(PENELITIAN KORELASIONAL)
OLEH :
WINDA APRILIA
NIM : 2017. C. 09a. 0915
(PENELITIAN KORELASIONAL)
OLEH :
WINDA APRILIA
NIM : 2017. C. 09a. 0915
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyusun proposal berjudul
“HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN
INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(AUTISME) DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA” ini tanpa suatu
halangan apapun.
Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodeologi
Penelitian. saya berharap agar proposal ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami selaku penulis dan umumnya bagi para pembaca agar dapat mengetahui
dengan lebih jelas.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya harapkan
kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan proposal lainnya
menjadi lebih baik lagi. Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Winda Aprilia
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 3
1.3 Tujuan...........................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus.....................................................................................3
1.4 Manfaat........................................................................................................ 3
1.4.1 Manfaat Teoritis....................................................................................3
1.4.2 Manfaat Praktis.....................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar............................................................................................... 5
2.2 Kerangka Konsep........................................................................................49
2.3 Hipotesis......................................................................................................50
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian.........................................................................................51
3.2 Kerangka Kerja...........................................................................................52
3.3 Definisi Operasional....................................................................................54
3.4 Populasi, Sampel, Sampling........................................................................57
3.5 Pengumpulan Data......................................................................................59
3.6 Etika Penelitian...........................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
5
6
mempengaruhi yang lainnya atau sebaliknya, jadi pendapat hubungan yang saling
timbal balik.
Sedangkan menurut Fitriayah dan Jauhar (2014: 231), interaksi sosial dapat
diartikan sebagai hubungan –hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial
berupa hubungan antar individu yang satu dengan individu lainnya, antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan
individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai
sesuatu yang nilai atau maknanya di berikan kepadanya oleh mereka yang
menggunakannya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
interaksi sosial adalah proses dimana orang-orang menjalin kontak dan
berkomunikasi dan saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran maupun
tindakan.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Fitriyah dan Jauhar (2014: 233), bentuk-bentuk interaksi yang
mendorong terjadinya lembaga, kelompok dan organisasi sosial adalah sebagai
berikut:
2.2.2.1 Bentuk Interaksi Sosial Menurut Jumlah Pelakunya
1) Interaksi antara individu dan individu
Individu yang satu memberikan pengaruh, rangsangan/ stimulus kepada
individu lainnya. Wujud interaksi bisa dalam bentuk berjabat tangan, saling
menegur, bercakap-cakap, dan mungkin bertengkar.
2) Interaksi Antar Individu dan Kelompok
Bentuk interaksi antara individu dengan kelompok, misalnya seorang ustadz
sedang berpidato di depan orang banyak. Bentuk semacam ini menunjukkan
bahwa kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan kelompok.
3) Interaksi Antara Kelompok dan Kelompok
Bentuk interaksi seperti ini berhubungan dengan kepentingan kepentingan
individu dalam kelompok lain. Contohnya, satu kesebelasan sepak bola
bertanding melawan kesebelasan lain.
2.2.2.2 Bentuk Interaksi Sosial Menurut Proses Terjadinya.
17
1) Imitasi
Imitasi adalah pembentukan nilai melalui dengan meniru cara-cara orang
lain. Contohnya, seorang anak sering kali meniru kebiasaan-kebiasaan orang
tuanya.
2) Identifikasi
Identifikasi adalah menirukan dirinya menjadi sama denga orang yang
ditirunya. Contohnya, seorang anak laki-laki yang begitu dekat dan akrab
dengan ayahnya suka mengidentifikasikan dirinya sama dengan ayahnya.
3) Sugesti
Sugesti dapat diberikan dari individu kepada kelompok. Kelompok kepada
kelompok dan kepada seorang individu. Contohnya, seorang remaja putus
sekolah akan dengan mudah ikut-ikutan terlibat “kenalan remaja” tanpa
memikirnya akibatnya kelak.
4) Motivasi
Motivasi juga diberikan dari seorang individu kepada kelompok.
Contohnya, pemberian tugas dari seorang guru kepada muridnya merupakan
salah satu bentuk motivasi supaya mereka mau belajar dengan rajin dan
penuh rasa tanggung jawab.
5) Simpati
Perasaan simpati itu juga disampaikan kepada seseorang/ kelompok orang
atau suatu lembaga format pada saat-saat khusus. Contohnya, apabila
perasaan simpati itu timbul dari seorang perjaka terhadap seorang gadis atau
sebaliknya, maka kelak akan timbul perasaan cinta kasih/ kasih sayang.
