Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound dehiscence


merupakan komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander
(2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%,
dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara
partial atau komplet salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada
luka post operatif harus segera ditangani karena pasien tersebut memiliki
kemungkinan mortalitas 30%.
Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan
eversi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan
salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut.
Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit pasien
yang pernah mengalami burst abdomen.
Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593
operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus
diantara 5156. Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan
untuk pria dan wanita adalah 2: 1. Namun, saat ini insiden burst abdomen
tidak berbeda jauh dengan tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan
tingkat kematian 10% - 30%. Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada
perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan
bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya.
Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita. Biasanya burst abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan
puncaknya pada hari kesepuluh pasca-operasi, dan memiliki angka kematian
sekitar 20%.
Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan risiko
kematian. Melalui makalah ini kami memberikan pengetahuan dan cara

1
pencegahan terjadinya burst abdomen sehingga angka kejadian penyakit
tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
pula bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien burst
abdomen yang benar.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana anatomi fisiologi abdomen?
b. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen?
c. Bagaimana klasifikasi dari penyakit burst abdomen?
d. Bagaimana etiologi dari penyakit burst abdomen?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen?
f. Bagaimana patofisiologi dari penyakit burst abdomen?
g. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen?
h. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen?
i. Bagaimana komplikasi dari penyakit burst abdomen?
j. Bagaimana pathway dari penyakit burst abdomen?
k. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan burst abdomen?

1.3 Tujuan
a. Memahami anatomi fisiologi abdomen
b. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen
c. Memahami klasifikasi dari penyakit burst abdomen
d. Memahami etiologi dari penyakit burst abdomen
e. Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen
f. Memahami patofisiologi dari penyakit burst abdomen
g. Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen
h. Memahami penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen
i. Memahami komplikasi dari penyakit burst abdomen
j. Memahami WOC dari penyakit burst abdomen
k. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan burst abdomen

2
1.4 Manfaat
a. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari penyakit burst abdomen.
b. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit burst abdomen.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Abdomen

Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan


meluas dari atas dari diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan
lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di
bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua
sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di
bagian belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadrats lumborum.

Gambar 2.1. Bagian rongga abdomen


Keterangan :
1. Hipokhondriak kanan
2. Epigastrik
3. Hipokhondriak kiri
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri

4
Abdomen adalah suatu rongga yang dilapisi oleh lapisan peritoneum baik
organ maupun dindingnya. Lapisan peritoneum yang melapisi rongga
abdomen disebut peritoneum parietal dan yang melapisi semua organ dalam
abdomen di sebut peritoneum visceral. Sebagian besar isi dari rongga
abdomen adalah:
1. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung terletak di sebelah atas kiri
abdomen, fundus lambung mencapai ketinggian ruang interkostal (antar
iga) kelima kiri.

Gambar 2.2. Lambung

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara


ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida
(HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir
melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam
klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein.

5
2. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta.

Gambar 2.3. Usus halus

Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Merupakan bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenal dan berakhir di ligament treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-
2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus.

6
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4
m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

3. Usus Besar
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari kolon asendens (kanan), kolon transverse, kolon desendens (kiri),
kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

Gambar 2.4. Usus Besar

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna


beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.

4. Hati
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.

7
Gambar 2.5. Hati
Fungsi hati adalah:
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai
pengaruhnya atas makanan dan darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar
matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah

5. Kantong Empedu
Kantung empedu adalah sebuah kantung berbentuk terong dan merupakan
membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah
permukaan bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Panjangnya 8-12
cm. Kantung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
Fungsi kangtung empedu adalah :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat

8
Gambar.2.6 Kantung Empedu

6. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki fungsi
utama yakni untuk menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa
hormon penting seperti insulin dan glukagon. Kelenjar pankreas terletak
pada bagian belakang lambung dan berhubungan erat dengan duodenum
(usus dua belas jari), strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah.
Jaringan pancreas terdiri atas lobula dari sel sekretori yang tersusun
mengitari saluran-saluran halus.

