Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

Pedoman Informasi Obat pada Penggunaan Obat


Gastritis

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi & Konseling


pada Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh :

Wulandari Putri S 260112180008


M Parta 260112180012
Neneng Fadi’ah Idzni 260112180022
Iflakhatul Ulfa 260112180070
Bela Anisa Fitriani 260112180096

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat


rahmat-nya kami dapat menyelesaikan MAKALAH GASTRITIS. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi dan Konseling.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Sumedang, 27 Desember 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan Gastritis

Gastritis dengan nama lain Dyspepsia atau istilah yang sering dikenal oleh
masyarakat sebagai maag atau penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang
dirasakan sebagai nyeri ulu hati, orang yang terserang penyakit ini biasanya sering
mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman.

Biasa nya keluhan yang diajukan penderita tersebut ringan dan dapat diatasi
dengan mengatur makanan, tetapi kadang-kadang dirasakan berat, sehingga ia
terpaksa meminta pertolongan dokter bahkan sampai terpaksa diberi perawatan
khusus. Gastritis merupakan penyakit yang cenderung mengalami kekambuhan
sehingga menyebabkan pasien harus berulang kali untuk berobat. Salah satu
penyebab kekambuhan gastritis adalah karena minimnya pengetahuan pasien
dalam mencegah kekambuhan gastritis.

1.2. Anatomi dan Fisiologi Lambung

1.2.1. Anatomi Lambung


Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak
di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus. Lambung
merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah
diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri
pada regio abdomen. Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama,
yaitu kardiak, fundus, badan, antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah kecil
yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan
terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk
kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan adalah suatu
rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan
bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang
menghubungkan badan ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik
adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan
duodenum dan mengandung spinkter pilorik.

Gambar I. Anatomi Lambung

1.2.2. Histologi Lambung


Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama
halnya dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu
yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.

a) Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan


muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina
propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur
lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan
melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan
semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri
atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid.
Muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan
mengandung otot polos.
b) Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem
limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat
pleksus submukosa.
c) Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu inner
oblique, middle circular, outer longitudinal. Pada muskularis propia
terdapat pleksus myenterik (auerbach). Lapisan oblik terbatas pada
bagian badan dari lambung.
d) Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos
(mesotelium) dan jaringan ikat areolar. Lapisan serosa adalah lapisan
paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum.

Gambar II. Histologi Lambung.

1.2.3. Fisiologi Sekresi Getah Lambung


Lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang
bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa lambung.
Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah :
mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan, daerah kelenjar
pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di
kantong lambung (gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada
permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi
ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin. Ada tiga
jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar
oksintik mukosa lambung, yaitu :
a) Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus
yang encer.
b) Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel
parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
c) Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik
artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk
menghasilkan keadaan yang sangat asam.

Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka


berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice). Sel mukus cepat
membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa
lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke
luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferens6iasi ke bawah
untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa
lambung diganti setiap tiga hari.

Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama


mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan
mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel
parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang
menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan
somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi
asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi
produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam.
Gambar III. Kelenjar Oksintik Pada Lambung

1.3. Pengertian Gastritis

Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu
Gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang
sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu
Helicobacter pylori.
Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus
menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis. Secara
histologis dapat dibuktikan dengan inflamasi sel-sel radang pada daerah tersebut
didasarkan pada manifestasi klinis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Pada
beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok ( ulcer ) dan dapat
meningkatkan resiko dari kanker lambung.
Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan
dapat segera membaik dengan pengobatan. Gastritis merupakan gangguan yang
sering terjadi dengan karakteristik adanya anorexia, rasa penuh, dan tidak enak
pada epigastrium, nausea, muntah. Secara umum definisi gastritis ialah inflamasi
pada dinding lambung terutama pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan yang paling sering ditemui diklinik karena
diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis Bila mukosa lambung sering kali
atau dalam waktu cukup lama bersentuhan dengan aliran balik getah duodenum
yang bersifat alkalis, peradangan sangat mungkin terjadi dan akhirnya malah
berubah menjadi tukak lambung. Hal ini disebabkan karena mekanisme penutupan
pylorus tidak bekerja dengan sempurna, sehingga terjadi refluks tersebut. Mukosa
lambung dikikis oleh garam-garam empedu dan lysolesitin (dengan kerja
detergens). Akibatnya timbul luka-luka mikro, sehingga getah lambung dapat
meresap ke jaringan-jaringan dalam dan menyebabkan keluhan-keluhan. Gastritis
menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Gastritis akut Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi
menjadi dua garis besar yaitu :
- Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar,
seperti bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid ,
mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambung) ).
- Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan
badan).
b) Gastritis Kronik Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus
benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H.
Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu : Tipe A dan
Tipe B.
- Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri.
Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan
mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi
antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini.
- Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi
Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

