Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

PERFORASI TUKAK LAMBUNG

DISUSUN OLEH :
Citra Arum R.O., S. Ked

PEMBIMBING :
dr. Wuri Iswarsigit, Sp. BA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 12 NOVEMBER 2016 21 JANUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya-Nya, penulis dapat menyelesaikan
referat dengan judul Tukak Lambung. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan ajaran yang sempurna dan menjadi anugerah serat rahmat bagi
seluruh alam semesta.
Selama pembuatan referat ini penulis mendapat banyak dukungan dan juga
bantuan dari berbagai pihak maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada orang tua penulis, dokter pembimbing penyusuan referat dr.
Wuri Iswarsigit, Sp.BA, dan seluruh dokter bagian Ilmu Bedah serta teman-teman
kepaniteraan klinik Ilmu Bedah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis memohon maaf atas segala
kekurangan yang ada dalam referat ini.

Karawang, 5 Januari 2017

Citra Arum R.O.

BAB I
PENDAHULUAN

Lambung sebagai reservoir/lambung makanan berfungsi menerima


makanan/minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan ke
dalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis
makanan, minuman dan obat-obatan akan mengalami iritasi kronik. Lambung
dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukus/mukus barier, epitel, tetapi
beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), alkohol, dan empedu yang dapat menimbulkan defek lapisan
mukus dan terjadi difusi balik ion H+, sehingga timbul gastritis akut/kronik dan
tukak lambung. Dengan ditemukannya kuman H. pylori sebagai penyebab
gastritis dan tukak lambung, saat ini dianggap H. pylori merupakan penyebab
utama tukak lambung, di samping OAINS.(1)
Tukak lambung merupakan erosi yang biasanya berawal di lapisan mukosa
lambung dan dapat menembus lapisan-lapisan dalam dinding lambung. Hal ini
dapat terjadi ketika sawar mukosa lambung terganggu sehingga pepsin dan HCl
bekerja pada dinding lambung bukannya pada makanan di lumen. Dua dari
konsekuensi yang paling serius dari tukak lambung adalah perdarahan karena
kerusakan kapiler submukosa dan perforasi atau erosi total menembus dinding
lambung, menyebabkan keluarnya isi lambung yang poten ke dalam rongga
abdomen.(2)
Setiap tahun tukak peptik mengenai hampir 4 juta penduduk di seluruh
dunia.(3) Komplikasi terjadi pada 10-20% pasien dan 2%-14% tukak peptik akan
mengalami perforasi. Perforasi tukak lambung relatif jarang terjadi, tetapi tukak
lambung merupakan penyakit yang mengancam jiwa dengan angka mortalitas
bervariasi mulai 10% sampai 40%. Setengah dari kasus ini menyerang wanita dan
wanita yang lebih tua mempunyai komorbiditas yang lebih tinggi dibandingkan
laki-laki. (4)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Lambung


Lambung merupakan bagian dari sistem gastrointestinal yang terletak
diantara esophagus dan duodenum. Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan
menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Kapasitas normal lambung
adalah 1 sampai 2 liter.

(5,6)

Lambung terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan

perbedaan anatomik, histologi, dan fungsional yaitu fundus, korpus, dan antrum.
(2)

Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esophagus.


Korpus adalah bagian tengah atau utama dari lambung. Fundus dan korpus
lambung berfungsi sebagai tempat penampung makanan yang ditelan serta tempat
produksi asam lambung dan pepsin Antrum adalah bagian terbawah lambung yang
memiliki lapisan otot lebih tebal dari fundus dan korpus serta memiliki peran
penting dalam motilitas lambung dan produksi gastrin yaitu hormon yang
merangsang sekresi asam lambung. (2)
Terdapat pula pembagian lambung yang lain, yakni terbagi atas dua
ostium, dua curvatura dan dua permukaan. Dua ostium tersebut adalah ostium
cardiacum yang berperan sebagai pintu keluar esofagus dalam memasuki lambung
dan ostium pyloricus yang berperan sebagai pintu keluar lambung untuk
memasuki duodenum. Dua curvatura pada lambung terdiri dari curvatura minor
yang membentuk batas kanan lambung dan memanjang dari ostium cardiacum ke
pylorus dan curvatura major yang bentuknya mirip dengan curvatura minor tetapi
jauh lebih panjang dan memanjang pada sisi kiri ostium cardiacum, ke arah kubah
fundus dan sepanjang batas kiri lambung ke pylorus. Dua permukaan pada
lambung sendiri terdiri atas facies anterior dan facies posterior. (2,7)