Gambar 2.7. Pankreas

Panjangnya kira-kira 15 cm dan mengandung sekumpulan sel yang disebut


kepulauan Langerhans. Pulau Langerhans, terdiri dari dua macam sel yaitu
alfa dan beta. Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau

9
Langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Sel beta memproduksi
insulin sedangkan sel-sel alfa memproduksi glukagon.

7. Ginjal
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding
abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12
hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena
besarnya lobus hepar.

Gambar 2.8. Ginjal

Ginjal dibungkus oleh tiga lapis yaitu yang terdalam adalah kapsula
renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar
adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung
dari trauma dan me fiksasi ginjal. Ginjal menjalankan fungsi yang vital
sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan
dalam tubuh dengan mengeraikan zat terlarut dan air secara selektif.

8. Limpa
Limpa merupakan organ RES (Reticuloendothelial system) yg terletak di
cavum abdomen pada region hipokondrium/ hipokondriaka sinistra. Limpa
terletak sepanjang costa IX, X, dan XI sinistra dan ekstremitas inferior nya
berjalan ke depan sampai sejauh linea axillaries media.

10
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Dua facies yaitu facies diafragmatika dan visceralis.
b. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
c. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior
Fungsi limpa adalah:
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.

Gambar 2.9 Limpa

Struktur dinding abdomen


Dinding abdomen mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas
pada iga, dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding abdomen
terdiri atas beberapa lapis yaitu:
1. Kulit
2. Subkutan fet yang disekat oleh:
a. Fascia camfer
Mengandung paniculus adiposa (lemak). Lapisan ini juga
membungkus daerah perineum sebagai fascia superfisial perinea. Pada
laki-laki fascia ini bersatu dengan fascia scarpa membentuk tunica
dartos sebagai salah satu lapisan pembungkus dari testis. Para ahli
bedah memanfaatkan lembar dalam fascia superfisial yang berupa

11
selaput, untuk memegang jahitan sewaktu menutup sayatan pada kulit
abdomen
b. Fascia scarpa
Lapisan membranosa yang tidak mengandung lemak.
c. Fascia transfersalis
Suatu lembar selaput yang kuat dan hampir melapisi seluruh dinding
abdomen. Fascia transversalis menutupi permukaan dalam musculus
transversus abdominis dan aponeurosisnya, dan dari kedua sisi bersatu
di sebelah dorsal linea alba.
3. Otot –otot dindidng abdomen

Gambar 2.10 Otot dinding abdomen

a. Musculus rectus abdominis


Merupakan otot panjang dan kuat yang tebentang sepanjang seluruh
panjang dinding abdomen. Muscles rektus abdominis berasal dari
depan simfisis pubis dan Krista pubika. Otot ini berinsersi ke kartilago
kosta V,VI,XII dan permukaan luar prosesus xipoideus. Jika otot ini
berkontraksi terlihat linea semilunaris yang terbentang dari ujung
rawan iga IX sampai tuberkulum pubikum. Otot ini disilangi oleh tiga
insersi : Ujung proses xifoideus, Umbilicus, dan ditengah keduanya.
Fungsi dari otot ini untuk fleksi trunk, mengangkat pelvis.
b. Musculus oblica eksterna
Otot ini merupakan otot dinding abdomen yang paling superficial.
Otot ini berorigo pada tepi eksternal delapan ruas tulang iga yang

