Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITA

PADA ANAK USIA SEKOLAH KELAS VII

DI SMP NASIONAL KOTA MALANG

OLEH

KELOMPOK 2:

Nabilah Khaerunnisya 210402030

Nurhalisa 210402031

Nurul Amalia Fitri 210402033

Rabiatul Adewia 210402038

Sarmila 210402041

Tasya Ardina 210402043

Yulia Astrid 210402046

Muh.Mulki 210402050
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Anak Usia Sekolah
Kelas VII di SMP Nasional Kota Malang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sangatlah
sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, atas terselesaikannya laporan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan,
menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Sengkang, 18 Maret 2024

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUN PUSTAKA .................................................................................................. 3
2.1.1 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas .............................................................. 3
2.1.2 Tujuan Keperawatan Komunitas.......................................................................... 3
2.1.3 Sasaran Keperawatan Komunitas ........................................................................ 4
2.1.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas ....................................................... 5
2.1.5 Konsep Keperawatan Anak Usia Sekolah ........................................................... 5
2.1.6 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah .............................. 6
2.1.7 Perkembangan Anak Usia Sekolah ...................................................................... 7
2.1.8 Perilaku Menyimpang ........................................................................................ 13
2.1.9 Masalah Anak Usia Sekolah .............................................................................. 18
2.1.10 Konsep Anak Usia Sekolah ............................................................................... 20
2.1.11 Program Pemerintah Untuk Anak Usia Sekolah ................................................ 20
2.1.12 Tinjauan Asuhan Keperawatan .......................................................................... 21
BAB III TINJAUN KASUS .................................................................................................... 22
3.1 Pengkajian ................................................................................................................. 22
3.2 . Diagnosa Keperawatan ................................................................................................ 30
3.4. Intervensi Keperawatan Komunitas .............................................................................. 32
3.5. Implementasi dan Evaluasi ........................................................................................... 33
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 35
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 35
4.2 Saran .......................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 36

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, bertolak dari latar
belakang manusia yang berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan banyak faktor yang terjadi
dan berhubungan dengan masalah kesehatan di dalam komunitas masyarakat.
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan
nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas
geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk,
2006). Keperawatan komunitas di bagi berdasarkan kelompok usia diantaranya adalah
kelompok usia anak sekolah. Menurut Wong (2008), anak sekolah adalah anak pada usia
6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-
anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan
dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 mulai masuk sekolah merupakan
hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak
usia sekolah, seperti misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun,
karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi.
Pelayanan kesehatan pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2014).
Masalah-masalah kesehatan pada anak usia sekolah yang muncul biasanya berkaitan
dengan kebersihan perorangan dan lingkungan. Sehingga isu yang lebih menonjol adalah
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti cara menggosok gigi yang benar, cuci
tangan pakai sabun, dan kebersihan diri lainnya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007,
menunjukkan bahwa kurang dari 10% orang-orang Indonesia yang menggosok gigi
dengan benar.
Berdasarkan hasil pengkajian data yang dilakukan di kelurahan Wonokromo Surabaya
yang dilakukan pada tanggal 12 November 2012. Ditemukan sebagian besar anak SDN
IV Wonokromo yang memiliki masalah kebersihan diri (personal hygiene), cukup
banyak antara lain 45 murid yang bermasalah pada gigi dengan persentase 36.5 %, 25
murid yang tidak menggosok gigi dengan persentase 20.3%, 6 murid yang tidak tidak
mencuci tangan sebelum makan dengan persentase 4.9%, 15 murid yang tidak mencuci
kaki sebelum tidur dengan persentase 12.1 %, 7 murid tidak biasa memakai alas kaki
dengan persentase 5.7 %, 20 murid tidak biasa potong kuku dengan persentase 16.2% , 5
murid yang mempunyai kebiasaan mandi 1 kali sehari dengan persentase 4%. Dampak
negatif dari perilaku tersebut adalah menimbulkan berbagai penyakit yang terjadi seperti

1
karies gigi, diare, cacingan, dan gatal-gatal. Sehingga perlu untuk ditindak lanjuti dengan
pemberian asuhan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana mahasiswa mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan komunitas
pada anak usia sekolah?
1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar serta asuhan keperawatan komunitas
pada agregat anak usia sekolah.
2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar keperawatan komunitas


b. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep keperawatan kesehatan sekolah
c. Mahasiswa mampu membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan komunitas
pada agregat anak usia sekolah.

2
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1.1 Konsep Dasar Keperawatan Komunitas


Komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu,
memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat yang relative sama, serta berinteraki satu
sama lain untuk mencapai tujuan. (Mubarak & Chayatin, 2009). Keperawatan
komunitas merupakan suatu sintesis dari praktik keperawatan dan praktik
kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan serta memelihara
kesehatan penduduk. Sasaran dari keperawatan kesehatan komunitas adalah
individu yaitu balita gizi buruk, ibu hamil resiko tinggi, usia lanjut, penderita
penyakit menular. Sasaran keluarga yaitu keluarga yang termasuk rentan terhadap
masalah kesehatan dan prioritas. Sasaran kelompok khusus, komunitas baik yang
sehat maupun sakit yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan (Ratih
Dwi Ariani, 2015) .

Definisi keperawatan kesehatan komunitas menurut American Public Health


Association (2004) yaitu sintesis dari ilmu kesehatan masyarakat dan teori
keperawatan profesional yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan pada
keseluruhan komunitas.
Keperawatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan (Veronica, Nuraeni, &
Supriyono, 2017).

Jadi dapat disimpulkan, keperawatan komunitas adalah pelayanan


keperawatan profesional yang ditujukan kepada komunitas masyarakat yang
bertujuan meningkatkan derajat kesehatan pada keseluruhan komunitas di
masyarakat.

2.1.2 Tujuan Keperawatan Komunitas


Tujuan keperawatan komunitas adalah untuk pencegahan dan peningkatan
kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut:
a. Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, kelompok, dalam konteks komunitas.

3
b. Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakt (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat mempengaruhi keluarga, individu dan kelompok.
2.1.3 Sasaran Keperawatan Komunitas

Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan komunitas adalah


meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan, membimbing dan
mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan
pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan
meningkatkan derajad kesehatannya. Sasaran Keperawatan Kesehatan Komunitas
(Depkes, 2006) .
1. Sasaran individu
Sasaran priotitas individu adalah balita gizi buruk, ibu hamil risiko tinggi, usia
lanjut, penderita penyakit menular (TB Paru, Kusta, Malaria, Demam Berdarah,
Diare, ISPA/Pneumonia) dan penderita penyakit degeneratif.
2. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah
kesehatan (vulnerable group) atau risiko tinggi (high risk group), dengan
prioritas :
a. Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan
(Puskesm dan jaringannya) dan belum mempunyai kartu sehat.
b. Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan
mempunyai masalah kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan balita, kesehatan reproduksi, penyakit menular.
c. Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah kesehatan
prioritas serta belum memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan
3. Sasaran kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan terhadap
timbulnya masalah kesehatan baik yang terikat maupun tidak terikat dalam
suatu institusi.
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu institusi antara
lain Posyandu, Kelompok Balita, Kelompok ibu hamil, Kelompok Usia
Lanjut, Kelompok penderita penyakit tertentu, kelompok pekerja
informal.
b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu institusi, antara lain
sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia lanjut, rumah tahanan
(rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas).
4. Sasaran masyarakat
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan atau mempunyai risiko
tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan, diprioritaskan pada a. Masyarakat
di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan/Desa) yang mempunyai :
a. Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di bandingkan daerah lain
b. Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain
4
c. Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain
d. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular (malaria, diare, demam
berdarah, dll)
e. Masyarakat di lokasi/barak pengungsian, akibat bencana atau akibat
lainnya
2.1.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas

Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:


a. Proses kelompok (group process)

Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah


belajar dari pengalaman sebelumnya, selain faktor pendidikan/pengetahuan
individu, media masa, Televisi, penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan
dan sebagainya. Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar
masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan
sebelumnya sangat mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit
yang mereka lakukan. Jika masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat
individual tidak akan mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit
tertentu, maka mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah
kesehatan melalui proses kelompok.

b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)


Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis,
dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses transfer materi/teori
dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Akan
tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu,
kelompok atau masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan
kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun
WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya; sehingga
produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)

Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan


masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi
lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan
dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas melalui upaya
ini berbagai persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi
dengan lebih cepat.

