Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound
dehiscence merupakan komplikasi serius dari tindakan post operatif yang
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander
(2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%,
dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara
partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada
luka post operatif harus segera ditangani karena pasien tersebut memiliki
kemungkinan mortalitas 30%.
Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan
evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini
merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam
perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit
pasien yang pernah mengalami burst abdomen. Pada tahun 1972 terdapat 18
(3%) kasus burst abdomen diantara 593 operasi yang terjadi pada anak-anak.
Pada orang dewasa terdapat 45 kasus diantara 5156.Dari 45 kasus, 80%
terjadi pada lansia. Lalu perbandingan untuk pria dan wanita adalah 2 : 1.
Namun, saat ini insiden burst abdomen tidak berbeda jauh dengan tahun
1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan tingkat kematian 10% - 30%.
Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada perhatian dari masyarakat
tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan bertambahnya pasien dengan
burst abdomen setiap tahunnya.
Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Biasanya burst abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan puncaknya pada
hari kesepuluh pasca-operasi, dan memiliki angka kematian sekitar 20.
Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan
resiko kematiaan. Melalui makalah ini kami memberikan pengetahuan dan
cara pencegahan terjadinya burst abdomen sehingga angka kejadian penyakit
tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
pula bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien burst
abdomen yang benar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen?
2. Bagaimana anatomi fisiologi abdomen?
3. Bagaimana klasifikasi dari penyakit burst abdomen?
4. Bagaimana etiologi dari penyakit burst abdomen?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen?
6. Bagaimana patofisiologi dari penyakit burst abdomen?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen?
9. Bagaimana prognosis dari penyakit burst abdomen?
10. Bagaimana komplikasi dari penyakit burst abdomen?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan
pada anak dengan gangguan Sistem Pencernaan “Burst Abdomen”
2. Tujuan Khusus
1) Memahami definisi dari penyakit burst abdomen
2) Memahami anatomi fisiologi abdomen..
3) Memahami klasifikasi dari penyakit burst abdomen.
4) Memahami etiologi dari penyakit burst abdomen
5) Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen.
6) Memahami patofisiologi dari penyakit burst abdomen.
7) Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen.
8) Memahami penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen.
9) Memahami prognosis dari penyakit burst abdomen .
10) Memahami komplikasi dari penyakit burst abdomen.
1.4 Manfaat
1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari penyakit burst abdomen.
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit burst abdomen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Burst abdomen diartikan sebagai terpisahnya jahitan luka pada abdomen
secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada
luka post operatif disertai protrusi dan eviserasi isi abdomen. Burst abdomen
dikenal juga sebagai abdominal wound dehiscence (Theodore, 1999). Eviserasi
adalah suatu keadaan dimana keluarnya organ-organ abdomen seperti usus.
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ
dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari
penutupan luka di dalam perut. (Saktya, 2011).
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ
dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari
penutupan luka di dalam perut.
2.2 Anatomi Fisiologi Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh.Bentuknya lonjong dan
meluas dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah.Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah
atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah
pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot
abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang
tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum. Rongga Abdomen dan
Pelvis:
a. Hipokhondriak kanan
b. Epigastrik
c. Hipokhondriak kiri
d. Lumbal kanan
e. Pusar (umbilikus)
f. Lumbal kiri
g. Ilium kanan
h. Hipogastrik
i. Ilium kiri
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu
lambung, usus halus dan usus besar.
a) Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, Fundus lambung, mencapai
ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian terbesar letak
di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang menghubungkan corpus dengan duodenum
Fungsi lambung:
1) Tempat penyimpanan makanan sementara.
2) Melunakkan makanan.
3) Mencampurkan makanan.
4) Mendorong makanan ke distal.
5) Protein diubah menjadi pepton.
6) Faktor antianemi dibentuk.
b) Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang
dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo
kolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah
umbilicus dan dikelilingi usus besar.Fungsi usus halus adalah mencerna dan
mengabsorpsi khime dari lambung isi duodenum adalah alkali. Usus halus dapat
dibagi menjadi beberapa bagian :
1) Duodenum : bagian pertama usus halus yang panjangnya 25cm.
2) Yeyenum : menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
3) Ileum : menempati tiga pertama akhir
c) Usus Besar
Usus besar Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup
ileokdik yaitu tempat sisa makanan.Panjang usus besar kira-kira satu setengah
meter. Fungsi usus besar adalah:
1) Absorpsi air, garam dan glukosa.
2) Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
3) Penyiapan selulosa.
4) Defekasi (pembuangan air besar)
d) Hati
Hati Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma Fungsi hati adalah:
1) Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya
atas makanan dan darah.
2) Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar
matabolisme.
3) Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
4) Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
5) Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
6) Hati sebagai penghancur sel darah merah.
7) Membuat sebagian besar dari protein plasma.
8) Membersihkan bilirubin dari darah
e) Kandung Empedu
Kandung Empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan
membran berotot.Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah
hati, sampai di pinggiran depannya.Kandung empedu terbagi dalam sebuah
fundus, badan dan leher.
f) Pankreas
Pankreas Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. Panjangnya kurang lebih lima belas centimeter. Fungsi
pankreas adalah :
1) Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk
getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
2) Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-
kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
3) Menghasilkan hormon insulin yang mengubah gula darah menjadi gula otot
g) Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di
sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum.Panjang ginjal 6
sampai 7½ centimeter.Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi
menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus
caudatus, lobus sinistra. Fungsi ginjal adalah :
1) Mengatur keseimbangan air.
2) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.
3) Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
h) Limpa
Limpa Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara
fundus ventrikuli dan diafragma. Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1) Dua facies yaitu facies diafragmatika dan visceralis.
2) Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
3) Dua margo yaitu margo anterior dan posterior.
Fungsi limpa adalah :
1. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit.
2. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk homoglobin dan
zat besi bebas.

