Nama Anggota :
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................3
B. Tujuan............................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................6
3. Konsep Stunting..........................................................................................................15
4. Konsep Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus pada Usia Sekolah dengan focus
masalah stunting....................................................................................................................19
BAB III..........................................................................................................................................25
PENUTUP.................................................................................................................................25
1. Kesimpulan..................................................................................................................25
2. Saran............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab stunting yaitu kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan
pada masa awal anak lahir, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.
Salah satu dari faktor penyebab stunting adalah kurangnya akses ke makanan bergizi
yang dikarenakan makanan bergizi memiliki harga yang cukup mahal. Faktor dari
stunting selanjutnya adalah terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Ante
Natal Care), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas dikarenakan jika ibu
tidak melakukan atau melewatkan imunisasi pada anak akan mengakibatkan anak rentan
terhadap penyakit infeksi (Qorriuyu, 2020). Stunting dapat terjadi karena beberapa faktor
yaitu faktor genetik dan lingkungan. Stunting memiliki dampak yang cukup serius baik
dalam jangka waktu dekat dan jangka waktu mendatang contohnya, anak akan mudah
sakit dan terhambatnya penyerapan vitamin oleh tubuh dan konsentrasi belajar anak akan
menurun serta berakibat dalam prestasi akademik anak (Qorriuyu, 2020).
3
anak di sekolah dan di rumah, sekaligus membuat mereka kesulitan bergaul serta bermain
bersama rekan sebaya.
Aspek yang paling penting dari peran perawat komunitas adalah menurunkan risiko
kesehatan dan meningkatkan kesehatan populasi balita dengan gizi kurang. Berdasarkan
hal tersebut maka peran perawat komunitas dalam memberikan pendidikan kesehatan di
komunitas harus lebih ditingkatkan khususnya dalam mengatasi masalah gizi pada balita
(Kusumawardani et al., 2020). Peran perawat komunitas dalam mengatasi masalah gizi
pada populasi balita meliputi pendidikan kesehatan tentang nutrisi pada anak balita dan
pemberian informasi pada orang tua tentang tanggungjawab dalam memelihara dan
kesehatan anak.
Intervensi keperawatan komunitas pada populasi balita gizi kurang dapat dilakukan
dengan tiga tingkat pencegahan masalah yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer adalah suatu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah
munculnya penyakit. Pencegahan sekunder dapat berupa deteksi dini keadaan kesehatan
masyarakat dan penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi masalah. Sedangkan
pencegahan tersier adalah upaya untuk mengembalikan kemampuan individu agar dapat
berfungsi secara optimal. Menurut Gabida et al. (2015) intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gizi kurang pada balita pada level pencegahan
primer adalah dengan cara memberikan edukasi pada orang tua tentang nutrisi anak,
melakukan kunjungan rumah, dan membantu keluarga dalam penyediaan makanan
(Kusumawardani et al., 2020).
4
Penerapan pola hidup bersih dan sehat untuk mencegah stunting. Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan oleh masyarakat
terutama kelompok ibu rumah tangga seperti ibu hamil dan sebagai salah satu upaya
untuk menurunkan angka stunting di lingkungan masyarakat desa. Kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini bertujuan untuk mensosialisasikan penerapan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) (Jupri et al., 2022).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus Anak Usia
Sekolah dengan Fokus Masalah Stunting
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan dan Menyusun instrument pengkajian
keperawatan pada kelompok Anak Usia Sekolah dengan focus masalah
stunting.
2) Mahasiswa dapat merumuskan diganosa keperawatan pada kelompok
Anak Usia Sekolah dengan focus masalah stunting.
3) Mahasiswa dapat menentukan intervensi Keperawatan pada kelompok
anak usia sekolah dengan focus masalah stunting.
4) Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada kelompok
anak usia sekolah dengan focus masalah stunting.
5) Mahasiswa dapat menyusun Evaluasi Keperawatan pada kelompok Anak
Usia Sekolah dengan focus masalah stunting.
6) Mahasiswa dapat Menyusun : Buku Pedoman Anak usia sekolah dan
Pencegahan Stunting, Media Flipchart pencegahan stunting pada anak usia
sekolah.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
a) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu, keluarga
dan kelompok dalam konteks komunitas.
b) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
2) Tujuan Khusus
7
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan
atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan
pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak, 2006)
8
E. Ruang Lingkup Keperawatan Komunitas
Ruang lingkup praktik keperawatan komunitas meliputi : upaya upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif) dan mengemblikan serta
memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan
sosial dan masyarakatnya (resosialisasi). Dalam memberikan asuhan keperawatan
komunitas, kegiatan yang ditekankan adalah upaya preventif dan promotif dengan tidak
mengabaikan upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.
