PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari abdomen dan anatomi fisiologi dinding abdomen?
2. Apa definisi dari Kompartemen Syndrome Abdomen?
3. Apa saja klasifikasi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
4. Apa saja etiologi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
5. Apa saja faktor resiko dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
6. Bagaimana patofisiologi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
7. Apa saja manifestasi klinis dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
9. Apa saja penatalaksanaan dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
10. Apa saja komplikasi dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
11. Bagaimana prognosis dari Kompartemen Syndrom Abdomen?
12. Bagaimana pencegahan dari Kompartemen Syndrome Abdomen?
13. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Kompartemen Syndrom
Abdomen?
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dasar tentang Kompartemen Syndrom Abdomen
dan asuhan keperawatan pada klien dengan Kompartemen Syndrom
Abdomen.
B. Tujuan Khusus
Asuhan keperawatan ini disusun sebagai tugas mata kuliah
Keperawatan Pencernaan II. Setelah menyusun atau mempelajari makalah
ini mahasiswa diharapkan mampu:
1) Mengetahui dan memahami definisi dari abdomen dan anatomi fisiologi
dinding abdomen.
2) Mengetahui dan memahami definisi Kompartemen Syndrom Abdomen.
3) Mengetahui dan memahami klasifikasi dari Kompartemen Syndrom
Abdomen.
4) Mengetahui dan memahami etiologi Kompartemen Syndrom Abdomen.
5) Mengetahui dan memahami Insiden dan faktor resiko dari
Kompartemen Syndrom Abdomen.
6) Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Kompartemen Syndrom
Abdomen.
7) Menyebutkan dan memahami manifestasi klinis Kompartemen Syndrom
Abdomen.
2
8) Menyebutkan dan memahami pemeriksaan diagnostik dari
Kompartemen Syndrom Abdomen.
9) Menyebutkan dan memahami penatalaksanaan dari Kompartemen
Syndrom Abdomen.
10) Mengetahui dan memahami komplikasi dari Kompartemen Syndrom
Abdomen.
11) Memahami prognosis dari Kompartemen Syndrom Abdomen.
12) Mengetahui cara pencegahan dari Kompartemen Syndrome Abdomen.
13) Mengetahui, memahami, dan menyusun asuhan keperawatan klien
dengan Kompartemen Syndrom Abdomen.
1.4 Manfaat
1) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Kompartemen Syndrom Abdomen.
2) Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada klien
dengan gangguan sistem pencernaan Kompartemen Syndrom Abdomen.
3) Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan Kompartemen
Syndrom Abdomen.
4) Sebagai referensi tambahan dalam proses pembeajaran mata kuliah sistem
pencernaan. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi
bahan pembelajaran.
5) Memberikan informasi tentang penyakit Kompartemen Syndrom Abdomen,
penyebab, manifestasi klinis, serta cara perawatan dan pengobatanya.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
4
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan,
yaitu lambung, usus halus dan usus besar (Pearce, 1999).
1. Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di
belakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium cardia
terletak di belakang tulang rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung, mencapai
ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian terbesar letak
di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang menghubungkan corpus dengan duodenum.
Bagian corpus dekat dengan pylorus disebut anthrum pyloricum.
Fungsi lambung:
a. Tempat penyimpanan makanan sementara
b. Mencampur makanan.
c. Melunakkan makanan.
d. Mendorong makanan ke distal.
e. Protein diubah menjadi pepton.
f. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
g. Faktor antianemi dibentuk.
h. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum (Pearce, 1999).
2. Usus halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang
dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo
kolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah
umbilicus dan dikelilingi usus besar.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.
b. Yeyenum adalah menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum adalah menempati tiga pertama akhir.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung
isi duodenum adalah alkali. (Pearce, 1999)
3. Usus besar
Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup
ileokdik yaitu tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu setengah
meter.
5
Fungsi usus besar adalah:
a. Absorpsi air, garam dan glukosa.
b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
c. Penyiapan selulosa.
d. Defekasi (pembuangan air besar) (Pearce, 1999)
4. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati Secara luar
dilindungi oleh iga-iga.
Fungsi hati adalah:
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai
pengaruhnya atas makanan dan darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar
matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah (Pearce, 1999).
5. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan
membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan
bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan sampai dua belas
centimeter. Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
Fungsi kangdung empedu adalah :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat. (Pearce,
1999).
6. Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter, mulai dari
duodenum sampai limpa. Pankreas dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala
pankreas yang terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan
abdomen, badan pankreas yang terletak di belakang lambung dalam di depan
vertebre lumbalis pertama, ekor pankreas bagian yang runcing di sebelah kiri dan
menyentuh limpa.
Fungsi pankreas adalah :
6
a. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang
membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-
kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
c. Menghasilkan hormon insulin mengubah gula darah menjadi gula
otot (Pearce, 1999).
7. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal
di sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat
diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebre thoracalis sampai
vertebre lumbalis ketiga ginjal kanan lebih rendah dari kiri, karena hati
menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 sampai 7
centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi menjadi
beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus caudatus, lobus
sinistra.
Fungsi ginjal adalah :
a. Mengatur keseimbangan air.
b. Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam
basa darah.
c. Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam. (Pearce, 1999)
8. Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara
fundus ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa adalah :
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk homoglobin dan zat
besi bebas.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Dua facies yaitu facies diafraghmatika dan visceralis.
b. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
c. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior
7
E. Pankreas
F. Kolon desenden
G. Kolon transversum
H. Usus halus
I. Kolon sigmoid
J. Kandung kencing
K. Apendiks
L. Sekum
M. Illium
N. Kolon asenden
O. Kandung empedu
P. Liver
Q. Lobus kanan
R. Lobus kiri
8
menyebabkan hipoperfusi dan iskemik usus besar, dan selaput perut lainnya.
Efek patofisiologi termasuk pelepasan sitokin, oksigen radikal bebas, dan
penurunan produksi sel (adenosine triphosphat). Proses ini memungkinkan
terjadinya translokasi bakteri yang berasal dari usus dan edema usus besar,
yang merupakan faktor pencetus terjadinya sindrom disfungsi organ pada
pasien. Konsekuensi dari sindrom kompartemen abdomen sangat besar dan
mempengaruhi banyak sistem vital pada tubuh. Hemodinamik, respirasi,
renal, dan abnormalitas neurologi adalah bagian-bagian yang dipengaruhi
sindrom kompartemen abdomen. Penatalaksanaan medis berupa laparatomi.
Asuhan keperawatan berupa keterlibatan perawat terhadap monitoring
kondisi klien, termasuk ukuran tekanan intra-abdominal. (Richard Paula,
2015)
Menurut Sugrue (2005) berdasarkan penyebabnya, Abdominal
Compartment Syndrome (ACS) dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Primer atau ACS akut : jika patologi intra abdominal terjadi secara
langsung di bagian proksimal. Keadaan yang berhubungan dengan
cedera atau penyakit di region pelvis-abdomen yang sering memerlukan
penanganan bedah atau intervensi radiologis intervensional. Kondisi
yang berkembang setelah operasi perut (seperti perut cedera organ yang
membutuhkan bedah perbaikan atau kerusakan control pembedahan,
peritonitis sekunder, perdarahan patah tulang panggul, atau penyebab
lainnya hematoma retroperitoneal besar, transplantasi hati).
2. ACS sekunder : jika tidak terdapat luka intraabdominal, tetapi di luar
abdominal yang dikarenakan akumulasi cairan (seperti sepsis dan
kebocoran kapiler, utama luka bakar, dan kondisi lain yang
membutuhkan resusitasi cairan besar).
3. ACS kronik : jika disebabkan oleh sirosis dan asites (biasanya pada
stadium lanjut ACS). Keadaan dimana ACS kembali terjadi akibat
tindakan bedah sebelumnya atau terapi medis pada primer atau ACS
sekunder.
9
2.3 Klasifikasi Kompartemen Syndrom Abdomen
Klasifikasi kompartemen sindrom abdomen (ACS) menurut indian Journal
of Critical Care Medicine adalah:
1. ACS primer
Biasanya terjadi pada keadaan cedera dan berawal dari perdarahan
serta edema viseral yang sering memerlukan penanganan bedah atau
intervensi radiologis intervensional. Penyebab utamanya yaitu trauma
penetrasi, pendarahan intraperitoneal, pankreatitis, fraktur panggul, dll. contoh
trauma yaitu peritonitis, ileus, dan perdarahan.
2. ACS sekunder
Sindrom kompartemen abdomen sekunder dapat terjadi pada pasien
tanpa cedera intra-abdominal, ketika cairan menumpuk dalam volume yang
cukup untuk menyebabkan IAH. Terdiri dari tekanan tinggi dan disfungsi
organ yang disebabkan oleh edema dan resusitasi. Contoh resusitasi: pasien
syok hemoragik, luka bakar. Terjadi baik pada pasien bedah maupun medis
yang berhubungan dengan volume resusitasi yang besar menyebabkan
pembentukan akut asites serta edema viseral, sehingga meningkatkan tekanan
intra abdominal dan terjadinya ACS. Sindrom kompartemen sekunder
umumnya meningkat pada periode awal terapi langsung untuk penanganan
resusitasi sepsis. Penyebab meliputi: Penetrasi atau trauma tumpul tanpa
10
cedera diidentifikasi pascaoperasi, Packing dan penutupan fasia primer, yang
meningkatkan insiden keracunan darah, dll.
11
(primer, sekunder, dan kronis) memiliki penyebab yang berbeda dan kadang-
kadang tumpang tindih.