2.1.5 Konsep Keperawatan Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia
pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun (Santrock, 2017), sedangkan
5
menurut (Yusuf, 2016) anak usia sekolah merupakan anak usia 6-12 tahun yang
sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual atau melaksanakan tugas-tugas
belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti:
membaca, menulis, dan menghitung).

Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan
demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan dengan
orangorang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana baru di
lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai masuk
dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan
merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah,
menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang diberikan
kepada mereka (Moehji, 2009).

Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa yaitu anak
usia sekolah (6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di antaranya adalah banyak
bermain di luar rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta beresiko
terpapar sumber penyakit dan perilaku hidup yang tidak sehat. Secara fisik dalam
kesehariannya anak akan sangat aktif bergerak, berlari, melompat, dan sebagainya.
Akibat dari tingginya aktivitas yang dilakukan anak, jika tidak diimbangi dengan
asupan zat gizi yang seimbang dapat menimbulkan beberapa masalah gizi yaitu di
antaranya adalah malnutrisi (kurang energi dan protein), anemia defisiensi besi,
kekurangan vitamin A dan kekurangan yodium (Supariasa & Hardiansyah, 2016).

2.1.6 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah


Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatal mulai
embrio (mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir),
serta masa pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29
hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3- 6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah (6-12
tahun) dan masa remaja (12-18 tahun).
3. Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah
Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organ
seksualnya masak. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar jenis
kelamin maupun antar budaya berbeda. Berdasarkan pembagian tahapan
perkembangan anak, ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah, 19 yaitu
pada usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10-12 tahun atau
masa kanak-kanak akhir. Setelah menjalani masa kanak- kanak akhir, anak akan
memasuki masa remaja. Pada usia sekolah, anak memiliki karakteristik yang
berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari
aspek fisik, mental-intelektual, dan sosial- emosial anak. Pertumbuhan fisik pada

6
anak usia sekolah tidak secepat pada masamasa sebelumnya. Anak akan tumbuh
antara 5-6 cm setiap tahunnya.

Pada masa ini, terdapat perbedaan antara anak perempuan dan anak laki- laki.
Namun, pada usia 10 tahun ke atas pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul
ketertinggalan mereka. Perbedaan lain yang akan terlihat pada aspek fisik antara
anak laki-laki dan perempuan adalah pada bentuk otot yang dimiliki. Anak laki-
laki lebih berotot dibandingkan anak perempuan yang memiliki otot lentur
(Gunarsa, 2016). Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode
pertumbuhan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi
perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun menjelang anak menjadi
matang secara seksual, pada masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Oleh karena
itu, masa ini sering disebut juga sebagai “periode tenang” sebelum pertumbuhan
yang cepat menjelang masa remaja, meskipun merupakanmasa 6 tenang, tetapi hal
ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi proses pertumbuhan fisik yang
berarti.

2.1.7 Perkembangan Anak Usia Sekolah


Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret, anak-
anak menguasai berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi logis
lainya. Misalnya, mereka dapat menyusun benda berdasarkan dimensi, seperti
tinggi dan berat. Mereka juga dapat membentuk penyajian mental mengenai
serangkain tindakan. Anakanak yang berumur lima tahun dapat mencari jalaqn
sendiri ke rumah temenya tetapi tidxak dapat menunjukkan kepada anda atau
menelusuri rute atau menelusuri dengan kertas dan pensil. Mereka dapat mencari
jalan karena mereka tahu harus membelok pada tempat- tempat tertentu, tetapi
mereka tidak mempunnyai gambaran rute secara keseluruhan. Sebaliknya anak-
anak berumur 8 tahun sanggup menggambarkan peta rute itu.

Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anak-


anak memakai istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya dengan
objek yang konkret. Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan kogniti, pada
tahapan operasional formal, yang dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-
anak sanggup berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik murni (Dharma &
Andryanto, 2010).

Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini. Anak
mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan sosial- persetujuan
bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jikan semua setuju.
Realismemoral anak moral anak juga menyatakan: saat membuat pertimbangan
moral, anak sekarang memberikan bobot pada pertimbangan “subjektif” seperti
maksuk seseorang, dan mereka memandang hukuman sebagai keputusan manusia,
bukan retribusi dari kekuatan yang lebih tinggi.
7
Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium
keempat dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak kecil
menumjukkan minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk menghadapi
situasi yang belum yang belum pernah mereka jumpai. Stadium ini ditandai oleh
model ideologis penalaran moral, yang menjawab masalah sosiol yang lebih luas
ketimbang hanya situasi personal dan interpersonal.

1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yang menuntut
kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis
dan menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat
imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia SD daya pikirnya
sudah berkembang kearah berfikir konkret dan rasional (dapat diterima akal).
Pieget menamakannya sebagai masa operasi konkrit. Pieget menamakannya
sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berfikirn khayal dan mulai
befikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata).
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengklasifikasiakn (mengkelompokkan), menyusun, atau mengasiosikan
(menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan
yang berkaitan dengan perhitungan (angka), seoerti menambah, mengurangi,
mengalikan, dan membagi. Di samping itu, pada masa ini anak sudah memiliki
kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sedarhana.

Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjdi


dasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir
atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar- dasar keilmuan,
seprti membaca, menulis dan berhitung. Di sampin itu, kepada anak diberikan
juga pengetahuan-pengetahuan tentang manusian, hewan lingkungan alam
sekitar dan sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih
anak untuk mengungkapkan pendapat,gagasan atau penilaiannya terhadap
berbagai hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi
dilingkunganya.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam
hal ini guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang
materi pelajaaran yang dibacanya atau yang dijelaskan guru, membuat
karangan, menyusun laporan (hasil study tour atau diskusi kelompok)

2. Perkembangan Bahasa

8
Bahasa adalah sarana komunikasi denagan dengan orang lain. Dalam
pewngertian ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran
dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak
menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, tuilsan. Denagan bahasa,
semua manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau
agama.

Usia sekoalah dasar ini merupakan msa perkembangan pesatnya


kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada
awal masa ini, anak suadah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir
(usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan
dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain,
anak suadah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis
(tentang perjalanan / petualagan, riwayat para pahlawan, dsb). Pada masa ini
tingkat berfikir anak suadah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu
dan sebab akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang dipergunakan pun yang
semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan :”dimana”,
“darimana”, “kemana”,”mengapa”, dan “bagaimana”.
Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan bahasa,
yaitu sebagai berikut:
a. Proses menjadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang
(organ-organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkata- kata.
b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang untuk
berbicara lalu mempelajari bahasaorang lain dengan jalan
mengimitasikan atau meniru ucapa/kata-kata yang didengarnya.
Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengaja
menambah pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur kalimat,
peribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali
pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan
mempergunakan sebagai alat untuk:

a. Berkomunikasi dengan orang lain,


b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya),
c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,
d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat),
e. Mengembangkan kepribadiannya, seprti menyatakan sikap dan
kenyakinan.
3. Perkembangan sosial
Maksud perkembengan sosial disni adalah pencapai kematangan dalam
hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama).
Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya
9
perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk
ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga
ruang gerak hubungan sosialnya telah tembah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-
sendri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau
sosiosentris (mau memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak dapat
berminat terhadapat kegiatankegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat
keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa
tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat
sekitarnya. Dalm proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial
ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas
kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti: membersihkan kelas
dan halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan pikiran (seperti:
merencanakan kegiatan camping, membuat rencana study tour).