12
terakhir, serat-serat nya berjalan serong dari kraniolateral menuju
kaudomedial dan berinsersi pada tiga tempat. Posterior dari otot ini
berinsersi ke labium eksterna dan Krista iliaka. Fungsi dari otot ini
adalah rotasi toraks ke sisi yang berlawanan.
c. Muscles oblica interna
Otot ini melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-
seratnya berjalan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak
lurus dengan m. abdominiseksternus oblik. Fungsi dari otot untuk
rotasi toraks ke sisi yang sama.
Otot ini berinsersi pada 3 tempat :
1. Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir
2. Sarung rektus
3. Os pubis
d. Musculus transvesalis
Otot ini berupa tendon menuju ke linea alba dan bagian inferior
vagina musculi trecti abdominis. Origo pada permukaan kartilagi
kostalis 7-12. Insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum
crista iliaca, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendoon menuju
linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis. Fungsi
dari otot ini menekan perut , menegangkan dan menarik dinding perut.
e. Musculus piramidalis
Musculus piramidalis ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada
dasarnya berasal dari permukaan anterior pubis dan berinsersi pada
linea alba. Otot ini terletak pada bagian depan bagian bawah musculus
rektus abdominis. Fungsi musculus piramidalis adalah untuk
menegangkan linea alba.
4. Peritonium
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan mengkilat,
terletak pada facies interna cavum abdominis. Secara umum, dibagi
menjadi peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan cavum peritonei.
Peritoneum viscerale adalah yang membungkus permukaan organ
abdominal, peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding abdomen

13
dari dalam rongga abdomen, sedangkan cavum peritonei adalah rongga
yang terletak di antara kedua lapisan tersebut dan mengandung cairan
sereus.Peralihan peritoneum parietale menjadi paritoneum viscerale
(reflexi peritoneum) dapat berupa lipatan (plica), lembaran (omentum),
atau alat penggantung viscera.

Dinding ventrolateral abdomen


Garis-garis pembelahan alami pada kulit konstan dan berjalan hamper
horizontal disekitar tubuh. Secara klinik ini penting, karena insisi sepanjang
garis pembelahan akan sembuh dengan parut yang sedikit, sedangkan insisi
yang menyilang garis-garais ini akan sembuh dengan parut yang luas atau parut
yang menonjol.

Linea Alba

Gambar 2.11 Linea alba


Merupakan pita brosa yang terbentang vertikal dari processus xiphoideus
sampai symphysis pubica. Sarung rektus (rektus sheath) adalah kumpulan dari
aponeurosis otot-otot dinding abdomen yang membungkus m. rektus
abdominis. Sarung rektus ini berfungsi sebagai reticulum yang
mempertahankan m. rektus abdominis tetap pada posisinya (mencegah
terjadinya bow-string effect) pada waktu kontraksi

2.2 Definisi Burst Abdomen

Laparotomy merupakan suatu proses insisi bedah kedalam rongga


abdomen yang dilakukan dengan berbagai indikasi seperti trauma abdomen,
penanganan obstetric (sectio saesaria) infeksi pada rongga abdomen,

14
perdarahan saluran cerna, sumbatan pada usus halus dan usus besar serta
masa pada abdomen tindakan laparotomy dapat menimbulkan berbagai
komplikasi pasca bedah antara lain gangguan perfusi jaringan, infeksi pada
luka yang menyebabkan buruknya integritas kulit serta terjadinya burst
abdomen.
Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence
atau luka operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai
terbukanya sebagian atau seluruh luka operasi yang disertai protusi atau
keluarnya isi rongga abdomen. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses
penyembuhan luka operasi. Wound dehiscence merupakan komplikasi
pertama dari pembedahan abdominal. Insidennya sekitar 0,2% sampai dengan
0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10% sampai dengan
40%, disebabkan penyembuhan luka operasi yang inadekuat (Baxter, 2003).
Terjadinya wound dehiscence dengan berbagai kondisi seperti anemia,
hipoalbumin, malnutrisi, keganasan, obesitas dan diabetes, usia lanjut,
prosedur pembedahan spesifik seperti pembedahan pada kolon atau
laparotomi emergency. Wound dehiscence dapat juga terjadi karena
perawatan luka yang tidak adekuat serta faktor mekanik seperti batuk batuk
yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematoma serta teknik operasi yang
kurang baik.
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ
dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari
penutupan luka didalam perut.

2.3 Klasifikasi Burst Abdomen

Menurut Theodore (1999), klasifikasi dari burst abdomen adalah sebagai


berikut:
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi ekimosis atau

15
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.