6) Empati
Empati itu dibarengi perasaan organisme tubuh yang sangat dalam.
Contohnya, jika kita melihat seseorang celaka sampai luka berat dan orang
itu kerabat kita, maka perasaan empati akan menempatkan kita seolah-oleh
ikut celaka.
Menurut Nasir (2009: 93), ada empat bentuk interaksi sosial yaitu:
1) Kerja Sama (Coorperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut
18
berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama
dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai
manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian
kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya,
keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya
rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Kerja sama timbul karena
orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan
kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah
kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/ perorangan lainnya.
Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk
kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama
tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan:
(1) Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang
sertamerta
(2) Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan
hasil perintah atasan atau penguasa
(3) Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar
tertentu
(4) Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai
bagian atau unsur dari sistem sosial.
Menurut Nasir Abdul dan kawan-kawan (2009: 95), ada lima bentuk
kerja sama ditinjau dari pelaksanaan kerja sama yaitu:
(1) Kerukunan (gotong royong dan tolong menolong)
Kerukunan yang ada di masyarakat tidak pernah diukur dengan biaya atau
tenaga yang telah dikeluarkan, melainkan dilihat dari keikutsertaan anggota
masyarakat akan kegiatan yang dilakukan serta jaminan kebersamaan yang
dibangun.
(2) Bargaining
Bargaining merupakan suatu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran
barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
19
lahir yang meliputi jenis kelamin, usia dan ras. Penampilan disini dapat meliputi
daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan busana dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi
ruang dan waktu. Robert Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4
batasan jarak, yaitu: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik.
Selain aturan, Hall juga menjelaskan mengenai aturan waktu. Pada dimensi waktu
ini, terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk
interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukan oleh WiI
Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan
reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.
Terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya interaksi sosial, yakni:
2.2.4.1 Tindakan sosial
Tidak semua tindakan manusia dinyatakan sebagai tindakan sosial.
Menurut Max Weber, tindakan sosial adalah tindakan seorang individu yang dapat
mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. Tindakan sosial
dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
1) Tindakan rasional instrumental: tindakan yang dilakukan dengan
memperhitungkan kesesuaian antara cara dan tujuan.
2) Tindakan rasional berorientasi nilai: tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan nilai-nilai dasar dalam masyarakat.
3) Tindakan tradisional: tindakan yang tidak mempertimbangkan rasional
4) Tidakan objektif: tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang/
kelompok berdasarkan perasaan/ emosi.
2.2.4.2 Kontak Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari kontak sosial dapat dilakukan dengan cara:
1) Kontak sosial yang dilakukan menurut cara pihak-pihak berkomunikasi.
Cara kontak sosial itu ada 2 macam yaitu:
(1) Kontak langsung: pihak komunikator menyampaikan pesannya secara
langsung kepada pihak komunikan.
(2) Kontak tidak langsung: pihak komunikator menyampaikan pesannya
kepada pihak komunikan melalui perantara pihak ketiga.
2) Kontak antar individu, antar kelompok serta individu dan kelompok.
24
2.3.7 Autis
Autistik adalah anak atau seseorang yang mengalami gangguan pada
perkembangan koordinasi otak.
Dengan berbagai macam gangguan tersebut, maka akan sangat
mempengaruhi kehidupan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
26
1943. Anak autistik kelompok ini sangat menutup diri untuk berinteraksi dengan
orang lain. Bila anak autistik berdekatan dengan orang lain, anak autistik tersebut
merasa tidak nyaman dan marah. Anak autistik juga menghindari kontak fisik dan
sosial, walaupun kadang-kadang masih mau bermain secara fisik. Kadang anak
autistik masih dapat mendekati orang lain untuk keperluan makan, atau duduk
dipangkuan orang lain sejenak, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik
apapun. Keengganan berinteraksi lebih nyata terhadap anak yang sebaya
dibandingkan interaksi terhadap orang tuanya.
2.4.4.2 Grup pasif
Grup atau kelompok anak jenis ini tidak berinteraksi secara spontan, tetapi
tidak menolak usaha interaksi dari pihak lain, bahkan kadang-kadang
menunjukkan rasa senang. Kelompok anak autistik jenis ini dapat diajak bermain
bersama, tetapi tetap pasif. Anak ini dapat meniru bermain, tetapi tanpa imajinasi,
berulang dan terbatas.