1) Individu Individu adalah bagian dati anggota keluarga. Apabila individu tersebut
mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena ketidakmampuan merawat diri
sendiri oleh suatu hal dan sebab, maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga
lainnya baik secara fisik, mental maupun sosial.
2) Keluarga Merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus
menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun secara
bersama-sama, di dalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan
(Ariani, Nuraeni, & Supriyono, 2015).
3) Kelompok Khusus Kelompok hkusus adalah kumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang
sangat rawan terhadap masalah kesehatan. Termasuk diantaranya adalah:
a) Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat perkembangan dan
pertumbuhannya, seperti;
Ibu hamil
Bayi baru lahir
Balita
Anak usia sekolah
Usia lanjut
b) Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan
bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah:
9
Penderita penyakit menular, seperti TBC, lepra, AIDS, penyakit kelamin
lainnya.
Penderita dengan penynakit tak menular, seperti: penyakit diabetes
mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental dan lain
sebagainya.
c) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya:
Wanita tuna susila
Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
Kelompok-kelompok pekerja tertentu, dan lain-lain.
d) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:
Panti wredha
Panti asuhan
Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
Penitipan balita
10
6) Pendidikan kesehatan dan pelayanan konsultasi adalah bagian integral dari
keperawatan komunitas;
7) Penerima jasa pelayanan kesehatan perlu diikut-sertakan dalam perencanaan terkait
dengan tujuan bagi pemeliharaan kesehatan
8) Perawat komunitas harus kualified
9) Keperawatan komunitas harus dilandaskan pada kebutuhan pasien dan kelangsungan
pelayanan kepada pasien yang tepat;
10) Evaluasi pelayanan kesehatan ini harus dikerjakan secara periodik dan kontinyu
11) Perawat komunitas berfungsi sebagai bagian terpenting dari tim kesehatan
12) Perawat komunitas membantu mengarahkan pasien yang membutuhkan dukungan
finansial
13) Community health agency perlu menyediakan program kelangsungan pendidikan bagi
perawat (MN, 2012)
1) Proses Kelompok
2) Pendidikan kesehatan
3) Kerja sama (partnership)
11
Kelompok anak usia sekolah merupakan kelompok rentan gizi, kelompok
masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila masyarakat terkena
kekurangan penyediaan bahan makanan. Pada umumnya kelompok ini berhubungan
dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat, yang memerlukan zat-zat gizi dalam
jumlah relatif besar (Sediaoetama, 2004). Masalah kesehatan yang sering timbul pada
kelompok anak usia sekolah dasar antara lain berat badan rendah, obesitas, anemia,
gondok, dan karies gigi.
12
1. Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah.
2. Aktivitas fisik anak semakin meningkat
3. Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya
4. Lebih aktif memilih makanan yang disukai
5. Pertumbuhan lambat
6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
D. Status Gizi Usia Anak Sekolah
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan tanda-
tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2009). Status
gizi lebih yang terjadi pada anak usia 7-9 tahun akan terus berlanjut sampai menjadi
dewasa, serta akan memberikan dampak timbulnya penyakit degeneratif seperti
kardiovaskuler, aterosklerosis, hipertensi dan lain-lain (Serdula, 2008).
Menurut Moehji (2009) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan atau perwujudan dari “nutrient” dalam bentuk variabel tertentu. Pada
masa anak-anak, total lemak tubuh meningkat minimal 16% pada perempuan dan 13%
pada laki-laki. Total lemak tubuh akan meningkat untuk persiapan masa growt spurt
saat remaja. Peningkatan total lemak tubuh dan pubertas terjadi lebih dulu pada
perempuan dibandingkan laki-laki, sedangkan saat memasuki usia remaja awal laki-
laki memiliki masa otot yang lebih tinggi dibandingkan perempuan (Brown dkk, 2010).
E. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Pada Anak
Ada 2 Faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu faktor langsung yang meliputi
asupan makanan dan penyakit infeksi. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi kedua
faktor tersebut yaitu faktor tidak langsung misalnya faktor ekonomi, keluarga,
produktifitas dan kondisi perumahan (Saputra, 2012).
a) Faktor Langsung
Ada 2 faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak yaitu :
1) Konsumsi pangan
Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan merupakan cara
pengamatan langsung dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah,
13
golongan sosial ekonomi dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan
sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi (Saputra, 2012).
2) Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat
menimbulkan gizi kurang melalui mekanismenya. Yang paling penting adalah efek
langsung dari infeks. Sistematik pada katabolisme jaringan menyebabkan kehilangan
nitrogen. Meskipun hanya terjadi infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan
nitrogen(Saputra, 2012).
b) Faktor Tidak Langsung
Ada 2 faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi anak yaitu :
1) Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan sangat menentukan pola makan yang dibeli. Dengan uang
tambahan, sebagian besar pendapatan tambahan itu untuk pembelanjaan makanan.
Pendapatan merupakan faktor yang paling penting untuk menentukan kualitas dan
kuantitas makanan, maka erat hubungannya dengan gizi. Arti pendapatan dan
manfaatnya bagi keluarga:
a) Peningkatan pendapatan berarti memperbesar dan meningkatkan pendapatan
golongan miskin untuk memperbaiki gizinya.
b) Pendapatan orang-orang miskin meningkat otomatis membawa peningkatan
dalam jumlah pembelanjaan makanan untuk keluarga (Khomsan, 2008).
2) Pengetahuan Gizi
Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan
sumber-sumber zat-zat dan kepandaian dalam mengolah bahan makanan yang akan
diberikan, pengetahuan tentang ilmu gizi secara umum sangat bermanfaat dalam sikap
dan perlakuan dalam memilih bahan makanan.
14
3. Konsep Stunting
A. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah 5 tahun)
akibatnya dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir
akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau tubuh anak lebih pendek
dibandingkan dengan anak-anak lain seumurnya merupakan definisi stunting yang
ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai dengan umur anak. Stunting dapat
diartikan sebagai kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan
digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
16
hidup dan perilaku sehat (Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian yang meneliti
tentang hubungan penyakit infeksi dengan stunting yang menyatakan bahwa diare
merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting pada anak umur dibawah 5
tahun.
6. ASI Ekslusif
ASI Eksklusif menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun
2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa menambahkan
dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain yang diberikan kepada bayi
sejak baru dilahirkan selama 6 bulan (Kemenkes R.I, 2012). Pemenuhan kebutuhan
bayi 0-6 bulan telah dapat terpenuhi dengan pemberian ASI saja. Menyusui Eksklusif
juga penting karena pada umur ini, makanan selain ASI belum mampu dicerna oleh
enzim-enzim yang ada di dalam usus selain itu pengeluaran sisa pembakaran
makanan belum bisa dilakukan dengan baik karena ginjal belum sempurna
(Kemenkes R.I, 2012). Manfaat dari ASI Eksklusif ini sendiri sangat banyak mulai
dari peningkatan kekebalan tubuh, pemenuhan kebutuhan gizi, murah, mudah, bersih,
higienis serta dapat meningkatkan jalinan atau ikatan batin antara ibu dan anak.
C. Dampak Stunting
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,
dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka
panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif
dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko
tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh
darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak
kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kemenkes R.I, 2016).
Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda,
dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi
menunjukkan bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang
buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang
dewasa. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh
menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan
17
terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan prediktor
buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya
menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (UNICEF,
2012).
1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak
2. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi
3. Peningkatan aksebilitas pangan yang beragam
4. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
5. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan
18
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya
setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan
suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru
lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (Eksklusif) dan setelah umur 6 bulan
diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas
selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul
vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau
dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar.
Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk
mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan
terjadinya balita stunting (Kemenkes R.I, 2013)
4. Konsep Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus pada Usia Sekolah dengan focus
masalah stunting
1) Pengkajian
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (seperti,
tanda-tanda vital, wawancara dengan pasien/keluarganya, serta melakukan pemeriksaan
fisik) dan meninjau informasi riwayat pasien pada rekam medik. Perawat juga
mengumpulkan tentang kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang promo kesehatan)
dan resiko (area perawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda
(Komitsuru, 2015).
Menurut Kusuma Hardi dan Nurain Huda Amin, (2013) ada berbagai macam
pengkajian pada anak yang mengalami stunting, sebagai berikut:
19
Pengkajian prenatal, natal, post natal, hospitalisasi, dan pembedahan yang
dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih,
baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lainnya. Riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam
waktu relatif lama) merupakan data fokus yang perlu dikaji.
c. Pemeriksaan fisik
Secara umum, pengkajian fisik dilakukan dengan metode head to too.
Pengkajian anak dengan stunting berfokus pada pengukuran antropometri (berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala). Tnda dan gejala yang
mungkin didapat merupakan penurunan antropometri, perubahan rambut
(defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang, dan mudah dicabut), gambaran wajah
seperti orangtua (kehilangan lemak pipi), tanda-tanda gangguan sistem
pernafasan, bising usus akan dapat meningkat jika terjadi diare, edema tungkai,
dan kulit kering.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada anak stunting yaitu: albumin, creatinine, dan
nitrogen, elektrolik, hemoglobin, hematokrit.
