Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Penyakit


1.1.1 Definisi
Gastropati didefinisikan sebagai setiap kelainan yang terdapat pada
mukosa lambung (Tugushi, 2011). .
Gastropati uremikum adalah istilah yang umum digunakan
menggambarkan tanda-tanda gastrointestinal bagian atas dan perubahan
histopatologis yang terkait dengan uremia, sekunder akibat gagal ginjal (Rios et
all, 2014).
Gastropati uremikum terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan
ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari
terapi obat-obatan (Wehbi, 2018).

1.1.2 Anatomi Fisiologi


Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur panjang (panjang totalnya 23 –
26 kaki) yang berjalan melalui mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai
anus. Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat
mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi distensi bila
makanan melewatinya.
Bagian sisa dari gastrointestinal terletak di dalam rongga peritoneal.
Lambung ditempatkan di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah
tubuh, tepat dibawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat
berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Inlet ke lambung disebut
pertemuan esofago-gastrik. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus, disebut
sfingter esofagus bawah (atau sfingter kardia), yang pada saat kontraksi, menutup
lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi kedalam empat bagian anatomis :
kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilorus (outlet).
Lambung terdiri dari empat lapisan :
1. Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.

1
2

2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis, (a) serabut longitudinal, yang
tidak dalam dan bersambung dengan otot usofagus, (b) serabut sirkuler yang
paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfingter dan berada
di bawah lapisan pertama dan (c) serabut oblik yang terutama dijumpai pada
fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke
bawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah
dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal dan terdiri atas banyak
kerutan atau rugae yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan.
Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran
limfe. Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini
dilintasi saluran-saluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan
dari kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang yang
salurannya dilapisi oleh epitelium silinder. Epitelium ini bersambung dengan
permukaan mukosa dari lambung. Epitelium dari bagian kelenjar yang
mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah
lambung.
Kelenjar kardia terletak paling dekat lubang yang ada di sebelah usofagus.
Kelenjar di sini berbentuk tubuler, baik sederhana maupun bercabang dan
mengeluarkan sekret mukus alkali. Kelenjar dari fundus terdahulu bekerja;
kelenjarnya tubuler dan berisi berbagai jenis sel. Beberapa sel, yaitu sel asam atau
sel oxintik, menghasilkan asam yang terdapat dalam getah lambung. Dan yang
lain lagi menghasilkan musin. Kelenjar pilorik. Kelenjar dalam saluran pilorik
juga berbentuk tubuler. Terutama menghasilkan mukus alkali. Otot halus sirkuler
di dinding pilorus membentuk sfingter piloris dan mengontrol lubang  diantara
lambung dan usus halus. Secara ringkas, fungsi lambung antara lain :
1. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka
waktu pendek.
2. Semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidrokhlorida,dan
dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh usus.
3

3. Protein diubah menjadi pepton.


4. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
5. Pencernaan lemak dimulai dari lambung.
6. Faktor antianemi dibentuk.
7. Chime, yaitu isi lambung yang cair, disalurkan masuk duodenum.
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran GI, yang jumlah
panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik
dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk
sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi ke dalam tiga bagian anatomik : bagian
atas disebut duodenum, bagian tengah disebut jejenum dan bagian bawah disebut
ileum. Duktus koledukus yang memungkinkan untuk pasase baik empedu dan
sekresi pankreas, mengosongkan diri ke dalam duodenum pada ampula vater.
Pertemuan antara usus halus dan besar terletak di bagian bawah kanan
duodenum. Ini disebut sekum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang
berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar dan mencegah
refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis.
Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen
tranversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri dan segmen
desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua
bagian : kolon sigmoid dan rektum. Tektum berlanjut pada anus. Jalan keluar anal
diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan
eksternal.

1.1.3 Etiologi
Menurut Rios, et all (2014) penyebab gastropati uremik yaitu:
1. Tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal
2. Tingkat stres pasien
3. Pengobatan yang berulang

1.1.4 Patofisiologi
Gastropati uremik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga
terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan
4

yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya
sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi
HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga
menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi
perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini
menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan
muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu destruksi kelenjar dan
metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap
iritasi yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel
desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang.
Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik
tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada
akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel
mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh
darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan
perdarahan.
5

Sumber: Walker et all, 2014


6

1.1.5 Manifestasi Klinik


Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian
kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, dan pada pemeriksaan
fisik tidak dijumpai kelainan.