2.4.4.3 Grup Aktif Tetapi Aneh
Pada kelompok ini, anak autistik dapat mendekati orang lain, mencoba
berkata dan bertanya tetapi bukan untuk kesenangan atau tujuan interaksi sosial
secara timbal balik. Kemampuan anak ini untuk mendekati orang lain kadang
berbentuk fisik, sangat melekat terhadap orang lain, walaupun orang lain tersebut
tidak menyukainya. Kemampuan bicaranya seringkali lebih baik jika
dibandingkan dengan grup lainnya, tetapi tetap ditandai dengan keterlambatan
bicara, dan ciri aneh lainnya. Bicaranya anak ini aneh, karena mereka
mengucapkan kata-kata atau kalimat yang sudah didengar sebelumnya, tanpa
memandang situasi dan tanpa pengertian. Intonasinya menoton, kontrol napas dan
kekerasan suaranya abnormal (berkelainan). Komunikasi non verbal juga
mengalami gangguan. Mimik anak ini terbatas dan kontak mata dengan orang lain
tidak sesuai, kadang bahkan terlalu lama.
2.4.5 Perilaku Anak Autis
Semua yang kita lakukan dapat diisebut sebagai perilaku. Senyum, makan,
minum, berjalan, menangis dan berbicara merupakan perilaku (behavior). Dalam
tahap awal perkembangan, semua perilaku tersebut diharapkan dan didorong akan
muncul pada tahap perkembangan dan pertumbuhan. Sebagian dari perilaku
32
menunjukkan perilaku yang baik, dapat diterima dan tepat. Tetapi kadang
sebagian orang memiliki masalah dalam perilakunya.
Menurut Yuwono (2012: 43) ada beberapa bentuk perilaku anak autistik
menunjukkan keberadaan yang mencolok dibanding dengan anak-anak pada
umumnya. Perbedaan perilaku anak autistik nyata berbeda berkaitan dengan
perkembangan perilaku anak-anak seusianya. Beberapa perilaku yang dapat
ditunjukkan dalam situasi-situasi sebagai berikut:
1) Anak tidak melakukan dengan tepat sesuai dengan lingkungan sekitar.
2) Perilaku anak-anak tidak sesu
3) ai dengan apa yang diharapkan dari teman-teman sebayanya.
4) Anak-anak tidak melakukan apa yang kita ingin mereka lakukan atau ketika
kita ingin mereka untuk melakukan sesuatu atau bagaimana kita ingin hal itu
dilakukan.
2.4.5.1 Aggressive
Meskipun tidak semua anak autistik menunjukkan perilaku aggresive, tapi
ini merupakan gejala yang sangat umum. Perilaku yang menunjukkan kemarahan
yang meledak-ledak dan seketika pada anak autistik merupakan hal yang umum.
Bentuk perilaku anak-anak autistik ini seperti menendang, memukul atau
melempar dengan merusak benda yang ada disekitarnya. Perilaku ini bukan
merupakan bentuk dari kemanjan atau kenakalan. Perilaku agresif merupakan
symptom dari gangguan, bukan sebagai akibat dari keterampilan yang bersifat
parenting yang buruk. Yang membedakan perilaku agresif pada anak autistik
dengan anak-anak pada umumnya adalah bahwa perilaku agresif pada anak-anak
autistik menunjukkan agresifitas yang berlebihan dan penyebabnya terkadang
terkesan sangat sederhana (bagi kita) dan terjadi secara tiba-tiba seperti tidak
nyata penyebab kejadiannya.
Bentuk dari perilaku agresif anak-anak autistik dimanifestasikan dalam
berbagai bentuk menyerang orang lain seperti memukul, mencambak,
menendang-nendang, memberantakan benda atau menggigit orang lain. Alasan
munculnya perilaku ini pada umumnya karena kebutuhan/ keinginan anak tidak
terpenuhi meskipun masalahnya sangat sepele (bagi kita) misalnya mainan
33
kesukaan diambil, posisi benda yang ditata secara berdereh berubah, dilarang
main air dan sebagainya.
2.4.5.2 Self Injury
Self injury merupakan bentuk perilaku anak-anak autistik yang
dimanifestasikan dalam bentuk menyakiti diri sendiri. Perilaku ini muncul dan
meningkat dikarenakan beberapa masalah seperti rasa jemu, stimulus yang kurang
atau kebalikannya yakni adanya stimulus yang berlebihan. Ada juga yang
mungkin disebabkan secara langsung yang berkaitan biologis.