1.4. Etiologi
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu
adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat
eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Gastritis biasanya terjadi ketika
mekanisme perlindungan dalam lambung mulai berkurang sehingga menimbulkan
peradangan (inflamasi). Kerusakan ini bisa disebabkan oleh gangguan kerja fungsi
lambung, gangguan struktur anatomi yang bisa berupa luka atau tumor, jadwal
makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol atau kopi yang berlebih, gangguan
stres, merokok, pemakaian obat penghilang nyeri dalam jangka panjang dan
secara terus menerus, stres fisik, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
Ketidakseimbangan antara faktor-faktor agresif (asam dan pepsin) dan
faktor-faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa lambung dan duodenum
menyebabkan terjadinya gastritis, duodenitis, ulkus lambung dan ulkus
duodenum. Asam lambung yang bersifat korosif dan pepsin yang bersifat
proteolitik merupakan dua faktor terpenting dalam menimbulkan kerusakan
mukosa lambung-duodenum. Faktor-faktor agresif lainnya adalah garam empedu,
obat-obat ulserogenik (aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroid
dosis tinggi), merokok, etanol, bakteri, leukotrien B4 dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan tertentu dalam jangka panjang beresiko
mengakibatkan penyakit gastritis karena obat-obat tersebut mengiritasi dinding
lambung dan menyebabkan mukosa pelindung lambung menjadi tipis sehingga
lebih mudah terluka. Selain itu, dapat pula disebabkan faktor sosial, yaitu situasi
yang penuh stres psikologis. Suatu pengamatan terhadap seorang pasien yang
menderita fistula pada lambungnya sehingga perubahan-perubahan pada lambung
dapat diamati, ternyata mengalami peningkatan produksi asam lambung saat
dihadapkan pada situasi yang menegangkan yang menimbulkan perasaan cemas.
Timbulnya penyakit gastritis dan tukak lambung dipicu oleh stres yang
berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini muncul karena gaya hidup saat ini
yang serba cepat akibat tuntutan hidup dan tuntutan kerja, misalnya mobilitas
yang tinggi maupun beban kerja yang dirasakan berat. Gaya hidup tersebut
membuat individu selalu berada dalam ketegangan sehingga berakibat pada
munculnya stres. Selain itu pola makan yang tidak teratur dan mengkonsumsi
makanan instan sebagai akibat pola hidup serba cepat juga merupakan salah satu
pencetus penyakit gastritis.
Helicobacter pylori merupakan penyebab utama penyakit gastritis.
Menurut penelitian, gastritis yang dipicu bakteri ini bisa menjadi gastritis
menahun karena Helicobacter pylori dapat hidup dalam waktu yang lama
dilambung manusia dan memiliki kemampuan mengubah kondisi lingkungan
yang sesuai dengan lingkungannya sehingga Helicobacter pylori akan mengiritasi
mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.
Komplikasi yang dapat timbul dari gastritis, yaitu gangguan penyerapan
vitamin B12, menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan
penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis kronis jika dibiarkan tidak terawat,
akan menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Serta dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus
menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.
Adapun kasus dengan penyakit gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang
umumnya diderita oleh kalangan masyarakat sehingga harus berupaya untuk
mencegah agar tidak terjadi kekambuhan.

1.5. Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan
lokal. Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat
ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif)
pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau
penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam
lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang
bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas.
Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal
terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial. Elemen
preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus
bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai bahan
kimia termasuk ion hidrogen. Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri.
Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion
untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel.
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan leukosit. Komponen
terpenting lapis pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat
(Pangestu, 2003). Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi,
kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H.
Pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut
melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung,
meninggalkan daerah epitel yang gundul.
Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen,
naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan
etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol
diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan
dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah.

1.6. Gejala Gastritis


Gejala gastritis atau maag diantarnya yaitu tidak nyaman sampai nyeri
pada saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, lambung terasa
penuh, kembung, bersendawa, merasa cepat kenyang, perut keroncongan dan
sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadi
akut, berulang dan kronis.
Disebut kronis bila gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-
menerus dan gastritis ini dapat ditangani sejak awal yaitu: mengkonsumsi
makanan lunak dalam porsi kecil, berhenti mengkonsumsi makanan pedas dan
asam, berhenti merokok serta minuman beralkohol dan jika memang diperlukan
dapat minum antasida sekitar setengah jam sebelum makan atau sewaktu makan.

Tanda dan gejala Penyebab


Mual HCl meningkat
Muntah Adanya penekanan terhadap saraf vagus, dan
memberikan reflek ingin muntah.
Tidak nafsu makan Karena lambung banyak terisi HCl maka
lambung akan terasa penuh, selain itu rasa mual
juga dapat menyebabkan tidak nafsu makan.
Nyeri Peradangan oleh agen iritasi lambung terhadap
lambung
Hematesis Pendarahan lambung akibat erosi oleh agen
iritasi lambung yang mengenai pembuluh darah
di lambung.
Dalam tinja terdapat darah Pendarahan lambung akibat erosi oleh agen
iritasi lambung yang mengenai pembuluh darah
di lambung.
Mulut terasa asam Lambung yang terisi HCl yang penuh dapat
menyembabkan HCl terasa sampai di rongga
mulut.
Tabel I. Gejala Gastritis.

1.7. Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia.
BAB II

GUIIDELINE DAN INFORMASI OBAT GASTRITIS

2.1. Terapi Farmakologi

2.1.1. Antagonis reseptor H2 histamin/ H2 Blocker

Obat golongan ini akan cepat diabsorbsi secara oral dan akan memblok
kerja dari histamin pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam. Obat ini akan
mengurangi nyeri akibat gastritis dan meningkatkan kecepatan penyembuhan
gastritis. Empat macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin
dan nizatidin. Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral,
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan
waktu paruh yang singkat.
Ranitidin memiliki masa kerja yang panjang dan lima sampai sepuluh kali
lebih kuat. Efek farmakologi famotidin sama dengan ranitidin, hanya 20−50 kali
lebih kuat dibandingkan dengan simetidin dan 3−20 kali lebih kuat dibandingkan
ranitidin. Efek farmakologi nizatidin sama seperti ranitidin, nizatidin dieliminasi
melalui ginjal dan sedik.
Contoh obat:

2.1.1.1.Simetidin

Simetidin mempunyai efek antiandrogen, namun jarang menyebabkan


ginekomastia. simetidin juga terikat pada sitokrom P-450 dan bisa menurunkan
metabolisme dalam hati (misalnya : warfarin, fenitoin dan teofilin) (Neal, 2005) it
yang terjadi metabolisme.