A. ACS utama
Penyebab utama (yaitu, akut) sindrom kompartemen abdomen adalah
sebagai berikut:
1. trauma penetrasi
2. Perdarahan intraperitoneal
3. Pankreatitis
4. Tabrakan kendaraan bermotor atau setelah ledakan struktur besar
5. fraktur panggul
6. Pecahnya aneurisma aorta abdominal
7. ulkus peptikum perforasi
B. ACS sekunder
Sindrom kompartemen abdomen Sekunder dapat terjadi pada pasien
tanpa cedera intra-abdominal, ketika cairan menumpuk dalam volume yang
cukup untuk menyebabkan IAH. Penyebab meliputi:
1. Bervolume besar resusitasi: Literatur menunjukkan peningkatan risiko
secara signifikan dengan infus lebih besar dari 3 L
2. Daerah besar ketebalan penuh luka bakar:
3. Penetrasi atau trauma tumpul tanpa cedera diidentifikasi
4. Pascaoperasi
5. Packing dan penutupan fasia primer, yang meningkatkan insiden
keracunan darah
C. Kronis
Penyebab sindrom kompartemen perut kronis meliputi berikut ini:
12
1. dialisis peritoneal
2. Obesitas mengerikan
3. Sirosis
4. sindrom Meigs
5. massa intra-abdomen (Richard Paula, 2015)
13
akibat dari syok hipovolemik dan perpindahan volume yang besar, merupakan
penyebab penting hipertensi intra abdomen, dan selanjutny menyebabkan ACS
pada pasien trauma. Pada kondis syok, vasokonstriksi dimediasi oleh system saraf
simpatik mengakibatkan kurangnya suplai darah ke kulit, ginjal, oto, dan saluran
pencernaan, hal ini bertujuan untuk menyuplai darah ke jantung dan otak.
Redistribusai darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan usus.
Hipoksia ini berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembanga kompensasi
positif yang mencrikan pathogenesis hipertensi intra abdomen, dan
perkembangannya menjadi ACS :
1. Pelepasan sitokinin
2. Pembentukan oksgen radikal bebas
3. Penurunan produksi adenosine trifosfat
Yang terkena dampak adalah pompa natrium kaliaum. Efisien fungsi pompa
sangat penting untuk peratura intraseluler elektrolit. Ketika pompa gagal, erjadi
kebocorn natrium ke dalam sel sehingga menark air. Sel membengkak, selaput
kehilangan integritas, isi intrasel keluar ke ekstraseluler dan mengakibatkan
inflamasi (peradangan). Inflamasi dengan cepat berubah menjadi edema, sebagai
akibat dari kebocoran kapiler, da jaringan usus semakin membengkak akibat dari
semakin meningkatny tekanan intra abdomen. Pada awal tekanan, perfusi usus
14
terganggu, hipoksia seluler, ematian sel, peradangan, edema terus berlanjut.
(Pleva Mayzlik,J. 2004)
b. Disfungsi paru
Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru. Komplians paru
mengalami resultan reduksi progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu
fungsional dan volume residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi
hemidiafragma pada radiografi dada. Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas
15 mmHg. Terjadi kegagalan respirasi selanjutnya akibat hipoventilasi dari hasil
elevasi progresif IAP. Resistensi vascular paru meningkat sebagai hasil dari
pengurangan tekanan oksigen alveolus dan peningkatan tekanan intra-torak. Pada
akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan keadaan hipoksia, hiperkapnia
dan peningkatan tekanan ventilasi.
15
c. Disfungsi jantung
Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah
jantung.Ini ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan jurah jantung
merupakanhasil dari penurunan alur balik vena jantung dari kompresi langsung
pada venacava dan vena porta. Peningkatan tekanan intra-thorak juga membuat
penurunan aliran vena cava superior dan inferior. Resistensi maksimal aliran
darah vena cava terjadi di hiatus cavum diafragma. Ini berhubungan dengan
gradient tekanan tiba-tiba antara abdomen dan rongga dada. Peningkatan tekanan
intra-thorak menyebabkan kompresi jantung dan pengurangan volume akhir
diastolik. Kenaikan resistensi vascular sistemik berasal dari efek gabungan
vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat. Gangguan ini membuat stroke
volume berkurang dimana hanya satu-satunya yang dikompensasi dengan
meningkatkan detak jantung dan kontraktilitas. Kurva Starling kemudian bergeser
ke bawah dan ke kanan dan curah jantung secara progresif menurun dengan IAP
yang meningkat. Kelainan ini terjadi eksaserbasi bersamaan dengan
hipovolemia.Perubahan hemodinamik signifikan ditunjukkan pada IAP diatas 20
mmHg.
d. Disfungsi hepar
Penurunan aliran darah arteri hepatic, vena porta dan sirkulasi mikro
berhubungan dengan IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya meningkat
hingga 20 mmHg, kebalikan dari Q konstan dan tekanan arteri rata-rata, aliran
arteri hepatic berkurang hingga 55%, aliran vena porta menurun hingga 35% dan
aliran sirkulasimikro hepatic berkurang hingga 29% dibandingkan dengan control.
Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang sama juga terjadi pada pasien
dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan trauma kemungkinan
meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah portal dan visceral
yang terjadiselama syok.
e. Disfungsi Splaknik
Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava inferior,
efek predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi splaknik.
16
Hipoperfusisplaknik dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan laporan kasus
iskemiaintestinal yang memerlukan intervensi operatif setelah laparoskopik
elektif mempertahankan 15 mmHg pneumoperitonium. Bagaimanapun aliran
darah arterimesenterikum, mukosa usus, dan vena porta telah menurun dengan
peningkatan IAP. Ini dapat diukur pada pengaturan klinis dengan tonometri gaster
yangmengindikasikan penurunan perfusi pada perut. Sebuah studi menunjukkan
bahwapenurunan perfusi gaster disimpulkan dengan penurunan pHi gaster
yangberkurang lebih awal dari tanda-tanda ACS (oliguria, tekanan puncak
inspirasimeningkat). Penurunan perfusi gastrointestinal ini terjadi tidak
bergantung pada penurunan Q. IAP yang meningkat juga menunjukkan tekanan
vena porta yangmeningkat. Ini kemungkinan salah satu factor kontribusi pada
patofisiologi varises esophagus pada pasien dengan gagal hati. Meningkatnya IAP
hingga 10 mmHgmenghasilkan peningkatan tekanan varises, volume, radius dan
ketegangan dinding. Sebagai tambahan, penurunan perfusi splaknik dan cedera
reperfusi ditunjukkan dengan produksi sitokin dari usus. Ini berperan dalam
perkembangan komplikasi septic dan atau sindrom respon inflamasi sistemik
(SIRS) dankegagalan organ multipel.
17
1. Distensi abdomen yang berat
2. Penurunan output urin (kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam)
3. Peningkatan tekanan puncak inspirasi (lebih dari 40 cmH2O)
4. Penurunan indeks transpor O2
5. Gangguan kardiovaskular dan ditandai dengan peningkatan vena central
(CVP)
6. Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat,volume tidal yang
berkurang
7. Curah jantung menurun
8. Tekanan darah yang labil
9. pH rendah yang menetap
10. Oliguria yang tidak repon terhadap terapi konvensional
11. Tekanan intra abdomen yang meningkat (>40 mmHg)
(Paula Richard MD, 2013)
1. Laboratorium
Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk
mendiagnosis kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis
banding lainnya.
a. Complete Metabolic Profile [CMP]
b. Hitung sel darah lengkap
c. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
d. Serum myoglobin
e. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi
tidak membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
f. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat
mengarah ke diagnosis rhabdomyolisis.
g. Protombin time [PT] dan activated partial thromboplastin time
[aPTTT]
2. Imaging
a. Rongen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG
USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis [DVT] .
18
3. Pemeriksaan lainnya
a. Pengukuran tekanan kompartemen
b. Pulse Oximetry
Sangat membantu dalam mengidentifikasi hipoperfusi ekstremitas,
namun tidak cukup sensitif.
19
keadaan premorbid pasien. Pasien gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah
terkompensasi dengan hal tersebut. Grade I IAH secara umum hanya memerlukan
resusitasi volume dengan pemantauan tekanan berkelanjutan. Beberapa pasien
tidak membaik keadaannya. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan
gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung dan paru minimal, dapat
diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanan. Bila pasien
mengalami cedera intra-kranial atau kompresi berat yang lebih, operasi
dekompresi harus dipikirkan. Grades III dan IV ditangani dengan operasi
dekompresi. Saat ini sebagian besar penulis menyetujui bahwa tekanan kritis
untuk ACS adalah antara 20 hingga 25 mmHg.
