SINDROMA KOMPARTEMEN
Disusun Oleh :
Tingkat : II B
Nim : PO.71.20.2.18.066
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindroma kompartmen adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan intestinal di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di
dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi
otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan intrakompartemen
meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam
kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah
nyeri, parestesia, disertai denyut nadi yang hilang.
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan
kronik, tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan
lamanya gejala. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut
adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar.
Sedangkan sindroma kompartemen kronik dapat disebabkan oleh
aktivitas yang berulang misalnya lari.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari abdomen dan anatomi fisiologi dinding abdomen?
2. Apa definisi dari Kompartemen Syndrome Abdomen?
3. Apa saja klasifikasi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
4. Apa saja etiologi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
5. Bagaimana patofisiologi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Kompartemen Syndrom
Abdomen?
8. Apa saja penatalaksanaan dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
4
9. Apa saja komplikasi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
10. Bagaimana prognosis dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
11. Bagaimana pencegahan dari Kompartemen Syndrome Abdomen?
12. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Kompartemen
Syndrom Abdomen?
C. Tujuan
A. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dasar tentang Kompartemen Syndrom
Abdomen dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Kompartemen Syndrom Abdomen.
B. Tujuan Khusus
Asuhan keperawatan ini disusun sebagai tugas mata kuliah
Keperawatan Pencernaan II. Setelah menyusun atau mempelajari
makalah ini mahasiswa diharapkan mampu:
1) Mengetahui dan memahami definisi dari abdomen dan anatomi
fisiologi dinding abdomen.
2) Mengetahui dan memahami definisi Kompartemen Syndrom
Abdomen.
3) Mengetahui dan memahami klasifikasi dari Kompartemen
Syndrom Abdomen.
4) Mengetahui dan memahami etiologi Kompartemen Syndrom
Abdomen.
5) Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Kompartemen
Syndrom Abdomen.
6) Menyebutkan dan memahami manifestasi klinis Kompartemen
Syndrom Abdomen.
7) Menyebutkan dan memahami pemeriksaan diagnostik dari
Kompartemen Syndrom Abdomen.
5
8) Menyebutkan dan memahami penatalaksanaan dari
Kompartemen Syndrom Abdomen.
9) Mengetahui dan memahami komplikasi dari Kompartemen
Syndrom Abdomen.
10) Memahami prognosis dari Kompartemen Syndrom Abdomen.
11) Mengetahui cara pencegahan dari Kompartemen Syndrome
Abdomen.
12) Mengetahui, memahami, dan menyusun asuhan keperawatan
klien dengan Kompartemen Syndrom Abdomen.
D. Manfaat
1) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Kompartemen Syndrom Abdomen.
2) Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada
klien dengan gangguan sistem pencernaan Kompartemen Syndrom
Abdomen.
3) Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan Kompartemen Syndrom Abdomen.
4) Sebagai referensi tambahan dalam proses pembeajaran mata kuliah
sistem pencernaan. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk
melengkapi bahan pembelajaran.
5) Memberikan informasi tentang penyakit Kompartemen Syndrom
Abdomen, penyebab, manifestasi klinis, serta cara perawatan dan
pengobatanya.
6
BAB 2
PEMBAHASAN
7
Keterangan :
1. Hipokhondriak kanan
2. Epigastrik
3. Hipokhondriak kiri
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran
pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus besar (Pearce, 1999).
1. Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung
di belakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium
cardia terletak di belakang tulang rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung,
mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus,
bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang
menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan
pylorus disebut anthrum pyloricum.
Fungsi lambung:
a. Tempat penyimpanan makanan sementara
b. Mencampur makanan.
c. Melunakkan makanan.
d. Mendorong makanan ke distal.
e. Protein diubah menjadi pepton.
f. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
g. Faktor antianemi dibentuk.
8
h. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum
(Pearce, 1999).
2. Usus halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung
sampai katup ibo kolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus
halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi usus besar.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang
panjangnya 25 cm.
b. Yeyenum adalah menempati dua per lima sebelah atas dari
usus halus.
c. Ileum adalah menempati tiga pertama akhir.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari
lambung isi duodenum adalah alkali. (Pearce, 1999)
3. Usus besar
Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari
katup ileokdik yaitu tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira
satu setengah meter.