2.4 Etiologi Burst Abdomen


Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor
risiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative,
operative, dan post-operative (British Medical Journal:1966).
a. Pre operasi
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit
meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst
abdomen pada pasien yang berumur ,45 tahun sebesar 1.3%, sedangkan
pada pasien >45 tahun sebesar 5.4% (Schwartz et al,Principles Of
Surgery). Burst abdomen sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini
dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ, dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding melemah (Lotfy,
2009).
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi
dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
4. Hippoproteinemia
Hipoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam
penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein
serum dibawah 6g/dl memiliki risiko burst abdomen.

16
5. Defisiensi vitamin C
Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu
penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka.
6. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi
mmakrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu kortikosteroid
juga dapat menurunkan sistem imun.
7. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang
persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intra abdomen.
8. Hypoalbuminanemia (serum albumin <3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen
sulfas mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar
penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses
fibroblasi dan kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan
luka.
9. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya
burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan
hemodinamik pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan
operasi yang terencana.
10. Diabetes (GDP>140 mg/dl atau GDA>200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung
lama (Lotfy, 2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada
jaringan ikat hal tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh pada daya
tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka
operasi.

2.5 Manifestasi Klinis Burst Abdomen


1. Luka yang dehiscence yang ditunjukkan pada 7-14 hari setelah operasi

17
2. Nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak
3. Batuk yang berat disertai muntah-muntah
4. Adanya serosa kekuning- kuningan yang keluar dari luka
5. Perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya
infeksi di daerah tersebut
6. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
7. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
8. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak
anemis dan pasien tampak sangat kesakitan

2.6 Patofisiologi Burst Abdomen

Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat


menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti
pancreatitis akut atau pecahnya aneurisme aorta abdominal. Obstruksi
mekanis usus halus, dan pembesaran abdomen bisa menimbulkan hipertensi
intra-abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan pendarahan intra-
abdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenteric adalah penyebab paling
umum dari hipertensi intra-abdomen. Pembedahan perut dengan tujuan untuk
mengendalikan pendarahan juga dapat meningkatkan tekanan dalam ruang
peritoneal. Distensi usus, sebagai akibat dari syok hypovolemic dan
perpindahan volume yang besar, merupakan penyebab penting hipertensi
intra-abdomen, dan selanjutnya mengakibatkan ACS, pada pasien trauma.
Pada kondisi syok, vasokonstriksi di mediasi oleh sistem saraf
simpatik mengakibatkan kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal, dan
saluran pencernaan, hal ini bertujuan untuk menyuplai jantung dan otak.
Redistribusi darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan usus.
Hipoksia ini berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembangan
kompensasi positif yang mencirikan pathogenesis hipertensi intra-abdomen
dan perkembangannya menjadi ACS:
1. Pelepasan sitokin
2. Pembentukan oksigen radikal bebas
3. Penurunan produksi adenosin trifosfat pada sel

18
Sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka
sitokin dilepaskan. Molekul-molekul ini meningkatkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada terjadinya edema.
Setelah seluler mengalami re-perfusi, oksigen radikal bebas dihasilkan. Agen
ini mempunyai efek toksik pada membrane sel yang kondisinya di perparah
oleh adanya sitokin, yang merangsang pelepasan radikal lebih banyak lagi.
Selain itu, kurangnya pengantaran oksigen ke jaringan yang mengalami
keterbatasan produksi adenosine triposfat dan penurunan persediaan dari
adenosine triposfat ini tergantung pada aktivitas selular. Yang terkena
dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisien fungsi pompa sangat penting
untuk peraturan intra seluler elektrolit. Ketika pompa gagal, terjadi kebocoran
natrium kedalam sel sehingga menarik air. Sehingga sel membengkak, selaput
kehilangan integritas, menumpahkan isi intra selular ke lingkungan
ekstraseluler dan lebih jauh mengakibatkan inflamasi (peradangan).
Peradangan dengan cepat mengarah pada pembentukan edema, sebagai akibat
dari kebocoran kapiler, dan jaringan yang semakin membengkak di usus
akibat semakin meningkatnya tekanan intra-abdomen. Pada awal tekanan,
perfusi usus terganggu, dan siklus hipoksia selular, kematian sel, peradangan,
dan edema terus berlanjut.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Burst Abdomen


1. Sinar X Abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus
atau obstruksi usus.
2. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui risiko yang dapat
memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
3. CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh
manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi maupun
terapi yang akan dilakukan terhadap pasien

19
4. Tes BGA
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.
Hitung darah lengkap dan serum elekrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putuh,
dan ketidakseimbangan elektrolit.