4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa pengungkapan
emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai
belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan
mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan).
Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua daal mengendalikan emosinya
sangat berpengaruh.

Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap perkembangan usia sekolah


ini adalah 10 marah, takut, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan
kegembiraan (rasa senagng, nikmat, atau bahagia). Emosi merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk
pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah,
bersemangt atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk
mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan
penjelasan guru, membaca buku,aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan
disiplin dalam belajar.

5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar sah atau baik-
buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak
tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya.
Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal
yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai benar- salah
10
atau baik-buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya di kemudian
hari.

Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau
tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak
sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peratuaran. Di samping
itu , anak sudah dapat mengasosiakan satiap bentuk perilaku dengan konsep
benar-benar atau baikburuk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa
perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan
suatu yang salah atau buruk. Seadangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap
hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar/baik.
6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan
ciri-cirisebagai berikut:
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional
berdasarkan kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam
semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan
ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
d. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.
e. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional
berdasarkan kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam
semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
f. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan
ritual diterimanya sebagai keharusan moral.

Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai


agama sebagai kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas keagamaan anak
akan sangat dipengaruhi oleh proses pembetukan atau pendidikan yang
diterimanya. Berkaitan denag hal tersebut, pendidikan disekolah dasar
mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama
(pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilai-nilai) di sekolah dasar harus
menjadi perhatian semaua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD, bukan
hanya guru agama tetapi kepala sekolah dan guruguru yang lainnya. Apabila
semua pihak yang terlibat.

7. Perkembangan Motorik
Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka
perkembangan motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap

11
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini
ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah.

Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar
keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis,
menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenamg, main bola, dan
atletik.

Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu


kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun
keterampilan. Oleh karaena itu, perkembangan motorik sanagat menunjang
keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar kematangan
perkembangan motorik ini pada umumnya dicapainya, karaena itu mereka
sudah siap menerima pelajaran keterampilan (Yusuf, 2016).

Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas permulaan


sangat tepat diajarkan :

a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.


b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima,
menendang, dan memukul).
c. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari,berenang, dan sebagainya.
d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan,
ketertiban, dan kedisiplinan.
8. Perkembangan fisik

Perkembangan fiusik cenderung lebih stabil atau tenang sebelum


memasuki masa remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa yang tenang
ini diperlukan oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak
lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat serta belajar berbagai keterampilan.
Kenikan tinggi dan berat badan bervariasi antara anak satu dengan yang lain.
Peran kesehatan dan gizi sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak.
9. Perkembangan Bicara
Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok.
Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber
menyebabkan semakin banyak pembendaharaan kat yang dimiliki. Anak mulai
menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak
tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Hal ini mendorong anak
untuk meningkatkan pengertiannya.
10. Kegiatan Bermain

12
Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan
secara kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di kelompoknya
dan cenderung memilih bermain sendiri. Bermain yang sifatnya menjelajah,
ketempat-tempat yang belum pernah dikunjungi baik dikota maupun di desa
mengasikkan bagi anak. Permainan konstruktif yaitu membangun atau
membentuk sesuatu adalah bentuk permainan yang disukai anak serta mampu
mengembangkan kreativitas anak. Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan
kreatif lainnya. Sealain itu bentuk permainan kelompok yang disenangi
meruoakan permainan oleh raga seperti basket, sepak bola, 13 voley dan
sebagainya. Jenis permainan ini membantu perkembangan otok dan
perkembangan tubuh
11. Usia 10-12

Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi bacaan


semakin luas. Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang sifatnya
menggemparkan, misterius, dan kisah-kisah pertualangan. Anak perempuan
menyenagi cerita kehidupan seputar rumah tangga. Teman sebaya umumnya
dalah teman sekolah dan teman bermain di luar sekolah. Pengaruah teman
sebaya sangat besar bagi arah perkembangan anak baik yang bersifat positf
maupun negatif. Pengaruh positif terlihat pada pengembanagan konsep diri
dan pertumbuhan harga diri. Hanya ditengah-tengah teman sebaya anak bisa
merasakan dan menyadari bagaimana dan dimana kedudukan atau
posisidirinya. Keinginan untuk berada ditengah-tengah temannya membawa
anak untuk keluar rumah menemuinya sepulng sekolah. Anak merasakan
kesepian dirumah, tiada teman. Kegiatan denag teman sebaya ini meliputi
belajar bersama, melihat pertunjukan, bermain, masak-masakkan, dan
sebagainya. Mereka sering melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan
orang dewasa.

2.1.8 Perilaku Menyimpang


a. Pengertian Perilaku Menyimpang

Menurut Kartini Kartono (2011: 11) penyimpangan diartikan sebagai tingkah


laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata
dari rakyat kebanyakan/ populasi. Dalam bukunya yang lain, Kartini Kartono
menyebutkan juvenile delinquency ialah perilaku kenakalan anak-anak;
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Juvenile deliquency
menekankan sebab-sebab tingkah laku yang menyimpang/ delinkuen anak-anak
dari aspek psikologis atau sisi kejiwaannya.
Menurut James Vander Zanden (dalam Kamanto Sunarto, 2000;182)
penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap
13
sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Perilaku yang dimaksud yaitu
perilaku yang sebaiknya tidak dilakukan oleh anak usia sekolah. Anak yang
menunjukkan tindakan yang diluar batas toleransi dapat dikenai hukuman.
Pendapat lain dikemukakan M. Gold dan J. Petronio penyimpangan perilaku
dalam arti kenakalan anak (dalam Sarwono, 2011: 251) merupakan tindakan oleh
seseorang yang belum dewasa dengan sengaja melanggar hukum dan yang
diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh
petugas hukum maka anak tersebut bisa dikenai hukuman. Jadi seorang anak
melakukan tindakan menyimpang secara sembunyi-sembunyi. Terdapat
penyimpangan perilaku sederhana dan perilaku ekstrim. Penyimpangan perilaku
yang sederhana semisal: mengantuk, suka menyendiri, kadang terlambat datang.
Sedangkan penyimpangan ekstrim ialah semisal sering membolos, memeras
teman-temannya, ataupun tidak sopan kepada orang lain juga kepada gurunya
(Mustaqim dan Abdul Wahib, 1991:138).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semua


penyimpangan terkait dengan istilah-istilah perilaku negative seperti tindak pidana
dan kebrutalan. Akan tetapi, orang yang bertindak terlalu jauh dari patokan umum
lingkungan sekitar bisa juga disebut sebagai penyimpangan. Penyimpangan kini
tidak hanya orangtua, orang muda, bahkan anak-anak usia sekolah menengah dan
anak usia sekolah. Anggota masyarakat yang melakukan penyimpangan terhadap
norma.

Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila perilaku tersebut dapat


mangakibatkan kerugian terhadap diri-sendiri maupun terhadap oranglain.
Perilaku menyimpang cenderung mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap
norma-norma, aturan-aturan, nilai-nilai, dan bahkan hukum yang berlaku

b. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Anak Usia Sekolah


Taufiq Rohman D., dkk (2006: 101) menjelaskan terdapat bentuk- bentuk
perilaku menyimpang di kalangan anak sekolah. Adapun bentuk penyimpangannya
meliputi penyimpangan primer, penyimpangan sekunder, penyimpangan individu,
penyimpangan kelompok, penyimpangan situasional, serta penyimpangan
sistematik. Berikut penjelasan dari berbagai bentuk penyimpangan:

1. Penyimpangan Primer
Penyimpangan primer merupakan penyimpangan yang bersifat temporer atau
sementara. Penyimpangan ini hanya menguasai sebagian kecil kehidupan
seseorang. Seorang yang menunjukkan tindakan penyimpangan temporer ini
masih dapat ditolerir. Misalnya seorang siswa membolos atau mencontek
pekerjaan temannya. Ciri-ciri dari penyimpangan primer antara lain:

a) Bersifat sementara

14
b) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang
c) Kesalahannya masih dapat ditolerir

d) Penyimpangan Sekunder
2. Penyimpangan sekunder merupakan sebuah penyimpangan yang dilakukan
oleh seorang anak secara khas. Anak ini disebut melakukan penyimpangan
sekunder karena anak ini sudah terbiasa menunjukkan tindakan menyimpang
di sekolah. Ciri-ciri dari penyimpangan sekunder yaitu:
a) Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang

b) Lingkungan sekolah tidak dapat mentolerir perilaku menyimpang yang


dilakukan siswa

3. Penyimpangan Individu Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang


dilakukan secara perorangan. Penyimpangan ini ditunjukkan seorang anak
dengan melakukan perbuatan yang menyimpang dari aturan yang sudah
dibuat. Misalkan seorang siswa mencuri uang milik temannya.

4. Penyimpangan Kelompok Penyimpangan kelompok merupakan tindakan


menyimpang yang dilakukan secara berkelompok. Siswa yang berkelompok
dan melakukan tindakan menyimpang biasanya ingin dianggap jagoan di
sekolah, hanya saja sekelompok siswa ini menunjukkan dengan cara yang
salah. Biasanya penyimpangan kelompok ini dilakukan oleh siswa yang
membentuk sebuah gank. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya
sekelompok siswa yang membuat gank. Sekelompok siswa ini menunjukkan
perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan oleh anak usia sekolah. Sehingga
peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas siswa selama berada di sekolah.

5. Penyimpangan Situasional Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh


pengaruh bermacam- macam situasi yang sedang terjadi. Situasi yang
dimaksud yaitu situasi atau keadaan di luar kendali seorang siswa. Siswa
terpaksa melakukan tindakan menyimpang karena situasi yang memaksa
siswa tersebut melakukan tindakan menyimpang.

Peneliti menemukan siswa yang sesuai dengan kriteria penyimpangan


situasional. Seorang siswa yang bertindak melanggar aturan sekolah karena
keadaan yang memaksa siswa tersebut bertindak melawan aturan sekolah yang
sudah ditetapkan. Siswa yang melakukan tindak pemalakan terhadap
temannya. Siswa melakukan pemalakah karena siswa tidak mendapat uang
saku dari orang tuanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk tindakan
menyimpang yang ditunjukkan seorang siswa tidak hanya dilakukan secara
mandiri, akan tetapi dapat dilakukan secara berkelompok. Siswa menunjukkan

15
bentuk tindakan menyimpak dikarenakan banyak faktor. Salah satunya karena
situasi yang memaksa siswa untuk melakukan tindakan menyimpang.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang


Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan perilaku
menyimpang. Faktor penyebabnya dapat bersasal dari dalam diri seseorang itu
sendiri dan dapat pula berasal dari luar diri seseorang atau yang disebut berasal dari
lingkungan. Menurut Jensen (Sarlito W. Sarwono, 2011: 255) banyak sekali faktor
yang menyebabkan kenakalan remaja maupun kelainan perilaku remaja pada
umumnya. Faktor-faktor tersebut digolongkan sebagai berikut:
1. Rational chioce: teori ini mengutamakan faktor individu daripada faktor
lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah pilihan, interes, motivasi
atau kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya pada teori
ini,misalnya kenakalan remaja dianggap sebagai kurang iman sehingga anak
dikirim ke pesantren kilat atau dimasukkan ke sekolah agama. Sebagian orang
menganggap remaja yang nakal kurang disiplin sehingga diberi latihan
kemiliteran. Social disorganization: kaum positivis pada umumnya lebih
mengutamakan faktor budaya. Penyebab kenakalan remaja adalah
berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama
ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat. Orang tua yang
sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari berkurangnya
fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol.

2. Strain: intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya
kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih
jalan rellibion melakukan kejahatan melakukan kejahatan atau kenakalan
remaja.

3. Differential association: menirut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat


salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang
nakal juga. Paham ini banyak dianut orang tua di Indonesia, yang sering kali
melarang anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-teman yang pandai
dan rajin belajar.
4. Labelling: ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu dianggap
atau dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak orangtua (khususnya ibu-
ibu) yang ingin berbasa-basi dengan tamunya, sehingga ketika anaknya
muncul di ruang tamu, ia mengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak
sulung saya. Badannya saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main”. Kalau
terlalu sering anak diberi label seperti itu, maka ia akan jadi betul- betul
nakal.

16
Male phenomenom: teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada
perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki atau karena
budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal. Willis (2012:
93) mengatakan adanya perilaku menyimpang terjadi karena faktor dari dalam diri
sendiri, dimana faktor-faktor tersebut yaitu:
1. Predisposing factor Merupakan faktor bawaan sejak lahir yang yang
bersumber dari kelainan otak. Hal ini dapat terjadi akibat luka di kepala
ketika bayi ditarik dari perut sang ibu.

2. Lemahnya pertahanan diri Merupakan faktor kontrol dan pertahanan diri


terhadap pengaruh- pengaruh negatif. Anak yang kurang memiliki
pertahanan diri akan mudah terpengaruh ajakan temannya yang kurang baik.
3. Kurangnya kemampuan penyesuaian diri Keadaan ini amat sangat terasa
dalam pergaulan anak. Anak yang mengalami hal demikian disebut dengan
anak kuper atau kurang pergaulan. Inti persoalannya adalah
ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial.
4. Kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri anak Masalah agama belum
diupayakan secara sungguh- sungguh dari orang tua dan guru. Padahal
agama merupakan benteng diri remaja dari segala godaan dan cobaan.

d. Strategi Penanganan Perilaku Menyimpang


Berger (TaufiqRohman D., dkk 2006:109) menyatakan pengendalian sosial
adalah cara yang digunakan untuk menertibkan anggota masyarakat yang
membangkang. Sedangkan menurut Roucek, pengendalian sosial adalah proses
terencana maupun tidak tempat individu diajarkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk
menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok. Untuk
menanggulangi kenakalan pada anak memang tidak mudah. Kenakalan pda anak
memang sangat kompleks dan banyak sekali ragam dan penyebabnya. Menurut
Willis (2012: 127) terdapat 3 upaya dalam penanggulangan kenakalan, yaitu:

1. Upaya Preventif Upaya ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara


sistematis, berencana dan terarah. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar
kenakalan itu tidak timbul.
2. Upaya Kuratif Upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan anak
ialah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya
kenakalan tersebut tidak meluas dan merugikan masyarakat. Apabila
seorang anak melakukan tindak kejahatan, maka kemungkinan tindakan
negara yaitu sebagai berikut:

a) Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya.


b) Anak itu dijadikan anak negara.

17
c) Dijatuhi hukuman seperti biasa, hanya dikurangi dengan sepertiganya.
3. Upaya Pembinaan Mengenai upaya pembinaan yang dimaksud ialah:

a) Pembinaan terhadap anak yang tidak melakukan kenakalan,


dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini
telah diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan
sampai terjadi kenakalan remaja.

b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku


kenakalan atau yang telah menjalani suatu hukuman karena
kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak
mengulangi lagi kenakalannya. Pembinaan dapat diarahkan dalam
beberapa aspek, yaitu:
1) Pembinaan mental dan kepribadian beragama.

2) Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancsila, agar menjadi


warga negara yang baik.

3) Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang


stabil dan sehat.

4) Pembinaan ilmu pengetahuan.


5) Pembinaan keterampilan khusus.

6) Pengembangan bakat-bakat khusus.


2.1.9 Masalah Anak Usia Sekolah
Masalah–masalah yang sering terjadi pada anak usia ini meliputi bahaya fisik
dan psikologi antara lain:
a. Bahaya fisik

1. Penyakit Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang
sering ditemui adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri
anak.
2. Kegemukan Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada
kelenjar tapi akibat banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak
kesulitan mengikuti kegiatan bermain, sehingga kehilangan kesempatan
untuk mencapai ketrampilan yang penting untuk keberhasilan sosial.
3. Kecelakaan Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang
menghasilkan ketrampilan tertentu.
4. Kecanggungan Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya
dengan teman sebaya bila mun

18
5. cul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri.
6. Kesederhanaan Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa
apapun. Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang
kurang menarik, sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang dapat
mempengaruhi perkembangan konsep diri pada anak.
b. Bahaya Psikologi

1. Bahaya dalam berbicara Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan
kesalahan bahasa, cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan
membuat anak menjadi sadar diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu
saja.

2. Bahaya emosi Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang


kurang menyenangkan seperti marah yang meledak-ledak, cemburu
sehingga kurang disenangi orang lain.
3. Bahaya Bermain Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa
kekurangan kesempatan untuk mempelajari permainan dan olahraga yang
penting untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang dilarang berkhayal
karena membuang waktu atau dilarang melakukan kegiatan kreatif dan
bermain akan mengembangkan kebiasaan penurut yang kaku.

4. Bahaya Konsep Diri Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya
merasa tidak puas pada diri sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak
cenderung berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam memperlakukan
orang lain.
5. Bahaya Moral Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan perkembangan
sikap moral dan perilaku anak-anak:
a) Perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau
berdasarkan konsep-konsep media masa tentang benar dan salah yang
tidak sesuai dengan kode orang dewasa.

b) Tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas dalam


terhadap perilaku.

c) Disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang
sebaiknya dilakukan.

d) Hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak.


e) Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu
memuaskan sehingga perilaku menjadi kebiasaan.
f) Tidak sabar terhadap perbuatan orang lain yang salah.

19
2.1.10 Konsep Anak Usia Sekolah
Pada anak usia sekolah, umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai
masuk sekolah, dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai
berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana
baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai
masuk dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak
akan merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah,
menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang diberikan
kepada mereka (Moehji, 2009)
. Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur,
jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya
teratur, bersih, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ciri-ciri anak
sehat adalah tumbuh dengan baik, yang dapat dilihat dari naiknya berat badan dan
tinggi badan secara teratur dan proporsional; Tingkat perkembangannya sesuai
dengan tingkat umurnya; tampak aktif/gesit dan gembira; Mata bersih dan bersinar;
Nafsu makan baik; Bibir dan lidah tampak segar; Pernapasan tidak berbau; Kulit dan
rambut tampak bersih dan tidak kering; dan Mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.

Menurut (Andriyani, 2012) karakteristik anak usia sekolah 9-11 tahun dijabarkan
sebagai berikut:
a. Karakteristik fisik/jasmani: anak memiliki pertumbuhan yang lambat namun
teratur, BB dan TB anak perempuan lebih besar dibandingkan anak laki-laki
pada usia yang sama, terjadi pertumbuhan tulang yang cepat, pertumbuhan gizi
permanen, nafsu makan mengalami peningkatan, dan timbul haid pada anak
akhir masa usia sekolah ini.

b. Karakteristik emosi: pada masa ini anak mulai memiliki rasa ingin tahu yang
kuat, suka menambah pertemanan, dan kurang kepedulian terhadap lawan jenis

c. Karakteristik sosial: anak mulai suka bermain dan mempererat hubungan


pertemanan dengan teman sebayanya.
d. Karakteristik intelektual: anak mulai berani menyuarakan pendapatnya,
memiliki minat besar terhadap belajar, mulai terlihat memiliki keterampilan,
rasa ingin tahu yang kuat, dan memiliki perhatian terhadap sesuatu yang
singkat.

2.1.11 Program Pemerintah Untuk Anak Usia Sekolah


Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah, namun
masalah yang biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum. Masalah kesehatan
umum yang terjadi pada anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan

20
perorangan dan 23 lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebersihan
diri, serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun (Permata, 2010).

Upaya pemerintah dalam meng- atasi masalah tentang kebersihan yaitu


dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/
X/2004 tentang Visi Promosi Kesehatan RI adalah “Perilaku Hidup Bersih Sehat
2010” atau “PHBS 2010”. PHBS terdiri dari beberapa indikator khususnya PHBS
tatanan sekolah yaitu mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai
sabun, mengonsumsi jajanan di warung/ kantin sekolah, menggunakan jamban
yang bersih & sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik
nyamuk, tidak merokok, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap
bulan, dan membuang sampah pada tempatnya (Depkes, 2005). Salah satu wadah
untuk mengembangkan promosi PHBS anak usia sekolah adalah layanan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan UKS di tinjau dari segi sarana dan prasarana,
pengetahuan, sikap peserta didik di bidang kesehatan, warung sekolah, makanan
sehari- hari/gizi.
Departemen Kesehatan (2008) menjelaskan tujuan umum dari UKS adalah
meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik
maupun warga belajar, dan menciptakan lingkungan sehat, sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam
rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

Keberhasilan pelaksanaan program kerja UKS tergantung dari keberhasilan


masing-masing program kerja UKS. Menurut Mubarak dan Chayatin (2009),
program kerja UKS meliputi tiga unsur yaitu pendidikan kesehatan di sekolah,
pelayanan kesehatan di sekolah dan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat
yang terwujud dalam Trias UKS. Terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung
terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut diharapkan dapat
berdampak terhadap meningkatnya presatasi belajar yang akan dicapai oleh siswa
2.1.12 Tinjauan Asuhan Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat, metode yang


digunakan adalah proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah di dalam
bidang keperawatan, melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a. Pengkajian Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat
dalam mengkaji masalah kesehatan baik di tingkat individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat adalah:

Pengumpulan Data Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah


kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat
melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi dengan menggunakan
instrumen pengumpulan data dalam menghimpun informasi. Pengkajian yang

21
diperlukan adalah inti komunitas beserta faktor lingkungannya. Elemen
pengkajian komunitas menurut Anderson dan MC. Forlane (1958) terdiri dari
inti komunitas, yaitu meliputi demografi; populasi; nilai-nilai keyakinan dan
riwayat individu termasuk riwayat kesehatan. Faktor lingkungan adalah
lingkungan fisik; pendidikan; keamanan dan transportasi; politik dan
pemerintahan; pelayanan kesehatandan sosial; komunikasi; ekonomi dan
rekreasi. Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang sesuai dan
efektif dalam langkah-langkah selanjutnya.

b. Analisa Data
Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah diperoleh dan disusun
dalam suatu format yang sistematis.Dalam menganalisa data memerlukan
pemikiran yang kritis. Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar
faktor stressor yang mengancam dan seberapa berat reaksi yang timbul di
komunitas. Selanjutnya dirumuskan maslah atau diagnosa keperawatan. Menurut
Mueke (1987) masalah tersebut terdiri dari:
1. Masalah sehat sakit

2. Karakteristik populasi
3. Karakteristik lingkungan

c. Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan Kegiatan ini


dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan urutan prioritasnya. Diagnosa
keperawatan yang dirumuskan dapat aktual, ancaman resiko atau wellness. Dasar
penentuan masalah keperawatan kesehatan masyarakat antara lain:
1. Masalah yang ditetapkan dari data umum

2. Masalah yang dianalisa dari hasil kessenjangan pelayanan kesehatan


3. Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk enentukan tindakan yang lebih
dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam kehidupan
masyarakat secara keseluruhan dengan mempertimbangkan:

4. Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat


5. Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat

6. Kemampuan dan sumber daya masyarakat


7. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta Masyarakat

Kriteria skala prioritas:


1. Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi
masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya untuk
segera ditanggulangi.