 Indikasi: ulserasi gaster dan duodenum jinak, tukak stomal, refluks


oesofagitis, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung bermanfaat
 Kontraindikasi : hipersensitivitas
 Efek samping : Jarang terjadi dan berupa diare (sementara), nyeri otot,
pusing- pusing dan reaksi kulit. Pada penggunaan lama dengan dosis tinggi
dapat terjadi impotensi dan gynecomatia ringan, yaitu buah dada yang
membesar.
 Farmakokinetik: Simetidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal dan
konsentrasi plasma puncak diperoleh setelah sekitar satu jam saat diberi perut
kosong; Puncak kedua bisa terlihat setelah sekitar 3 jam. Makanan menunda
laju dan mungkin sedikit mengurangi tingkat penyerapan, dengan konsentrasi
plasma puncak terjadi setelah sekitar 2 jam. Ketersediaan hayati simetidin
setelah dosis oral adalah sekitar 60 sampai 70%. Simetidine didistribusikan
secara luas dan memiliki volume distribusi sekitar 1 liter/kg dan lemah
terikat, sekitar 20%, untuk protein plasma. Itu Waktu paruh eliminasi dari
plasma sekitar 2 jam dan meningkat pada gangguan ginjal.
 Dosis : Gastritis, 1 dd 800 mg setelah makan malam. Ulkus peptikus 2 dd 400
mg pada waktu makan atau 1 dd 800 mg selama 4 minggu dan maksimal 8
minggu. Dosis pemeliharaan guna mencegah kambuh, malam hari 400 mg
selama 3-6 bulan. Intravena 4-6 dd 200 mg.

2.1.1.2.Ranitidin

Daya menghambat senyawa ini lebih kuat dibandingkan dengan simetidin.


Tidak merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak
mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan

 Indikasi : Pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung


aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis.
 Interaksi Obat : ranitidine tampaknya tidak mempengaruhi sitokrom P450
untuk sebagian besar, dan karena itu dianggap memiliki sedikit efek pada
metabolisme obat lain. Namun, seperti halnya antagonis H2 lainnya, efeknya
pada pH lambung bisa mengubah penyerapan dari beberapa obat lain.
 Efek samping : penglihatan kabur; juga dilaporkan pankreatitis, gerakan
disengaja gangguan, nefritis interstisial, alopesia
 Farmakokinetik : Ranitidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal
dengan konsentrasi puncak dalam plasma terjadi sekitar 2 sampai 3 jam
setelah dosis oral. Ranitidine melintasi penghalang plasenta dan disebarkan
ke ASI.
 Dosis : 1 dd 300 mg sesudah makan malam selama 4-8 minggu, sebagai
pencegah 1 dd 150 mg, i.v 50 mg sekali.

2.1.1.3.Famotidin

Famotidine adalah obat yang bermanfaat untuk mengatasi gejala sakit


maag dan heartburn (rasa panas dan nyeri di ulu hati), dan penyakit refluks asam
lambung (GERD). Selain itu, obat ini juga dapat mengobati kondisi lain yang
disebabkan oleh produksi asam lambung yang berlebihan, seperti sindrom
Zollinger-Ellison, tukak lambung, serta ulkus duodenum.

Famotidine bekerja dengan menghambat zat histamin pada reseptor H2 (di


lambung), sehingga mengurangi produksi asam lambung. Ini akan membantu
pemulihan apabila terjadi kerusakan pada dinding lambung.

 Indikasi : tukak usus 12 jari, hipersekresi patologis seperti sindrom zollinger


Ellison dan edenoma endokrin berganda.
 Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung,
anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia.
 Dosis : Ulserasi gaster dan duodenum jinak, pengobatan 40 mg di malam hari
selama 4-8 minggu; pemeliharaan (duodenal ulserasi), 20 mg di malam hari,
Refluks oesofagitis, 20-40 mg dua kali sehari selama 6-12 minggu;
pemeliharaan, 20 mg dua kali sehari Antasida.
 Farmakokinetik : Famotidine mudah diserap di saluran gastrointestinal namun
tidak sempurna dengan konsentrasi puncak di plasma terjadi 1 sampai 3 jam
setelah dosis oral. Ketersediaan hayati famotidine oral sekitar 40- 45% dan
tidak terpengaruh secara signifikan dengan adanya makanan. Waktu paruh
eliminasi dari plasma dilaporkan terjadi sekitar 3 jam dan berkepanjangan
pada gangguan ginjal. Famotidine lemah terikat, sekitar 15 sampai 20%, ke
plasma protein. Sebagian kecil famotidin adalah dimetabolisme di hati
menjadi famotidin S-oksida. Tentang 25 sampai 30% dosis oral, dan 65
sampai 70% dari intravena Dosis, diekskresikan tidak berubah dalam air
kencing dalam 24 jam, terutama dengan sekresi tubular aktif.
 Interaksi obat : interaksi yang mungkin dapat terjadi jika menggunakan
famotidine bersama dengan obat-obatan lain: Obat antasida akan sedikit
menurunkan efektivitas famotidine. Famotidine dapat mengurangi kadar
ketoconazole dan itraconazole dalam darah.