a. Sistem grade kompartemen abdominal
Tekanan buli-buli Grade (mmHg) Rekomendasi
I 1015 Pertahankan normovolemia
II 1625 Resusitasi Hipervolemik
III 2635 Dekompresi
IV >35 Dekompresi dan re-eksplorasi
Pilihan terapi medis untuk mengurangi IAP :
1. Memperbaiki komplians dinding abdomen
- Sedasi dan analgesik
- Blokade neuromuskular
- Hindari ketinggian kepala tempat tidur > 30 degrees
2. Evakuasi isi intra-lumen
- Dekompresi nasogaster
- Dekompresi rektum
- Agent gastro-/colo-prokinetik
3. Evakuasi kumpulan cairan abdominal
- Parasentesis
- Drainase perkutan
4. Koreksi keseimbangan cairan positif
- Hindari resusitasi cairan berlebih
- Diuretik
- Koloid / cairan hipertonik
- Hemodialisis / ultrafiltrasi
5. Organ Pendukung
- Pertahankan APP > 60 mmHg dengan vasopressor
- Optimalkan ventilasi, alveolar recruitment
- Gunakan tekanan jalan napas transmural (tm)
- Pplattm = Pplat IAP
20
- Pikirkan untuk menggunakan volumetric preload indices
- Jika menggunakan PAOP/CVP, gunakan tekanan transmural
- PAOPtm = PAOP - 0.5 * IAP
- CVPtm = CVP - 0.5 * IAP
Terdapat manajemen nonoperatif pada IAH/ACS yang terdiri dari lima
intervensi terapi, tiap terapi mengandung beberapa langkah tingkat terapi :
1. Evakuasi isi intralumen
2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen
3. Memperbaiki komplians dinding abdomen
4. Optimalkan kebutuhan cairan
5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik
b. Manajemen pembedahan
Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien
dengan ACS. Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam. Temporary
abdominal closure (TAC) telah banyak digunakan sebagai mekanisme
mengembalikan dampak akibat peningkatan IAP. Beberapa penulis menganjurkan
penggunaan TAC sebagai profilaksis untuk mengurangi komplikasi post operasi
dan mempermudah re-eksplorasi yang telah direncanakan. Setelah laparotomi
dekompresi, dilakukan temporer abdominal closure yang dilanjutkan dengan
permanen abdominal closure pada hari berikutnya.
21
lateks Esmarch atau mesh. Jika mesh dijahit ke kulit, akan ditutup dengan adesif
drape yang steril dan drape (Vi-drape or Steri Drape). Menjahit bahan sintetis
ke kulit bukan ke fasia, mempersiapkan fasia untuk definitive closure berikutnya.
Jika penutupan kulit saja menyebabkan peningkatan IAP, kulit dibiarkan terbuka.
Usus ditutupi dengan nonadhesive, nonporous materi (seperti tas atau perekat
usus terlipat menggantungkan dirinya sendiri sehingga sisi perekat menempel
pada dirinya sendiri).
Tepi bahan nonadhesive, nonporous diselipkan di bawah tepi dinding
abdomen anterior untuk mencegah pengeluaran isi dari usus. Selanjutnya, handuk
steril ditempatkan, diikuti oleh tirai perekat (Vidrape atau tirai Steri ) yang
menempel pada dinding perut dan mencegah lebih lanjut pengeluaran isi,
pengeringan dari usus, dan cairan kerugian dari perut yang terbuka. Aplikasi
langsung dari tirai perekat ke usus meningkatkan risiko enterocutaneous fistula
dan tidak disarankan.
Sebuah cairan irigasi urologis tas dijahit ke kulit dan saluran eksternal
ditempatkan untuk mengontrol dan kuantifikasi dari kebocoran cairan atau
perdarahan.
22
dinding perut rekonstruksi dapat dilakukan enam hingga dua belas bulan
kemudian.
Berbagai metode rekonstruksi telah dijelaskan, termasuk medial bilateral
kemajuan abdominus rektus otot dan fasia dengan atau tanpa sayatan kulit-
relaksasi. Expanders jaringan subkutan diikuti oleh flaps kemajuan myocutaneous
bilateral juga telah digunakan. Garis tengah perut flap cacat mungkin memerlukan
rekonstruksi atau rekonstruksi dengan nonabsorbable mesh.
Pasien yang dirawat di ICU sebaiknya diskrining untuk melihat faktor
resiko terjadinya IAH/ACS dan dengan kegagalan organ yang baru atau progresif.
Biladua atau lebih faktor resiko dijumpai, pengukuran IAP harus dilakukan. Dan
bila IAH ditemukan, pengukuran IAP serial harus dilakukan pada pasien tersebut.
Pengukuran IAP terdiri dari berbagai teknik yaitu penempatan metal intra-
abdomen langsung (sudah lama ditinggalkan), tekanan vena kava inferior
(beresiko thrombosis dan infeksi), tekanan gaster (jarang digunakan tetapi
berguna bila terdapat trauma buli-buli dimana distensi buli merupakan
kontraindikasi) dan tekanan buli-buli. Gold standard pengukuran IAP adalah
dengan tekanan buli-buli.
Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril
kedalam Foley kateter melalui lubang aspirasi; klem silang selang steril dari
drainkantong urin letak distal dari lubang aspirasi; hubungkan ujung selang
drainkantong urin ke Foley kateter; lepaskan klem sesaat agar cairan dari buli
keluar dan kemudian klem ulang; Y-connect transduser tekanan ke kantong drain
melalui lubang aspirasi menggunakan jarum G 16; pastikan IAP dari transduser
menggunakan puncak dari tulang simfisis pubis sebagai titik nol dalam
posisitelentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke Foley kateter melalui
kolom cairan di selang dapat digunakan untuk menentukan tekanan sebagai ganti
transduser.