Fungsi usus besar adalah:
a. Absorpsi air, garam dan glukosa.
b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
c. Penyiapan selulosa.
d. Defekasi (pembuangan air besar) (Pearce, 1999)
4. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.
Hati Secara luar dilindungi oleh iga-iga.
Fungsi hati adalah:
9
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya
mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai
pengantar matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah (Pearce, 1999).
5. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan
merupakan membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di
sebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran depannya.
Panjangnya delapan sampai dua belas centimeter. Kandung empedu
terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
Fungsi kangdung empedu adalah :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah
empedu.
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat.
(Pearce, 1999).
6. Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat
mirip dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter,
mulai dari duodenum sampai limpa. Pankreas dibagi menjadi tiga bagian
yaitu kepala pankreas yang terletak di sebelah kanan rongga abdomen
dan di dalam lekukan abdomen, badan pankreas yang terletak di
belakang lambung dalam di depan vertebre lumbalis pertama, ekor
pankreas bagian yang runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Fungsi pankreas adalah :
10
a. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang
membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan
elektrolit.
b. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat
kelompok-kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan
nyata.
c. Menghasilkan hormon insulin → mengubah gula darah menjadi
gula otot (Pearce, 1999).
7. Ginjal
Fungsi ginjal adalah :
a. Mengatur keseimbangan air.
b. Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan
asam basa darah.
c. Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam. (Pearce, 1999)
8. Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara
fundus ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa adalah :
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan
limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Dua facies yaitu facies diafraghmatika dan visceralis.
b. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
c. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior
11
B. Definisi Kompartemen Syndrom Abdomen
Menurut Sugrue (2005) berdasarkan penyebabnya, Abdominal
Compartment Syndrome (ACS) dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Primer atau ACS akut : jika patologi intra abdominal terjadi secara
langsung di bagian proksimal. Keadaan yang berhubungan
dengan cedera atau penyakit di region pelvis-abdomen yang
sering memerlukan penanganan bedah atau intervensi radiologis
intervensional. Kondisi yang berkembang setelah operasi perut
(seperti perut cedera organ yang membutuhkan bedah perbaikan
atau kerusakan control pembedahan, peritonitis sekunder,
perdarahan patah tulang panggul, atau penyebab lainnya
hematoma retroperitoneal besar, transplantasi hati).
2. ACS sekunder : jika tidak terdapat luka intraabdominal, tetapi di
luar abdominal yang dikarenakan akumulasi cairan (seperti
sepsis dan kebocoran kapiler, utama luka bakar, dan kondisi lain
yang membutuhkan resusitasi cairan besar).
3. ACS kronik : jika disebabkan oleh sirosis dan asites (biasanya
pada stadium lanjut ACS). Keadaan dimana ACS kembali terjadi
akibat tindakan bedah sebelumnya atau terapi medis pada primer
atau ACS sekunder.
12
C. Klasifikasi Kompartemen Syndrom Abdomen
Klasifikasi kompartemen sindrom abdomen (ACS) menurut indian
Journal of Critical Care Medicine adalah:
1. ACS primer
Biasanya terjadi pada keadaan cedera dan berawal dari
perdarahan serta edema viseral yang sering memerlukan penanganan
bedah atau intervensi radiologis intervensional. Penyebab utamanya
yaitu trauma penetrasi, pendarahan intraperitoneal, pankreatitis,
fraktur panggul, dll. contoh trauma yaitu peritonitis, ileus, dan
perdarahan.
2. ACS sekunder
Sindrom kompartemen abdomen sekunder dapat terjadi pada
pasien tanpa cedera intra-abdominal, ketika cairan menumpuk dalam
volume yang cukup untuk menyebabkan IAH. Terdiri dari tekanan
tinggi dan disfungsi organ yang disebabkan oleh edema dan
resusitasi. Contoh resusitasi: pasien syok hemoragik, luka bakar.