Gambar 1. Anatomi Lambung


Secara histologis lambung juga terdiri dari 4 lapisan yang memiliki fungsi
masing- masing yaitu
a. Lapisan serosa atau lapisan luar, merupakan bagian dari peritoneum
viseralis.
b. Lapisan muskularis, tersusun dari 3 lapis otot polos yaitu lapisan
longitudinal bagian luar, lapisan sirkuler di tengah dan lapisan oblik di
bagian dalam.
c. Lapisan submukosa, tersusun atas jaringan aeolar rongga yang
membungkus lapisan mukosa dan lapisan muskularis.
d. Lapisan mukosa, lapisan dalam lambung yang tersusun atas lipatan-lipatan
longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi
lambung sewaktu diisi makanan. Lapisan ini tersusun atas epitel

permukaan yaitu simple columnar epithelium yang membentuk lekukanlekukan ke arah dalam yang disebut foveola gastrica dan berfungsi sebagai
tempat dikeluarkan dan dicurahkannya isi kelenjar pada lambung (7)

Gambar 2. Struktur Lapisan Lambung


Di dalam lapisan mukosa lambung terdapat sel-sel yang berfungsi dalam
mengeluarkan getah lambung yang terbagi menjadi 2 daerah berbeda yaitu
mukosa oksintik, yang melapisi fundus dan korpus, dan daerah kelenjar pylorus,
yang melapisi antrum. Berbagai sel sekretorik terdapat didalam bagian ini,
sebagian eksokrin dan sebagian endokrin.(2)
Pada mukosa oksintik terdapat beberapa sel eksokrin seperti sel mucus,
chief cell, dan sel parietal. Sel mucus berfungsi dalam produksi mucus untuk
melindungi mukosa dari cedera mekanis, pepsin, dan asam. Chief cell yang
memproduksi suatu enzim inaktif yaitu pepsinogen. Sel parietal yang
memproduksi asam HCL yang memiliki fungsi untuk mengaktifkan pepsinogen
menjadi pepsin, menguraikan jaringan ikat, menyebabkan denaturasi protein, dan

mematikan mikroorganisme. Selain itu, sel parietal juga menghasilkan faktor


intrinsik yang berfungsi untuk mempermudah penyerapan vitamin B 12. Pada
mukosa oksintik juga terdapat sel endokrin yaitu sel mirip enterokromafin (ECL)
yang memproduksi histamin untuk merangsang sel parietal.(2)
Pada daerah kelenjar pylorus terdapat 2 sel endokrin yaitu sel G dan sel D.
Sel G memproduksi gastrin yang berfungsi untuk merangsang sel parietal, chief
cell, dan sel ECL. Sel D memproduksi somatostatin yang berfungsi untuk
menghambat sel parietal, sel G, dan sel ECL.(2)

Gambar 3. Sel-sel Lambung


Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran
darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan berupa arteri besar
yang berada di pinggir kurvatura mayor dan minor serta di dalam dinding
lambung. Di belakang dan tepi medial duodenum juga ditemukan arteri besar,

yaitu arteri gastroduodenalis yang dapat menimbulkan perdarahan hebat jika


terjadi erosi dinting arteri tersebut pada tukak peptik lambung atau duodenum
yang berada pada bagian belakang. Vena lambung dan duodenum bermuara ke
vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ
yang memiliki hubungan embrional dengan lambung dan duodenum. (5,7)
Gambar 4. Vaskularisasi Lambung
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang
menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut aferen saraf simpatis.

Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mempersarafi sel parietal di fundus
dan korpus lambung. Sel ini berfungsi menghasilkan asam lambung. N. vagus
anterior (sinistra) memberikan cabang ke kandung empedu, hati, dan antrum
sebgai saraf Laterjet anterior, sedangkan n. vagus posterior (dextra) memberikan
cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut dank e antrum sebagai saraf
Laterjet posterior. (5)