Beberapa kasus perilaku yang menyakiti diri sendiri seperti menjambak
rambut, menggigit dan membenturkan kepalanya sendiri kedinding atau di atas
lantai. Perilaku ini muncul secara spontan dan dilakukannya tanpa ragu-ragu,
“sungguh-sungguh”. Beberapa anak autistik yang memiliki perilaku ini tidak
menunjukkan rasa sakit nmeskipun kenyataan akibat dari perilakunya
menunjukkan adanya bekas benjol atau atas benturan kepala dengan lantai atau
dinding, berdarah atau membiru pada bagian tubuh tertentu sebagai bekas
gigitannya sendiri. Rasa sakit yang ditimbulkan respom secara “singkat”. Hal ini
menunjukkan adanya indikasi beberapa kasus anak autistik yang memiliki
masalah dengan fungsi sensorinya dimana seperti sama sekali tidak merasakan
rasa sakit yang sedang dialaminya.
2.4.5.3 Rigid Routines
Rigid routines diartikan sebagai perilaku anak autistik yang cenderung
mengikuti pola dan urutan tertentu dan ketika pola atau urutan itu berubah anak
autistik menunjukkan ketidaksiapan atas perubahan tersebut. Beberapa kasus yang
sederhana seperti urutan jalan ketika pergi ke sekolah, jenis pakaian yang
dikenakan, perubahan ruang belajar atau terapi hingga perubahan jadwal terapi
dengan guru yang berbeda.
Beberapa anak-anak autistik akan toleran terhadap perubahan yang terjadi
di lingkungan sekitar, tetapi menjadi sangat cemas dan bingung/ terganggu
dengan perubahan sekecil apapun di lingkungannya. Aktivitas atau peristiwa yang
mereka harapkan tetap sama. Anak-anak autistik mengembangkan perilaku
rutinitas, dimana hal tersebut jarang atau sulit dihilangkan dan perilaku ini dapat
menjadi tidak terkontrol dan terlalu mengganggu dalam proses belajar. Contoh
34
yang sering dijumpai adalah anak autistik yang cenderung belajar dengan guru
tertentu, jam tertentu dan belajar dengan materi serta alat peraga tertentu. Ketika
guru memiliki hambatan untuk hadir dan digantikan dengan guru lain, beberapa
kasus anak-anak autistik kebingungan dan menolak. Beberapa kasus anak autistik
sangat rigid dengan pola duduk saat terapi berlangsung dan respon terhadap
materi yang diberikan oleh guru. Anak-anak autistik cenderung memperlihatkan
perubahan yang terjadi sekecil apapun di lingkungannya. Mereka sangat peka
terhadap perubahan yang terjadi didalam kehidupan sehari-hari. Perilaku ini
bukan hanya menunjukkan kelemahan, tetapi perilaku ini merupakan satu bagian
untuk tetap menjalin hubungan dengan orang lain. Karena tidak memiliki
pemahaman komunikasi verbal maupun non verbal yang memadai, maka mereka
tergantung dengan keadaan rutinitas yang mudah diketahui dan melakukan
kegiatan fisik agar dapat berhubungan dengan dunia luar yang tidak diketahui.
2.4.5.4 Self Stimulation
Leaf dan McEachin (1999) menuliskan bahwa perilku self stimulation
merupakan salah satu ciri utama yang terdapat dalam mendiagnosis anak autistik.
Perilaku ini adalah berulang-ulang stereotype yang tidak untuk menyediakan
beberapa fungsi lain diluar sensori grafitasi. Ketika anak autistik terlibat dalam
self stimulation, maka perhatiannya biasanya tertuju penuh pada perilaku tersebut
dan anak dipastikan tidak dapat memproses informasi penting. Hal ini sangat
berkaitan dengan belajar. Perilaku ini semakin menguatkan individu autistik dan
sering kesulitan mendorongnya untuk mengurangi perilaku tersebut.
Selanjutnya, Leaf dan McEachin (1999) dalam Yuwono (2012: 50),
membagi beberapa perilaku self stimulation ini. Kategori pertama adalah gerak
tubuh. Hal ini termasuk berayun-ayun, hand flapping, dan memutar-mutar badan
sendiri. Tatapan merupakan bentuk visual self stimulation seperti memperhatikan
sesuatu garis visual yang melintang bergerak seperti melihat melalui rusuk-rusuk
pagar. Kategori yang kedua, self stimulation menggunakan objek bertujuan untuk
mencari input sensori contohnya flapping menggunakan kertas, daun, melilitkan
tali pada jari, memutar objek, memutar roda mobil, mengayak pasir, memercikan
air dan menjumput-jumput kain. Seringkali anak autistik berinteraksi dengan
benda-benda melalui bermain. Kategori ketiga, ritual dan obsessions. Perilaku ini
35
secara rutin dan konsisten. Tata laksana perilaku yang rutin, konsisten dan
pembiasaan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan anak merupakan bagian
yang penting. Tetap ajarkan dan latih dalam kehidupan sehari-hari sesuai
kontekstual dari lingkungan sosial anak. Memulai dalam lingkungan yang sangat
kecil misalnya keluarga, teman bermain, di palygroup atau taman kanak-kanak
merupakan bagian yang pentng.
2.4.5.6 Fixations
Setiap anak autistik memiliki minat dan kesenangan dengan objek atau
aktivitas tertentu. Sebuah benda atau aktivitas yang menjadi favorit bagi anak
autistik misalnya perilaku yang menyukai angka-angka dan alfabetik, membaca
buku, minat terhadap peristiwa penting (sebut sejarah), nama-nama tempat
bersejarah, jenis-jenis mobil, menyanyi atau menggambar.
Beberapa literatur menunjukkan bahwa anak autistik dapat mengarahkan
“fixation” masa kecilnya menjadi karir. Dalam buku yang berjudul “Teaching
Children with Autism” (noname) memberikan beberapa kasus fixation masa pada
minat anak autistik pada masa kecil menjadi sesuatu yang luar biasa di masa
dewasanya. Bemporad (1979) melaporkan kasus dimana fixation masa kanak-
kanak terhadap matematika dapat membentuk dasar karir dalam bidang pelaporan
finansial fiskal. Kenner (1943) juga melaporkan adanya 11 kasus autistik dan
ternyata 6 orang gagal, 2 tak diketahui, sebagian sembuh dan 2 berhasil. Yang
paling berhasil yaitu yang pada masa kecilnya mengalami fixation dalam
berhitung dan sekarang bekerja sebagai kasir bank. Tujuan dari kegiatan ini
adalah mencapai perkembangan anak yang maksimal sesuai minat yang
diharapkan. Dengan demikian pada saat nanti anak akan besar diharapkan
memiliki keterampilan hidup pada bidang bahasa ataupun geografi.
2.4.6 Komunikasi dan Bahasa Pada Anak Autistik
Komunikasi merupakan proses di mana individu bertukar informasi dan
menyampaikan pikiran serta perasaan, dimana ada pengirim pesan yang
mengkodekan/memformulasikan pesan dan penerima menkodekan
pesan/memahami pesan. Bahasa sebagai alat berkomunikasi yakni untuk
mempermudah pesan disampaikan dan dipahami. Proses komunikasi terjadi
melalui bahasa. Bentuk bahasa dapat berupa isyarat, gesture, tulisan, gambar dan
37
autistik yang masa echolalianya cukup lama, 2-3 tahun lebih. Hal ini ditunjukkan
oleh anak autistik yang mengulangi pertanyaan yang sederhana “ini siapa?”, anak
menjawab :”siapa”, meskipun anak sudah mengenali dirinya sendiri, namun tetap
kesulitan untuk menjawabnya.