2.8 Penatalaksanaan Burst Abdomen


Pada burst abdomen, teknik jahitan ulangan tidak seluruhnya
dilakukan. Dalam perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan
yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto toraks. Penatalaksanaan
penderita dengan luka operasi terbuka tergantung pada keadaan umum
penderita yang mana dibedakan atas penanganan operatif dan non operatif.
1. Penatalaksanaan Operatif
Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui luka jahitan
secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan kemudian
mengidentifikasi sumber terjadinya burst abdomen. Tindakan eksplorasi
dilakukan dalam 48-72 jam sejak diagnosis burst abdomen ditegakkan.
Teknik yang sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama dan
menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus.
Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu dengan
menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis. Pastikan
mengambil jaringan cukup dalam dan hindari tekanan berlebihan pada
luka dan tutup kulit secara erat. Jika terdapat tanda-tanda sepsis
akibat luka, buka kembali jahitan luka operasi dan lakukan perawatan
luka operasi secara terbuka dan pastikan kelembaban jaringan terjaga.
2. Penatalaksanaan Non-operatif
Penatalaksanaan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat
tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan
penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan
kasa steril atau pakaian khusus steril. Penggunaan jahitan penguat
abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi pemburukan luka

20
operasi terbuka, namun jika keadaan umum penderita membaik, dapat
dilakukan operasi ulang secara elektif.
Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:
a. Inform Consent
b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan NGT
dekompresi.
c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai
kebutuhan.
d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.
e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril selama
dua hari sekali.
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian nutrisi
tinggi protein dan serat pada pasien dengan burst abdomen
membantu penyembuhan dan fungsi saluran cerna pasien.

Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang luka operasi terbuka


adalah benang monofilament no absorbable yang besar. Penjahitan
dengan teknik terputus sekurang nya 3 cm dari tepi luka dan jarak
maksimal antara jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada
kulit. Jaringan penguat dengan karet atau tabung plastik lunak (5-6 cm)
dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit. Jangan
mengikat terlalu erat. Jahitan penguat luar diangkat setidaknya setelah 3
minggu.

Penumpukan Jahitan
Ada beberapa teknik penumpukan jahitan, tetapi pada prinsipnya adalah:
a. Memakai jahitan luka yang padat dan tidak menyerap
b. Luas potongan paling tidak 3 cm dari tepi luka dan interval stik jahitan3
cm atau kurang
c. Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan peritonium
melewati kulit) atau (semua lapisan kecuali kulit) mungkin di gunakan

21
d. Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari pembentukan bekas
luka yang tidak sedap dipandang akan tetapi luka itu tidak dapat
dipindahkan pada waktu berikutnya (meningkatkan risiko infeksi)
e. Jangan mengikat terlalu kuat
f. Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan selama paling
tidak 3 minggu

Pada sebagian kecil pasien bisa mendapatkan penatalaksanaan nya yang


tepat. Teknik yang tidak aman terkadang tidak mungkin untuk menutup
dinding perut dengan baik. Beberapa kondisi yang mungkin bisa menjadi
faktor pada dinding perut yang tidak bisa menutup dengan baik adalah:
a. Trauma abdomen mayor
b. Sepsis abdomen yang kasar
c. Retro peritoneal hematoma
d. Kehilangan jaringan pada dinding perut

Untuk mengatasi keluhan setelah operasi merasakan bagian yang


dioperasi seperti tertarik dan nyeri, kini tersedia jala sintesis yang dikenal
dengan “mesh”. Penutupan “mesh” pada insisi abdomen biasanya
menujukkan:
a. Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau dua lapisan pada
lubang
b. Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari jahitan luka yang
menembus lapisan tebal dinding abdomen
c. Perubahan balutan dan granulasi bentuk jaringan berikutnya,
akhirnya berpengaruh pada permukaan yang bisa di bungkus
dengan pemindahan robekan kulit.
Terdapat perbedaan tipe dari “mesh” yang mempunyai keuntungan dan
permasalahan masing-masing:
a. Untuk digunakan sementara
b. Baik untuk abdomen yang terinfeksi
c. Erosi dalam usus dan pembentukan fistula