22
2. Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada suatu kurun
waktu tertentu

3. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat


menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat

4. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan mempertimbangkan


berbagai alternatif dalam cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut
biaya, sumber daya, srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul
(Effendi Nasrul, 1995).

d. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

1. Menetapkan tujuan dan sasaran pelayanan


2. Menetapkan rencana kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan
3. Menetapkan kriteria keberhasilan dari rencana tindakan yang akan
dilakukan.
e. Pelaksanaan

Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi
masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat
adalah:

1. Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral denganinstansi


terkait

2. Mengikutsertakan partisipasi aktif individu, keluarga, kelompok dan


masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya

3. Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat


4. Level pencegahan dalam pelaksanaan praktik keperawatankomunitas terdiri
atas:
a) Pencegahan Primer Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak
fungsinyadan diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya
dan perlindungan khusus terhadap penyakit.

b) Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder menekankan diagnosa diri


dan intervensi yang tepat untuk menghambat proses patologis, sehingga
memprependek waktu sakit dan tingkat keparahan.

23
c) Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dimulai pad saat cacat atau terjadi
ketidakmampuan sambil stabil atau menetap atau tidak dapat diperbaiki
sama sekali. Rehabilitasi sebagai pencegahan primer lebih dari upaya
menghambat proses penyakit sendiri, yaitu mengembalikan individu
kepada tingkat berfungsi yang optimal dari ketidakmampuannya.
f. Penilaian/Evaluasi Evaluasi dilakukan atas respon komunitas terhadap program
kesehatan. Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah masukan (input), pelaksanaan
(proses) dan hasil akhir (output). Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan
tujuan yang akan dicapai, sesuai dengan perencanaan yang telah disusun semula.
Ada 4 dimensi yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian,
yaitu:
1. Daya guna

2. Hasil guna
3. Kelayakan

4. Kecukupan Fokus evaluasi adalah:


a) Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada denganpelaksanaan

b) Perkembangan atau kemajuan proses


c) Efisiensi biaya

d) Efektifitas Kerja

24
BAB III
TINJAUN KASUS

3.1 Pengkajian

SMP Nasional Malang merupakan salah satu sekolah swasta yang berada di kota
malang, tepatnya di wilayah kecamatan sukun. SMP Nasional Malang memiliki siswa
yang berjumlah 330 siswa mulai siswa kelas 7 sampai dengan kelas 9 dengan jumlah
15 kelas, kemudian memiliki guru pengajar sejumlah 35 orang. Siswa SMP Nasional
Malang mayoritas beragama islam dan bersuku Jawa. SMP Nasional Malang terdiri
dari 2 lantai, pada tiap lantai ada 2 buah kamar mandi yang dipisahkan antara laki-laki
dan perempuan. Kegiatan mengajar selama pandemi saat ini dilakukan secara daring
(online), dengan jadwal yang telah disesuaikan pada masing-masing kelas. Adapun
jadwal pada kegiatan akademik dilakukan pada hari senin – jumat, sedangkan non-
akademik seperti kegiatan ekstra kulikuler dijadwalkan pada hari sabtu dan minggu.

A. Data Inti Komunitas


Demografi

Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SMP Nasional Malang

NPSN : 20533753
Alamat : Jl. S. Supriyadi 50 Malang, Bandungrejosari
Kecamatan : Sukun

Status : Swasta
Bentuk Pendidikan : SMP

Status Kepemilikan : Yayasan


SK Pendirian Sekolah : 32130/104.7.4/1988
Tanggal SK Pendirian : 1988 – 11 – 03
SK Izin Operasional : 422/423/35.73.307/2015

Tanggal SK Izin : 2011- 12 – 13


B. Sejarah Sekolah

Cikal bakal SMP Nasional Malang yaitu awal mula setelah didirikannya SMA
Nasional Malang yang sebelunnya bernama SMU Nasional. Sekolah ini didirikan
pada tahun 1983 oleh Yayasan Pendidikan Umum dan Teknologi Nasional. Saat itu,
SMU Nasional berlokasi di dalam kampus Institut Teknologi Nasional (ITN) Jalan

22
Bendungan Sigura-gura Barat, Kelurahan Sumbersari, Kecataman Lowokwaru. Saat
ini, SMP Nasional Malang di bawah naungan yayasan yang sama dengan SMA
Nasional, SMK Nasional, dan ITN.
C. Struktur Organisasi
Kepala Sekolah : Kukuh Widartono, S.Pd
Waka Kurikulum : Ismiatul Fadhilah, S.P.d.
Waka Kesiswaan : Eka Listianingsih, S.Pd.
Waka Humas : Dwi Agustin, S.Pd.
Waka Sarpras : Evien Hikmawati, S.Pd.
Kepala TU : Trinani Herutami
Bendahara : Susi Herwati

D. Data Siswa Kelas VII


Jumlah siswa kelas VII: 180 siswa

25 Laki-Laki Perempuan

20

15

10

Kelas 7A Kelas 7B Kelas 7C Kelas 7D Kelas 7E Kelas 7F

E. Data Persentase Siswa Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua


PNS; 3; 10%

Pegawai
swasta; 10;
33%
Swasta; 13;
44%

Guru; 4; 13%

PNS Swasta Guru Pegawai swasta

23
Gambar 3.2. Diagram prosentase pekerjaan orang tua dari 30 siswa kelas VII

Berdasarkan diagram diatas, prosentase pekerjaan dari 30 orang tua siswa kelas VII
mayoritas sebagai swasta.

F. Data Persentase Berdasarkan Pendidikan Orang Tua


SMP; 2; 6%
Sarjana/Diploma
; 8; 27%

SMA; 20; 67%

SMP SMA Sarjana/Diploma

Gambar 3.3. Diagram prosentase pendidikan orang tua dari 30 orang tua siswa kelas
VII

Berdasarkan diagram diatas, prosentase pendidikan orang tua dari 30 orang tua
siswa kelas VII mayoritas berpendidikan SMA.

G. Data Persentase Konsumsi Sayur Siswa

Selalu; 10; 33%


Jarang; 20; 67%

Selalu Jarang Tidak Pernah

Gambar 3.4. Diagram prosentase konsumsi dari 30 siswa kelas VII

24
Berdasarkan diagram diatas, prosentase konsumsi sayur dari 30 siswa kelas VII
didapatkan hasil ada 20 siswa yang jarang mengkonsumsi sayur dari sejumlah 30
siswa.

H. Data Persentase Kebiasaan Mencuci Tangan di Rumah

Selalu; 2;
7%

Jarang; 28;
93%

Selalu Jarang Tidak Pernah

Gambar 3.5. Diagram prosentase kebiasaan mencuci tangan di rumah dari 30 siswa
kelas VII

Berdasarkan diagram diatas, prosentase kebiasaan mencuci tangan saat di rumah


menunjukkan mayoritas siswa masih jarang melakukan cuci tangan.

I. Data Persentase Kebiasaan Memakai Masker di Lingkungan Rumah


Selalu; 3; 10%

Tidak Pernah;
7; 23%

Jarang; 20; 67%

Selalu Jarang Tidak Pernah

25
Gambar 3.6. Diagram prosentase kebiasaan memakai masker di lingkungan rumah
dari 30 siswa kelas VII
Berdasarkan diagram diatas, prosentase kebiasaan memakai masker di lingkungan
rumah menunjukkan mayoritas siswa masih jarang memakai masker, adapun sebanyak 7
siswa yang tidak pernah memakai masker di lingkungan rumah.

