengobatan
antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up. Rapid antigen detection
testtidak sensitif terhadap Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri
patogen lainnya. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus
tenggorok dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior.
Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria
standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase
sensitifitas mencapai 90−99%. Kultur tenggorok sangat penting bagi
penderita yang lebih dari sepuluh hari.

PENATALAKSANAAN22

 Terapi pada penderita faringitis viral dapat diberikan aspirin atau


asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada
tenggorokan. Penderita dianjurkan untuk beristirahat di rumah dan
minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Faringitis yang
disebabkan oleh virus dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
 Terapi untuk faringitis bakterial diberikan antibiotik terutama bila diduga
penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus β hemolitikus. Dapat
juga diberikan Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal,
atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan
pada dewasa 3 x 500mg selama 6-10 hari, jika pasien alergi terhadap
penisilin maka diberikan eritromisin 4x500 mg/hari. Kumur dengan air
hangat atau antiseptik beberapa kali sehari
 Faringitis yang disebabkan Candida dapat diberikan Nystasin 100.00 –
400.000 2 kali/hari dan faringitis yang disebabkan Gonorea dapat

32
diberikan Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250mg secara injeksi
intramuskular
 Pada faringitis kronik hiperplastik, jika diperlukan dapat diberikan obat
batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit hidung dan sinus paranasal
harus diobati. –
 Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi untuk
faringitis kronik atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan men-aga
kebersihan mulut.

PENCEGAHAN23

 menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan


olahraga teratur.
 berhenti merokok.
 menghindari makan-makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.
 selalu menjaga kebersihan mulut.
 mencuci tangan secara teratur

KOMPLIKASI16

Komplikasi umum pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media, epiglottitis,


mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan infeksi streptokokus
jika tidak diobati dapat menyebabkan demam reumatik akut, peritonsillar
abses, peritonsillar cellulitis, abses retrofaringeal, toxic shock syndrome dan
obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam
reumatik akut dilaporkan terjadi pada1 dari 400 infeksi GABHS yang tidak
diobati.

33
PROGNOSIS24

Prognosis untuk faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus.
Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhati-
hati dengan komplikasi yang berpotensi terjadi.

2. TONSILITIS

DEFINISI
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel merupakan
kumpulan jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan di belakang kedua
ujung lipatan belakang mulut. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil adenoid,
tonsil palatina, dan tonsil faringeal yang ketiganya membentuk lingkaran yang
disebut cincin waldeyer.25
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer yang disebabkan oleh mikroorganisme berupa bakteri atau
virus yang masuk secara aerogen atau foodborn.26
Berdasarkan waktu berlangsung (lamanya) penyakit, tonsilitis terbagi
menjadi 2, yakni tonsilitis akut jika keluhan berlangsung kurang dari 3 minggu
dan tonsilitis kronis jika inflamasi atau peradangan pada tonsil palatina
berlangsung lebih dari 3 bulan atau menetap.26

EPIDEMIOLOGI
Anak-anak dan remaja usia sekolah adalah yang paling mungkin untuk
menderita tonsilitis, karena anak-anak suka memakan jajanan yang mengandung
banyak pemanis buatan dan kurang higenis, serta sistem imunnya yang masih
rentan terhadap infeksi, tetapi dapat menyerang siapa saja. Angka kejadian
tertinggi terutama antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10
tahun, dewasa muda usia 15 – 25 tahun dan dewasa tua berumur di atas 45 tahun
yang mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri.26

34
ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis adalah infeksi bakteri atau virus. Hal-hal yang dapat
memicu peradangan pada tonsil adalah seringnya kuman masuk kedalam mulut
bersama makanan atau minuman.25
Tonsilitis akut dan tonsilitis kronik memiliki perbedaan penyebabnya yaitu
tonsilitis akut lebih sering disebabkan oleh kuman grup Astreptococusβ-
hemolyticus, pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus pyogenes,
sedangkan tonsilitis kronik kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut
tetapi kadang-kadang pola kuman berubah menjadi kuman dari golongan gram
negatif.3
Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan,
menghirup udara setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi peralatan
seperti sikat gigi dari orang yang terinfeksi.26