23
Jika pada sindrom kompartemen abdominal tidak mendapatkan penanganan
dengan segera maka akan menimbulkan beberapa komplikasi berikut ini (Irga,
2008) :
3. Trauma vascular
5. Sepsis
24
perut berkorelasi dengan peningkatan angka kematian sebelum perkembangan
aktual sindrom kompartemen abdomen (Richard Paula, 2015)
25
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
3.1 Pengkajian
1 Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien (Biodata klien) yang
meliputi: nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama, pekerjaan, tanggal pengkajian, nomor register, dan diagnosa medis.
2 Keluhan Utama
Klien dengan abdominal kompartement syndrome mengalami keluhan
utama mengeluh adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen bawah.
26
Amati arah gejala dalam pernapasan dan detak jantung (RR dan HR,
masing-masing) dan penurunan urin. Tanda dan gejala nonspesifik dan halus
mungkin dimasukkan ke kondisi klinis lain. Peningkatan IAP mempengaruhi
sistem kardiovaskular, paru-paru, ginjal, dan neurologis.
1. Kardiovaskular
Hipotensi mungkin hasil dari penurunan CO, yang dihasilkan dari
vasokonstriksi IAH-diinduksi. Tanda-tanda syok, termasuk pucat, takikardi,
kulit dingin dan lembab, mungkin ada. aliran balik vena berkurang karena
kompresi dari IVC, yang mengakibatkan hilangnya pemenuhan (peningkatan
tekanan IVC) dan penurunan preload (volume), yang selanjutnya mengurangi
CO. Peningkatan IAP kompres aorta, sehingga peningkatan SVR
(peningkatan afterload), yang mengurangi CO. Kompensasi vasokonstriksi
mempengaruhi aliran darah ke pembuluh darah hati dan ginjal, yang
mengarah ke kompromi ginjal, oliguria, dan hipoperfusi hati; jika tidak
diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal dan hati.
2. Paru-paru
Gangguan pernapasan hasil dari tekanan perut yang meningkat dapat
menghambat gerakan diafragma dengan memaksa diafragma ke atas, yang
menurunkan kapasitas residual fungsional, meningkatkan atelektasis, dan
mengurangi luas permukaan paru-paru. Takipnea dan peningkatan kerja
pernapasan dapat hadir. hipoksemia yang memburuk dapat menaikkan tekanan
puncak inspirasi, mirip dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).
dukungan ventilasi alternatif sering diperlukan untuk mempertahankan
oksigenasi dan ventilasi.
3. Neurologis
Mengubah hasil status mental dari obstruksi aliran vena serebral,
menyebabkan kemacetan pembuluh darah dan meningkatkan ICP.
Peningkatan IAP meningkatkan tekanan intratoraks, yang menekan pembuluh
darah di dalam rongga dada, sehingga sulit bagi pembuluh darah otak
27
mengalir denga baik. Kombinasi penurunan CO dan peningkatan ICP dapat
menyebabkan penurunan CPP, yang mendorong penurunan lebih lanjut dalam
tingkat kesadaran (LOC).
4. Ginjal
Hasil disfungsi ginjal seperti peningkatan tekanan perut meningkatkan
kompres kandung kemih dan uretra serta arteri dan vena ginjal. Pengeluaran
Urin berkurang dan peningkatan serum BUN dan kreatinin walaupun
keduanya mungkin tidak melakukannya secara proporsional satu sama lain
(rasio BUN/kreatinin).
28
Data Etiologi Masalah
DS : Klien mengeluh Trauma tumpul Nyeri
nyeri abdomen
DO :
P: Nyeri timbul akibat Perdarahan intra
adanya benturan abdomen
tumpul pada abdomen
Hipertensi intra-
saat kecelakaan
abdomen
Q: Nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk-tusuk Nyeri
R: Terasa nyeri di
bagian perut bawah
S: Skala nyeriantara 1-
10)
T: Nyeri timbul ketika
klien melakukan
pergerakan
Kapasitas residual
fungsional
Suplai O2 menurun
Sesak
Gangguan pertukaran
gas
Penurunan perfusi
3.4 Diagnosa keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang
mengakibatkan iskemik jaringan.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan distensi abdomen yang
mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi diafragma).
3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
4) Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguri.
5) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
menurun akibat adanya mual dan muntah.
6) Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan : Potensial
komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya penyakit, dan tindakan yang
dapat mencegah kekambuhan.
30
insisi dengan tangan atau bantal sehingga nyeri berkurang
5. Pengkajian yang optimal akan
selama episode batuk; ini
memberikan perawat data yang
khususnya penting selama periode
objektif untuk mencegah
pascaoperasi awal dan selama 6
kemungkinan komplikasi dan
minggu setelah pembedahan.