2.4.6.4 Perkembangan Komunikasi Anak Autistik
Menurut Susman (1999) dalam Yunowo (2012: 71) perkembangan
komunikasi anak autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemampuan
berinteraksi, cara anak berkomunikasi, alasan dibalik komunikasi yang dilakukan
anak dan tingkat pemahaman anak. Selanjutnya ia menuliskan bahwa
perkembangan berkomunikasi anak autistik berkembang melalui empat tahapan :
Pertama, The Own Agenda Stage. Pada tahap ini anak cenderung bermain sendiri
dan tampak tidak tertarik pada orang-orang disekitar. Anak belum memahami
bahwa dengan komunikasi dapat mempengaruhi orang lain. Untuk mengetahui
keinginannya kita dapat memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajahnya. Anak
dapat berinteraksi cukup lama dengan orang yang sudah dikenalnya, namun ia
akan kesulitan dan menolak berinteraksi dengan orang baru dikenalnya. Ia akan
menangis atau berteriak bila merasa terganggua aktifitasnya atau menolak
terhadap aktiftas bermainnya. Kedua, The Requester Stage. Pada tahap ini anak
autistik sudah menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi orang lain. Bila
menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan dan mengarah ke benda yang
diinginkannya. Aktivitas yang di sukainya masih bersifat fisik seperti : bergular,
ciluk ba, lari, lompat, digiliklitik dan sebagainya. Anak dapat mengenal perintah
sederhana, tetapi responnya belum konsisten. Ia juga sudah dapat melakukan
kegiatan yang bersifat rutinitas. Ketiga, The Eary Communication Stage. Pada
tahap ini, kemampuan komunikasi anak autistik lebih baik karena melibatkan
gestur, suara dan gambar. Ia dapat berinteraksi cukup lama dan menggunakan satu
bentuk komunkasi meski dalam situasi khusus. Inisiatif anak untuk berkomunikasi
masih terbatas seperti : mau makan, minum atau benda-benda/kegiatan yang
disukai saja. Pada tahap ini anak telah mengulang hal-hal yang didengar, mulai
memahami isyarat visual/ gambar dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang
diucapkan. Keempat, The Partner Stage. Pada tahap ini merupakan fase yang
paling efektif. Bila kemampuan bicaranya baik, maka ia berkemungkinan dapat
40
teoritik yang mengacu pada gambaran tentang beliefs (ide dan pemikiran) dan
desires (harapan) orang-orang dewasa atau anak-anak terhadap orang lain, yang
akhirnya dapat menjelaskan perilaku orang lain. TOM dapat dikatakan sebagai
hubungan antara “berpikir tentang pikiran” (Van Tiel, 2008). Secara luas TOM
berkaitan dengan sosial kognitif pada anak autistikk didefinisikan oleh beberapa
ahli sebagai kesulitan memulai, mempertahankan dan mengakhiri interaksi sosial
dengan tepat; memahami pikiran dan perasaan orang lain dan merasakan dampak
dari perilaku orang lain.
2.4.7.4 Proses Sosial Spesifik Anak Autistik
Anak autistik memilki minat yang sangat terbatas pada lingkungan sosial
dimana mereka lebih tertarik dengan benda-benda mati di lingkungannya. Mereka
mungkin tidak mengenal orang tuanya, tetapi mereka lebih menyukai
memperhatikan barang-barang disusun diruangan. Kenner menyatakan bahwa
disfungsi sosial dan respon yang tak bisa menjadi dua ciri esensial dari sindrom
ini. Anak autistik mungkin sangat tertarik untuk berinteraksi sosial, tetapi gaya
sosial interaksinya aneh dan eksentrik dan memiliki kapasitas untuk memahami
interaksi sosial atau mengatisipasi pernyataan emosional kepada orang lain secara
terbatas, tujuan dan motivasi untuk membuat hal yang sangat sulit untuk
bernegosiasi dalam suasana interaksi sosial. Anak-anak autistik menunjukkan
ketidakmampuan dalam memproses aspek sosial yang komplek.
1) Gaze
Ekspresi wajah dan kontak mata merupakan bentuk komunikasi bayi dengan
ibunya. Hal ini merupakan bentuk “dialog” antara bayi dan orangtua secara
nonverbal dan sebagai bukti bahwa pada masa bayi telah menjadi interaksi sosial
awal dan tersedianya kesempatan penting sebagai pembejaran. Pada kasus anak
autistik, mereka gagal menciptakan interaksi sosial pada masa kanak-kanak awal.
Penyimpangan gaze ini nampak pada anak autistik dan tidak terlihat terlibat pada
masa anak-anak yang terlambat perkembangan atau yang didiagnosis sebagai
mental retardation. Sebagian anak autistik dapat berkontak mata dengan baik,
durasi dan arahnya, tetapi ternyata anak autistik tersebut tidak dapat menggunakan
kontak matanya untuk mengirim pesan. Artinya kontak mata memilki makna
komunikasi interaktif.
42
2) Joint Attention
Hilangnya perilaku kontak mata dan bentuk pertukaran nonverbal pada
masa awal pada anak-anak autistik mengarah pada munculnya intersubjectivity,
membangun berbagi secara emosional yang bermakna antara orang tua dan
caregiver. Tony Charman dan Wendy Stone (2006) mendefinisikan joint attention
(JA) dalam dua jenis yakni responding to joint Attention (RJA) dan Initiating
Joint Attention (IJA). Dua jenis perilaku ini mengindikasikan secara aktif antara
partner dan objek termasuk dalam fokus perhatian anak. RJA didefinisikan
sebagai kemampuan anak untuk mengikuti perhatian anak remaja secara langsung
dan IJA mengarah pada masa kanak-kanak menggunakan kontak mata, sikap,
isyarat, suara atau simbol komunikasi secara spontan untuk berbagai pengaruh
secara positif atau tertarik sesuatu yang mengarah.