Struktur dinding abdomen


Dinding abdomen dibentuk oleh lapisan-lapisan yang berturu-turut dari
superficial ke profundus yang terdiri atas kulit, jaringan subkutan, otot dan fasia,
jaringan ekstraperitoneal dan peritoneum susunan dinding abdomen.
1. Kulit
2. Subkutan fet yang disekat oleh:
a. Fascia camfer
b. Fascia scarpa
c. Fascia transfersalis
3. Otot
Otot dindidng abdomen :
a. Musculus rectus abdominis
b. Musculus oblica eksterna
c. Musculus transvesalis
d. Musculus piramidalis
4. Peritoneum
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan
mengkilat, terletak pada facies interna cavum abdominis. Secara umum, dibagi
menjadi peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan cavum peritonei.
Peritoneum viscerale adalah yang membungkus permukaan organ abdominal,
peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding abdomen dari dalam rongga
abdomen, sedangkan cavum peritonei adalah rongga yang terletak di antara kedua
lapisan tersebut dan mengandung cairan sereus.Peralihan peritoneum parietale
menjadi paritoneum viscerale (reflexi peritoneum) dapat berupa lipatan (plica),
lembaran (omentum), atau alat penggantung viscera.
Dinding ventrolateral abdomen
Garis-garis pembelahan alami pada kulit konstan dan berjalan hamper horizontal
disekitar tubuh. Secara klinik ini penting, karena insisi sepanjang garis
pembelahan akan sembuh dengan parut yang sedikit, sedangkan insisi yang
menyilang garis-garais ini akan sembuh dengan parut yang luas atau parut yang
menonjol.

Fasia
Jaringan lemak akan semakin ke profundus semakin memadat sehingga akhirnya
akan tampak menyerupai selaput yang bersidat collagenous. Jaringan subkutan
dibagi 2 :
1. Pars superfisialis
Pars superfisialis dibagi menjadi jaringan lemak superfisialis yang disebut fasia
kamper, lapisan membranasea yang terletak di anterior abdomen sebagai fascia
scarpa dan lapisan membranasea pada perioneum disebut fascia colles. Lapisan
lemak melanjutkan diri dengan lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain
dan mungkin dapat sangat tebal. Lapisan lemak akan menghilang pada dinding
toraks dan disebelah lateral linea aksilaris media.
2. Pars profunda
Pada dinding anterior abdomen, fasia profunda semata-mata merupakan lapisan
tipis jaringan areolar yang menutupi otot-otot.

Otot-Otot Dinding Abdomen


Otot-otot dinding anterior dan lateral abdomen, yakni m. rektus abdominis, m.
eksternus oblik, m. abdominis eksternus oblik, m. abdominis internus oblik, m.
abdominis transversus.