PATOFISIOLOGI
Bakteri atau virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut.
Tonsil atau amandel berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh
tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh dan membentuk antibody
terhadap infeksi. Hal tersebut memungkinkan terjadinya peradangan pada tonsil
atau amandel. Akibat peradangan berulang menyababkan epitel mukosa dan
jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses peyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar.25
Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripta tonsil mengakibatkan
peningkatan stasis debris maupun antigen di dalam kripta, juga terjadi penurunan
integritas epitel kripta sehingga memudahkan bakteri masuk ke parenkim tonsil.
Bakteri yang masuk ke dalam parenkim tonsil akan mengakibatkan terjadinya
infeksi tonsil. Pada tonsilitis kronis bisa ditemukan bakteri yang berlipat ganda.
Bakteri yang menetap di dalam kripta tonsil menjadi sumber infeksi yang
berulang terhadap tonsil.28

35
GEJALA KLINIS
Pada tonsilitis akut, terdapat gejala seperti berikut:28
a) Kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok dan
adanya rasa nyeri saat menelan.
b) Pembesaran tonsil dan hiperemis, ukuran tonsil membesar akibat
hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta
tonsil.
c) Pembengkakan pada bagian leher, karena aliran getah bening dari daerah
tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular
node) bagian superior di bawah M. sternokleidomastoideus.
d) Demam dapat terjadi karena respon tubuh akibat adanya antigen asing
yang menyerang sistem pertahanan tubuh.
e) Jika pembesaran tonsil telah menyebabkan obstruksi parsial atau total jalan
nafas, hal tersebut dapat menyebabkan gangguan fisiologis berupa
kesulitan bernafas saat tidur dan mendengkur, yang dikenal dengan istilah
Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).
Pada tonsilitis kronik, terdapat gejala sebagai berikut:29
a) Nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran
cerna dan saluran napas. Keluhan demam jarang terjadi.
b) Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan
beberapa kripti terisi oleh detritus.
c) Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering
dan napas yang berbau, sering disertai halitosis dan pembesaran nodul
servikal.
d) Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh
dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik berupa;
a. Pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan
sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang
purulen.

36
b. Tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis,
kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulen.

PENEGAKAN DIAGNOSIS26

Anamnesis

Menanyakan biodata, keluhan pasien, sudah berapa lama keluhan tersebut Commented [ASR7]: Biasanya ppasien datang dengan
keluhan ....
diderita, apa yang memperberat dan memperingan keluhan, riwayat keluarga,
riwayat penyakit sebelumnya (riwayat terkena tonsilitis sebelumnya untuk
membedakan tonsilitis akut atau tonsilitis kronik), keadaan lingkungan sekitar
untuk melihat faktor predisposisi penyebab tonsilitis.

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembesaran tonsil T1-T4,


didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertropi), atau
dapat juga mengecil (atropi) biasanya pada dewasa, kripte melebar detritus (+) Commented [ASR8]: Pada tonsilitis kronis bisa
ditemukan
bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe subangulus mandibular.

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Laboratorium untuk mengetahui penyebab infeksi.


- Rapid Antigen Display Test (RADT)

PENATALAKSANAAN26

Penatalaksanaan tonsilitis meliputi non-medikamentosa, medikamentosa


dan operatif. Terapi non-medikamentosa yaitu menjaga hidrasi dan asupan kalori
yang adekuat, mengontrol demam dengan kompres, obat kumur untuk menjaga
higenitas mulut.

Terapi medikamentosa yaitu dengan pemberian analgetik untuk mengatasi


nyeri dan antibiotika sesuai kultur atau antivirus ditujukan untuk mengatasi

37
infeksi yang terjadi baik pada tonsilitis akut, maupun tonsilitis rekuren atau
tonsilitis kronis eksaserbasi akut. Antibiotik yang biasa digunakan adalah
amoksisilin atau deksametason.

Penatalaksanaan operatif dengan tindakan tonsilektomi dilakukan apabila


terjadi infeksi berulang atau kronis, gejala sumbatan tenggorok serta kecurigaan
neoplasma. Pada tonsil hipertrofi dapat menyebabkan keadaan emergency berupa
obstruksi saluran napas yang merupakan indikasi absolut untuk tindakan
tonsilektomi.