2) Diagnosa Keperawatan
Menurut Maryunani (2016), pada anak yang mengalami stunting masalah keperawatan
yang mungkin muncul yaitu:
3) Rencana Keperawatan
Tahapan perencanaan keperawatan adalah rencana keperawatan dirumuskan oleh
perawat dengan menggunakan pengetahuan serta alasan agar hasil yang diharapkan
20
untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan berkembang (Suarni &
Apriyani, 2017).
Tabel 2.2
Rencana Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Kebutuhan Nutrisi pada Kasus Stunting
21
1 2 3 4
2. Ajarkan anak teknik
asertif
Kolaborasi
1. Rujuk untuk
konseling, jika
perlu
2 Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan (L.03030) Kriteria (I.03119)
kurangnya asupan hasil: Observasi
1. Berat badan membaik 1. Identifikasi status
makan ditandai dengan
2. Nafsu makan membaik nutrisi
berat badan menurun 3. Keluhan sariawan 2. Identifikasi
10% di bawah rentang menurun makanan yang
ideal, nafsu makan disukai
menurun, sariawan. 3. Monitor asupan
makan
4. Monitor berat
badan
Terapeutik
1. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
2. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
3. Berikan suplemen
makanan
Kolaborasi
1. Kalaborasi dengan
ahli gizi untuk
mennetukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
3 Gangguan integritas Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit
kulit/jaringan (L.14125) Kriteria hasil: (I.11353) Observasi
berhubungan 1. Kerusakan lapisan kulit 1. Identifikasi
menurun penyebab integritas
denganperubahan status
2. Pertumbuhan rambut kulit (mis.
nutrisi (kekurangan)
membaik
ditandai dengan
kerusakan lapisan kulit
22
1 2 3 4
perubahan status
nutrisi, penurunan
kelembaban)
Terapeutik
1. Lakukan pemijatan
pada area
penonjolan tulang,
jika perlu
2. Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada
kulit kering
3. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering. Edukasi
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion)
2. Anjurkan minum
air yang cukup
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
5. Anjurkan
mandi dan
menggunakan
sabun secukupnya
23
4) Implementasi
Implementasi Keperawatan adalah serangkaian kegiatan untuk merealisasikan rencana
tindakan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam tahap pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data sebelum dan sesudah pelaksanaan tindakan. (Suarni &
Apriyani, 2017).
5) Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan
perubahan keadaan klien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibutuhkan pada tahap
proses keperawatan, menggunakan komponen SOAP agar mempermudah perawat
mengidentifikasi atau memantau perkembangan klien. (Suarni & Apriyani, 2017).
24
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan sistem
sosial tertentu yang meliputi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Salah satu
agregat di komunitas adalah di setting sekolah dengan kelompok anak usia sekolah yang
tergolong berisiko terhadap timbulnya masalah kesehatan yang terkait perilaku tidak
sehat. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat setting sekolah
menggunakan pendekatan community as partner model. Klien digambarkan sebagai inti
mencakup sejarah, demografi, suku bangsa nilai dan keyakinan 8 subsistem.
2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalas diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.
25
DAFTAR PUSTAKA
Jupri, A. et al. (2022) ‘Cegah Stunting dengan Penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat di Desa
Penedagandor Kecamatan Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur’, Alamtana: Jurnal
Pengabdian Masyarakat Unw Mataram, 3(2), pp. 101–106. Available at:
http://ejournal.unwmataram.ac.id/jaltn/article/view/1118%0Ahttp://
ejournal.unwmataram.ac.id/jaltn/article/download/1118/574.
Kusumawardani, L.H. et al. (2020) ‘Peningkatan Pengetahuan Gizi Seimbang pada Ibu Balita
Melalui Edukasi dan Simulasi Pembuatan Makanan Bergizi di Desa Kebumen,
Baturraden’, Journal of Bionursing, 2(1), pp. 9–14. Available at:
https://doi.org/10.20884/1.bion.2020.2.1.32.
Qorriuyu, N. (2020) ‘Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan Penyakit Infeksi Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Usia Prasekolah 3-5 Tahun Di Kecamatan …’, Jurnal Surya, 9(2),
pp. 73–85. Available at: https://doi.org/10.37048/kesehatan.v9i2.277.
Sandjojo, E. putro (2018) ‘Buku saku desa dalam penanganan stunting’, Buku Saku Desa Dalam
Penanganan Stunting, p. 42. Available at:
https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf.
Adriana, D. 2017. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
26