3) Imitation
Imitation dalam konteks ini diartikan sebagai kemampuan anak untuk
meniru sesuatu gerakan atau tindakan. Perkembangan meniru pada anak autistik
ini terbagi menjadi tiga tingkatan yang semakin meningkatkan kesulitannya.
Pertama, spontaneous object use, tugas melengkapi model secara spontan
menggunakan objek, contoh memasukkan benda yang berbentuk segi empat
sesuai dengan lubang yang berbentuk segi empat. Kedua, motor object imitation,
maksudnya adalah anak harus melihat bagaimana objek dimanipulasi dan
kemudian menirukannya. Contohnya meniru lipatan kertas menjadi dua bagian.
Ketiga, body imitasi, artinya meniru dengan melibatkan menggunakan gerakan
tubuh daripada dengan objek benda.
4) Play
Bermain dalam bagian ini diartikan sebagai kegiatan memanipulasi objek
dengan bertujuan dimana eksplorasi dan praktiknya mempengaruhi munculnya
tujuan anak. Bermain merupakan kekuatan yang berarti dimana keterampilan ini
penting bagi perkembangan dan tetap eksis dalam lingkungannya. Piaget (1962)
dalam Yunowo Joko (2012), mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh bahwa
bermain mengarah pada aktifitas yang didorong secara dalam, dimana aktifitas
bermain memunculkan keasyikan. Piaget membedakan dalam dua kategori yakni
sensorimotor play dan symbolic atau pretend play. Sensori motor play melibatkan
43
Tabel 2.1 Penelitian terkait tentang Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kemampuan Sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus di
SLB Yakut Purwokerto dan SDN 04 Grendeng Purwokerto
(12,5%), dan
instrumental sebanyak
2 orang (12,5).
Tabel 2.2 Penelitian terkait tentang Hubungan Peran Orang tua Dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Reatrdasi Mental Di 47 SDLB
Negeri Kota Pekalongan
Populasi Penelitian Tindakan Yang Diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik
Populasi dalam penelitian ini Alat pengumpulan data Hasil penelitian pada peran Penelitian ini menggunakan
adalah orangtua anak retardasi menggunakan orang tua yang desain Korelasional
mental di SDLB kuesioner terkait memiliki anak retardasi dengan pendekatan
Negeri Kota dengan peran orangtua mental di SDLB Negeri cross sectional Teknik
Pekalongan sebanyak dan kemampuan Kota Pekalongan pengambilan sampel
71 siswa sosialisasi. Tahun 2015 diketahui menggunakan sampel
bahwa jenuh. Jumlah
59,2% responden menyatakan responden sebanyak 49
peran orangtua baik orangtua yang memiliki
dan sebanyak 40,8% anak retardasi mental
responden menyatakan sesuai dengan kriteria
peran orangtua kurang inklusi dan eksklusi.
baik. Hasil ini dapat
diartikan bahwa sebagian besar
orangtua yang memiliki anak
48
Interaksi sosial :
1) Kontak sosial
(1) Kontak langsung dan tidak
langsung
(2) Kontak antar individu,
kelompok, serta individu dan
kelompok.
(3) Kontak positif dan negatif
(4) Kontak primer dan sekunder
2) Komunikasi
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Berpengaruh
: Berhubungan
2.7 Hipotesis
Nursalam (2011: 56), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris antara
dua variabel. Variabel tersebut adalah variabel bebas, yakni variabel
penyebab, serta variabel terikat yakni variabel akibat.
Hipotesis alternatif (H1) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini
menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan antara dua
atau lebih variabel. Sedangkan hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang
digunakan untuk pengukuran statistik dan interpretasi hasil statistik.
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H1 : Ada Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Interaksi Sosial
Pada Anak Berkebutuhan Khusus (Autisme) Di Wilayah Kota Palangka
Raya”.