22
d. Bentuk pelekat nya tebal atau padat

2.9 Komplikasi Burst Abdomen


1. Perdarahan di sekitar daerah jahitan
2. Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus)
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput
tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah
dalam. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus
selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.
Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan
bagian usus.
3. Infeksi luka bedah
Infeksi Luka Operasi (ILO)/Infeksi Tempat Pembedahan
(ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau
organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1
tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal
dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi.
Menurut The National Nosocomial Surveillance Infection (NNSI),
kriteria jenis-jenis SSI ada tiga sebagai berikut :
a. Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari pasca operasi
dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan sub cutan
pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda
sebagai berikut :
1) Terdapat cairan purulent.
2) Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan
superfisial.
3) Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflamasi
4) Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.

23
b. Deep Incisional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari pasca
operasi jika tidak menggunakan implant atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implant dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam
( contoh, jaringan otot atau fasia )pada tempat insisi dengan setidaknya
terdapat salah satu tanda :
1) Keluar cairan purulent dari tempat insisi.
2) Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada
tanda inflammasi.
3) Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau
radiologists.
4) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
c. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implant atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implant dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anatomi
tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau
dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu
tanda :
1) Keluar cairan purulent dari drain organ dalam
2) Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3) Ditemukan abses
4) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
4. Hematoma
Hematoma menyebabkan gangguan proses penyembuhan
luka karena menyediakan tempat perkembangbiakan kuman yang
baik. Risiko terjadinya hematoma akan meningkat pada luka dengan
diseksi subkutis yang luas dan perlengketan jaringan yang terjadi jelek.
Hematoma pada luka biasanya disertai dengan adanya rasa nyeri, tekanan
dan pembengkakan disekitar luka.

24
5. Seroma
Seroma adalah pengumpulan limfa yang disebabkan oleh robeknya
pembuluh limfa saat operasi. Pembuluh limfa akan membengkak disertai
dengan rasa nyeri. Seroma pada luka dapat diatasi dengan melakukan
aspirasi dengan jarum, setelah diyakini tidak ada tanda peradangan.
6. Dehisensi luka operasi
Dehisensi luka operasi adalah terpisahnya semua lapisan jahitan
dinding perut yang meliputi kulit, jaringan sub kutis, fascia sampai
peritoneum.
Bila isi perut keluar dari luka operasi disebut dengan wound
evisceration atau burst abdomen. Bila tidak mengenai semua
peritoneum disebut dengan incomplete wound disruption. Berdasarkan
waktu terjadinya dehisensi luka operasi dapat terjadi dini (<3hari pasca
operasi), yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan
dinding perut yang tidak baik. Sedangkan dehisensi luka operasi lambat
jika terjadi >7-12 hari pasca operasi. Pada keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya.
Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita
sering merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak
keluar disertai keluarnya cairan serous berwarna merah muda dari luka
operasi.

25
2.10 PATHWAY

PRE OPERASI OPERASI POST OPERASI

Batuk, Merokok, Anemia, Tipe insisi, Jahitan luka, Batuk, Distensi abdomen,
Hypo albumin, Usia Bahan jahitan, Teknik Kebocoran usus, Infeksi,
penutupan laparotomy Hematoma

Anemia
Tipe insisi Batuk
Penurunan Hb
Penekanan Intra Abdomen
Midline incision
Suplai oksigen ke
Ketegangan pada luka
jaringan menurun Titik lemah abdomen

