Disusun Oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
2018
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gastritis dengan nama lain Dyspepsia atau istilah yang sering dikenal oleh
masyarakat sebagai maag atau penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang
dirasakan sebagai nyeri ulu hati, orang yang terserang penyakit ini biasanya sering
mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman.
Biasa nya keluhan yang diajukan penderita tersebut ringan dan dapat diatasi
dengan mengatur makanan, tetapi kadang-kadang dirasakan berat, sehingga ia
terpaksa meminta pertolongan dokter bahkan sampai terpaksa diberi perawatan
khusus. Gastritis merupakan penyakit yang cenderung mengalami kekambuhan
sehingga menyebabkan pasien harus berulang kali untuk berobat. Salah satu
penyebab kekambuhan gastritis adalah karena minimnya pengetahuan pasien
dalam mencegah kekambuhan gastritis.
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu
Gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang
sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu
Helicobacter pylori.
Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus
menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis. Secara
histologis dapat dibuktikan dengan inflamasi sel-sel radang pada daerah tersebut
didasarkan pada manifestasi klinis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Pada
beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok ( ulcer ) dan dapat
meningkatkan resiko dari kanker lambung.
Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan
dapat segera membaik dengan pengobatan. Gastritis merupakan gangguan yang
sering terjadi dengan karakteristik adanya anorexia, rasa penuh, dan tidak enak
pada epigastrium, nausea, muntah. Secara umum definisi gastritis ialah inflamasi
pada dinding lambung terutama pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan yang paling sering ditemui diklinik karena
diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis Bila mukosa lambung sering kali
atau dalam waktu cukup lama bersentuhan dengan aliran balik getah duodenum
yang bersifat alkalis, peradangan sangat mungkin terjadi dan akhirnya malah
berubah menjadi tukak lambung. Hal ini disebabkan karena mekanisme penutupan
pylorus tidak bekerja dengan sempurna, sehingga terjadi refluks tersebut. Mukosa
lambung dikikis oleh garam-garam empedu dan lysolesitin (dengan kerja
detergens). Akibatnya timbul luka-luka mikro, sehingga getah lambung dapat
meresap ke jaringan-jaringan dalam dan menyebabkan keluhan-keluhan. Gastritis
menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Gastritis akut Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi
menjadi dua garis besar yaitu :
- Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar,
seperti bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid ,
mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambung) ).
- Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan
badan).
b) Gastritis Kronik Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus
benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H.
Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu : Tipe A dan
Tipe B.
- Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri.
Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan
mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi
antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini.
- Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi
Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
1.4. Etiologi
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu
adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat
eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Gastritis biasanya terjadi ketika
mekanisme perlindungan dalam lambung mulai berkurang sehingga menimbulkan
peradangan (inflamasi). Kerusakan ini bisa disebabkan oleh gangguan kerja fungsi
lambung, gangguan struktur anatomi yang bisa berupa luka atau tumor, jadwal
makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol atau kopi yang berlebih, gangguan
stres, merokok, pemakaian obat penghilang nyeri dalam jangka panjang dan
secara terus menerus, stres fisik, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
Ketidakseimbangan antara faktor-faktor agresif (asam dan pepsin) dan
faktor-faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa lambung dan duodenum
menyebabkan terjadinya gastritis, duodenitis, ulkus lambung dan ulkus
duodenum. Asam lambung yang bersifat korosif dan pepsin yang bersifat
proteolitik merupakan dua faktor terpenting dalam menimbulkan kerusakan
mukosa lambung-duodenum. Faktor-faktor agresif lainnya adalah garam empedu,
obat-obat ulserogenik (aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroid
dosis tinggi), merokok, etanol, bakteri, leukotrien B4 dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan tertentu dalam jangka panjang beresiko
mengakibatkan penyakit gastritis karena obat-obat tersebut mengiritasi dinding
lambung dan menyebabkan mukosa pelindung lambung menjadi tipis sehingga
lebih mudah terluka. Selain itu, dapat pula disebabkan faktor sosial, yaitu situasi
yang penuh stres psikologis. Suatu pengamatan terhadap seorang pasien yang
menderita fistula pada lambungnya sehingga perubahan-perubahan pada lambung
dapat diamati, ternyata mengalami peningkatan produksi asam lambung saat
dihadapkan pada situasi yang menegangkan yang menimbulkan perasaan cemas.
Timbulnya penyakit gastritis dan tukak lambung dipicu oleh stres yang
berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini muncul karena gaya hidup saat ini
yang serba cepat akibat tuntutan hidup dan tuntutan kerja, misalnya mobilitas
yang tinggi maupun beban kerja yang dirasakan berat. Gaya hidup tersebut
membuat individu selalu berada dalam ketegangan sehingga berakibat pada
munculnya stres. Selain itu pola makan yang tidak teratur dan mengkonsumsi
makanan instan sebagai akibat pola hidup serba cepat juga merupakan salah satu
pencetus penyakit gastritis.
Helicobacter pylori merupakan penyebab utama penyakit gastritis.
Menurut penelitian, gastritis yang dipicu bakteri ini bisa menjadi gastritis
menahun karena Helicobacter pylori dapat hidup dalam waktu yang lama
dilambung manusia dan memiliki kemampuan mengubah kondisi lingkungan
yang sesuai dengan lingkungannya sehingga Helicobacter pylori akan mengiritasi
mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.
Komplikasi yang dapat timbul dari gastritis, yaitu gangguan penyerapan
vitamin B12, menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan
penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis kronis jika dibiarkan tidak terawat,
akan menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Serta dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus
menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.
Adapun kasus dengan penyakit gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang
umumnya diderita oleh kalangan masyarakat sehingga harus berupaya untuk
mencegah agar tidak terjadi kekambuhan.
1.5. Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan
lokal. Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat
ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif)
pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau
penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam
lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang
bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas.
Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal
terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial. Elemen
preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus
bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai bahan
kimia termasuk ion hidrogen. Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri.
Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion
untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel.
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan leukosit. Komponen
terpenting lapis pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat
(Pangestu, 2003). Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi,
kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H.
Pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut
melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung,
meninggalkan daerah epitel yang gundul.
Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen,
naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan
etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol
diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan
dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah.
1.7. Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia.
BAB II
Obat golongan ini akan cepat diabsorbsi secara oral dan akan memblok
kerja dari histamin pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam. Obat ini akan
mengurangi nyeri akibat gastritis dan meningkatkan kecepatan penyembuhan
gastritis. Empat macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidin
dan nizatidin. Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral,
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan
waktu paruh yang singkat.
Ranitidin memiliki masa kerja yang panjang dan lima sampai sepuluh kali
lebih kuat. Efek farmakologi famotidin sama dengan ranitidin, hanya 20−50 kali
lebih kuat dibandingkan dengan simetidin dan 3−20 kali lebih kuat dibandingkan
ranitidin. Efek farmakologi nizatidin sama seperti ranitidin, nizatidin dieliminasi
melalui ginjal dan sedik.
Contoh obat:
2.1.1.1.Simetidin
2.1.1.2.Ranitidin
2.1.1.3.Famotidin
2.1.1.4.Nizatidin
Pompa Proton Inhibitor (PPI) adalah salah satu jenis obat yang dapat
digunakan untuk mengurangi asam lambung dan meredakan gejala GERD. Obat
lain yang dapat mengobati asam lambung berlebih adalah penghambat reseptor
H2, seperti famotidin dan simetidin. Namun, PPI biasanya lebih efektif daripada
H2 receptor blocker dan dapat meredakan gejala pada sebagian besar orang yang
mengalami GERD.
Pompa Proton Inhbitor (PPI) bekerja dengan cara menghambat enzim
adenosine trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) di dinding lambung (dari
sel parietal) yang menghasilkan asam, sehinga mengurangi produksi asam di
lambung. Pompa Proton Inhibitor yaitu omeprazol, esomeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, dan rabeprazol efektif untuk pengobatan jangka pendek tukak
lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara kombinasi dengan
antibiotika untuk H. pylori.
Penghambat pompa proton sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan penyakit hati, kehamilan dan menyusui. Penghambat pompa proton
dapat menutupi gejala kanker lambung; perhatian khusus perlu diberikan pada
orang-orang yang menunjukkan gejala-gejala yang membahayakan (turunnya
berat badan yang signifikan, muntah yang berulang, disfagia, hematemesis atau
melena), pada kasus-kasus seperti ini penyakit kanker lambungnya sebaiknya
dipastikan terlebih dahulu sebelum dimulai pengobatan dengan penghambat
pompa proton.
Efek samping penghambat pompa proton meliputi gangguan saluran cerna
(seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan konstipasi), sakit
kepala dan pusing. Efek samping yang kurang sering terjadi diantaranya adalah
mulut kering, insomnia, mengantuk, malaise, penglihatan kabur, ruam kulit dan
pruritus. Efek samping lain yang dilaporkan jarang atau sangat jarang terjadi
adalah gangguan pengecapan, disfungsi hati, udem perifer, reaksi hipersensitivitas
(termasuk urtikaria, angioedema, bronko-spasmus, anafilaksis), fotosensitivitas,
demam, berkeringat, depresi, nefritis interstitial, gangguan darah (seperti
leukopenia, leukositosis, pansitopenia, trombositopenia), artralgia, mialgia dan
reaksi pada kulit (termasuk sindroma Stevens- Johnson, nekrolisis epidermal
toksik, bullous eruption). Penghambat pompa proton, dengan mengurangi
keasaman lambung, dapat meningkatkan risiko infeksi saluran cerna.
Hanya omeprazol yang dapat digunakan pada anak untuk pengobatan
GERD dengan gejala yang parah. Lansoprazol tidak dianjurkan digunakan pada
anak.
2.1.2.1.Omeprazole
Nama : Omeprazole
Kategori Kehamilan : C
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum yang
terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H.
pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Dosis terapi:
Tukak lambung dan tukak duodenum 1x20 mg/hari selama 4 minggu pada
tukak duodenum atau 8 minggu pada tukak lambung; pada kasus yang berat atau
kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari; pemeliharaan untuk tukak duodenum
yang kambuh, 20 mg sehari
Refluks gastroesofageal 1x20 mg/hari selama 4-8 minggu.
Sindrom Zollinger Ellison, 1x60 mg sekali sehari
Eradikasi H. pylori pada anak (dalam kombinasi dengan antibakteri, lihat
1.3): Usia 1-12 tahun, 1-2 mg/kg bb (maks. 40 mg) satu kali sehari; Usia
12-18 tahun: 40 mg satu kali sehari.
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Interaksi obat dengan makanan:
Menurunkan penyerapan omeprazol
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia,
impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia,
bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat, gangguan
penglihatan dilaporkan pada pemberian injeksi dosis tinggi.
Peringatan :
Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.
2.1.2.2.Lansoprazole
Nama : Lansoprazole
Kategori kehamilan :B
Indikasi :
Tukak duodenum dan tukak lambung ringan, refluks esofagitis.
Dosis terapi :
Tukak lambung, 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu. Tukak
duodenum, 30 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu; pemeliharaan 15 mg
sehari. Tukak lambung atau tukak duodenum karena AINS, 15-30 mg sekali
sehari selama 4 minggu, dilanjutkan lagi selama 4 minggu jika tidak sepenuhnya
sembuh; profilaksis, 15-30 mg sekali sehari.
Tukak duodenum atau gastritis karena H. pylori menggunakan regimen
eradikasi. Sindroma Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis
awal 60 mg sekali sehari, selanjutnya disesuaikan dengan respons; dosis harian
sebesar 120 mg atau lebih dibagi menjadi 2 dosis. Refluks gastroesofagal, 30 mg
sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak
sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 15-30 mg sehari. Dispepsia karena asam
lambung, 15-30 mg sehari pada pagi hari selama 2-4 minggu (Anak. Belum ada
data yang cukup mengenai penggunaan lansoprazol pada anak)
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, paraesthesia, vertigo, alopesia, ginekomastia,
impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah, hiponatremia,
bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat.
Peringatan :
Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.
2.1.2.3.Pantoprazole
Nama : Pantoprazole
Kategori kehamilan :B
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Dosis terapi :
Oral, tukak peptik, 40 mg sehari pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4
minggu berikutnya bila tidak sembuh sepenuhnya. Refluks gastroesofagal, 20-40
mg pada pagi hari selama 4 minggu, diikuti 4 minggu berikutnya bila tidak
sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 20 mg sehari, ditingkatkan sampai 40 mg jika
gejala muncul kembali.
Tukak duodenum, 40 mg sehari pada pagi hari selama 2 minggu, diikuti 2
minggu berikutnya bila tidak sepenuhnya sembuh. Tukak duodenum yang
disebabkan Helicobacter pylori, lihat regimen eradikasi. Pencegahan tukak peptik
dan tukak duodenum yang disebabkan AINS dengan peningkatan resiko
komplikasi gastroduodenum yang membutuhkan pemberian AINS
berkesinambungan, 20 mg sehari.
Untuk sindrom Zollinger-Ellison (dan kondisi hipersekresi lainnya), dosis
awal 80 mg sekali sehari dan disesuaikan dengan respons (LANSIA: maksimal 40
mg sehari); dosis harian di atas 80 mg diberikan dalam 2 dosis terbagi.
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum atau sesudah makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga peningkatan trigliserida.
Peringatan :
Gangguan ginjal, hati dan lanjut usia.
2.1.2.4.Esomeprazole
Nama : Esomeprazole
Kategori kehamilan :B
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Dosis terapi :
Oral, GERD: terapi refluks esofagal erosif: 40 mg sekali sehari selama 4
minggu. Terapi tambahan selama 4 minggu dianjurkan untuk pasien yang
esofagitisnya belum sembuh atau memiliki gejala yang menetap. Esomeprazol 40
mg hanya diberikan untuk pasien dengan mukosa C dan D rusak (berdasarkan
sistem klasifikasi LA), derajatnya harus dipastikan melalui endoskopi atau
diagnosa radiologi. Pasien GERD dengan derajat esofagitis erosif derajat A dan B
direkomendasikan untuk diobati esomeprazol 20 mg; Pengobatan jangka panjang
pada pasien yang telah sembuh dari esofagitis untuk mencegah kekambuhan: 20
mg sekali sehari; Terapi simtomatis GERD: 20 mg sekali sehari pada pasien tanpa
esofagitis. Jika kontrol gejala tidak tercapai setelah 4 minggu, pasien harus
diperiksa lebih jauh. Sekali gejala hilang, kontrol gejala selanjutnya dapat dicapai
dengan menggunakan regimen 20 mg sekali bila diperlukan;
Regimen terapi kombinasi dengan antibakteri yang sesuai untuk
eradikasi H. pylori dan mengobati H.pylori terkait dengan tukak duodenum: 20
mg dikombinasikan dengan klaritromisin 500 mg, keduanya diberikan 2 kali
sehari selama 7 hari.
Pasien yang memerlukan terapi AINS yang berkesinambungan: mengobati
tukak lambung terkait dengan terapi AINS: dosis lazim 20 mg sekali sehari
dengan durasi terapi 4-8 minggu; Pencegahan tukak lambung dan duodenum
terkait dengan terapi AINS pada pasien dengan risiko: 20 mg sekali sehari.
Cara penggunaan :
Digunakan sebelum makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga peningkatan dermatitis.
Peringatan :
Insufisiensi ginjal berat.
2.1.2.5.Rabeprazole
Nama : Rabeprazole
Indikasi :
Tukak lambung dan tukak duodenum, GERD, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Dosis terapi :
Tukak peptik, 20 mg sehari pada pagi hari selama 6 minggu, diikuti 6
minggu berikutnya jika tidak sembuh sepenuhnya. Tukak duodenum, 20 mg
sehari pada pagi hari selama 4 minggu, dilanjutkan 4 minggu berikutnya bila tidak
sembuh sepenuhnya.
Refluks gastroesofagal, 20 mg sekali sehari selama 4-8 minggu;
pemeliharaan 10-20 mg sehari; pengobatan simptomatik tanpa esofagitis, 10 mg
sehari sampai 4 minggu, kemudian 10 mg sehari bila diperlukan.
Tukak peptik dan tukak duodenum akibat Helicobacter pylori, lihat pada regimen
eradikasi. Sindrom Zollinger-Ellison, dosis awal 60 mg sekali sehari disesuaikan
menurut respon (maksimal 120 mg sehari); dosis di atas 100 mg sehari diberikan
dalam 2 dosis terbagi.Cara penggunaan : Sebelum atau sesudah makan
Interaksi obat :
Menghambat absorbsi ketokonazol dan itraconazol, meningkatkan kadar
warfarin, diazepam, cyclosporine dan fenitoin, menurunkan kadar imipramin,
beberapa antipsikotik, teofilin.
Cara penyimpanan :
Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya
langsung dan tempat yang lembap. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.
Efek samping :
Saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare dan
konstipasi), sakit kepala dan pusing, dilaporkan juga dilaporkan juga, batuk,
faringitis, rinitis, asthenia, sindrom seperti influenza; nyeri dada (kurang umum
terjadi), sinusitis, bingung, infeksi saluran urin; stomatitis (jarang), ensefalopati
pada penyakit hati parah, anoreksia, peningkatan berat badan
2.1.3.1.Sukralfat
2.1.3.2.Misoprostol
2.1.4. Antasida
PENUTUP
Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik
penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
faktor iritasi dan infeksi. Penyakit-penyakit gastritits diantaranya; tukak lambung,
tukak duodenum, refluks esofagitis, sindroma Zollinger Ellison dan juga infeksi
bakteri H.Pylori.
Ada beberapa golongan obat untuk pengobatan gastritis diantaranya,
antasida (garam alumunium, garam magnesium, natrium bikarbonat dan
magnesium trisilikat), PPI (omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, esomeprazole
dan rabeprazole), H2 Blocker (simetidin, ranitidin, famotidin), dan Sukralfat
DAFTAR PUSTAKA