H0 : Tidak ada Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Interaksi
Sosial Pada Anak Berkebutuhan Khusus (Autisme) Di Wilayah Kota
Palangka Raya
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
51
52
Populasi
Semua keluarga siswa yang mempunyai anak berkebutuhan khusus (Autisme)
di Yayasan Pendidikan Melati Ceria Palangka Raya
Sampel:
Semua keluarga siswa di Yayasan Pendidikan Melati Ceria Palangka Raya
yang memiliki anak berkebutuhan khusus (Autisme)
Teknik Sampling:
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Nonprobability Sampling
(Purposive Sampling)
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain penelitian
Cross Sectional
Informed Concent
Pengolahan data:
editing, coding
scoring, dan
tabulasi data
Uji Statistik
Spearman Rank
Penyajian Hasil
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Interaksi Sosial Pada Anak Berkebutuhan
Khusus (Autisme) Di Wilayah Kota Palangka Raya
Kategori:
1. baik, jika
nilai 76-100%
2. Cukup, jika
nilai 56-75%
3. Kurang, jika
nilai≤ 55%
Sp
N= x 100 %
Sm
Keterangan :
N : Nilai Interaksi
Sosial
Sp: Jumlah nilai
yang diperoleh
Sm: Total
Maksimun
C. Kategori
(1) Interaksi
Baik
: Nilai 76%-
100%
(2) Interaksi
Cukup baik
: Nilai 56%-
75%
(3) Interaksi
Kurang baik
:Nilai ≤ 55%
58
57
Kuisioner dalam penelitian ini dibuat dalam tiga bagian yang terdiri
atas data demografi responden, kuisioner Dukungan keluarga, dan
interaksi sosial. Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian yang sebenarnya, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji coba
kepada responden lain yang memiliki karakter sama dengan karakter
populasi penelitian.
3.7.1.2 Uji Validitas dan Reabilitas
1) Prinsip Validitas (kesahihan)
Nursalam (2009: 104), Prinsip validitas adalah pengukuran atau pengamatan
yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data.
Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada dua hal
penting yang harus dipenuhi dalam menentukan validitas pengukuran, yaitu:
61
63
64
4) Pendidikan terakhir
Kode: 1 = SD sederajat
2 = SMP sederajat
3 = SMA sederajat
4 = Perguruan Tinggi
5) Pekerjaan
Kode 1= PNS
2=Swasta
3=Pelajar
4=Ibu Rumah Tangga
3.7.2.3 Scoring
Scoring adalah menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan,
tentukan nilai terendah dan tertinggi, tetapkan jumlah kuesioner dan bobot
masing-masing kuesioner.
1) Dukungan Keluarga
baik, jika nilai 76-100%
Cukup, jika nilai 56-75%
Kurang, jika nilai ≤55%
2) Interaksi Sosial
Interaksi Baik : Nilai 76%-100%
Interaksi Cukup baik : Nilai 56%-75%
Interaksi Kurang baik : Nilai < 55%
3.7.2.4 Tabulating
Menurut Wasis (2008: 52), Tabulating adalah usaha untuk menyajikan data,
terutama pengolahan data yang akan menjurus ke analisis kuantitatif. Biasanya
pengolahan data seperti ini akan menggunakan tabel, baik tabel distribusi
frekuensi maupun tabel silang.
1) Analisa Univariat
Notoatmodjo (2012: 182), Analisa univariat adalah analisis yang bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari
65
jenis datanya, untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan
standar deviasi.
2) Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisis untuk melihat hubungan dua variabel.
Untuk analisa bivariat, maka terlebih dahulu dirumuskam hipotesis. Jenis uji
statistik yang akan digunakan sangat tergantung pada jenis data dari masing-
masing variabel.
3) Analisa Multivariat
Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi linier berganda. Uji
regresi linier berganda adalah analisis untuk mengukur besarnya pengaruh
antara dua atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen.
4) Uji Statistik
Uji statistik digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan
antara dua variabel yang berskala ordinal dan ordinal, uji statistik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Spearman Rank.
Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer,
dilakukan uji statistik dengan metode Spearman Rank (Rho) dengan
menngunakan tingkat kemaknaan 5% atau nilai alpha 0,05 (5%) dimana kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:
(1) Bila p value ≤ alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik ada
hubungan yang bermakna.
(2) Bila p value > alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik tidak
mempunyai hubungan yang bermakna.
3.8 Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya literatur yang memadai
dalam pembahasan teori dukungan keluarga dan interaksi sosial.
3.9 Etika Penulisan
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan
manusia. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai
berikut.
66