Menekan jahitan pada


Memperlambat proses
dinding abdomen
penyembuhan luka
Jahitan terbuka

BURST ABDOMEN

Kerusakan jaringan Suplai Oksigen Peningkatan intra Luka post operasi


pasca operasi ke usus berkurang abdomen
Post de entri kuman
Gg. Perfusi di usus Menghambat relaksasi
Diskontinuitas jaringan
diafragma Kuman mudah masuk
Hypoxia sel
Respons tubuh
Suplai oksigen ↓ Jaringan tubuh terinfeksi
Lemas
Timbul nyeri pada luka
Nafsu makan ↓ Sesak Timbul luka

MK : Nyeri
Intake makanan ↓ MK : Pola Pertahanan tubuh
napas tidak berespons: Inflamasi
Nutrisi tidak adekuat
efektif

MK : Ketidakseimbangan Suhu tubuh naik


nutrisi kurang dari kebutuhan
MK: Hipertermi

26
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Burst Abdomen Teoretis


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
tanggal dan alasan MRS.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien burst abdomen adalah nyeri
pada daerah sekitar luka operasi di perut akibat membukanya luka bekas
operasi atau akibat perut distended dikarenakan adanya infeksi
c. Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala muncul dan
penanganan yang telah dilakukan hingga saat dilakukan pengkajian.
Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan burst abdomen. Seperti anemia, DM,
hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipo albumin, dan lain-lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala penyakit
yang sama seperti pasien.
f. Pola Kebiasaan:
1) Pola Nutrisi : biasanya nafsu makan pasien menurun karena rasa
nyaman saat makan terganggu akibat nyeri yang dirasakan, serta status
nutrisi jelek.
2) Pola Tidur/ Istirahat : pasien tidak dapat tidur nyenyak akibat nyeri
yang dirasakan.
3) Pola aktivitas : aktivitas pasien dan pergerakan pasien burst abdomen
terbatas.

27
4) Pola eliminasi : biasanya tidak ditemukan gangguan eliminasi pada
pasien burst abdomen.
5) Pola koping : koping individu maupun keluarga dalam mengatasi
burst abdomen
6) Konsep diri : keadaan psikososial pasien terhadap burst abdomen yang
dialaminya seperti ansietas akibat kurang pengetahuan terhadap proses
penyakit
g. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath) :
Terdapat RR yang meningkat
2) B2 (Blood) :
Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan darah menurun, nadi
meningkat namun lemah, akral teraba basah, pucat dan dingin serta
takikardi.
3) B3 (Brain) :-
4) B4 (Bladder) :-
5) B5 (Bowel) :
Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, bibir kering.
Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :
- Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan atau
tonjolan dan apakah ada distensi abdomen. Pada pasien
hipertermi luka post operasi biasanya sedikit bengkak an
terdapat rembesan darah.
- Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot
perut, nyeri  2 cm pada sekitar luka
- Perkusi : normal atau tidak normal
- Auskultasi : bising usus normal
6) B6 (Bone) :
Lemah, turgor jelek
h. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Hematologi) :
1. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )

28
2. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
3. Hematokrit< dari 40-52%
4. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
5. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan nyeri
3. Hyperthermia (00007) berhubungan dengan adanya peningkatan laju
metabolisme akibat respon inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan nyeri abdomen
3. Intervensi Keperawatan

Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cidera fisik


Definition: An unpleasant sensory and emotional experience associated with actual
or potential tissue damage, or described in terms of such damage (International
Association for the Study of Pain); sudden or slow onset of any intensity from mild
to severe with an anticipated or predictable end.
Domain 12. Comfort
Class 2. Physical comfort
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan Pain Management (1400)
keperawatan selama 1x24 jam nyeri 1. Lakukan penilaian yang komprehensif
klien dapat berkurang, dengan terhadap nyeri termasuk lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, onset / durasi, frekuensi,
Pain Control (1605) kualitas, intensitas atau keparahan nyeri,
1. Mengenali timbulnya nyeri dan faktor pencetus
(160502) 2. Amati isyarat nonverbal dari
2. Menjelaskan faktor penyebab ketidaknyamanan, terutama pada mereka
(160501) yang tidak dapat berkomunikasi secara
3. Melaporkan nyeri yang efektif
terkontrol (160511) 3. Menentukan dampak dari pengalaman