1.1.6 Komplikasi
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Ulkus
3. Ca lambung

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Endoscopy
Pemeriksaan endoskopi gastrointestinal bagian atas diantaranya berupa
eritema, multipel kecil perdarahan petekie, erosi, ulserasi, dan nodularitas di
perut atau duodenum.
2. Mackroscopy
Pemeriksaan makroskopi untuk menemukan karakteristik gastropati uremik
termasuk hiperplasia foveolar, berinti banyak sel parietal dengan vakuola dan
fragmentasi sitoplasma, dan ekstensi sel parietal ke antrum dan bahkan
duodenum. Ini mungkin terkait dengan terapi steroid jangka panjang dan efek
trofik dari hypergastrinemia.

1.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan tidak hanya menghilangkan gejala dispepsi atau
mengkoreksi laboratorium saja melainkan harus pengobatan menyeluruh
termasuk menurunkan kadar ureum, koreksi cairan dan elektrolit,
menstabilkan kardiovaskuler, memperbaiki nutrisi dan lain-lain.

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
Gejala : Kelemahan / kelelahan.
7

Tanda : Takhikardi, takipnoe, hiperventilasi.


2. Sirkulasi.
Gejala :
- Hipotensi.
- Takhikardi.
- Disritmia.
- Kelemahan nadi / perifer
- Pengisian kapiler lambat.
- Warna kulit pucat, sianosis.
- Kelembaban kulit, berkeringat.
3. Integritas Ego.
Gejala :
- Faktor stress akut / psikologi.
- Perasaan tidak berdaya.
4. Tanda :
- Tanda ansietas, misalnya ; pucat, gelisah, berkeringat.
- Perhatian menyempit.
5. Eliminasi.
Gejala :
Perubahan pola defekasi / karakteristik feces.
6. Tanda :
- Nyeri tekan abdomen.
- Distensi abdomen. Peningkatan bunyi usus.
- Karakteristik feses ; diare dan konstipasi.
7. Makanan / Cairan
Gejala :
- Anorexia, mual, dan muntah, cegukan.
- Tidak toleran terhadap makanan.
8. Tanda :
Muntah, membran mukosa kering, turgor kulit menurun.
9. Neorosensori
Gejala :
8

- Pusing, sakit kepala, terasa berdengung.


- Status mental, tingkat kesadaran terganggu, cenderung mengantuk,
disorientasi, bingung.
10. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
- Nyeri digambarkan tajam, dangkal, rasa terbakar, perih
- Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah banyak makan &
hilangsetelah minum obat antasida.
- Nyeri epigastrium kiri menyebar ketengah dan menjalar tembus
kepinggang 1-2 jam setelah makan ( ulkus peptik ).
- Nyeri epigastrium kanan  4 jam setelah makan dan hilang setelah diberi
antasida ( ulkus doudenum ).
- Faktor pencetus, makanan, rokok, alkohol penggunaan obat tertentu.
- Stress psikologis.
11. Keamanan
Gejala : Alergi terhadap obat.
Tanda : Peningkatan suhu.
12. Pemeriksaan fisik, yaitu Review of system (ROS)
Keadaan umum : tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri
tekan di kwadran epigastrik.
1) B1(breath) : takhipnea
2) B2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.
3) B3 (brain) : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat
terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
4) B4 (bladder) : oliguria, gangguan keseimbangan cairan.
5) B5 (bowel) : anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak
toleran terhadap makanan pedas.
6) B6 (bone) : kelelahan, kelemahan
9

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama
mencakup yang berikut :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.
2. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
4. Ganguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan sakit kepala dan
pusing.
5. Ansietas tahap sedang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