4. Kolaborasi analgesik. melakukan intervensi yang tepat.
5. Observasi tingkat nyeri dan respon
motorik klien, 30 menit setelah
pemberian analgesik untuk
mengkaji efektivitasnya dan setiap
1-2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1-2 hari.
Intervensi Rasional
31
nafas dalam. bernapas dengan optimal.
6. Dengan latihan napas yang rutin,
7. Catat kemajuan yang ada pada
klien dapat terbiasa untuk napas
klien tentang pernafasan.
dalam yang efektif.
7. Sebagai indikator efektif atau
8. Kolaborasi : operasi abdomen terbuka tidakkah intervensi yang dilakukan
(OA) perawat pada klien.
8. Menghindari komplikasi kritis dan
hasil klinis yang buruk
Intervensi Rasional
32
4) Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguri
Tujuan: mengembalikan pola eliminasi urin normal.
Kriteria hasil: Klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien
menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.
Intervensi Rasional
33
Klien dapat menidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan atau
menurunkan nyeri
Klien tampak rileks
34
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN SEMU
4.1 PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Tuan Y
Umur : 35 tahun
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Surabaya
2. Keluhan Utama
35
Tidak ada
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Interpersonal : -
7. Pemeriksaan fisik
B4 (Bladder) : oliguria
8. Pemeriksaan penunjang
36
perut bawah
S : Skala nyeri 8 (skala antara Nyeri
1-10)
T : Nyeri timbul ketika klien
melakukan pergerakan
2. DS : Klien mengeluh sesak Tekanan intra-abdomen Ketidakefektifan pola nafas
saat bernafas
meningkat
DO : RR meningkat, RR =
>20 x/menit
Relaksasi diafragma
terhambat
Kapasitas residual
fungsional
Suplai O2 menurun
Sesak
37
Penurunan arus balik
vena
ginjal
Oliguria
38
1. Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang
mengakibatkan iskemik jaringan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubunga dengan distensi abdomen yang
mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi diafragma)
3. Penurunan perfus jaringan berhubngan dengan perdarahan yang
mengakibatkan syok hipovolemik
4. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan oliguria
4.4 INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen
Tujuan : nyeri yang dirasakan berkurang tau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasaka berkurang atau dapat
diadaptasi
- Klien tidak kesakitan
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri
- Klien tampak rileks
Intervensi Rasonal
1. Berikan kesempatam waktu istirahat 1. Istirahat akan merelaksasi semua
bila terasa nyeri dan berikan posisi jaringan sehingga akan meningkatkan
yang nyaman kenyamana
2. Mengajarkan teknik relaksasi dan 2. Akan melancarkan peredaran darah dan
metode distraksi dapat mengalihka perhatian nyeri ke
3. Beri tahu pasien untuk menghindari
hal hal yang menyenangkan
mengejan, meregang, batuk, dan 3. Menghindari adanya tekanan intra
mengangkat benda yang berat. Ajarkan abdomen
4. Analgesic mem-blok lintasan nyer
pasien untuk menekan insisi dengan
sehingga nyeri berkurang
tangan atau bantal selama episode
batuk; ini khususnya penting selama
periode pascaoperasi awal dan selama 6
minggu setelah pembedahan
4. Kolaborasi analgesic
5. Observasi tingkay nyeri dan respon
39
motorik klien, 30 menit stelah
pemberian analgesk untuk mengkaji
efektivitasnya dan setiap 1-2 jam
setelah tindakan perawatan selama 1-2
hari
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi, irama, dan kedalaman 1. Frekuensi, irama, dan kedalaman nafa
nafas yang noermal menunjukkan pola nafa
2. Auskultasi bunyi nafas
yang efektif
3. Pantau penurunan bunyi nafas
2. Mendengarkan suara nafas klien norma
4. Penuhi kebutuhan O2
5. Berikan posisi yang nyaman semi atau tidak
3. Penurunan bunyi nafas klien
fowler
6. Berikan instruksi untuk latihan nafas menunjukkan adanya gangguan pada
dalam jalan nafas
7. Catat kemajuan yang ada pada klien 4. Memenuhi kebutuhan oksigen klien
5. Posisi semi fowler memepermudah
tentag pernafasan
udara masuk sehingga klien dap
bernafas dengan optimal
6. Dengan latihan nafas yang rutin, klien
dapat terbiasa untuk nafas dalam yang
efektif
7. Sebagai indicator efektif atau tidakkah
intervensi yang dilakukan perawat pada
klien
40
Tujuan : perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda tanda vital stabil