29
nyeri terhadap kualitas hidup (Misalnya,
tidur, nafsu makan, aktivitas, kognisi,
suasana hati, hubungan, kinerja kerja,
dan peran tanggung jawab)
4. Membantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan memberikan dukungan
5. Mengurangi atau menghilangkan faktor-
faktor yang memicu atau meningkatkan
pengalaman nyeri (misalnya, takut,
kelelahan, monoton, dan kurangnya
pengetahuan)
6. Pilih dan menerapkan berbagai langkah-
langkah (mis, farmakologi,
nonfarmakologi, interpersonal) untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Berkolaborasi dengan pasien dan
kesehatan profesional lainnya untuk
memilih dan menerapkan tindakan
nonfarmakologi penghilang nyeri, yang
sesuai
9. Memberikan pasien yang mengalami
nyeri yang optimal dengan analgesik
yang diresepkan
10. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (misalnya, hipnotis,
relaksasi, terapi musik, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupresur, terapi
kompres panas / dingin, dan pijat)
sebelum, sesudah, dan, jika mungkin,
selama terjadinya nyeri .

30
Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan nyeri
Definition: Inspiration and/or expiration that does not provide adequate
ventilation.
Domain 4. Activity/Rest
Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses

NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Respiratory Status (3350)
selama 1x24 jam pola napas klien 1. Memantau kecepatan, irama,
dapat kembali normal, dengan kriteria kedalaman, dan upaya pernapasan
hasil: 2. Memantau pola pernapasan (mis,
Respiratory Status (0415) bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
1. Respiratory rate (041501) Cheyne-Stokes pernapasan, apneustic)
2. Irama pernapasan (041502) 3. Memantau saturasi oksigen
3. Kedalaman inspirasi (041503) 4. Pantau adanya kelelahan otot
4. Saturasi Oksigen (041508) diafragma, seperti ditunjukkan oleh
5. Sesak saat istirahat (041514) gerak paradoks
5. Lakukan auskultasi bunyi nafas,
mencatat daerah menurun atau tidak
ada ventilasi dan adanya bunyi
adventif
6. Pantau adanya dyspnea dan keadaan
yang meningkatkan dan memperburuk
pernapasan
7. Lakukan pengobatan terapi
pernapasan (misalnya, nebulizer),
sesuai yang dibutuhkan

Hyperthermia (00007) berhubungan dengan adanya peningkatan laju metabolisme


akibat respons inflamasi
Definition : Core body temperature above the normal diurnal range due to failure of
thermoregulation.

31
Domain 11. Safety/protection
Class 6. Thermoregulation
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Hyperthermia Treatment (3786)
selama 1x24 jam suhu badan klien 1. Memantau tanda-tanda vital
normal, dengan kriteria hasil: 2. Mendapatkan nilai laboratorium untuk
Risk Control: Hyperthermia (1922) elektrolit serum, urinalisis, enzim
1. Mengidentifikasi faktor risiko jantung, enzim hati, dan hitung darah
hipertermia lengkap
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala 3. Pantau komplikasi (misalnya,
hiperthermi gangguan ginjal, ketidakseimbangan
3. Mengidentifikasi kondisi asam-basa)
kesehatan yang mempercepat 4. Beritahu pasien pada tanda-tanda awal
peningkatan suhu dan gejala penyakit yang berhubungan
dengan panas

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan


dengan nyeri abdomen
Definition: Intake of nutrients insufficient to meet metabolic needs
Domain 2. Nutrition
Class 1. Ingestion
NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nutrition Management (1100)
selama 1x24 jam kebutuhan nutrisi 1. Menentukan status nutrisi klien dan
klien dapat terpenuhi, dengan kriteria kemampuan untuk memenuhi
hasil: 613 kebutuhan nutrisi
Nutritional Status (1004) 2. Mengidentifikasi alergi makanan pada
1. Asupan nutrisi klien atau intoleransi terhadap
2. Asupan makanan makanan

32
3. Monitor asupan kalori dan diet
4. Monitor pola penurunan atau
peningkatan berat badan klien

33
34

Anda mungkin juga menyukai