PENCEGAHAN

Solusi dari pencegahan tonsillitis dapat dilakukan dengan menjaga


kebersihan pada diri, cuci tangan cara terbaik. Selain itu juga banyak istirahat,
minum minuman hangat, berkumur dengan air garam yang hangat, hindari asap
rokok dan polutan udara lainnya, jangan menggunakan gelas minum dan peralatan
makan untuk bersama – sama. Pencegahan lain yang menggunakan logika dalah
saat batuk atau bersin gunakan tisu atau lengan anda dan hindari berada dekat
dengan orang yang sedang sakit.26

KOMPLIKASI

Tonsilitis dapat menyebabkan abses peritonsiller, otitis media, atau


mastoiditis akut saat pengobatan tidak adekuat. Pada kasus-kasus yang jarang,
tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau
pneumonia.25

38
PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan


pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi
indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang
sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus.30

3. ABSES PERITONSILER

DEFINISI

Abses peritonsil adalah salah satu dari abses leher dalam yang paling
.
sering ditemukan Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara
fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti
gigi, mulut, tenggorok dan sekitarnya.31

Abses leher dalam merupakan salah satu penyakit infeksi yang


mengancam jiwa , dibentuk oleh lapisan fasia serfikalis yang profunda, morbiditas
dan mortalitasnya berkisar antara 1,6 - 40 %. Sekalipun penyakit tonsilitis akut
merupakan penyakit yang benigna, tetapi komplikasinya dapat terjadi abses
peritonsil yang merupakan penyakit yang dapat mengancam jiwa, apabila tidak
diobati dengan segera dan adekuat.

Pada abses peritonsil ditemukan kumpulan pus yang berlokasi antara


kapsul fibrosa tonsil palatina (biasanya di pul atas) dan otot konstriktor faringeal
superior. Daerah ini terdiri atas jaringan ikat longgar, infeksi dapat menjalar
dengan cepat membentuk cairan yang purulen. Inflamasi yang progresif dapat
meluas secara langsung ke arah palatum mole, dinding lateral faring, dan jarang
ke arah basis lidah . Abses peritonsil pertama kali disebut pada abad ke-14,
merupakan penyakit yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan penanganan
yang tepat dan segera. Ruangan peritonsil dapat terinfeksi oleh bakteri
Streptococcus sp. Ruangan peritonsil dibatasi di medial oleh kapsul tonsil, di

39
lateral muskulus konstriktor faringeal superior, di inferior pilar anterior tonsil, dan
di pilar posterior tonsil.32

EPIDEMIOLOGI31

Abses peritonsil kira-kira 30% dari abses leher dalam,sekalipun sudah di


era antibiotika, abses peritonsil masih sering ditemukan dengan jumlah yang
menurun menjadi 18% di United Kingdom dalam sepuluh tahun terahir ini.

Tonsilitis banyak ditemukan pada anak-anak. Abses peritonsil biasanya


ditemukan pada orang dewasa dan dewasa muda, sekalipun dapat terjadi pada
anak-anak.Abses peritonsil umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut ,
dikatakan bahwa abses peritonsil merupakan salah satu komplikasi umum dari
tonsilitis akut, pada penelitian di seluruh dunia dilaporkan insidens abses
peritonsil ditemukan 10 -37 per 100.000 orang. Di Amerika dilaporkan 30 kasus
per 100 orang per tahun, 45.000 kasus baru per tahun. Data yang akurat secara
internasional belum dilaporkan. Biasanya unilateral, bilateral jarang ditemukan.

Yang Lin melaporkan sebuah kasus bilateral abses peritonsil. Usia


bervariasi paling tinggi pada usia 15-35 tahun, tidak ada perberdaan antara laki-
laki dan perempuan. Marom, et al melakukan studi pada 427 pasien dengan abses
peritonsil, dikatakan bahwa karakteristik abses peritonsil berubah, dikatakan
penyakit ini lebih lama dan lebih buruk, dan faktor merokok mungkin merupakan
faktor predisposisi.

Abses peritonsil adalah kumpulan pus di dalam ruangan antara tonsil dan
otot m. konstriktor superior. Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun,
namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi
kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tetapi infeksi bisa
menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Bukti
menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan penggunaan antibiotik oral
untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi untuk berkembangnya abses
peritonsil.

40
ETIOLOGI

Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun


yang anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsil
adalah Streptococcus pyogene (Group A beta- hemolitic streptococcus) sedangkan
organisme anaerob yang berperan adalah fusobacterium. Untuk kebanyakan abses
peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerob dan
anaerob.32

Kuman aerob: Grup A beta-hemolitik streptococci (GABHS) Group B, C, G


streptococcus, Hemophilus influenza (type b and nontypeable) Staphylococcus
aureus, Haemophilus parainfluenzae, Neisseria species. Mycobacteria sp.
Kuman Anaerob: Fusobacterium Peptostreptococcuse, Streptococcus sp.
33
Bacteroides .

Virus : Eipsten-Barr Adenovirus Influenza A dan B, Herpes simplex,


Parainfluenza.

PATOFISIOLOGI31

Abses peritonsil biasanya terjadi sebagai akibat komplikasi tonsillitis akut,


walaupun dapat terjadi tanpa infeksi tonsil sebelumnya. Infeksi memasuki kapsul
tonsil sehingga terjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi pembentukan nanah.
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh
karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga
dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang. Pada stadium permulaan
(stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis.

Bila proses tersebut berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut


lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Pembengkakan peritonsil akan
mendorong tonsil ke tengah, depan, bawah, dan uvula bengkak terdorong ke sisi
kontra lateral. Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan

41
menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Kelenjar
Weber adalah kelenjar mucus yang terletak di atas kapsul tonsil, kelenjar ini
mengeluarkan air liur ke permukaan kripta tonsil. Kelenjar ini bisa tertinggal pada
saat tonsilektomi, sehingga dapat menjadi sumber infeksi setelah tonsilektomi.
Dilaporkan bahwa penyakit gigi dapat memegang peranan dalam etiologi abses
peritonisl. Fried dan Forest menemukan 27% adanya riwayat infeksi gigi. Abses
peritonsil mengalami peningkatan pada penyakit periodontal dibandingkan
tonsilitis rekuren.

GEJALA KLINIK31,32

Nyeri tenggorok yang sangat (Odinofagi) dapat merupakan gejala


menonjol, dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk makan bahkan
menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi
hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar. Keluhan lainnya berupa mulut
berbau (foetor ex ore), muntah (regurgitasi), sampai nyeri alih ke telinga (otalgi).
Trismus akan muncul bila infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid.
Pemeriksaan fisik kadang-kadang sukar dilakukan, karena adanya trismus. Gejala
yang klasik adalah trismus, suara bergumam, disebut hot potato voice, dan uvula
terdorong ke arah yang sehat. Demam hanya ditemukan sebanyak 25%. Palatum
mole tampak membengkak dan menonjol kedepan, dapat teraba fluktuasi. Uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin
banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah. Palpasi (jika
mungkin) dapat membedakan abses dari selulitis.

DIAGNOSIS32, 33 Commented [ASR9]: Anamnesis didapatkan ...


Pemfis didapatkan ....

Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, dan


pemeriksaan fisik. Informasi dari pasien sangat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. Aspirasi dengan jarum pada daerah yang paling fluktuatif, atau punksi
merupakan tindakan diagnosis yang akurat untuk memastikan abses peritonsil.

42
Yang merupakan “gold standar” untuk mendiagnosis abses peritonsil adalah
dengan mengumpulkan pus dari abses dengan menggunakan jarum aspirasi.
Untuk mengetahui jenis kuman pada abses peritonsil tidak dapat dilakukan
dengan cara usap tenggorok. Pemeriksaan penunjang akan sangat membantu
selain untuk diagnosis, juga untuk perencanaan penatalaksanaan.

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium


seperti darah lengkap, pemeriksaan radiologi polos posisi antero-posterior hanya
menunjukkan “distorsi” dari jaringan tetapi tidak berguna untuk menentuan pasti
lokasi abses, pemeriksaan CT scan pada tonsil dapat terlihat daerah yang
hipodens, yang menandakan adanya cairan pada tonsil yang terkena, di samping
itu juga dapat dilihat pembesaran yang asimetris pada tonsil. Pemeriksaan ini
dapat membantu untuk rencana operasi. Ultrasonografi merupakan teknik yang
sederhana dan noninvasif dapat membantu dalam membedakan antara selulitis dan
awal abses.

PENATALAKSANAAN32,33

Penatalaksanaan harus segera dilakukan dan adekuat,untuk mencegah


obstruksi pernafasan dan mencegah meluasnya abses ke ruang parapfaring dan
mediastinum dan basis kranii.

Setelah dibuat diagnosa abses peritonsil,segera dilakukan aspirasi


kemudian insisi abses dan drainase. Masih ada kontroversi antara insisi drainase
dengan aspirasi jarum saja, atau dilanjutkan dengan insisi dan drainase, Gold
standard adalah insisi dan drainase abses. Pus yang diambil dilakukan
pemeriksaan kultur dan resistensi test.