J. Data Persentase Kebiasaan Bermain di Lingkungan Rumah

Tidak
Pernah; 6;
20%

Selalu; 10; 33%


Jarang ; 14; 47%

Selalu Jarang Tidak Pernah

Gambar 3.7. Diagram prosentase kebiasaan bermain di lingkungan rumah dari 30


siswa kelas VII

Berdasarkan diagram diatas, prosentase kebiasaan bermain di lingkungan rumah


menunjukkan hasil sebanyak 14 siswa jarang bermain dilingkungan rumah dan 10 siswa
diantaranya masih sering bermain dilingkungan rumah.

3.3. Data Subsistem Komunitas

A. Pendidikan
Kurikulum yang diterapkan pada masa pandemi saat ini tetap mengacu pada
kurikulum 2013. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
melakukan penyederhanaan kurikulum selama masa pandemi Covid-19.
Kemendikbud telah mengurangi secara dramatis Kompetensi Dasar (KD) untuk
setiap mata pelajaran. Kurikulum darurat ini bukan kurikulum baru, melainkan hasil
saringan dari Kurikulum 2013.
26
Selain berfokus pada bidang akademik sebagai kompetensi dasar bagi siswa, SMP
Nasional Malang juga memberikan edukasi tatalaksana perilaku sehat bagi siswa
dirumah selama pandemi. Ekstrakulikuler yang biasa dilakukan setiap hari jumat –
minggu, dengan penyesuaian baru ini pun para siswa dapat melakukan kegiatan
secara online, dengan membuat video simulasi secara mandiri atau kelompok.
B. Lingkungan Fisik Data Sanitasi Sekolah

No. Nama Variabel Uraian

1 Sumber air PDAM

2 Kecukupan air bersih Cukup

3 Tipe jamban Leher angsa (Toilet jongkok)

4 Jumlah tempat cuci tangan 15


(westafel)

5 Jumlah kamar mandi 10

6 Pembuangan sampah sekolah Terbagi menjadi 2 tipe tempat


sampah; kering dan basah

7 Pemilahan sampah Pemilahan dilakukan berdasarkan tipe


sampah yang dapat didaur ulang,
seperti: botol plastik, kardus dsb.

C. Komunikasi

Bahasa yang digunakan pada saat pembelajaran ialah menggunakan Bahasa


Indonesia. Terdapat waktu khusus untuk berkomunikasi menggunakan Bahasa
inggris. Alat komunikasi antara guru, siswa dan orang tua selama pandemi
menggunakan media sosial whatsapp grup. Informasi terkait perencanaan
pembelajaran yang akan ditempuh oleh siswa disampaikan oleh guru pada orang tua
melalui whatsapp grup tersendiri. Adapun selama pembelajaran guru menggunakan
aplikasi zoom meeting atau googlemeet yang digunakan sebagai media kelas online.
D. Kesehatan

SMP Nasional Malang terdapat fasilitas UKS untuk menunjang kesehatan siswa
disekolah. Kegiatan yang dilakukan oleh staf UKS selama pandemi ialah
memberikan kelas edukasi online bagi siswa. Diantaranya yakni pelaksanaan
perilaku hidup bersih dan sehat saat dirumah. Tidak hanya diikuti oleh siswa, para
orang tua pun juga diajak untuk mengikuti kegiatan tersebut.

3.4. FGD (Focus Group Discussion)


Tempat : Google Meet

27
Hari, Tangal : Kamis, 17 Juni 2021
Waktu : 09.00 - selesai

Peserta : Guru, siswa dan orang tua kelas VII


Pertanyaan yang diajukan beserta jawabannya:

1. Apakah siswa saat dirumah sering mengkonsumsi sayur?


Jawaban:

Mayoritas jawaban orang tua ialah sudah mulai menyediakan masakan sayuran,
namun anak-anak masih belum begitu suka, mereka lebih menyukai masakan yang
digoreng yakni ayam, telur, daging atau masakan tumis. Adapun beberapa orang tua
yang mengatakan anak mereka sudah mulai mau untuk mengkonsumsi sayur.

2. Apakah siswa saat dirumah sering mengikuti kegiatan di lingkungan rumah


bersama orang tuanya? (seperti: kenduri, yasinan rutin, dsb)
Jawaban:
Beberapa orang tua mengatakan bahwa masih mengikuti kegiatan dilingkungan
rumahnya, seperti istigotsah rutin dan kenduri. Adapun orang tua mengajak
anaknya dan adapula yang menyuruh untuk mewakilkan ke kegiatan tersebut.

3. Jika iya, apakah saat berkegiatan sudah menerapkan protokol kesehatan, seperti
memakai masker dan cuci tangan?

Jawaban:
Mayoritas jawaban orang tua mengatakan masih jarang memakai masker saat
melakukan kegiatan dilingkungan rumahnya, karena warga disekitar pun juga
jarang memakai. Untuk cuci tangan sepulang kegiatan biasanya dilakukan.
4. Apakah siswa saat dirumah sering bermain di luar rumah atau lingkunga tempat
tinggal
Jawaban:
Mayoritas siswa mengatakan suka bermain dan sering bertemu dengan
temantemannya dilingkungan rumahnya.

5. Jika, iya apakah saat bermain sudah menerapkan protokol kesehatan, seperti
memakai masker dan cuci tangan?

Jawaban:
Mayoritas siswa mengatakan jarang memakai masker, dan jarang melakukan cuci
tangan.

28
Analisa Data

No. Data Fokus Etiologi Masalah

1 DS: Kurangnya terpapar Perilaku


informasi Kesehatan
- Orang tua mengatakan sudah
cenderung
mulai menyediakan masakan
berisiko
sayuran, namun anak-anak masih
belum begitu suka, mereka lebih
menyukai masakan yang digoreng
yakni ayam, telur, daging atau
masakan tumis.

DO:
- Didapatkan hasil prosentase dari
hasil survei 20 dari 30 siswa jarang
mengkonsumsi

sayur

2 Ketidakmampuan Pemeliharaan
mengatasi masalah kesehatan tidak
DS:
efekif
- Orang tua mengatakan bahwa masih
mengikuti kegiatan dilingkungan
rumahnya, seperti istigotsah rutin
dan kenduri. Adapun orang tua
mengajak anaknya dan adapula
yang menyuruh untuk mewakilkan

29
ke kegiatan tersebut.
- Orang tua mengatakan masih jarang
memakai masker saat melakukan
kegiatan dilingkungan rumahnya
karena warga disekitar pun juga
jarang memakai.

- Mayoritas siswa mengatakan suka


bermain dan sering bertemu dengan
teman-temannya dilingkungan
rumahnya.
- Mayoritas siswa mengatakan jarang
memakai masker, dan jarang
melakukan cuci tangan.

DO:
- Didapatkan dari hasil survei
kebiasaan memakai masker siswa
dirumah 20

dari 30 siswa jarang memakai


masker
- Didapatkan dari hasil survei
kebiasaan mencuci tangan siswa
dirumah 28 dari 30 siswa jarang
mencuci tangan
- Didapatkan dari hasil survei
kebiasaan bermain siswa
dilingkungan rumah 10 dari 30
siswa sering bermain diluar rumah

3.2 . Diagnosa Keperawatan

1. Perilaku kesehatan cenderung berisiko b.d kurangnya terpapar informasi d.d


menunjukkan penolakan terhadap perubahan status kesehatan (D.0099)

2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d ketidakmampuan mengatasi masalah d.d


kurang menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat, kurang menunjukkan minat
untuk meningkatkan perilaku sehat (D.0117)
30
Penyusunan Skala Prioritas

Perhatian Poin prevalensi Tingkat bahaya Kemungkinan


masyarakat untuk dikelola

1. Ringan 1. Ringan 1. Ringan 1. Ringan


Nilai
Diagnosa Keperawatan
2. Sedang 2. Sedang 2. Sedang 2. Sedang total

3. Berat 3. Berat 3. Berat 3. Berat


4. Sangat berat 4. Sangat berat 4. Sangat berat 4. Sangat berat

Pemeliharaan kesehatan 3 2 3 3 54
tidak efektif

Perilaku kesehatan 3 3 2 2 37
cenderung berisiko

Prioritas Masalah

1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d ketidakmampuan mengatasi masalah d.d kurang menunjukkan pemahaman tentang perilaku
sehat, kurang menunjukkan minat untuk meningkatkan perilaku sehat (D.0117)

31
3.3. Intervensi Keperawatan Komunitas

Diagnosa
Tujuan Rencana Tindakan Sasaran Metode Waktu Tempat
Keperawatan

Pemeliharaan Pemeliharaan Edukasi Kesehatan (I.12383) Siswa/i dan - Komunikasi dan Minggu, 20 Google
kesehatan tidak kesehatan orang tua SMP informasi Juni 2021 / meeting
Observasi :
efektif b.d Nasional Pukul 10.30 –
(L.12106) - Ceramah dan
ketidakmampuan 1. Identifikasi kesiapan dan Malang 11.00
mengatasi masalah kemampuaan menerima diskusi
- Menunjukkan -
d.d kurang informasi - Edukasi dan
menunjukkan pemahaman
2. Identifikasi faktor-faktor yang demonstrasi
pemahaman perilaku sehat
dapat meningkatkan dan - Monitoring
tentang perilaku
meningkat menurunkan motivasi perilaku
sehat, kurang
- Menunjukkan hidup bersih dan sehat
menunjukkan
32
minat untuk minat Terapeutik :
meningkatkan menigkatkan 3. Sediakan materi dan media
perilaku sehat
perilaku sehat pendidikan kesehatan
(D.0117)
meningkat 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
5. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi :

6. Jelaskan faktor resiko yang dapat


mempengaruhi kesehatan

7. Ajarkan perilaku hidup bersih

3.4. Implementasi dan Evaluasi

Nama Sasaran, Tempat


No Implementasi Evaluasi Analisa
Kegiatan & waktu

33
1 Pendidikan Sasaran: - Memberikan a. Evaluasi struktur: a. Faktor Pendukung
kesehatan pendidikan
- Siswa/i dan - Kegiatan dilakukan secara daring - Partisipasi dari siswa/i dan
kesehatan
orang tua SMP (online) dimulai tepat pukul 10.30 orang tua sangat baik ketika
kepada siswa/i
Nasional WIB saat berlangsung kegiatan
dan orang tua
Malang
SMP - Peserta antusias dalam mendengarkan - Selama kegiatan
materi dan aktif bertanya baik secara berlangsung, media yang
Nasional Malang
langsung maupun melalui grup chat digunakan dapat berproses
Tempat: kelas VII tentang
sesuai dengan harapan
tatalaksana - Proses kegiatan berlangsung dengan
- Google meeting
penerapan lancar dan jawaban yang diberikan
protokol oleh mahasiswa dapat diterima oleh
b. Faktor Penghambat Kegiatan
kesehatan selama peserta dengan cukup baik
Waktu pelaksanaan: dilakukan secara online,
di lingkungan
sehingga beberapa kali
- Minggu, 20 tempat tinggal
sempat delay karena
Juni 2021 / b. Evaluasi Proses
gangguan koneksi pada
Pukul 10.30 –
- Kegiatan penyuluhan dimulai sesuai masing-masing perangkat.
11.00
rencana yaitu jam 10.30 Namun, hal tersebut dapat
diatasi dengan baik oleh
WIB
pelaksana
- Jumlah peserta yang hadir saat
penyuluhan adalah 180 partisipan dari
seluruh jumlah siswa kelas VII c. Rencana Tindak lanjut /

- Proses diskusi berjalan lancar, dan Rekomendasi


jawaban dari Mahasiswa yang
Penyuluhan yang telah
diberikan dapat diterima
diberikan dapat bermanfaat

34
- Seluruh peserta mengamati ketika bagi peserta penyuluhan yang
dilakukan penyuluhan/ memberikan hadir, juga dapat disampaikan
materi oleh mahasiswa ke tetangga maupun kerabat
terdekat.

c. Evaluasi Hasil
- Semua peserta mengikuti penyuluhan
dari awal hingga akhir.
- Semua peserta telah melakukan
dengan baik praktik secara online cara
mencuci tangan dengan benar

- Saat dilakukan evaluasi sebagian


peserta penyuluhan mampu
menjawab dengan baik meski ada
beberapa yang perlu bantuan agar
mengingat kembali

35
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan sistem
sosial tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga, kelompok/agregat dan
masyarakat. Salah satu agregat di komunitas adalah kelompok anak usia sekolah yang
tergolong kelompok berisiko (at risk) terhadap timbulnya masalah kesehatan yang terkait
perilaku tidak sehat. Yang menjadi sasaran pengkajian adalah anak usia sekolah SD
dengan umur 6 – 12 tahun berjumlah 123 siswa.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada agregat anak usia sekolah
menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien (anak usia sekolah)
digambarkan sebagai inti (core) mencakup sejarah, demografi, suku bangsa, nilai dan
keyakinan dengan 8 (delapan) subsistem yang saling mempengaruhi meliputi lingkungan
fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan
pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi.

4.2 Saran
1. Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelesaikan masalah
kesehatan pada komunitas anak usia sekolah.
2. Dibutuhkan peran serta orang tua, guru, dan anggota masyarakat untuk mendukung
keberhasilan intervensi asuhan keperawatan pada komunitas anak usia sekolah.

36
DAFTAR PUSTAKA
Abdul .Wahib Dan Mustaqim. (1991). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Aulina, Choirun Nisak. (2018). “Peningkatan Kesehatan Anak Usia Dini dengan Penerapan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di TK Kecamatan Candi Sidoarjo.”
AKSIOLOGIYA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 3 (1): 50.
https://doi.org/10.30651/aks.v3i1.1480.

Dharma, A., & Andryanto, M. (2010). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.


Gunarsa, D. S. (2016). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Kartono & Kartini. (2011). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Moehji, S. (2009). Nutritional Science. Jakarta: Publisher of Sinar Sinarti Papas.


Santrock, J. W. (2017). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka
Cipta. PT. BPK Gunung Mulia.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Tim Pokja SDKI
DPD PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta: Tim Pokja SIKI
DPD PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta: Tim PokjaSLKI DPD
PPNI
Sunarto & Kamanto. (2000), Pengantar Sosiologi, Edisi Revisi, Jakarta. Sarwono. 2011.
Psikologi Remaja.Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Supariasa, & Hardiansyah. (2016). Nutrition Theory & Application. Jakarta: Book EGC
Medicine.
Tabi’in, A. (2020). “Pola Asuh Demokratis sebagai Upaya Menumbuhkan Kemandirian
Anak di Panti Asuhan Dewi Aminah,” 14.
Taryatman. (2016). “Budaya Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan
Ke-SD-an, Vol. 3. No. 1. September.
Wilis, S.S. (2012). Remaja Dan Masalahnya mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja,
Narkoba, Free Sex, dan Pemecahannya. Bandung: Afabeta.
Yusuf, S. (2016). Psychology of Child and Adolescent Development. Bandung: PT. Teen
Rosdakarya.

37
38

Anda mungkin juga menyukai