1.2.3 Intervensi
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.
Tujuan : Nyeri hilang (terkontrol) dan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
KH :
– Nyeri klien berkurang atau hilang.
– Skala nyeri 0.
– Klien dapat relaks.
– Keadaan umum klien baik.
Intervensi:
1) Observasi TTV.
2) Kaji skala nyeri klien.
3) Atur posisi yang nyaman bagi klien.
4) Ajarkan teknik distraksi dan reklasasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Rasional:
1) Mengetahui perkembangan klien.
2) Mengetahui perkembangan nyeri klien.
3) Posisi yang tepat dan dirasa nyaman oleh klien dapat mengurangi resiko
klien terhadap nyeri.
4) Dapat membuat klien jadi lebih baik dan melupakan nyeri.
5) Analgetik dapat memblok reseptor nyeri pada susunan saraf pusat.
10

2. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi klien dapat teratasi dan BB klien dapat
dipertahankan.
KH :
– Nafsu makan klien membaik.
– BB klien menunjukkan peningkatan.
Intervensi:
1) Anjurkan istirahat sebelum makan.
2) Dorong tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
3) Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering.
4) Hindari makanan yang menimbulkan gas.
5) Beri makanan selagi hangat.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
Rasional:
1) Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
2) Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi.
3) Menghindari terjadinya mual karena pengisian lanbung secara tiba-tiba.
4) Dapat mempengaruhi nafsu makan atau pencernaan dan membatasi
masukan nutrisi.
5) Dapat membangkitkan nafsu makan.
6) Diet yang sesuai dapat mempercepat penyembuhan

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Klien dapat beraktivitas.
KH :
– Klien dapat beraktivitas tanpa bantuan,
– Skala aktivitas 0-1
Intervensi:
1) Observasi sejauh mana klien dapat melakukan aktivitas.
11

2) Berikan lingkungan yang tenang.


3) Berikan bantuan dalam aktivitas.
4) Jelaskan pentingnya beraktivitas bagi klien.
Rasional:
1) Mengetahui aktivitas yang dapat dilakukan klien.
2) Menigkatkan istirahat klien.
3) Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila klien melakukan
sesuatu sendiri.
4) Klien tahu pentingnya beraktivitas.

4. Ganguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan sakit kepala dan
pusing.
Tujuan : Kebutuhan istirahat dan tidur klien tidak terganggu.
KH :
– Klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa.
– Klien merasa lebih sehat.
– Klien tidak kelihatan lesu.
Intervensi:
1) Kaji pola istirahat dan tidur klien.
2) Ciptakan lingkungan tenang.
Rasional:
1) Memberi informasi untuk intervensi berikutnya.
2) Mempercepat klien untuk tidur.

5. Ansietas tahap sedang berhubungan dengan perubahan status


kesehatan.
Tujuan : Ansietas klien dapat teratasi.
KH : Kepercayaan diri klien meningkat.
Intervensi :
1) Observasi respon fisiologis, mis : takipnoe, palpitasi, pusing.
2) Catat petunjuk perilaku, mis : gelisah, midah tersinggung.
3) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan respon umpan balik.
12

4) Berikan lingkungan yang tenang untuk beristirahat.


5) Berikan tekhnik relaksasi, mis: latihan nafas dalamdan bimbingan
imaginasi.
Rasional:
1) Dapat menjadi indikasi derajat ansietas yang dialami pasien.
2) Indikator derajat ansietas.
3) Membuat hubungan therafiutik, membantu pasien untuk menerima
perasaan dan menurunkan ansietas yang tidak perlu tentang ketidak
tahuan.
4) Memindahkan pasien dari stresor luar dan meningkatkan relaksasi, juga
dapat meningkatkan ketrampilan koping.
5) Cara relaksasi dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.
13

DAFTAR PUSTAKA

Rios, E, et all. 2014. Uremic Gastropathy. Department of Pathology, Centro


Hospitalar de Sa˜o Joa˜o, Porto, Portugal

Sotoudehmanesh, R., Ali Asgari, A., Ansari, R., & Nouraie, M. 2013. Endoscopic
findings in end-stagerenal disease. Endoscopy, 35, 502–505.

Tugushi, M. 2011. Nonsteroidal Anti Inflamatory Drug (NSAID) Associated


Gastropathies.

Walker, W. A., Durie, P. R., Kleinman, R., & Walker-Smith, J. A. 2014.


Pediatric gastrointestinal disease, pathophysiology, diagnosis and
management (4th ed.). Philadelphia: BC Decker

Wehbi, M. 2018. Acute Gastritis. Medscape

Anda mungkin juga menyukai