Kriteria hasil :
- Terpeliharanya dan meningkatnya kesadaran
- Menampakkan stabilitas tanda tanda vital
- Peran pasien menampakkan tidak adanya kemunduran atau kekambuhan
Intervensi Rasional
1. Monitor dan catat status neurologis 1. Memantau keadaan klien berhubungan
secara teratur dengan system sarafnya
2. Evaluasi pupil (ukuran, bentuk, 2. Mengetahui fungsi pupil masih norma
kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya) atau tidaka
3. Monitor tanda tanda vital 3. Memantau keadaan klien melalui ttv
4. Bantu untuk mengubah pandangan, 4. Membantu klien memperjela
misalnya pandangan kabur, perubahan penglihatannya untuk kenyamanan
lapang pandang / presepsi lapang klien
5. Dengan bicara normal, klien bisa
pandang
5. Bantu meningkatkan fungsi, termasuk berkomunikasi dengan baik
6. Member kesempatan klien untuk
bicara jika pasien mengalami gangguan
istirahat total agar staminanya bisa
fungsi bicara
6. Pertahankan tirah baring, seiakan pulih
7. Dengan posisi dviasi, klien bisa
lingkungan yang tenang, atur
bernafas dengan mudah dan mencegah
kunjungan sesuai indikasi
pusing
8. Memenuhi kebutuhan oksigen klien
agar klien dapat bernafas dengan
normal
Intervensi Rasional
1. Pantau pengeluaran urin, catat jumlah 1. Pengeluaran urin mungkin sedikit, dan
41
dan warna saat dimana dieresis terjadi pekat karena penurunan perfusi ginjal
2. Pantau / hitung keseimbagan
Posisi terlentang membantu dieresi
pemasukan dan pengeluaran selama
sehingga pengeluaran urin dapa
24jam
ditingkatkan selama tirah baring
3. Pertahankan duduk atau tirah baring
2. Terapi diuretic dapat disebabkan oleh
dengan posisi semi fowler selama fase
kehilagan cairan tiba tiba / berlebihan
akut
(hipovolemia) meskipun edema atau
4. Pantau TD dan CVP bila ada
5. Kaji bisng usus, catat keluhan asites masih ada.
3. Posisi tersebut meningkatkan filtras
anoreksia, mual, distensi abdomen dan
ginjal dan menurunkan produksi ADH
konstipasi
sehingga meningkatkan dieresis
4. Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan peningkatan
kongesti paru, gagal jantung
5. Kongesti visceral (terjadi pada GJK
lanjut) dapat mengganggu fungsi gaste
intestinal
42
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sindrom kompartemen abdominal adalah suatu kondisi yang sangat
berpotensi akan terjadinya kematian, hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa
kasus yang menyebabakan hipertensi intra-abdominal; penyebab tersering adalah
trauma tumpul abdominal. Peningkatan tekanan intra-abdominal menyebabkan
hipoperfusi dan iskemik usus besar, dan selaput perut lainnya. Efek patofisiologi
termasuk pelepasan sitokin, oksigen radikal bebas, dan penurunan produksi sel
(adenosine triphosphat). Proses ini memungkinkan terjadinya translokasi bakteri
yang berasal dari usus dan edema usus besar, yang merupakan faktor pencetus
terjadinya sindrom disfungsi organ pada pasien. Konsekuensi dari sindrom
kompartemen abdomen sangat besar dan mempengaruhi banyak sistem vital pada
tubuh. Hemodinamik, respirasi, renal, dan abnormalitas neurologi adalah bagian-
bagian yang dipengaruhi sindrom kompartemen abdomen. Penatalaksanaan medis
berupa laparatomi. Asuhan keperawatan berupa keterlibatan perawat terhadap
monitoring kondisi klien, termasuk ukuran tekanan intra-abdominal. (Richard
Paula, 2015)
Jika tidak diobati, sindrom kompartemen abdomen akan mengalami kefatal.
Menurut, Eddy (1997) kematian dari 68% pasien dengan sindrom kompartemen
perut dari 1984-1996 sebagian besar penduduk adalah laki-laki (70%), dan
sebagian besar telah mengalami trauma tumpul (80%) dan angka kematian telah
berkisar 25-75% (Eddy V, 1997 ).
Abdominal compartement syndrome belum jelas namun total populasi yang
didiagnosis dengan ACS semakin meningkat. Ini termasuk pasien-pasien dengan
luka tusuk dan luka tumpul terbuka, ruptur aneurysma aorta abdomen, perdarahan
retroperitoneal, pneumoperitoneum, neoplasma pancreatitis, ascites yang masif
dan transplantasi hepar. Resusitasi cairan yang masif, akumulasi darah dan
pembekuan edema usus dan penutupan secara paksa pada dinding abdomen yang
tidak komplians adalah faktor-faktor yang bisa menyebabkan ACS. Tambahan
pula, jaringan parut luka bakar di sekeliling abdomen cenderung terjadinya
43
kompresi dinding abdomen menyebabkan peningkatan pada tekanan intra-
abdominal.
44