Penanganan meliputi, menghilangkan nyeri, dan antibiotik yang efektif


mengatasi Staphylococcus aureus dan bakteri anaerob. Pada stadium infiltrasi,
diberikan antibiotika dosis tinggi, dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur
dengan cairan hangat Pemilihan antibiotik yang tepat tergantung dari hasil kultur
mikroorganisme pada aspirasi jarum. Penisilin merupakan “drug of chioce” pada

43
abses peritonsil dan efektif pada 98% kasus jika yang dikombinasikan dengan
metronidazole. Metronidazole merupakan antimikroba yang sangat baik untuk
infeksi anaerob.

KOMPLIKASI31

Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena masukan


makanan yang kurang. Abses pecah spontan, mengakibatkan terjadi perdarahan,
aspirasi paru atau pyemia ,penjalaran infeksi abses ke daerah parafaring sehingga
terjadi abses parafaring, penjalaran ke daerah intrakranial dapat mengakibatkan
trombus sinus kavemosus,meningitis danabsesotak.

Pada keadaan ini, bila tidak ditangani dengan baik akan menghasilkan
gejala sisa neurologis yang fatal. Komplikasi lain yang mungkin timbul akibat
penyebaran abses adalah endokarditis, nefritis, dan peritonitis juga pernah
ditemukan.Pembengkakan yang timbul di daerah supraglotis dapat menyebabkan
obstruksi jalan nafas yang memerlukan tindakan trakeostomi. Keterlibatan ruang-
ruang faringomaksilaris dalam komplikasi abses peritonsil mungkin memerlukan
drainase dari luar melalui segitiga submandibular .

PROGNOSIS31

Pemberian antibiotik yang adekuat dan drainase abses merupakan


penanganan yang kebanyakan hasilnya baik, dalam beberapa hari terjadi
penyembuhan. Dalam jumlah kecil,diperlukan tonsilektomi beberapa lama
kemudian. Bila pasien tetap mengeluh sakit tenggorok setelah insisi abses, maka
tonsilektomi menjadi indikasi. Kekambuhan abses peritonsil pada usia lebih muda
dari 30 tahun lebih tinggi terjadi, demikian juga bila sebelumnya menderita
tonsilitas sebelumnya sampai 5 episode.

44
F. INTEGRASI KEISLAMAN

Ayat Al Qur’an

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah
kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki” (Al-
Maidah: 6)

Hadis

“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, maka hendaklah ia menghirup air
ke lubang hidungnya (istinsyaq), lalu ia keluarkan (istintsar).” (HR. Muslim, no.
237)

Prof. Dr. Syahathah dari bagian THT fakulas kedokteran Universitas Alexandria
membuktikan bahwa Istinsyaq dapat membersihkan hidung dari kuman-kuman
dan mengeluarkan kuman tersebut. Sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
infeksi hidung.

Maksud dari ayat Al Qur’an dan juga Hadis diatas adalah allah menyuruh kita
untuk berwudhu, salah satu rukun berwudhu adalah memasukkan air kelubang
hidung atau biasa disebut dengan istinsyaq. Salah satu manfaat ketika
beristinsyaq adalah dapat membersihkan hidung dari kuman-kuman dan

45
mengeluarkan kuman tersebut. Sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
infeksi saluran pernafasan.

46
BAB III
PENUTUP

A. TABEL DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Faringitis Tonsilitis Abses Peritonsilar


Laki-laki 12 thn + + +/-
Nyeri Menelan + + +
Sejak 3 hari yang lalu +/- +/- -
Bersin +/- +/- +
Hidung Meler +/- +/- +/-
Tidak Demam +/- +/- +/-
IMT kurus + + +/- Commented [ASR10]: Coba didiskusikan dan dikaji ulang
tabel DD nya

B. DIAGNOSIS UTAMA

Diagnosis utama yang diambil darikelompok kami yaitu Faringitis karena


pada Faringitis lebih sesuai dengan dengan gejala pada skenario dibanding dengan
Diferensial Diagnosis. Commented [ASR11]: Sebutkan alasannya, sebab tabel
DD tidak menunjukkan faringitis lebih dominan
dibandingkan yang lain.