Terjadi baik pada pasien bedah maupun medis yang berhubungan
dengan volume resusitasi yang besar menyebabkan pembentukan
akut asites serta edema viseral, sehingga meningkatkan tekanan intra
abdominal dan terjadinya ACS.
3. ACS rekuren (ACS tersier)
Menunjukkan bahwa ACS terjadi berulang setelah penanganan
medis awal atau pembedahan pada sindrom kompartemen sekunder.
Hal yang umum terjadi pada edema organ yaitu iskemia jaringan.
Tingkat kematian sangat tinggi. Penyebab sindrom kompartemen perut
meliputi: dialisis peritoneal, Obesitas mengerikan, Sirosis, sindrom
Meigs, massa intra-abdomen.
Menurut Sugrue (2005)berdasarkan penyebabnya, Abdominal
Compartment Syndrome (ACS) dibagi menjadi tiga yaitu:
13
1. Primer atau ACS akut : jika patologi intra abdominal terjadi
secara langsung di bagian proksimal. Keadaan yang
berhubungan dengan cedera atau penyakit di region pelvis-
abdomen yang sering memerlukan penanganan bedah atau
intervensi radiologis intervensional. Kondisi yang berkembang
setelah operasi perut (seperti perut cedera organ yang
membutuhkan bedah perbaikan atau kerusakan control
pembedahan, peritonitis sekunder, perdarahan patah tulang
panggul, atau penyebab lainnya hematoma retroperitoneal
besar, transplantasi hati).
d. ACS sekunder : jika tidak terdapat luka intraabdominal, tetapi di
luar abdominal yang dikarenakan akumulasi cairan (seperti sepsis
dan kebocoran kapiler, utama luka bakar, dan kondisi lain yang
membutuhkan resusitasi cairan besar).
e. ACS kronik : jika disebabkan oleh sirosis dan asites (biasanya
pada stadium lanjut ACS). Keadaan dimana ACS kembali terjadi
akibat tindakan bedah sebelumnya atau terapi medis pada primer
atau ACS sekunder.
14
4. Tabrakan kendaraan bermotor atau setelah ledakan struktur besar
5. fraktur panggul
6. Pecahnya aneurisma aorta abdominal
7. ulkus peptikum perforasi
B. ACS sekunder
Sindrom kompartemen abdomen Sekunder dapat terjadi pada
pasien tanpa cedera intra-abdominal, ketika cairan menumpuk dalam
volume yang cukup untuk menyebabkan IAH. Penyebab meliputi:
1. Bervolume besar resusitasi: Literatur menunjukkan peningkatan
risiko secara signifikan dengan infus lebih besar dari 3 L
2. Daerah besar ketebalan penuh luka bakar:
3. Penetrasi atau trauma tumpul tanpa cedera diidentifikasi
4. Pascaoperasi
5. Packing dan penutupan fasia primer, yang meningkatkan insiden
C. Kronis
Penyebab sindrom kompartemen perut kronis meliputi berikut ini:
1. dialisis peritoneal
2. Obesitas mengerikan
3. Sirosis
4. sindrom Meigs
5. massa intra-abdomen (Richard Paula, 2015)
kompresi dinding abdomen menyebabkan peningkatan pada tekanan
intra-abdominal.
15
hipertensi intra abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan
pendarahan intra abdomen dari lienalis, hati dan cedera mesenterika
adalah penyebab paling umum dari hipertensi intra abdomen,
pembedahan perut dengan tujuan untuk mengendalikan pendarahan juga
dapat menimbulkan tekanan dalam ruang peritoneal. Hipoksia ini
berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembanga kompensasi
positif yang mencrikan pathogenesis hipertensi intra abdomen, dan
perkembangannya menjadi ACS :
1. Pelepasan sitokinin
2. Pembentukan oksgen radikal bebas
3. Penurunan produksi adenosine trifosfat
16
Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan
curah jantung.Ini ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan jurah
jantung merupakanhasil dari penurunan alur balik vena jantung dari
kompresi langsung pada venacava dan vena porta. Peningkatan tekanan
intra-thorak juga membuat penurunan aliran vena cava superior dan
inferior. Resistensi maksimal aliran darah vena cava terjadi di hiatus
cavum diafragma. Ini berhubungan dengan gradient tekanan tiba-tiba
antara abdomen dan rongga dada.