2.1.1.4.Nizatidin

 Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung,


anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia.
 Dosis : Pengobatan, 300 mg di malam hari atau 150 mg dua kali sehari
selama 4-8 minggu; pemeliharaan, 150mg dimalam hari. Penyakit refluks
gastroesofagus, 150-300 mg dua kali setiap hari sampai 12 minggu.
 Indikasi :
- Ulkus duodenum
- Ulser gaster jinak
- Pencegahan ulkus gastrik duodenum atau jinak
- Penyakit refluks esofagus lambung (termasuk erosi, ulserasi dan sakit
maag terkait)
- Ulkus lambung dan / atau duodenum yang terkait dengan penggunaan
obat antiinflamasi non steroid secara bersamaan.
 Farmakodinamik : Nizatidine adalah inhibitor histamin yang kompetitif dan
reversibel pada reseptor H2 histamin, terutama pada sel parietal gastrik.
Dengan menghambat aksi histamin pada sel lambung, nizatidine mengurangi
produksi asam lambung. Nizatidine tidak memiliki tindakan antiandrogenik
yang nyata. Terapi dosis penuh untuk masalah yang ditangani oleh nizatidine
berlangsung tidak lebih dari 8 minggu. Telah ditunjukkan bahwa pengobatan
dengan mengurangi dosis nizatidine efektif sebagai terapi pemeliharaan
setelah penyembuhan ulkus duodenum aktif.
 Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap antagonis reseptor H2
 Keamanan Penggunaan Pada Wanita Hamil dan Menyusui : Kategori
kehamilan FDA: B. Nizatidin mungkin tidak menyebabkan bahaya pada janin
yang belum lahir. Sebelum pengobatan Nizatidine, pasien harus berdiskusi
dengan dokter, jika mereka merencanakan kehamilan.Nizatidine bisa masuk
ke ASI. Konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengkonsumsi
Nizatidine.

2.1.2. Pompa Proton Inhibitor (PPI)

Pompa Proton Inhibitor (PPI) adalah salah satu jenis obat yang dapat
digunakan untuk mengurangi asam lambung dan meredakan gejala GERD. Obat
lain yang dapat mengobati asam lambung berlebih adalah penghambat reseptor
H2, seperti famotidin dan simetidin. Namun, PPI biasanya lebih efektif daripada
H2 receptor blocker dan dapat meredakan gejala pada sebagian besar orang yang
mengalami GERD.
Pompa Proton Inhbitor (PPI) bekerja dengan cara menghambat enzim
adenosine trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) di dinding lambung (dari
sel parietal) yang menghasilkan asam, sehinga mengurangi produksi asam di
lambung. Pompa Proton Inhibitor yaitu omeprazol, esomeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, dan rabeprazol efektif untuk pengobatan jangka pendek tukak
lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara kombinasi dengan
antibiotika untuk H. pylori.
Penghambat pompa proton sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan menyusui. Penghambat pompa proton
dapat menutupi gejala kanker lambung; perhatian khusus perlu diberikan pada
orang-orang yang menunjukkan gejala-gejala yang membahayakan (turunnya
berat badan yang signifikan, muntah yang berulang, disfagia, hematemesis atau
melena), pada kasus-kasus seperti ini penyakit kanker lambungnya sebaiknya
dipastikan terlebih dahulu sebelum dimulai pengobatan dengan penghambat
pompa proton.
Efek samping penghambat pompa proton meliputi gangguan saluran cerna
(seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit
kepala dan pusing. Efek samping yang kurang sering terjadi diantaranya adalah
mulut kering, insomnia, mengantuk, malaise, penglihatan kabur, ruam kulit dan
pruritus. Efek samping lain yang dilaporkan jarang atau sangat jarang terjadi
adalah gangguan pengecapan, disfungsi hati, udem perifer, reaksi hipersensitivitas
(termasuk urtikaria, angioedema, bronko-spasmus, anafilaksis), fotosensitivitas,
demam, berkeringat, depresi, nefritis interstitial, gangguan darah (seperti
leukopenia, leukositosis, pansitopenia, trombositopenia), artralgia, mialgia dan
reaksi pada kulit (termasuk sindroma Stevens- Johnson, nekrolisis epidermal
toksik, bullous eruption). Penghambat pompa proton, dengan mengurangi
keasaman lambung, dapat meningkatkan risiko infeksi saluran cerna.
Hanya omeprazol yang dapat digunakan pada anak untuk pengobatan
GERD dengan gejala yang parah. Lansoprazol tidak dianjurkan digunakan pada
anak.