Gambar 5. Persarafan Lambung


2.2 Fisiologi Lambung
Selain berfungsi sebagai pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam
lambung dan pepsin, lambung terutama berfungsi sebagai penerima makanan dan
minuman yang dikerjakan oleh fundus dan korpus lambung, serta penghancur
makanan yang dikerjakan oleh bagian antrum.(5)
2.2.1 Motilitas
Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan
pencampuran makanan serta pengosongan lambung. Lambung mempunyai
kemampuan menampung makanan hingga 1500 mililiter, hal ini disebabkan
karena lambung mampu menyesuaikan ukuran dengan kenaikan tekanan

intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh
nervus vagus sehingga vagotomi dapat menghilangkan fungsi ini. Hal ini yang
mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita tumor lambung lanjut
sehingga mereka seperti cepat kenyang. (5)
Peristaltik terjadi bila lambung mengembang akibat adanya makanan dan
minuman. Kontraksi antrum yang kuat mencampur makanan dengan enzim
lambung kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Rata-rata
makanan seperti daging tanpa lemak, nasi, dan sayuran meninggalkan lambung
dalam waktu 3 jam. Sedangkan makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di
lambung selama 6 12 jam. (5)
2.2.2 Cairan Lambung
Cairan didalam lambung jumlahnya dapat bervariasi antara 500 1500
mililiter per hari. Cairan lambung ini mengandung lendir, pepsinogen, faktor
intrinsik, dan elektrolit terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu ada
dalam jumlah sedikit. Proses produksi asam lambung merupakan hal yang
kompleks, namun secara garis besar dibagi menjadi tiga fase perangsangan yaitu
fase sefalik, fase gastrik, dan fase intestinal yang saling mempengaruhi dan
berhubungan. (5)
1. Fase sefalik. Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan,
bahkan berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam
melalui aktivasi nervus vagus. (5)
2. Fase gastrik. Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia,
seperti kalsium, asam amino, dan peptida dalam makanan akan
merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan refleks kolinergik
intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi
asam lambung. (5)
3. Fase intestinal. Hormon enterooksitin merangsang produksi asam lambung
setelah makanan sampai di usus halus.
Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak
sebagai penghambat sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik.
Keasaman yang tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi gastrin

oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada pH dibawah 2,5
produksi gastrin mulai dihambat. (5)
2.3 Perforasi Tukak Peptik
2.3.1
Definisi
Tukak Lambung adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sapai dibawah epitel. Tukak lambung bisa juga dikatakan sebagai suatu
gambaran bulat atau semi bulat/oval dengan ukuran >5 mm kedalaman
submukosa pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas
mukosa lambung. Tukak Lambung merupakan luka terbuka dengan pinggiran
edema disertai indurasi dengan dasar ulkus ditutupi debris.(1)
Perforasi tukak lambung merupakan suatu komplikasi yang terjadi akibat
tukak lambung yang membandel karena tidak berespons terhadap pengobatan atau
seringnya terjadi kekambuhan. (5)
2.3.2

Epidemiologi

Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara
usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relative jarang pada wanita menyusui, meskipun ini
telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering
daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir
sama dengan pria. Setelah menopause, insiden tukak lambung pada wanita hampir
sama dengan pria. (8)
Prevalensi infeksi H. pylori di Negara berkembang lebih tinggi
dibandingkan dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju
sekitar 30-40% sedangkan di Negara berkembang mencapai 80-90%. (9)
Di Britania Raya sekitar 6-20% penduduk menderita tukak lambung pada
usia 55 tahun dengan prevalensi 2-4%. Di USA ada 4 juta pasien gangguan asampepsin, prevalensi pada pria 12% dan 10% pada wanita dengan angka kematian
pasien 15.000 pertahun dan menghabiskan dana $10 milyar/tahun. (1) Prevalensi
tukak peptik di Indonesia pada beberapa penelitian ditemukan antara 6-15 %
terutama pada usia 20-50 tahun. Distribusinya pada pria lebih tinggi dengan 1015% serta pada wanita mencapai 4-15%. (10)

Pasien dengan tukak lambung 2 10 % akan mengalami komplikasi


berupa perforasi. Perforasi biasanya 60% terjadi pada dinding anterior duodenum,
20% di antrum, 20% pada kurvatura minor lambung.(11) Perforasi tukak lambung
sering terjadi pada pasien laki-laki yang berusia muda, tetapi akhir-akhir ini
perforasi tukak lambung sering terjadi pada pasien wanita yang berusia tua yaitu
sekitar 40-60 tahun.(12)
2.3.3

Etiologi

Penyebab pasti tukak lambung masih belum jelas karena penderitanya


dapat berada dalam keadaan normoklorhidra, hipoklorhidra, atau hiperklorhidra..
Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bahwa penyebab
tersering tukak lambung adala gastritis akibat Helicobacter Pylori sehingga terjadi
difusi balik asam-pepsin melalui mukosa yang terluka dan akan menjadi tukak.
Adanya obat yang menyebabkan tukak lambung seperti pemakaian obat-obatan
yang dapat menyebabkan tukak lambung seperti NSAID, aspirin, steroid, nikotin
dan alcohol serta faktor makanan yang dapat mengiritasi lambung, seperti cabai
dan merica, merupakan faktor yang turut berperan menyebabkan tukak lambung.
(5)

NSAIDS merupakan salah satu obat yang sering digunakan sebagai


analgesik. Karena NSAIDs sangat umum digunakan dan mudah didapat tanpa
resep dokter, NSAIDs sangat sering menyebabkan terjadinya tukak lambung
karena dapat mengganggu kemampuan lambung dan duodenum untuk proteksi
dari asam lambung dan juga mengganggu proses pembekuan darah. Hal ini
memberikan peranan penting dalam terjadinya perdarahan. Pada pasien yang
mengkonsumsi NSAIDs dalam jangka panjang maupun dalam jumlah besar,
mempunya resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya tukak lambung. (9)
2.3.4

Patogenesis

Patogenesis tukak lambung terjadi akibat multifaktori yang menyebabkan


terjadinya ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa (defensif) dan
faktor perusak asam lambung dan pepsin (agresif). Faktor agresif terbagi menjadi

factor endogen (HCl, pepsinogen/pepsin, garam empedu) dan factor agresif


eksogen (obat-obatan, alkohol, infeksi). Faktor defensif meliputi mucus,
bikarbonat, dan prostaglandin. Penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi hal yang
berperan penting dalam terjadinya tukak lambung adalah hipersekresi asam
lambung dan tidak efektifnya pertehanan mukosa. (5)
Hipersekresi asam lambung terjadi karena kenaikan jumlah sel parietal
atau meningkatnya rangsangan sel parietal yang disebabkan oleh faktor genetik,
tekanan psikologis dan obstruksi parsial pylorus yang menyebabkan pelepasan
gastrin akibat distensi antrum. Perangsangan sel parietal juga dapat dikaitkan
dengan rangsangan nervus vagus akibat stres. Selain itu, rangsangan hormonal,
histamine, dan kalsium juga berperan. (5)
Tidak efektifnya pertahanan mukosa akibat berkurangnya asam bikarbonat
yang dihasilkan oleh mukosa lambung yang merupakan penetral asam utama
sehingga terjadi autodigesti mukosa lambung. Penyebab tersering berkurangnya
pertahanan mukosa ini dapat disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori dan
pemakaian obat-obatan NSAID. (5)
Infeksi H. pylori merupakan penyebab utama tukak lambung di Negara
berkembang. H. pylori hidup di lapisan dalam mukosa, terutama mukosa antrum
yang menyebabkan kelemahan pada sistem pertahanan mukosa dengan
mengurangi ketebalan lapisan mukosa dengan melepaskan berbagai macam enzim
seperti urease, lipase, protease dan fosfolipase dan mengeluarkan berbagai macam
sitotoksin (vacuolating cytotxi/Vac A gen) yang dapat menyebabkan vakuoliasi
sel-sel epitel. Urease dapat memecah urea dalam lambung menjadi ammonia yang
toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan
sekresi mucus yang menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan
yang kaya lipid pada apikal sel epitel dan melalui kerusakan sel-sel ini asam
lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehingga terjadi
ulkus peptikum. (8, 13)
H. pylori yang terkonsentrasi dalam antrum mengakibatkan antrum
predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada sel D yang mengeluarkan
stomatostatin, yang berfungsi mengerem produksi gastrin. Akibatnya produski

gastrin meningkat dan merangsang sel parietal mengeluarkan asam lambung yang
berlebihan. (1)

Gambar 6. Proses Infeksi H. Pylori


Pada penggunaan obat NSAID terjadi 3 mekanisme yang dapat
menyebabkan tukak lambung. Pertama, obat-obatan NSAID bersifat sitotoksik
pada epitel lambung sehingga dapat merusak lapisan lambung. Kedua, NSAID
menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX1, COX2, COX3) yang
menghasilkan prostaglandin. Penghambatan pada COX1 akan mengurangi
produksi mukus yang nantinya akan menyebabkan kerusakan lapisan epitel dan
dapat juga menyebabkan penurunan aliran darah ke epitel sehingga mekanisme
repair pada lambung akan berkurang. Penghambatan pada COX2 juga dapat
menyebabkan mekanisme repair menurun karena COX2 memiliki peranan dalam
angiogenesis. Ketiga, NSAID juga dapat menyebabkan produksi asam lambung

meningkat sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang lebih hebat lagi jika
pertahanan mukosa menurun
Beberapa factor resiko yang memudahkan terjadinya tukak lambung pada
pengguna NSAIDs adalah :

Usia > 60 tahun


Riwayat adanya tukak lambung sebelumnya
Dyspepsia kronik
Intoleransi terhadap penggunaan NSAIDs sebelumnya
Jenis, dosis, dan lamanya penggunaan NSAIDs
Penggunaan secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan dan
penggunaan 2 jenis NSAIDs bersamaan. (1)

Berdasarkan letak ulkus nya, tukak lambung memiliki beberapa tipe,yaitu:


Tipe 1: merupakan yang paling sering terjadi. Terletak pada kurvatura
minor atau proximal insisura,dekat dengan junction mukosa onsitik dan
antral.
Tipe 2: lokasi yang sama dengan tipe 1 tapi berhubungan dengan tukak
duodenum.
Tipe 3: terletak pada 2 cm dari pilorus (pyloric channel ulcer).
Tipe 4: terletak pada proksimal abdomen atau pada cardia.
Perforasi tukak lambung dapat terjadi jika tukak lambung tidak bersespons
terhadap pengobatan atau tukak yang sering kambuh. Terdapat 3 fase klinis pada
yang terjadi pada perforasi tukak lambung yaitu:
1. Fase peritonitis kimiawi / kontaminasi
Kebocoran lambung menyebabkan cairan asam lambung dapat keluar
dari lambung dan masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga
menyebabkan peritonitis kimiawi.
2. Fase intermediate
Setelah 6 12 jam beberapa pasien merasakan nyeri menghilang. Ini
kemungkinan diakibatkan dilusi isi lambung iritasi oleh eksudat
peritoneal.
3. Infeksi intrabdominal
Setelah 12 24 jam terjadi infeksi intraabdominal. (14)

2.3.5

Gambaran Klinis

Gejala pada tukak lambung dapat bervariasi. Nyeri epigastrium dapat


timbul, tidak berbatas jelas dan timbul 30 menit sampai 3 jam setelah makan.
Nyeri kadang hilang dengan makan, tetapi kadang dapat bertambah berat setelah
makan. Setelah proses peradangan menembus mukosa dan otot barulah timbul
keluhan nyeri pada pasien.5
Gejala tipikal pada tukak lambung meliputi nyeri hebat episodik atau nyeri
terbakar epigastrium, nyeri berlangsung 2 sampai 5 jam setelah makan, dan nyeri
nocturnal yang hilang dengan intake makanan, antasida atau agen antisekresi.
Riwayat episodic atau nyeri epigastrium, nyeri yang hilang saat makan, dan
terbangun pada malam hari kar ena nyeri yang hilang dengan intake makanan
merupakan tanda spesifik yang ditemukan pada tukak lambung dan sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis. Manifestasi klinis lainnya yang jarang
ditemukan seperti gangguan pencernaan, muntah, nafsu makan berkurang, dan
riwayat keluarga dengan tukak lambung.(14)
Tukak kronik didekat pilorus menyebabkan fibrosis yang berlanjut
membentuk striktur. Pada awalnya, terjadi sumbatan parsial, kemudian
eksaserbasi akut akan menyebabkan edema mukosa dan spasme sfingter pilorus
yang akan mendorong terjadinya sumbatan total. Keluhan dispepsia disertai mual
dan muntah yang berisi makanan tanpa empedu, beberapa jam setelah makan,
merupakan tanda khas obstruksi. Berangsur-angsur pasien akan tampak bertambah
kurus akibat kurangnya asupan kalori dan protein. Selanjutnya, timbul dehidrasi
dan tanda malnutrisi. Alkalosis metabolik dapat terjadi akibat hilangnya ion H
lewat muntah. Tidak ada tanda spesifik terjadinya penetrasi tukak ke organ lain,
tetapi keluhan pasien bertambah. Rasa nyeri epigastrium akan meningkat dan
dirasakan nyeri punggung pada penetrasi ke pancreas. (14)
Semua tukak lambung dapat menyebabkan pendarahan. Pendarahan dapat
bersifat kronik dan tidak jarang menunjukan anemia mikrositik. Semua pasien
harus diperiksa dengan endoskopi untuk memastikan pendarahan yang terjadi
pada lambung. Pada keadaan pendarahan akut kadang ditemukan gejala berupa
hematemesis dan melena. (14)