d. Disfungsi hepar
Penurunan aliran darah arteri hepatic, vena porta dan sirkulasi mikro
berhubungan dengan IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya
meningkat hingga 20 mmHg, kebalikan dari Q konstan dan tekanan arteri
rata-rata, aliran arteri hepatic berkurang hingga 55%, aliran vena porta
menurun hingga 35% dan aliran sirkulasimikro hepatic berkurang hingga
29% dibandingkan dengan control. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro
hepatik yang sama juga terjadi pada pasien dengan kolesistektomi per
laparoskopi. Pasien dengan trauma kemungkinan meningkat resiko
sekunder terhadap penurunan aliran darah portal dan visceral yang
terjadiselama syok.
e. Disfungsi Splaknik
Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava
inferior, efek predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi
splaknik. Hipoperfusisplaknik dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan
laporan kasus iskemiaintestinal yang memerlukan intervensi operatif
setelah laparoskopik elektif mempertahankan 15 mmHg
pneumoperitonium. Bagaimanapun aliran darah arterimesenterikum,
mukosa usus, dan vena porta telah menurun dengan peningkatan IAP. Ini
dapat diukur pada pengaturan klinis dengan tonometri gaster
yangmengindikasikan penurunan perfusi pada perut. Sebuah studi
menunjukkan bahwapenurunan perfusi gaster disimpulkan dengan
17
penurunan pHi gaster yangberkurang lebih awal dari tanda-tanda ACS
(oliguria, tekanan puncak inspirasimeningkat). Penurunan perfusi
gastrointestinal ini terjadi tidak bergantung pada penurunan Q.
f. Disfungsi system saraf pusat
Meskipun ACS tidak menyebabkan kegagalan system saraf pusat,
terdapathubungan erat antara IAH dan ICP yang meningkat dengan
reduksi sekunder pada CPP yang ditunjukkan pada dua hewan
percobaan. Ini akibat mekanismepeningkatan tekanan intrathora dimana
dihasilkan dari IAH, elevasi media padadiafragma. Peningkatan tekanan
intra-thorak meningkatkan tekanan vena jugular dan ICP. Pasien dengan
ACS secara klinis dan ICP yang meningkat telahterkoreksi ICP dengan
laparotomi dekompresi. Dengan demikian pemantauan IAPdisarankan
pada pasien dengan neurotrauma dan cedera abdomen atau curiga
IAHdengan pemikiran untuk dekompresi pada peningkatan ICP.
18
11. Tekanan intra abdomen yang meningkat (>40 mmHg)
(Paula Richard MD, 2013)
1. Laboratorium
Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk
mendiagnosis kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan
diagnosis banding lainnya.
a. Complete Metabolic Profile [CMP]
b. Hitung sel darah lengkap
c. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
d. Serum myoglobin
e. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab,
tetapi tidak membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
f. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat
mengarah ke diagnosis rhabdomyolisis.
g. Protombin time [PT] dan activated partial thromboplastin time
[aPTTT]
2. Imaging
a. Rongen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG
USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis [DVT] .
3. Pemeriksaan lainnya
a. Pengukuran tekanan kompartemen
19
b. Pulse Oximetry
Sangat membantu dalam mengidentifikasi hipoperfusi
ekstremitas, namun tidak cukup sensitif.
3. Trauma vascular
5. Sepsis
20
Pencegahan awal sangat efektif terutama pada yang telah diketahui
berisiko tinggi terkena ACS dan intervensi preventif akan mengurangkan
risiko peningkatan tekanan intra-abdominal. Biasanya pasien yang
berisiko ACS diketahui pada pasien yang dilaparotomi dan operasi harus
diberhentikan jika didapatkan ada gangguan pada fisiologis pasien seperti
hipotermi, asidosis, dan coagulopati. Terdapat berbagai cara untuk
menutup luka terbuka pada abdomen. Telah terbukti bahwa ACS dapat
dicegah dengan penutupan luka dengan menggunakan jaringan yang
bersifat menyerap terutama pada pasien yang menjalani laparotomi yang
paling berisiko.