2.1.2.1.Omeprazole

Nama : Omeprazole
Kategori Kehamilan : C
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum yang
terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H.
pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Dosis terapi:
Tukak lambung dan tukak duodenum 1x20 mg/hari selama 4 minggu pada
tukak duodenum atau 8 minggu pada tukak lambung; pada kasus yang berat atau
kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari; pemeliharaan untuk tukak duodenum
yang kambuh, 20 mg sehari
 Refluks gastroesofageal 1x20 mg/hari selama 4-8 minggu.
 Sindrom Zollinger Ellison, 1x60 mg sekali sehari
 Eradikasi H. pylori pada anak (dalam kombinasi dengan antibakteri, lihat
1.3): Usia 1-12 tahun, 1-2 mg/kg bb (maks. 40 mg) satu kali sehari; Usia
12-18 tahun: 40 mg satu kali sehari.
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Interaksi obat dengan makanan:
Menurunkan penyerapan omeprazol
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia,
impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia,
bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat, gangguan
penglihatan dilaporkan pada pemberian injeksi dosis tinggi.
Peringatan :
Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.

2.1.2.2.Lansoprazole

Nama : Lansoprazole
Kategori kehamilan :B
Indikasi :
Tukak duodenum dan tukak lambung ringan, refluks esofagitis.
Dosis terapi :
Tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak
duodenum, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu; pemeliharaan 15 mg
sehari. Tukak lambung atau tukak duodenum karena AINS, 15-30 mg sekali
sehari selama 4 minggu, dilanjutkan lagi selama 4 minggu jika tidak sepenuhnya
sembuh; profilaksis, 15-30 mg sekali sehari.
Tukak duodenum atau gastritis karena H. pylori menggunakan regimen
eradikasi. Sindroma Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis
awal 60 mg sekali sehari, selanjutnya disesuaikan dengan respons; dosis harian
sebesar 120 mg atau lebih dibagi menjadi 2 dosis. Refluks gastroesofagal, 30 mg
sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak
sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 15-30 mg sehari. Dispepsia karena asam
lambung, 15-30 mg sehari pada pagi hari selama 2-4 minggu (Anak. Belum ada
data yang cukup mengenai penggunaan lansoprazol pada anak)
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia,
impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia,
bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat.
Peringatan :
Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.
2.1.2.3.Pantoprazole

Nama : Pantoprazole
Kategori kehamilan :B
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Dosis terapi :
Oral, tukak peptik, 40 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4
minggu berikutnya bila tidak sembuh sepenuhnya. Refluks gastroesofagal, 20-40
mg pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak
sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 20 mg sehari, ditingkatkan sampai 40 mg jika
gejala muncul kembali.
Tukak duodenum, 40 mg sehari pada pagi hari selama 2 minggu, diikuti 2
minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh. Tukak duodenum yang
disebabkan Helicobacter pylori, lihat regimen eradikasi. Pencegahan tukak peptik
dan tukak duodenum yang disebabkan AINS dengan peningkatan resiko
komplikasi gastroduodenum yang membutuhkan pemberian AINS
berkesinambungan, 20 mg sehari.
Untuk sindrom Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis
awal 80 mg sekali sehari dan disesuaikan dengan respons (LANSIA: maksimal 40
mg sehari); dosis harian di atas 80 mg diberikan dalam 2 dosis terbagi.
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum atau sesudah makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga peningkatan trigliserida.
Peringatan :
Gangguan ginjal, hati dan lanjut usia.

2.1.2.4.Esomeprazole

Nama : Esomeprazole
Kategori kehamilan :B
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Dosis terapi :
Oral, GERD: terapi refluks esofagal erosif: 40 mg sekali sehari selama 4
minggu. Terapi tambahan selama 4 minggu dianjurkan untuk pasien yang
esofagitisnya belum sembuh atau memiliki gejala yang menetap. Esomeprazol 40
mg hanya diberikan untuk pasien dengan mukosa C dan D rusak (berdasarkan
sistem klasifikasi LA), derajatnya harus dipastikan melalui endoskopi atau
diagnosa radiologi. Pasien GERD dengan derajat esofagitis erosif derajat A dan B
direkomendasikan untuk diobati esomeprazol 20 mg; Pengobatan jangka panjang
pada pasien yang telah sembuh dari esofagitis untuk mencegah kekambuhan: 20
mg sekali sehari; Terapi simtomatis GERD: 20 mg sekali sehari pada pasien tanpa
esofagitis. Jika kontrol gejala tidak tercapai setelah 4 minggu, pasien harus
diperiksa lebih jauh. Sekali gejala hilang, kontrol gejala selanjutnya dapat dicapai
dengan menggunakan regimen 20 mg sekali bila diperlukan;
Regimen terapi kombinasi dengan antibakteri yang sesuai untuk
eradikasi H. pylori dan mengobati H.pylori terkait dengan tukak duodenum: 20
mg dikombinasikan dengan klaritromisin 500 mg, keduanya diberikan 2 kali
sehari selama 7 hari.
Pasien yang memerlukan terapi AINS yang berkesinambungan: mengobati
tukak lambung terkait dengan terapi AINS: dosis lazim 20 mg sekali sehari
dengan durasi terapi 4-8 minggu; Pencegahan tukak lambung dan duodenum
terkait dengan terapi AINS pada pasien dengan risiko: 20 mg sekali sehari.
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga peningkatan dermatitis.
Peringatan :
Insufisiensi ginjal berat.