47
DAFTAR PUSTAKA Commented [ASR12]: Pastikan smua yang tercantum di
Dapus benar2 diambil sebagai baahan referensi, pun
sebaliknya. Smua yang tertulis d tipus, ada trtulis
1. Paulsen F; J. Waschke. Sobotta: Atlas Anoatomi Manusia JILID II: Edisi referensinya d dapus
23. Jakarta :EGC, 2012.
2. Eroschenko P. Victor. 2013. Atlas Histologi diFiore Dengan Korelasi
Fungsional. Edisi 12. Jakarta : EGC, 2013
3. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2012. Edisi 6.
Jakarta : EGC, 2012.
4. Nasution M. 2008. Infeksi Laring Faring (Faringitis Akut). FKG
Universitas Sumatra Utara Medan
5. Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin J, dkk. Telinga, hidung, tenggorok,
kepala dan leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007. Hal 118-310
6. Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
7. Herendeen EN, Szilagy GP. Infection of the upper respiratory tract.
Dalam: Kliegman MR, Behrman ER, Jenson HB, Stanton BF. Nelson
Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB elsevier; 2007.
8. Budiyanto, A.K., 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Edisi kedua Cetakan
kedua. Malang: UMM Press.
9. Fitriyah, Riska. Mahmudiono, Trias. 2013. Hubungan Asupan dan Pola
Konsumsi Vitamin A, Protein dan Zinc Dengan Kejadian ISPA dan
Status Gizi pada Anak. Media Gizi Indonesia 9(1):60-65
10. Michael KA, Boles U, Abdollah H. Early changes on the
electrocardiogram in hypertension. ESC Council for Cardiology
Practice, Vol. 13; No. 30. 2015. 1145-51.
11. Departemen Biomedik FKIK UIN Alauddin Makassar. Penuntun
Praktikum Fisiologi Biomedik II. PSPD UIN Alauddin : Makassar. 2017
12. Muflichatun. 2006. Hubungan Antara Tekanan Panas, Denyut Nadi
Dan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Pandai Besi Paguyuban
Wesi Aji Donorejo Batang. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas
Negeri Semarang.

48
13. Ismoedijanto, 2000. Demam pada Anak. Sari pediatri. Vol 2. Hal: 103-108
14. Greespan Francis S., Baxter John D, 2000. Endokrinologi Dasar & Klinik.
Edisi 4. Jakarta:EGC
15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter Pelayanan Primer. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
16. Zakiyah, Ana. 2015. Nyeri: Konsep dan Penatalaksanaan Dalam Praktek
Keperawataan Berbasis Bukti. Jakarta: Salemba Medika
17. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas. Direktorat Jendral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
18. Jill Gore, 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy
of Physician Assistants: February 2013- Volume 26-Issue 2- p 57-58.
19. Adam, G.L. Diseases of the nasopharynx and oropharynx.2009.In: Boies
fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat
diseases E . B aun ers Co.
20. Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition,
Volume one, United States of America.
21. Kazzi, A., Antoine., Wills, J. 2006. Pharyngitis.
22. Rusmarjono dan Bambang, H. 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam:
Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta. Edisi ke-
6.
23. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5. 2014. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
24. Acerra, J.R. 2010. Pharyngitis. Departement of Emergency Medicine:
North Shore

49
25. Manurung R. Gambaran Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pencegahan Tonsilitis Pada Remaja Putri Di Akper Imelda Medan Tahun
2015. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA. 2016;2(1): p28-31.
26. Shalihat AO, Novialdi, Irawati L. Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan
Perlakuan Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita
Tonsilitis Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun
2013. Jurnal Fakultas Kesehatan Andalas. 2015;4(3): p786-94.
27. Nizar M, Qamariah N, Muthmainah N. Identifikasi Bakteri Penyebab
Tonsilitis Kronik Pada Pasien Anak Di Bagian Tht Rsud Ulin
Banjarmasin. Berkala Kedokteran. 2016;12(2): p197-204.
28. Fakh I M, Novialdi, Elmatris. ‘Jurnal Kesehatan Andalas’ Karakteristik
Pasien Tonsilitis Kronis pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2013. 2016 Vol. 5, No. 2.
29. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi ke-6. FKUI
Jakarta: 2007. p212-25.
30. Edgren, A.L., Davitson, T., 2004. Sore Throat. Journal of the American
Association. p:13
31. Sari, Ni Luh Sartika, IDG Arta Eka Putra, NS Budayanti, Karakteristik
penderita abses peritonsil di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2010-
2014 : Mediciana. 2018.
32. M. Marbun, Erna. Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses
Peritonsil. Staf Pengajar Bagian THT Fakultas Kedokteran, Universitas
Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Jl Arjuna Utara No.6,
Jakarta Barat 11510. 2016
33. Batu, Maranatha Lumban, Dwi Reno Pawarti, Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Abses Peritonsil. Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga /RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2015.

50

Anda mungkin juga menyukai