21
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus semu
Tuan Y (35 Tahun) seorang karyawan swasta, datang ke
RSUA. Tuan Y mengeluh rasa tidak nyaman pada abdomen dan
mual muntah. 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, klien mengeluh
nyeri hebat pada perut bagian bawah saat melakukan aktivitas berat
dan mereda dalam keadaan rileks. Saat dalam keadaan nyeri, klien
meminum analgesic untuk mrredakan nyeri yang dirasakan. Klien
tidak memeriksakan keadaannya tersebut sampai bagian perutnya
membesar disertai nyeri hebat dan sesak. Tuan Y mengatakan
bahwa sekitar setahun yang lalu, klien pernah kecelakaan dan
mengalami trauma tumpul pada perut. Klien mengaku tidak
mempunyai penyakit gastritis, apendisitis, asma dan mengaku tidak
memiliki riwayat alergi.
B. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Tn.R
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
22
2. Keluhan Utama
Tidak ada
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Interpersonal : -
7. Pemeriksaan fisik
23
B3 (Brain) : ada perasaan takut, penampilan yang tidak
tenang, data psikologis klien nampak gelisah
B4 (Bladder) : oliguria
8. Pemeriksaan penunjang
C. ANALISA DATA
24
sesak saat bernafas abdomen meningkat nafas
DO : RR meningkat,
RR = >20 x/menit
Relaksasi diafragma
terhambat
Kapasitas residual
fungsional
Suplai O2 menurun
Sesak
Ketidakefektifan pola
nafas
3. DS : Klien mengeluh Trauma abdomen Penurunan perfusi
lemas jaringan
DO : Klien terlihat
Perdarahan antara
pucat
peritonial
Nadi : < 60 x/menit
TD : 90/60 mmHg
RR : < 20 x/menit Penurunan volume
Penurunan isi
sekuncup
25
Penurunan curah
jantung
Penurunan perfusi
jaringan
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra
abdomen yang mengakibatkan iskemik jaringan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubunga dengan distensi abdomen
yang mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi
diafragma)
3. Penurunan perfus jaringan berhubngan dengan perdarahan yang
mengakibatkan syok hipovolemik
E. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen
Tujuan : nyeri yang dirasakan berkurang tau dapat diadaptasi oleh
klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasaka berkurang atau dapat
diadaptasi
- Klien tidak kesakitan
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
- Klien tampak rileks
26
Intervensi Rasonal
1. Berikan kesempatam 1. Istirahat akan merelaksasi
waktu istirahat bila terasa semua jaringan sehingga
nyeri dan berikan posisi akan meningkatkan
yang nyaman kenyamana
2. Mengajarkan teknik 2. Akan melancarkan
relaksasi dan metode peredaran darah dan dapat
distraksi mengalihka perhatian nyeri
3. Beri tahu pasien untuk ke hal hal yang
menghindari mengejan, menyenangkan
meregang, batuk, dan 3. Menghindari adanya
mengangkat benda yang tekanan intra abdomen
berat. Ajarkan pasien 4. Analgesic mem-blok
untuk menekan insisi lintasan nyeri sehingga
dengan tangan atau bantal nyeri berkurang
selama episode batuk; ini
khususnya penting selama
periode pascaoperasi awal
dan selama 6 minggu
setelah pembedahan
4. Kolaborasi analgesic
5. Observasi tingkay nyeri
dan respon motorik klien,
30 menit stelah pemberian
analgesk untuk mengkaji
efektivitasnya dan setiap 1-
2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1-2 hari
27
2. Keridakefektifan pola nafs berhubungan dengaan distensi
abdomen
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola nafas,
klien dapat bernafas normal
Kriteria hasil : klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-
20x/menit, ekspansi dada normal
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi, irama, dan 1. Frekuensi, irama, dan