Pada keadaan tukak lambung yang telah mengalami perforasi maka


manifestasi klinis yang muncul berupa manifestasi pada peritonitis yaitu nyeri
perut yang memburuk saat bergerak, batuk, anoreksia, malaise, demam, mual dan
muntah. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda berupa suhu dan denyut
nadi yang meningkat, defans muskular akibat kontraksi involunter dinding perut
untuk melindungi isi perut saat dilakukan palpasi abdomen, nyeri lepas positif,
dan kadang-kadang tampak kekakuan. Pada tahap lebih lanjut maka akan
didapatkan distensi pada abdomen, bising usus yang menurun sampai menghilang,
dan bagian yang lebih parah akan terjadi kegagalan sirkulasi dengan tanda akral
dingin, mata cekung, lidah kering, nadi ireguler, dan wajah gelisah atau yang
sering disebut dengan Hipocratic facies dan pada akhirnya pasien jatuh ke
dalam keadaan tidak sadar. (14)
2.3.6

Diagnosis

Penegakan diagnosis pada perforasi tukak lambung memerlukan indeks


kecurigaan yang tinggi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Riwayat
nyeri perut interminten atau refluks gastroesofagus adalah yang sering ditemukan.
Tukak lambung yang tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat atau dengan
gejala yang sedang berlangsung dan nyeri eksaserbasi akut dapat dicurigai sebagai
tanda perforasi.(4)
Pasien dengan perforasi saluran cerna biasanya didapatkan nyeri perut dan
iritasi peritoneum akibat kebocoran dari isi asam lambung. Pada keadaan yang
lebih parah bisa didapatkan penuruan status mental pada pasien, sehingga dapat
digunakan sebagai pemeriksaan yang akurat dan dapat dipercaya. Pemeriksaan
laboratorium tidak tidak begitu berguna pada keadaan akut karena hasilnya
cenderung kurang spesifik, tapi leukositosis, asidosis metabolic, dan peningkatan
serum amylase dapat dihubungkan dengan kejadian perforasi. Gambaran udara
bebas dibawah diafragma pada rontgen dada tegak adalah suatu tanda bahwa telah
terjadi perforasi pada organ yang berongga di saluran cerna.(4)

Gambar 7. Gambaran udara bebas di bawah diafragma


Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan status gizi pada pemeriksaan
tanda vital, kemungkinan adanya gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia,
dan gangguan napas. Pasien perdarahan, perforasi, atau obstruksi lambung atau
duodenum sering datang dalam keadaan gawat. Pada inspeksi perlu dicurigai
adanya peritonitis bila tampak pernapasan

torakal pada penderita yang

abdomennya tegang. Pada palpasi jika didapatkan defans muskular dapat


menunjukan adanya iritasi paritoneum, misalnya pada perforasi. Pada perkusi jika
didapatkan pekak pada hepar hilang maka menunjukan bahwa adanya udara bebas
dibawah diafragma dan ini menandakan adanya perforasi saluran cerna. Pada
peritonitis akibat perforasi, peristaltik seringkali melemah atau hilang sama sekali
karena terjadi ileus paralitik.(5)
Pemeriksaan Penunjang
Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas ( UGIEUpper Gastrointestinal Endoscopy) dan biopsi lambung (untuk deteksi kuman
H.Pylori, massa tumor, kondisi mukosa lambung)
1. Pemeriksaan Radiologi. Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis tukak peptik. Gambaran berupa kawah, batas jelas
disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran tukak. Apabila permukaan
pinggir tukak tidak teratur dicurigai ganas.

2. Pemeriksaan Endoskopi Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa


licin dan normal disertai lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak.
Gambaran

tukak

akibat

keganasan

adalah

:Boorman-I/polipoid,

B-

II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-IV/linitis plastika (scirrhus) Universitas


Universitas Sumatera Sumatera Utara .Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi
ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi. Keunggulan endoskopi dibanding
radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter < 0,5 cm, dapat melihat
lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat memastikan suatu
tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori sebagai
penyebab tukak.
3. Invasive Test : Rapid Urea Test adalah tes kemampuan H.pylori untuk
menghidrolisis urea. Enzim urea katalase menguraikan urea menjadi amonia
bikarbonat, membuat suasana menjadi basa, yang diukur dengan indikator pH.
Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan pada tempat yang berisi
cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH indikator, jika
terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi
ammonia,terjadi perubahan pH dan perubahan warna. Untuk pemeriksaan
histologi, biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimum 4 sampel
untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari
dasar, pinggir dan sekitar tukak, minimal 6 sampel. Pemeriksaan kultur tidak
biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin
4. Non Invasive Test. Urea Breath Test adalah untuk mendeteksi adanya infeksi
H.pylori dengan keberadaan urea yang dihasilkan H.pylori, labeled
karbondioksida (isotop berat,C-13,C-14) produksi dalam perut, diabsorpsi
dalam pembuluh darah, menyebar dalam paru-paru dan akhirnya dikeluarkan
lewat pernapasan. Stool antigen test juga mengidentifikasi adanya infeksi
H.Pylori melalui mendeteksi keadaan antigen H.Pylori dalam faeces(4).
2.3.7

Tatalaksana

a) Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik,


membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim
pepsin dapat bekerja pada pH lebih tinggi dari 4, maka penggunaan antacida
juga dapat mengurangkan aktivitas pepsin.
b) Antagonis Reseptor H2/ARH2. Penggunaan obat antagonis reseptor H2
digunakan untuk menghambat sekresi asam lambung yang dikatakan efektif
bagi menghambat sekresi asam nocturnal. Strukturnya homolog dengan
histamine. Mekanisme kerjanya secara kompetitif memblokir perlekatan
histamine pada reseptornya sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi bersifat reversible. Dosis terapeutik
yang digunakan adalah Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari, dosis
maintenance 400 mg, Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150
mg, Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg,
Famotidine : 1 x 40 mg malam hari, Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam
hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.
c) Proton Pump Inhibitor/PPI: mekanisme kerja adalah memblokir kerja enzim K
+H + ATPase yang akan memecah K+H + ATP menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam HCL dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel
kanalikuli,menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi
aktifitas faktor agresif pepsin Universitas Universitas Sumatera Sumatera
Utara dengan pH >4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regimen triple
drugs, Omeprazol 2 x 20 mg atau 1 x 40 mg, Lansprazol/pantoprazol 2 x 40
mg atau 1 x 60 mg.
d) Koloid Bismuth (Coloid Bismuth Subsitrat/CBS dan Bismuth Subsalisilat/BSS)
Membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar tukak dan
melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin dan efek bakterisidal
terhadap H.Pylori.

e) Sukralfat: Mekanisme kerja berupa pelepasan kutub alumunium hidroksida


yang berikatan dengan kutub positif melekul proteinlapisan fisikokemikal
pada dasar tukakmelindungi tukak dari asam dan pepsin. Membantu sintesa
prostaglandin, kerjasama dengan EGF ,menambah sekresi bikarbonat
&mukus, peningkatan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.
f) Prostaglandin: Mengurangi sekresi asam lambung, meningkatkan sekresi
mukus, bikarbonat, peningkatan aliran darah mukosa, pertahanan dan
perbaikan mukosa. Digunakan pada tukak lambung akibat komsumsi NSAIDs.
g) Penatalaksanaan infeksi H.Pylori. Tujuan eradikasi H.Pylori adalah untuk
mengurangi keluhan, penyembuhan tukak dan mencegah kekambuhan. Lama
pengobatan eradikasi H.Pylori adalah 2 minggu,untuk kesembuhan tukak,bisa
dilanjutkan pemberian PPI selama 3 4 minggu lagi ( Finkel R., 2009)
Pada penderita lambung yang mengalami perforasi, keadaan umum hari
diperbaiki terlebih dahulu sebelum tindakan pembedahan. Pemberian cairan dan
koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastric, dan pemberian antibiotik mutlak
diperlukan. (5)
Laparotomi segara dilakukan setelah upaya diatas telah dikerjakan. Jahitan
saja setelah eksisi tukak yang mengalami perforasi belum cukup mengatasi
penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang
baik seperti pada penderita usia lanjut serta terdapat peritonitis purulenta.
Penutupan perforasi pada lambung dapat dilakukan dengan menggunakan
omentum atau omentum plug, dan pernjahitan primer pada luka perforasi dapat
memberikan hasil yang baik dengan intervensi minimal. Bila keaadaan
memungkinkan, tindakan vagotomi dan pengaliran atau vagotomi dan antrektomi
dianjurkan untuk mencegah kekambuhan. (5)

Gambar 8. Penatalaksanaan Perforasi Tukak Lambung.

2.3.8 Komplikasi
Komplikasi Tukak dapat berkomplikasi pada perdarahan. Pendarahan
berlaku pada 15-20% pasien tukak peptik. Perdarahan adalah komplikasi tersering
pada tukak peptik yaitu pada dinding posterior bulbus duodenum, karena pada
tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankreatikaduodenalis atau arteria
gastroduodenalis. Dikatakan 25% daripada kematian akibat tukak peptik adalah
disebabkan komplikasi pendarahan ini (Kumar, 2005).
Komplikasi lain yang bisa terjadi adalah perforasi di lambung sehingga
menyebabakan terjadinya peritonitis. Perforasi terjadi pada 5% pasien tukak
peptik. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga peritoneal,
dinyatakan sebagai bulan sabit translusen antara bayangan hati dan diafragma.

Pada tukak juga dapat berkomplikasi menjadi obstruksi. Tukak prepilorik


dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya
fibrosis atau oedem dan spasme. Mual,kembung setelah makan merupakan gejalagejala yang sering timbul. Apabila obstruksi bertambah berat dapat timbul nyeri
dan muntah
2.3.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit dan komplikasi yang
terjadi serta penyakit penyerta. Kebanyakan pasien berhasil diobati dengan
eradikasi infeksi H pylori, menghindari NSAID, dan penggunaan yang tepat
antisekresi.

BAB III
KESIMPULAN

Tukak Lambung merupakan

keadaan dimana putusnya kontinuitas

mukosa gaster yang meluas sampai di bawah epitel. Penyakit ini terjadi karena
adanya ketidak seimbangan antara faktor agresif (gastrin, pepsin) menembus
faktor defensive yang melibatkan resistensi mukosa (mucus, bikarbonat,
mikrosirkulasi, prostaglandin, dinding mukosa). Di Amerika didapatkan insidensi
mencapai 500.000 orang/tahun. &)% terjadi antara usia 20 dan 60 tahun.
Penyebab paling sering adalah infeksi H. pylori dan penggunaan obat
NSAID tanpa pengawasan oleh praktisi kesehatan. Komplikasi yang mungkin
terjadi selain perdarahan yakni adanya perforasi dimana terjadi erosi menembus
didnding lambung hingga isi dari lambung keluar ke rongga abdomen. Hal ini
jarang terjadi namun wajib kita waspadai karena merupakan suatu kegawat
daruratan yang mengancam nyawa. Semakin cepat ditangani tentunya angka
mortalitas semakin kecil. Pembedahan yang dilakukan biasanya HSV, V+D
atauV+A.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan P. Tukak Gaster: Ilmu Penyakit Dalam.ed 5 th. Jakarta:


Internalpublishing 2009. P.513-522
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem.ed 6 th. Jakarta: EGC
2012, 654-66
3. Zelickson MS, Bronder CM, Johnson BL, Camunas JA, Smith DE,
RawlinsonD,VonS,StoneHH,TaylorSM:Helicobacterpyloriisnotthe
predominantetiologyforpepticulcersrequiringoperation.AmSurg2011,
77:10541060.
4. Saverio D, Bassi M, Smerieri N, et al. Diagnosis and treatment of
perforated or bleeding pepric ulcers: 2013 WSES position paper. World
Journal of Emergency Surgery 2014, 9:45.
5. Sjamsuhidayat, De Jong. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar Ilmu
Bedah.Ed.3. Jakarta:EGC.2014. p.642 55
6. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. ed 6 th.
Jakata: Penerbit EGC. 2006.
7. Snell RS. Anatomi Klinik. Ed 6th. Jakarta: EGC 2014.
8. Shayne P. Gastritis and Pepctiv Ulcer Disease. Department of Emergency
Medicine,

Emory

University

School

of

Medicine.

2009.

www.emedicine.org diakses 15 November 2016.


9. Schafer TW. Peptic Ulvcer Disease. The American College of
Gastroenterology, Bethesda, Maryland. 2008. www.acg.gi.org diakses 15
November 2016.
10. Suyono.S. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Ed III.Jakarta: Balai Penerbit
FKUI 2001.

11. Ramakhrisnan K, Salinas RC. Peptic ulcer disease. Oklahoma: American


Academy of Family Physicians 2007.
12. Atherton JC, Cao P, Peek RM, Jr., et al. Mosaicism in vacuolating
cytotoxin alleles of Helicobacter pylori. Association of specific vacA types
with cytotoxin production and peptic ulceration. J Biol Chem 1995;
270(30):17771-7
13. Harrisons. Principle of Internal Medicine, 16th ed. New York: McGarwHills. 2005.
14. Williams NS, Bulstrode CJK, OConnell PR. Bayley & loves : Short
Practice of surgery. Ed 26th. London: CRC Press 2013; p.1023-56

Anda mungkin juga menyukai