2.1.2.5.Rabeprazole

Nama : Rabeprazole
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Dosis terapi :
Tukak peptik, 20 mg sehari pada pagi hari selama 6 minggu, diikuti 6
minggu berikutnya jika tidak sembuh sepenuhnya. Tukak duodenum, 20 mg
sehari pada pagi hari selama 4 minggu, dilanjutkan 4 minggu berikutnya bila tidak
sembuh sepenuhnya.
Refluks gastroesofagal, 20 mg sekali sehari selama 4-8 minggu;
pemeliharaan 10-20 mg sehari; pengobatan simptomatik tanpa esofagitis, 10 mg
sehari sampai 4 minggu, kemudian 10 mg sehari bila diperlukan.
Tukak peptik dan tukak duodenum akibat Helicobacter pylori, lihat pada regimen
eradikasi. Sindrom Zollinger-Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari disesuaikan
menurut respon (maksimal 120 mg sehari); dosis di atas 100 mg sehari diberikan
dalam 2 dosis terbagi.Cara penggunaan : Sebelum atau sesudah makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga dilaporkan juga, batuk,
faringitis, rinitis, asthenia, sindrom seperti influenza; nyeri dada (kurang umum
terjadi), sinusitis, bingung, infeksi saluran urin; stomatitis (jarang), ensefalopati
pada penyakit hati parah, anoreksia, peningkatan berat badan

2.1.3. Penguat Mukosa Lambung

2.1.3.1.Sukralfat

Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem


dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif.
Sukralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai
sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum.
Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, pemberian bersama
Antagonis H2 atau antasid menurunkan bioavailabilitas (FKUI).
Indikasi :
Sukralfat sama efektifnya dengan simetidin untuk pengobatan tukak
lambung dan tukak duodenum. Data terbatas menunjukkan bahwa derajat
kekambuhan ulkus lebih rendah etelah pemberian sukralfat (FKUI).
Farmakokinetik :
Sukralfat hanya sedikit diserap di gastrointestinal traktus setelah
pemberian oral. Namun, bisa ada beberapa pelepasan ion aluminium dan sukrosa
sulfat; sejumlah kecil sukrosa sulfat mungkin akan diserap dan diekskresikan,
terutama dalam urin (Martindale 36th ed. Hal 1772).
Dosis :
Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptik 1g, 4 kali sehari dalam
keadaan lambung kosong (1 jam sebelum makan), selama 4-8 minggu. Pemberian
antasid untuk mengurangi nyeri dapat diberikan dengan interval 1 jam setelah
sukralfat. Untuk pencegahan stress ulcer diberikan 1g, 6 kali sehari sebagai
suspensi oral (FKUI).
Efek Samping :
Konstipasi adalah yang paling sering dilaporkan merugikan. Meskipun
diare, mual, muntah, perut kembung, atau ketidaknyamanan lambung juga bisa
terjadi. Efek samping lainnya ialah mulut kering, pusing, mengantuk, sakit kepala,
vertigo, sakit punggung, dan kulit ruam. Reaksi hipersensitivitas seperti pruritus,
edema, urtikaria, kesulitan pernafasan, rhinitis, laringospasme, dan pembengkakan
wajah telah dilaporkan (Martindale 36th ed. Hal 1772). Karena sukralfat
mengandung alumunium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus hati-hati.
Data keamanannya pada wanita hamil belum ada, jadi sebiknya tidak digunakan
(FKUI).
Interaksi :
Sukralfat bisa mengganggu penyerapan obat-obatan lain dan sudah
dianjurkan bahwa pemberian selang 2 jam antara sukralfat dan obat non-antasid.
Beberapa obat yang dipengaruhi absorbsinya oleh sukralfat antara lain simetidin,
ranitidin, digoksin, antibakteri fluoroquinolon, ketokonazol, levothyroxine,
phenytoin, tetrasiklin, quinidine, teofilin dan warfarin. Interval pemberian antara
sukralfat dan antasida adalah 30 menit. Selang waktu 1 jam untuk pemberian
sukralfat dan makanan enteral (Martindale 36th ed. Hal 1772).
Cara pakai:
Kocok botol obat sebelum menggunakan. Minum sukralfat lewat mulut
biasanya 2 sdm 4 kali sehari dalam keadaan perut kosong atau 1 jam sebelum
makan atau sesuai anjuran dokter
Cara penyimpanan
Simpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang
lembab. Jangan simpan di kamar mandi. Jangan dibekukan. Jauhkan dari
jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. Ikuti instruksi penyimpanan pada
kemasan obat.