kedalaman nafas kedalaman nafas yang
2. Auskultasi bunyi nafas noermal menunjukkan pola
3. Pantau penurunan bunyi nafas yang efektif
nafas 2. Mendengarkan suara nafas
4. Penuhi kebutuhan O2 klien normal atau tidak
5. Berikan posisi yang 3. Penurunan bunyi nafas klien
nyaman semi fowler menunjukkan adanya
6. Berikan instruksi untuk gangguan pada jalan nafas
latihan nafas dalam 4. Memenuhi kebutuhan
7. Catat kemajuan yang ada oksigen klien
pada klien tentag 5. Posisi semi fowler
pernafasan memepermudah udara
masuk sehingga klien dapt
bernafas dengan optimal
6. Dengan latihan nafas yang
rutin, klien dapat terbiasa
untuk nafas dalam yang
efektif
7. Sebagai indicator efektif atau
tidakkah intervensi yang
dilakukan perawat pada klien
28
3. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda tanda vital
stabil
Kriteria hasil :
- Terpeliharanya dan meningkatnya kesadaran
- Menampakkan stabilitas tanda tanda vital
- Peran pasien menampakkan tidak adanya kemunduran atau
kekambuhan
Intervensi Rasional
1. Monitor dan catat status 1. Memantau keadaan klien
neurologis secara teratur berhubungan dengan
2. Evaluasi pupil (ukuran, system sarafnya
bentuk, kesamaan, dan 2. Mengetahui fungsi pupil
reaksi terhadap cahaya) masih normal atau tidaka
3. Monitor tanda tanda vital 3. Memantau keadaan klien
4. Bantu untuk mengubah melalui ttv
pandangan, misalnya 4. Membantu klien
pandangan kabur, memperjelas
perubahan lapang penglihatannya untuk
pandang / presepsi lapang kenyamanan klien
pandang 5. Dengan bicara normal, klien
5. Bantu meningkatkan bisa berkomunikasi dengan
fungsi, termasuk bicara baik
jika pasien mengalami 6. Member kesempatan klien
gangguan fungsi bicara untuk istirahat total agar
6. Pertahankan tirah baring, staminanya bisa pulih
seiakan lingkungan yang 7. Dengan posisi dviasi, klien
tenang, atur kunjungan bisa bernafas dengan
29
sesuai indikasi mudah dan mencegah
pusing
8. Memenuhi kebutuhan
oksigen klien agar klien
dapat bernafas dengan
normal
30
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom kompartemen abdominal adalah suatu kondisi yang sangat
berpotensi akan terjadinya kematian, hal ini dapat diakibatkan oleh
beberapa kasus yang menyebabakan hipertensi intra-abdominal;
penyebab tersering adalah trauma tumpul abdominal. Peningkatan
tekanan intra-abdominal menyebabkan hipoperfusi dan iskemik usus
besar, dan selaput perut lainnya. Efek patofisiologi termasuk pelepasan
sitokin, oksigen radikal bebas, dan penurunan produksi sel (adenosine
triphosphat). Proses ini memungkinkan terjadinya translokasi bakteri yang
berasal dari usus dan edema usus besar, yang merupakan faktor
pencetus terjadinya sindrom disfungsi organ pada pasien. Konsekuensi
dari sindrom kompartemen abdomen sangat besar dan mempengaruhi
banyak sistem vital pada tubuh. Hemodinamik, respirasi, renal, dan
abnormalitas neurologi adalah bagian-bagian yang dipengaruhi sindrom
kompartemen abdomen. Penatalaksanaan medis berupa laparatomi.
Asuhankeperawatan berupa keterlibatan perawat terhadap monitoring
kondisi klien, termasuk ukuran tekanan intra-abdominal. (Richard Paula,
2015)
B. Saran
Sebaiknya perawat harus mempunyai pengetahuan mengenai
kompartemen syndrome abdomen serta ketrampilan untuk melakukan
penceghan maupun penatalaksanaan terhadap penyakit tersebut karena
diketahui bahwa kompartemen syndrome abdomen ini merupakan suatu
kegawatan dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Maka dari itu
dibutuhkan asuhan keperawatan yang komperhensif agar dapat
mempercepat proses penyembuhan dan mengatasi masalah yang
dihadapi pasien
31
DAFTAR PUSTAKA
32