Nama Asal Menuju


Rektus abdominalis Sternum tulang iga ke-5 Os pubis
sampai iga ke-7
Oblika eksterna Tulang iga 8 Krista Bertemu di linea alba
iliaka
Oblika interna 2/3 krista iliaka Semua tegak lurus
Ligamentum inguinal dengan muskulus
Tendo torakolumbalis oblika eksternus dan
selanjutnya sejajar
Bertemu dan
memperkuat linea alba
Transversa Tulang iga ke-6 Tendon Bertemu dan
torakolumbalis Krista memperkuat linea alba
iliaka Ligamentum
inguinal
Piramidalis Os pubis kanan dan kiri Linea alba.
Besar dan bentuk
bervariasi

a. M. abdominis eksternus oblik


Otot ini merupakan otot dinding abdomen yang paling superficial. Otot ini
berorigo pada tepi eksternal delapan ruas tulang iga yang terakhir, serat-serat nya
berjalan serong dari kraniolateral menuju kaudomedial dan berinsersi pada tiga
tempat.
1) Posterior dari otot ini berinsersi ke labium eksterna dan Krista iliaka.
2) Menuju ligamen inguinalis setelah berubah bentuk menjadi aponeurosis setinggi
garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus.
3) Menuju ke medial, ke tepi lateral dari m. abdominis bersatu dengan aponeurosis
m. abdominis internus oblik dan akhirnya bersama-sama menuju linea alba
sebagai sarung rektus lapisan ventral Bagian lateral ujung posterior ligament
inguinal merupakan origo dari sebagian m. abdominis internus oblik dan m.
abdominis transverses. Pada pinggir inferior ligament inguinal yang membulat,
melekat fasia profunda paha yaitu fasia lata.
b. M. abdominis internusoblik
Otot ini melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-seratnya
berjalan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan m.
abdominiseksternus oblik.
Otot ini berinsersi pada 3 tempat :
1) Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir.
2) Sarung rektus
3) Os pubis `Dekat insersinya, serabut tendinosa yang terbawah bergabung oleh
serabut-serabut yang sama dari m. abdominis transverses membentuk conjoint
tendon. Conjoin tendon di medial melekat pada linea alba, tetapi memiliki pinggir
lateral yang bebas.
c. M. abdominis transversus
Otot ini berasal dari permukaan dalam enam kartilago kostalis bagian bawah
(saling bertautan dengan diafragma), fasia torakolumbal, labium internum Krista
iliaka, dan fasia iliaka.Serat otot-otot ini berjalan hampir horizontal dan
berinsersio sebagai aponeurosis yang ikut membentuk sarung rektus.
d. M. rektus abdominis
Merupakan otot panjang dan kuat yang tebentang sepanjang seluruh panjang
dinding abdomen.Diatas, otot ini melebar dan terletak berdekatan dengan garis
tengah, dipisahkan dari pasangannya oleh linea alba.m.rektus abdominis berasal
dari depan simfisis pubis dan Krista pubika. Otot ini berinsersi ke kartilago kosta
V,VI,XII dan permukaan luar prosesus xipoideus. Jika otot ini berkontraksi
terlihat linea semilunaris yang terbentang dari ujung rawan iga IX sampai
tuberkulum pubikum. Otot ini disilangi oleh tiga insersi :
1. Ujung proses xifoideus
2. Umbilicus
3. Ditengah keduanya
e. M. piramidalis
M. piramidalis ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada dasarnya berasal dari
permukaan anterior pubis dan berinsersi pada linea alba. Otot ini terletak pada
bagian depan bagian bawah m. rektus abdominis.
Linea alba
Linea alba adalah suatu garis yang dibentuk oleh pertemuan aponeurosis
otot-otot dinding abdomen pada garis median dinding abdomen. Sarung rektus
(rektus sheath) adalah kumpulan dari aponeurosis otot-otot dinding abdomen yang
membungkus m. rektus abdominis.Sarung rektus ini berfungsi sebagai reticulum
yang mempertahankan m. rektus abdominis tetap pada posisinya (mencegah
terjadinya bow-string effect) pada waktu kontraksi.

2.3 Klasifikasi
Menurut Theodore (1999), klasifikasi dari burst abdomen adalah sebagai berikut :
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
di eksplorasi.Atau terjadi karena trauma penetrasi.Trauma Abdomen adalah
terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi
dan gangguan faal berbagai organ.
2.4 Etiologi
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan faktor resiko akan dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu faktor pre-operative, operative, dan post-operative (British Medical Journal:
1966).
a. Pre operasi Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan
pasien sebelum operasi dan karakteristik pasien.
Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien sebelum
operasi dan karakteristik pasien.
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit meningkat pada
pria yang mana berbanding 3:1. Hal ini dapat dipicu karena faktor merokok, pada
pria sering mengalami batuk persisten sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen dan lebih beresiko terjadi burst abdomen.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst abdomen
pada pasien yang berumur <45 tahun sebesar 1,3%, sedangkan pada pasien >45
tahun sebesar 5,4%. (Schwartz et al, Principles Of Surgery) Burst abdomen sering
terjadi pada usia>60 tahun. Hal ini dikarenakan sejalan dengan bertambahnya
umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding
rongga perut melemah. (Lotfy, 2009) Hal ini mungkin dikarenakan hal-hal
sebagai berikut:
a. Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen yang sering ditemukan yaitu
batuk kronis, konstipasi kronis dan dysuria.
b. Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin dalam
kelompok usia ini.
c. Komplikasi pasca operasi seperti mengejan, batuk, dan muntah berulang.
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan
penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. (Lotfy, 2009).
Pada beberapa studi dikemukakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin (<10mg
mg/dl) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya burst abdomen.
4. Hipoproteinemia
Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan
penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl
memiliki resiko burst abdomen. (Saktya, 2011).
5. Defisiensi vitamin C
VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.
Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan
predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali
lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence.
6. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi makrofag,
proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu juga kortikosteroid dapat menurunkan
sistem imun sehingga jika terjadi suatu infeksi, proses penyembuhan luka
terhambat.
7. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk
yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen.
8. Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas
mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka.
Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi
yangmerupakan proses awal penyembuhan luka. Hal ini akan memperlambat
proses penyembuhan luka. Hypo-albuminaemia dapat digunakan sebagai penanda
malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses
penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan.Asam amino membantu dalam pembentukan RNA dan
DNA.Kekurangan ini mengarah ke jaringan selular miskin, yang menyebabkan
kekuatan luka hilang.
9. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya burst
abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik pasien
yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan operasi yang terencana (elektif).
10. Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung lama. (Lotfy,
2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan ikat hal
tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga
akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Sehingga pengendalian DM
yang baik dibutuhkan untuk menghindari DM sebagai faktor resiko.
b. Operasi
1. Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen lebih besar daripada
transverse incision. Midline incision tidak anatomis karena incisi ini memotong
serabut aponeurotik, sedangkan pada transverse incision memotong diantara
serabut. Kontraksi pada dinding abdomen akan memberikan tekanan untuk
membantu penutupan luka. Pada midline incision, kontraksi ini dapat
menyebabkan adanya luka baru pada lateral jahitan, sedangkan pada transverse
incision, jahitan akan merapat. Midline incision banyak digunakan karena dengan
teknik ini lapangan pandang saat operasi menjadi lebih luas untuk melakukan
explorasi.
Tipe insisi midline Tipe insisi transversal.

2. Jahitan luka
Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous Z memiliki faktor resiko terjadinya
burst abdomen lebih besar yaitu sebesar 14,8% sedangkan pada teknik interrupted
X hanya sebesar 2,17%. C
c. Post operasi
1. Peningkatan tekanan intra-abdominal
Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk, muntah, ileus, dan retensi
urine.Setelah beberapa operasi intra abdomen, kejadian ileus tidak dapat
dielakkan.Tekanan intra abdomen yang tinggi mungkin disebabkan pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronik yang biasanya mereka menggunakan otot-
otot abdomen sebagai otot tambahan untuk respirasi. Sebagai tambahan, batuk
yang terjadi mendadak dapat meningkatkan tekanan intra abdomen. Beberapa
factor yang berperan dalam peningkatan tekanan abdomen seperti obstruksi usus
post opersi, obesitas, dan cirrhosis dengan adanya ascites. Tekanan
intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding abdomen sehingga
akan teregang. Regangan otot dinding abdomen inilah yang akan menyebabkan
berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan menyebabkan
putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam rongga
abdomen. Hal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen
diantaranya:
a. Mengangkat beban berat
b. Batuk dan bersin yang kuat
c. Mengejan akibat konstipasi

2. Infeksi pada luka


Produk infeksi yang dihasilkan dapat menghambat proses penyembuhan luka.
Gagalnya penyatuan fasia karena adanya nekrosis dipercaya dapat menyebabkan
burst abdomen. Selain itu terjadinya burst abdomen atau wound dehiscence dapat
disebabkan oleh beberapa factor sistemik dan local yang berpengaruh terhadap
timbulnya luka komplikasi ini.
a. Faktor Sistemik.
Burst abdomen jarang diderita pada pasien dibawah usia 30 tahun tetapi pada
pasien diatas usia 60 tahun dengan operasi laparotomi hanya didapatkan sebanyak
5 %. Burst abdomen banyak dijumpai pada pasien dengan Diabetes mellitus,
uremia, immunosuppresion, jaundice, sepsis, hipoalbuminemia, pasien dengan
obesitas, riwayat keganasan, maupun pasien dengan penggunaan obat-obatan
kortikosteroid.
b. Faktor Lokal.
Ketiga factor local yang penting untuk terjadinya burst abdomen diantaranya
adalah: penutupan luka yang tidak adekuat, peningkatantekanan intraabdomen,
dan gangguan pada proses penyembuhan luka. Burst abdomen lebih sering terjadi
karena kombinasi ketiga factor tersebut dibandingkan bila hanya muncul salah
satu saja. Jenis incise pada saat operasi seperti incise transversal maupun
longitudinal sampai saat ini tidak berpengaruh terhadap insiden dari burst
abdomen.
3. Penutupan jahitan dari Luka Operasi
Penutupan yang adekuat dari luka operasi merupakan salah factor yang
penting dalam hal penyembuhan luka operasi. Lapisan fasial memberikan
kekuatan pada saat penutupan, dan ketika fascia terbuka atau rusak (disrupts) luka
akan terbuka dan menjadi rusak. Keakuratan penutupan pada lapisan anatomi
sangat penting untuk penutupan luka yang adekuat. Banyak luka-luka menjadi
rusak (burst/dehiscence) disebabkan karena terputusnya jahitan sampai kedalam
fascia.
Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk irisan operasi yang bagus
dan bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat diperhatikan selama operasi,
penempatan dan penautan jahitan yang tepat, dan pemilihan material jahitan yang
sesuai.Jahitan ditempatkan 2-3 cm dari tepi luka dan kira-kira sepanjang 1 cm.
Luka dehiscence sering disebabkan karena jahitan bekas operasi yang
terlalu melekat dan rapat pada tepi fascia.Pada pasien dengan factor resiko
terjadinya luka dehiscence, para ahli bedah harus melakukan penutupan yang
kedua pada operasi pertama, dan melakukan perawatan ekstra untuk mencegah
terjadinya luka dehiscence. Bahan untuk jahitan sintetik yang modern seperti asam
polyglycolic, polypropylene, dan yang lain, digunakan untuk penjahitan pada
penutupan fascia yang superior. Pada luka yang mengalami infeksi, benang dari
bahan polypropylene lebih resisten terhadap degradasi dari pada benang asam
polyglycolic serta rata-rata yang rendah terhadap terjadinya luka yang
rusak.Komplikasi luka menurun dengan adanya obliterasi pada daerah “dead
space”. Ostomies dan drain setelah operasi ditempatkan diluar dari incise operasi
untuk menurunkan kejadian luka infeksi dan terbuka.
4. Gangguan pada Penyembuhan Luka Infeksi merupakan factor yang
berhubungan pada separuh lebih terjadinya luka karena rusak. Adanya drain,
seroma, dan luka hematom juga sebagai tanda adanya penyembuhan luka yang
terlambat. Normalnya, “healing ridge” ( penebalan kira-kira 0,5 cm dari masing-
masing sisi jahitan) tampak pada akhir dari minggu pertama setelah operasi. Jika
muncul jenis luka seperti ini maka secara klinis penyembuhan luka berjalan
dengan baik dan adekuat, dan ini biasanya tidak muncul pada luka yang rusak.
Tabel Faktor Penyebab Luka dehiscence Post operative.

Jahitan di pasang kurang tepat Terlalu berdekatan


Ditarik dan di ikat terlalu kencang
Tehnik operasi kurang baik Tidak mencapai lapisan fascia
Jaringan nonvital di tinggalkan
Tekanan intra abdomen tinggi Dilatasi usus/ileus paralitik
Asites
Batuk
Muntah
Banyak mengejan
Hematoma di luka dengan atau tanpa
infeksi
Infeksi luka
Penyakit Metabolic
Hipoalbuminemia atau gizi buruk
Sirotis Hepatis
Karsinomatosis
Uremia
Diabetes mellitus

5. Terapi Radiasi
Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis protein normal, mitosis,
migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen.

2.5 Manifestasi Klinis


Adanya luka yang dehiscence biasanya merupakan awal dari terjadinya
abses di intra abdomen, Kejadian ini menunjukkan bahwa sudah ada dehiscence
fascia dan atau lapisan otot. Pasien merasakan nyeri yang sangat bahkan sampai
meledak-ledak yang biasanya berhubungan dengan batuk yang berat disertai
muntah-muntah, hal ini membuat pasien merasa sangat gelisah dan iritabilitas
disertai dengan peningkatan temperature (febrile) dan adanya cairan yang keluar
dari luka operasi membuat pasien kurang nyaman. Seringkali disertai perut yang
distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di daerah
tersebut (Brunner & Suddarth. 1997). Keadaan umum pasien juga menurun
ditandai dengan wajah tampak anemis dan pasien tampak sangat kesakitan.Luka
yang terjadi pada dinding abdomen menjadi jelek dan kelihatan rusak. Dalam satu
hari keadaan ini akan diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit yang menganga
pada operasi kulit (incisional hernia). Gejala intraperitoneal sepsis merupakan
salah satu tanda adanya burst abdomen.
a. Nyeri setelah beberapa hari operasi
b. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
c. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
d. Perut distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di daerah
tersebut
e. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan
pasien tampak sangat kesakitan

2.6 Patofisiologi
Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post
operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre
operasi ini adalah usia, penyakit diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua
otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ
dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst
abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia,
hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan
terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi
jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi
penyembuhan luka.
Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap
daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.
Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan
penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl.
Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino diperlukan. Vitamin C
sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.
Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan
predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali
lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk
berbagai proses enzimatik dan mitosis (Saktya, 2011).
Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan,
penutupan peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen
menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi
midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong
dengan pemisahan lemak transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal,
lemak dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki suplai
darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut
rektus mendapat denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik
lemah di dinding dan pecah perut.
Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal pressure
yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal
yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada
sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan
abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat,
batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Kebiasaan merokok sejak
muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Terapi radiasi dapat
mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan
pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat penyembuhan luka dan
luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.
Pada pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan kemampuan
penyembuhan luka, maka akan beresiko mengalami burst abdomen. Pasien burst
abdomen biasanya akan ditemukan peningkatan tekanan intra abdomen sehingga
dapat mengganggu ekspansi paru dan suplai oksigen menurun sehingga
menyebabkan terjadinya sesak napas. Distensi abdomen juga sering ditemukan
pada pasien burst abdomen sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan
dan terjadi anoreksia. Luka insisi pada pasien burst abdomen dapat menyebabkan
diskontinuitas jaringan sehingga menimbulkan nyeri pada daerah sekitar luka. dan
memiliki resiko tinggi terjadi infeksi (Medical Journal, 2011).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat memperparah
penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan darah lengkap dan
kimia darah.
2. Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.
3. CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh manusia, juga
sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi maupun terapi yang akan
dilakukan terhadap pasien.
4. Tes Darah lengkap
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.Hitung darah
lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan umum pasien dimana
dapat dibagi menjadi dua, yaitu terapi non-operatif dan operatif.
1. Terapi non-operatif
Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien stabil dan tidak disertai
adanya eviserasi. Perawatan luka yang dilanjutkan dengan penutupan secara steril
perlu dilakukan. Pasien dianjurkan tidak turun dari tempat tidur dan menutup luka
dengan handuk yang dibasahi dengan cairan steril. Abdominal binder dapat
digunakan untuk membantu proses penutupan luka. Diharapkan luka dapat
menutup kembali, atau jika keadaan pasien sudah membaik, maka dapat
direncanakan operasi. Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:
a. Inform Consent
b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan NGT dekompresi.
c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan.
d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.
e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril selama dua hari
sekali.
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian nutrisi tinggi protein
dan serat pada pasien dengan burst abdomen membantu penyembuhan dan fungsi
saluran cerna pasien.