2.1.3.2.Misoprostol

Suatu analog metilester prostaglandin E1. Obat ini berefek menghambat


sekresi HCl dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak saluran cerna yang
diinduksi obat-obat AINS. Misoprostol adalah prostaglandin sintetik pertama
yang efektif secara oral. Obat ini menyembuhkan tukak lambung dan duodenum,
efeknya berbeda bermakna dibanding plasebo dan sebanding dengan simetidin.
Misoprostol menyembuhkan tukak duodenum yang telah refrakter terhadap AH2.
Pada penelitian klinis, misoprostol sama efektif dengan simetidin untuk
pengobatan jangka pendek tukak duodenum dan jelas efektif untuk
menyembuhkan tukak lambung. Tetapi AH2 atau tukak sukralfat lebih sering
dipilih untuk pengobatan tukak bukan karena obat AINS, karena efek sampingnya
ringan (FKUI)
Indikasi :
Menstimulasi mekanisme perlindungan mukosa lambung dan menghambat
sekresi asam lambung. Berdasarkan ini membantu pengobatan tukak lambung dan
juga ditambahkan dengan NSAIDs (Tjay dan Kirana, 2015).
Farmakokinetik :
Misoprostol dilaporkan cepat diserap dan dimetabolisme menjadi bentuk
aktifnya (misoprostol acid; SC-30695) setelah dosis oral; konsentrasi plasma
puncak asam misoprostol terjadi sekitar 15-30 menit. Makanan mengurangi
peningkatan tetapi tidak tingkat penyerapannya. Asam misoprostol dimetabolisme
lebih lanjut dengan oksidasi sejumlah organ tubuh dan diekskresikan terutama di
dalam urine. Waktu paruh eliminasi plasma dilaporkan terjadi antara 20 dan 40
menit. Asam misoprostol terdistribusi ke dalam ASI (Martindale 36th ed. Hal
1772).
Dosis :
Oral, dewasa 200mg 4 kali/ hari atau 400 mg 2 kali/ hari.
obat ini diindikasikan untuk profilaksis tukak lambung pada pasien berisiko tinggi
(usia lanjut dan pasien yang pernah menderita tukak lambung atau perdarahan
saluran cerna yang memerlukan AINS) (FKUI).
Efek Samping :
Diare (kadang kala bisa parah dan membutuhkan penarikan, dikurangi
dengan memberi dosis tunggal tidak melebihi 200 mikrogram dan dengan
menghindari antasida yang mengandung magnesium), dan juga sakit perut,
dispepsia, perut kembung, mual dan muntah-muntah, pendarahan vagina
abnormal (termasuk perdarahan intermenstruasi, menorrhagia dan pasca
menopause perdarahan), ruam dan pusing (BNF 68 Hal. 55). Misoprostol
sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Dalam suatu penelitian dilaporkan
timbulnya pendarahan 50% wanita hamil trisemester I, dan 7% mengalami
keguguran (FKUI).

2.1.4. Antasida

Antasida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan menetralkan asam


lambung atau mengikatnya. Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan
asam hidroklorik, membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman
lambung. Enzim pepsin tidak aktif pada pH lebih tinggi dari empat, maka
penggunaan antasida juga dapat mengurangkan aktivitas pepsin (Finkel, 2009).
Obat ini juga memiliki efek pengurangan kolonisasi H. pylori dan merangsang
sintesis prostaglandin (Mycek, 2001).
Ada tiga cara antasida mengurangi keasaman cairan lambung, yaitu
pertama secara langsung menetralkan cairan lambung, kedua dengan berlaku
sebagai buffer terhadap hydrochloric acid lambung yang pada keadaan normal
mempunyai pH 1-2 dan ketiga dengan kombinasi kedua cara tersebut diatas.
Antasida akan mengurangi rangsangan asam lambung terhadap saraf sensoris dan
melindungi mukosa lambung terhadap perusakan oleh pepsin (Anwar, 2000).
Sediaan antasida dapat digolongkan menjadi:
1. Antasida dengan kandungan aluminium dan atau magnesium
2. Antasida dengan kandungan natrium bikarbonat
3. Antasida dengan kandungan bismut dan kalsium
4. Antasida dengan kandungan simetikon

Zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan


menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan untuk
menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitasnya untuk menetralkan
HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk
waktu yang lebih lama). Oleh karena hal tersebut efek antasida lebih baik
jika dikonsumsi setelah makan (Mycek, 2001).
Antasida yang biasa digunakan adalah garam alumunium dan magnesium.
Contoh seperti alumunium hidroksida biasanya campuran Al(OH) atau
(alumunium oksidahidrat) dan (MgOH3)2 atau magnesium hidroksida baik
tunggal ataupun dalam bentuk kombinasi. Garam kalsium yang dapat merangsang
pelepasan gastrin maka penggunanaan antasida yang mengandung kalsium seperti
pada Kalsium bikarbonat (CaCO3) dapat menyebabkan produksi tambahan.
Absorbsi natrium bikarbonat (NaHCO3) secara sistemik dapat menyebabkan
alkalosis metabolik sementara. Oleh karena hal tersebut, antasida tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang (Mycek, 2001).
Dosis antasida yang diberikan sebanyak 3x500-1000 mg/hr (Kementrian
Kesehatan RI, 2014). Antasida dapat diminum saat menjelang tidur, pagi hari dan
diantara waktu makan (Depkes, 2007). Obat ini memiliki 2 bentuk sediaan yaitu
antasida DOEN I dan DOEN II. Antasida DOEN I terdiri dari kombinasi
alumunium hidroksida 200 mg dan magnesium hidroksida 200 mg adalah tablet
kunyah, sedangkan antasida DOEN II kombinasi dari alumunium hidroksida 200
mg/5 ml dan magnesium hidroksida 200 mg/5 ml adalah suspensi (Depkes,
2008).Golongan obat ini dalam pengkonsumsiannya memang harus dikunyah
terlebih dahulu, hal ini untuk meningkatkan kerja obat dalam menurunkan asam
lambung (Oktora, 2011).
Pemberian antasida bersama-sama dengan obat lain sebaiknya dihindari
karena mungkin dapat mengganggu absorpsi obat lain. Selain itu, antasida
mungkin dapat merusak salut enterik yang dirancang untuk mencegah pelarutan
obat dalam lambung (Pionas, 2015).