2. Terapi operatif
Tindakan yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila menjumpai
adanya burst abdomen adalah dengan memperbaiki kembali luka operasi yang
ditimbulkan segera dengan terlebih dahulu mengevaluasi struktur di dalamnya.
dibilas dengan cairan isotonis ringer lactate yang mengandung antibiotic dan
kemudian dilakukan penutupan kembali dinding abdomen.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi. Tindakan repair
ini harus dilakukan dalam keadaan steril (diatas meja operasi) dan dengan anastesi
general. Lepas dahulu jahitan yang telah dilakukan pada operasi pada bagian yang
mengalami burst, kemudian explore bagian terdalam dari luka yang rusak dengan
jari yang menggunakan sarung tangan steril sampai bagian jahitan yang terbuka
kemudian evaluasi apa yang terjadi apakah terdapat sumber infeksi.
Kemudian dilakukan pencucian luka secara mekanik dengan cairan
isotonis yang mengandung antibiotic yang berlimpah, setelah itu dilakukan
perbaikan jahitan dengan memberikan jahitan ekstra untuk mencegah timbulnya
luka dehisence berulang.

Operasi Pembedahan
Penjahitan dilakukan dengan tehnik yang sesuai dan teliti dengan menggunakan
jarum dan benang yang sesuai (monofilamen nilon atau poligycolic acid), setelah
repair jahitan selesai luka ditutup dengan kassa basah steril dan diberi antibiotik,
kemudian ditutup kembali sehingga tidak terkontaminasi dengan dunia luar.
1. Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup lubang dan memperkuat bagian
yang lemah, otot perut dirapatkan menutupi lubang yang ada.
2. Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja terjadi luka disarankan untuk
operasi kembali.
3. Kebanyakan teknik yang utama adalah segera menjahit kembali pada tempat
jahitan semula yang mengalami perobekan.
4. Pemberian antibiotic preoperative spektum meluas.
5. Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak yang pendek pada permukaan
yang dalam dari luka pada kedua sisi.
6. Masukkan jahitan luka yang dalam.
7. Kemudian proses akir dari dinding abdomen, yakinlah untuk mengambil
potongan yang dalam dari jari, memakai materi jahitan yang banyak dan hindari
tegangan yang berlebihan pada luka.
8. Tutup kulit dengan agak longgar dan mempertimbangkan pemakaian pengering
luka dangkal. Jika terjadi infesi luka yang buruk , jangan biarkan luka terbuka
dan bungkuslah.
a) Penumpukan Jahitan
Ada beberapa teknik penumpukan jahitan, tetapi pada prinsipnya adalah :
1) Memakai jahitan luka yang padat dan tidak menyerap.
2) Luas potongan paling tidak 3cm dari tepi luka dan interval stikjahitan 3cm atau
kurang.
3) Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan peritonium melewati
kulit) atau (semua lapisan kecuali kulit) mungkin digunakan.
4) Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari pembentukan bekas luka
yang tidak sedap dipandang akan tetapi luka itu tidak dapat dipindahkan pada
waktu berikutnya(meningkatkan resiko infeksi)
5) Jangan mengikat terlalu kuat
6) Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan selama paling tidak tiga
minggu.

Pada sebagian kecil pasien bisa mendapat penatalaksanaannya yang


tepat.Teknik yang tidak aman atau terkadang tidak mungkin untuk menutup
dinding perut dengan benar. Beberapa kondisi yang mungkin bisa menjadi faktor
pencetus pada dinding perut yang tidak dapat menutup, meliputi:
Ø Trauma abdomen mayor
Ø Sepsis abdomen yang kasar
Ø Retro peritoneal hematom.
Ø Kehilangan jaringan pada dinding perut.
Penderita setelah operasi biasanya masih mengeluh soal lain. Setelah
operasi ia merasakan bagian yang dioperasi seperti tertarik dan nyeri. Untuk
mengatasi keluhan tadi, kini tersedia jala sintetis yang dikenal dengan mesh.
Penggunaannya menguntungkan bagi penderita pascaoperasi, karena otot perutnya
tidak lagi ditarik, sehingga penderita tidak akan merasa nyeri.
Usaha untuk menutup dinding perut mungkin dapat menyebabkan
elevasi dari tekanan intra abdominal dan syndrome ruang abdomen berikutnya.
Pada kasus kasus tertetu (exs.jika penyebabnya memungkinkan untuk
diselesaikan dengan cepat) mungkin bisa menutup abdomen untuk sementara
waktu dengan membungkus luka dan mengambil tindakan lebih lanjut dalam
waktu 24-48 jam. Penutupan “mesh” pada insisi abdomen biasanya menunjukan:
1. Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau dua lapisan pada lubang.
2. Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari jahitan luka yang menembus
lapisan tebal dinding abdomen.
Perubahan balutan dan granulasi benuk jaringan berikutnya, akhirnya
berpengaruh pada permukaan yang bisa dibungkus dengan pemindahan robekan
kulit (transparansi kulit).
Upaya Pencegahan
Faktor resiko burst abdomen masih bisa dikurangi melalui penanganan pasien
secara terpadu sejak sebelum operasi sampai setelah operasi. Untuk mencegah
terjadinya burst abdomen diantaranya adalah:
a. Tehnik penjahitan yang tepat dan benar
Penjahitan yang dilakukan pada luka operasi sebaiknya menggunakan jarum,
benang, dan tehnik jahitan yang benar.Jahitan yang dibuat jangan terlalu
berdekatan dan jangan terlalu kencang sehingga mengakibatkan luka yang
ditimbulkan tidak sembuh dengan sempurna.
b. Teknik operasi yang baik
Salah satu sebab terjadinya burst abdomen karena tehnik operasi yang kurang baik
diantaranya tehnik operasi yang tidak mencapai lapisan fascia atau salah satunya
dengan meninggalkan jaringan yang sudah tidak vital dalam rongga abdomen, hal
ini cenderung untuk terjadinya infeksi. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya
burst abdomen sebaiknya operator benar- benar memahami operasi yang akan
dilakukan dan bertindak sebaik mungkin.
c. Mencegah peningkatan intraabdomen
Peningkatan dari tekanan abdomen menghambat dari penyembuhan luka bahkan
mengakibatkan luka yang terjadi mengalami kerusakan sehingga dapat terbuka
kembali. Adapun hal-hal yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdomen adalah: batuk, muntah, banyak mengejan, asites, dan dilatasi usus
atau adanya ileus paralitik. Oleh karena itu untuk mengontrol adanya peningkatan
intraabdomen selain menganjurkan kepada pasien untuk tidak melakukan hal
diatas, maka dengan melakukan follow up setiap hari kepada pasien post operativ
dari bising ususnya dan dengan pemasangan nasogastric tube untuk dekompresi.
d. Mencegah terjadinya infeksi
Infeksi sangat banyak penyebabnya oleh karena itu pada luka post laparotomy
harus dilakukan rawat luka se aseptis mungkin dengan menggunakan peralatan
yang steril. Selain itu juga diikuti dengan pemberian antibiotika profilaksis.
e. Mengobati penyakit penyerta dari pasien
selain hal-hal seperti diatas terjadinya burst abdomen dapat dipicu karena penyerta
dari pasien diantaranya : hipoalbuminemia, malnutrisi, anemia, joundince,
penyakit keganasan, diabetes mellitus, sehingga dapat menghambat proses
penyembuhan luka. Oleh karena itu penyakit penyerta tersebut juga harus
diperhatikan dan diregulasi dengan baik.
2.9 Prognosis
Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata
18,1%, dengan range 9,4% - 43,8%. Apabila terpisahnya jahitan luka pada
abdomen secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding
abdomen pada luka post operatif tidak segera ditangani maka pasien tersebut
memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
2.10 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Infeksi luka operasi
Infeksi Luka Operasi (ILO)/ Infeksi Tempat Pembedahan
(ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/
ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalm kurun 1 tahun apabila
terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan
tim, lingkungan dan termasuk juga instrumentasi.
Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNSI), kriteria jenis-
jenis SSI ada tiga sebagai berikut :
1) Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan
infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi
dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
a. Terdapat cairan purulen.
b. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
c. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
d. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
2) Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan
dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
a. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
b. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda
inflammasi.
c. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

3) Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )


Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan
dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang
dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu
tanda :
a. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
b. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
c. Ditemukan abses
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
e. Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus) Peritonitis adalah peradangan yang
biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut ( peritoneum).
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
dinding perut sebelah dalam. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung
kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.
Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian
usus.
f. Kelemahan fasia/dinding perut yang progresif
g. Kebocoran usus
h. Trauma abdomen mayor
i. Sepsis abdomen yang kasar
j. Retro peritoneal hematom.
k. Kehilangan jaringan pada dinding perut.

Anda mungkin juga menyukai