2.1.4.1. Antasida dengan kandungan aluminium dan atau magnesium


Indikasi:
Menetralisir asam lambung yang berlebih
Dosis:
Dosis maksimum hingga 10 gram sehari
Efek samping:
Alumunium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan
magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat
membantu menormalkan fungsi usus.
Peringatan:
Harap berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, batu ginjal, konstipasi
yang parah, gangguan hati, gagal jantung, edema, hipomagnesaemia (kadar
magnesium rendah dalam darah), hipofosfatemia (kadar fosfat rendah dalam
darah), serta bagi yang sering mengonsumsi minuman beralkohol.
Interaksi:
Penyerapan aluminium hidroksida oleh tubuh akan meningkat jika
dikonsumsi bersama dengan vitamin C dan asam sitrat.
Aluminium hidroksida dapat mengganggu penyerapan penicillin,
tetracycline, indometacin, phenylbutazone, quinidine, digoxin, suplemen zat
besi, naproxen, sejumlah vitamin, dan sulfonamide. Oleh karena itu, pasien
sebaiknya menunggu 2 jam sebelum atau sesudah menggunakan antasida ini jika
ingin mengonsumsi obat lain.

2.1.4.2. Antasida dengan kandungan Natrium Bikarbonat


Indikasi:
Menetralisis asam lambung
Kategori Kehamilan: C
Dosis:
1 – 5 gram, diminum bila ada keluhan
Efek samping:
Dapat menyebabkan alkalosis sistemik, natrium bikarbonat melepaskan
CO2 yang dapat menimbulkan sendawa dan kembung.
Peringatan:
Harap berhati-hati bagi yang menderita penyakit jantung, mengalami
pembengkakan pada kedua tungkai, gangguan ginjal, gangguan hati, gangguan
saluran kemih, hipertensi, penyakit usus buntu, atau memiliki kadar natrium yang
tinggi dalam darah.
Interaksi:
Natrium bikarbonat dapat menurunkan efektivitas beberapa obat seperti
sukralfat, pazopanib, suplemen zat besi, anti-jamur golongan Azole, seperti
ketoconazole dan fluconazole dan ampicilin.

2.2. Terapi Non-Farmakologi


Berikut ini adalah gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan
mencegah timbulnya gangguan pada lambung, antara lain:
 Atur pola makan
 Olah raga teratur
 Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi
lambung (coklat, keju, dan lain-lain)
 Hindari mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol,
kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain)
 Hindari mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas
 Hindari minuman dengan kadar caffein, alkohol, dan kurangi rokok
 Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung
 Kelola stres psikologi seefisien mungkin
BAB III

PENUTUP

Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik
penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
faktor iritasi dan infeksi. Penyakit-penyakit gastritits diantaranya; tukak lambung,
tukak duodenum, refluks esofagitis, sindroma Zollinger Ellison dan juga infeksi
bakteri H.Pylori.
Ada beberapa golongan obat untuk pengobatan gastritis diantaranya,
antasida (garam alumunium, garam magnesium, natrium bikarbonat dan
magnesium trisilikat), PPI (omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, esomeprazole
dan rabeprazole), H2 Blocker (simetidin, ranitidin, famotidin), dan Sukralfat
DAFTAR PUSTAKA

Bliss, S. J. (2016). Proton Pump Inhibitors. Medically eviewd writtern by Robin


Madell, diakses tanggal 26 Desember 2018
(https://www.healthline.com/health/gerd/proton-pump-inhibitors#1)
Ogbru, O. Proton Pump Inhibitor (PPIs) Side Effect, List of Names and Uses.
Editor Marks, J.W. diakses tanggal 26 Desembert 2018
(https://www.medicinenet.com/proton-
pump_inhibitors/article.htm#what_diseaes_or_conditions_do_ppis_treat)
BPOM. Penghambat Pompa Proton. Diakses tanggal 26 Desember 2018
(http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-1-sistem-saluran-cerna-0/13-
antitukak/134-penghambat-pompa-proton)
Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. 2002. The Oral cavity and the
Gastrointestinal Tract In: Robbins Basic Pathology 7th Ed. Philladephia.
WB Saunders Company. 543 – 90.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia
Volume 46 . Jakarta : PT ISFI.
Ganiswarna G .2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 , Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau
Maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulcer Gastrointestinal . Pustaka Populer
Obor. Jakarta.
Neal, Michael J. 2005. At a Glance Farmakologi Medis Ed.5 . Erlangga, Jakarta
Pangestu, A. 2003. Paradigma Baru Pengobatan Gastritis dan Tukak Peptik.
Diambil dari http://www.pgh.or.id//lambung-per.htm Diakses tanggal 23
februarir 2018.
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2.
Jakarta: EGC.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th Ed . Canada:
Yolanda Cossio. Schmitz & Martin. 2008.
Subekti, Tri dan Muhana Sofiati Utami. 2011. Metode Relaksasi Untuk
Menurunkan Stres dan Keluhan Tukak Lambung pada Penderita Tukak
Lambung Kronis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Jurnal Psikologi Volume 38, No. 2, Desember 2011: 147 – 163.
Suryono dan Ratna Dwi Meilani. 2016. Pengetahuan Pasien Dengan Gastritis
Tentang Pencegahan Kekambuhan Gastritis. Kediri: Akademi Keperawatan
Pamenang Pare. Jurnal AKP vol. 7 no. 2.
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Princeples of Anatomy and Physiology . USA :
Jhon Wiley & Sons,Inc
Tjay, H. T. & Rahardja, K. 2015.Obat-obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan
Efek Sampingnya, Edisi VI, Cetakan Pertama, Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai