Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH SOSIAL BUDAYA TERHADAP KEJADIAN STUNTING

PADA BALITA DI PUSKESMAS MALUA KABUPATEN ENREKANG

SRI SUSANTI
218240049

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan Memanjatkan puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, Sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal ini dengan judul “Pengaruh Sosial Budaya Terhadap

Kejadian Stanting Pada Balita Di Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang”.

Penulis juga meyakini dalam proses penyelesaian ini tidak terlepas dari

bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Berbagai macam hambatan juga

kedala yang penulis hadapi, namun berkat partisipasi yang penulis dapatkan berupa

dorongan, bantuan, dukungan dan bimbingan hal ini dapat diatasi. Oleh karena itu

pada kesempata ini penulis ini menyampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih kepada semua pihak atas segala bantuannya yang telah diberikan selama ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut, penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Haniarti, S.Si,Apt, M.kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Parepare sekaligus pembimbing 1 yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan demi

penyelesaian tulisan ini.

2. Amir Patintingan,S.Pd, M.Pd selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu demi memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

3. ...........Selaku Dosen penanggap.

4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Kesehatan, atas bantuannya selama

penulis terdaftar sebagai mahasiswa, untuk ilmu yag sangat bermanfaat

dan mejadi bekal pengetahua penulis.

ii
5. Teristimewa untuk keluargaku, khusus untuk orangn tua tercinta Bapak

Rusman dan Ibu Sukira, Serta Saudara Kandung saya yag selalu

memberi dukungan dan cinta kasih sehingga penulis selalu termotivasi

untuk melakukan hal terbaik bagi kalian semua.

6. Teman-temaku angkatan 2018 yang telah mengisi hari-hari selama

berkuliah di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Parepare dengan penuh tawa, canda,dan solidaritas.

7. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, yang telah membantu

penulis dalam menyusun proposal ini baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dalam hal

menambah ilmu dan wawasan para pembacanya.

Pare-pare, 17 November 2021

Sri Susanti

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Perumusan Masalah...................................................................................4

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian...............................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6

A. Kajian Teori...............................................................................................6

B. Kerangka Pikir.........................................................................................15

C. Hipotesis Penelitian.................................................................................16

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................17

A. Metode dan Desain Penelitian.................................................................17

B. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................17

C. Populasi dan Sampel................................................................................17

D. Instrumen Penelitian................................................................................19

E. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif.............................................19

F. Teknik Pengumpulan Data......................................................................21

G. Teknik Pengolahan Data..........................................................................22

H. Analisis Data...........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut MCA-Indonesia (2015), stunting adalah masalah kurang gizi

kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup

lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Stunting terjadimulai janin masih dalam kandungan.Stunting merupakan

salah satu masalah gizi yang berdampak buruk terhadap kualitas hidup anak

dalam mencapai titik tumbuh kembang yang optimal sesuai potensi

genetiknya. Stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang pada

balita(1).

Kejadian balita stunting yang dialami oleh balita di dunia saat ini.

Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami

stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan

dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih

dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih

dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di

Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi

paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Sedangkan data prevalensi balita

stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia

termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia

Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita

stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. (3).


Permasalahan Stunting di Indonesia sendiri menurut laporan yang

dikeluarkan oleh UNICEF (United Nations Emergency Children’s Fund) yaitu

diperkirakan sebanyak 7,8 juta anak yang berusia dibawah lima tahun mengalami

Stunting UNICEF (United Nations Emergency Children’s Fund) memposisikan

Indonesia masuk kedalam 5 besar Negara dengan jumlah anak dibawah 5 tahun

yang mengalami Stunting tinggi. Selain itu juga, berdasarkan data Riskesdes

(2013) diketahui bahwa prevelensi Stunting sebanyak 37,2%. Hal ini

menunjukkan bahwa prevelensi Stunting tahun 2013 mengalami peningkatan dari

hasil Riskesdes 2010, yaitu sebesar 35,6% (4).

Di Provinsi Sulawesi Selatan menurut Riskesdas tahun 2007 dan 2010,

prevalensi stunting masih cukup tinggi yaitu 29,1% dan 38,9%. Sedangkan

menurut Riskesdas tahun 2013 prevalensi stunting meningkat menjadi 41%.

Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kejadian stunting

tertinggi dengan menduduki urutan ke-13 dari 33 provinsi. Masalah kesehatan

masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30–39% dan serius bila

prevalensi pendek ≥40%). (6).

Faktor sosial budaya dinilai berperan penting dalam meningkatkan stutus gizi

seseorang. Budaya memberi peranan dan penilaian yang berbeda terhadap pangan

dan makanan. Budaya merupakan kebiasaan atau tradisi yang berlaku di

masyarakat dalam pemberian makanan pada bayi yang sudah diyakini bertahun-

tahun dan dipercaya kebenaranya. (5)


Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2018, Kabupaten

Enrekang, prevalensi stunting pada tahun 2016 sebesar 29,38% (12,15% sangat

pendek dan 17,23% pendek) kemudian turun pada tahun 2018 menjadi 24,7%

(7,4% sangat pendek dan 17,3% pendek). Hasil data PSG menunjukkan bahwa

dari 13 kecamatan di Kabupaten Enrekang diketahui bahwa kecamatan yang

memiliki prevalensi stunting tertinggi pada tahun 2018 yaitu Kecamatan Baraka

sebesar 45,1% (27,3% pendek dan 17,8% sangat pendek) dari 1.359 balita. Bulan

februari tahun 2017, menunjukkan prevalensi stunting sebesar 39,1% (10,9%

sangat pendek dan 28,2% pendek) dari 1.537 balita. Hal ini menunjukkan

prevalensi stunting di Kecamatan Malua 35,5% data berdasarkan hasil

pemantauan Status Gizi tahun 2018 yang dilakukan puskesmas Kabupaten

Enrekang tahun 2018. (7)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kejadian Stanting Pada Balita Di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang”


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah:

1. Adakah pengaruh pola asuh terhadap kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

2. Adakah pengaruh pola makan terhadap kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekakang

3. Adakah pengaruh sosial budaya terhadap kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian

Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh terhadap kejadian stunting pada

balita di Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

2. Untuk mengetahui pengaruh pola makan terhadap kejadian stunting pada

balita di Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

3. Untuk mengetahui pengaruh sosial budaya terhadap kejadian stunting pada

balita di Puskemas Malua Kabupaten Enrekang


Kegunaan Penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

2. Sebagai bahan acuan dan referensi untuk bahan penelitian lebih lanjut

serta untuk menambah pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh

sosial budayaterhadap stunting pada balita.

3. Bagi peneliti, penambah wawasan mengenai pengaruh sosial budaya

terhadap Stunting pada balita dan diharapkan hasil penelitian dapat

menjadi sumber data dasar bagi peneliti lainnya yang berkaitan dengan

pengaruh sosial budaya i terhadap stunting pada balita


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1.Sosial Budaya

a. Defenisi Sosial Budaya

1. Pengertian Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Sosial adalah hal-hal

yang berkenaan dengan masyarakat atau sifat-sifat kemasyarakatan yang

memperhatikan kepentingan umum. Sosial merupakan cara tentang

bagaimana para individu saling berhubungan. Sosial dalam arti masyarakat

atau kemasyarakatan berarti segala sesuatu yang bertalian dengan sistem

hidup bersama atau atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok

orang yang di dalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nilai-nilai

sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya (9).

Namun jika dilihat dari asal katanya, sosial berasal dari kata “socius”

yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam

kehidupan secara bersama-sama. Menurut para ahli, ada beberapa

pengertian sosial yaitu: Menurut Keith Jacobs, sosial secara umum adalah

sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas. Philip

Wexler menyatakan bahwa sosial adalah sifat dasar dari setiap individu

manusia. Lewis berpendapat bahwa arti dari kata sosial adalah sesuatu

yang dapat dicapai, dihasilkan serta ditetapkan dalam proses interaksi

sehari-hari antara warga suatu negara dengan pemerintahannya.

6
Sosial berarti segala sesuatu yang beralian dengan sistem hidup

bersama atau hidup bermasyaakat dari orang atau sekelompok orang yang

di dalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nila-nilai sosial, dan

aspirasi hidup serta cara mencapainya. Budaya berarti cara atau sikap

hidup manusia dalam hubungannya secara timbal balik dengan alam dan

lingkungan hidupnya yang didalamnya tercakup pula segala hasil dari

cipta, rasa, karsa, dan karya, baik yang fisik materil maupun yang

psikologis, adil, dan spiritual.

2. Pengertian Budaya

Pemahaman dari perspektif bahasa, kata budaya atau kebudayaan

berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk

jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam Bahasa Inggris,

kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu

mengolah atau mengerjakan, bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah

atau bertani. Kata culture dalam Bahasa Inggris diterjemahkan dalam

Bahasa Indonesia sebagai "kultur" (10)

Koentjaraningrat mengemukakan pendapat bahwa budaya adalah

keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam

rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan

cara belajar. Budaya atau kebudayaan seperti sebuah piramida berlapis

tiga. Lapisan di atas adalah hal-hal yang dapat dilihat kasat mata seperti

bentuk bangunan, pakaian, tarian, musik, teknologi, dan barang-barang

7
lain. Lapisan tengah adalah perilaku, gerak-gerik dan adat istiadat yang

sering kali dapat juga dilihat. Lapisan bawah adalah kepercayaan-

kepercayaan, asumsi, dan nilai-nilai yang mendasari lapisan di atasnya.

Sedangkan menurut Edward Burnett Tylor, mengemukakan

pendapatnya tentang budaya yang dapat diartikan bahwa budaya atau

peradaban mempunyai pengertian teknografis yang luas, suatu keseluruhan

yang kompleks mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral,

hukum, adat istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh

manusia sebagai anggota masyarakat.

Menurut pandangan antropologi tradisional, budaya di bagi menjadi

dua yaitu:

1. Budaya Material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua

ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret.Budaya material dapat

beruapa objek, seperti makanan, pakaian, seni, benda – benda

kepercayaan.

2. Budaya Non Material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan

dari generasi ke generasi mencakup kepercayaan, pengetahuan, dan

nilai.

Menurut Koentjaraningrat terdapat tujuh unsur di dalam kebudayaan

yaitu:

a. Bahasa

b. Sistem pengetahuan

c. Organisasi Sosial

d. Sistem peralatan hidup dan teknologi


8
e. Sistem mata pencaharian hidup

f. Sistem religi

g. Kesenian

Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma

dalam

ketiga wujud kebudayaan, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa

sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan.

3. Pengertian Sosial Budaya

Sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia

dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan atau dalam kehidupan

bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar

budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Sistem sosial budaya merupakan konsep untuk menelaah asumsi-asumsi dasar

dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, sistem sosial budaya yaitu

merupakan keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku

manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara

mandiri serta bersama- sama satu sama lain saling mendukung untuk

mencapai tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Sedangkan menurut

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemadi adalah semua hasil karya, rasa dan

cipta masyarakat yang berfungsi sebagai, tempat berlindung. , kebutuhan

makan dan minum, pakaian dan perhiasan, serta mempunyai kepribadian

9
yaitu organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosialisasi yang

mendasari perilaku individu-individu tertentu (12)

2.Stunting

a. Defenisi Stunting

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau

tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Balita

stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak

faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada

bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang

akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan

fisik dan kognitif yang optimal.(13)

b. Indikator Stunting

Negara-negara berkembang dan salah satunya Indonesia memiliki

beberapa masalah gizi pada balita, di antaranya wasting, anemia, berat

badan lahir rendah, dan stunting. Stunting menurut WHO Child Growth

Standard didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U)

atau tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan batas (z-score) <-2 SD

Indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis,

artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama

seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, seringmenderita

penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi yang kurang

baik(14).

10
c. Klasifikasi Stunting

Menilai status gizi anak dapat menggunakan tinggi badan dan

umur yang dikonversikan ke dalam Z-Score. Berdasarkan nilai Z-Score

masingmasing indikator tersebut ditentukan status gizi balita sebagai

berikut :

Tabel 1. Pengelompokkan Status Gizi Berdasarkan Z-Score


Indeks Status Gizi Z-Score

Sangat Pendek < -3,0

TB/U Pendek >=-3,0 s/d <-2,0


Normal >=-2,0

Sumber : WHO (2005)

d. Pola Asuh dan Pola Makan

Pola asuh menurut Listyawati (2013) berupa perilaku ibu atau

pengasuh lain dalam hal memberikan, kebersihan, memberi kasih sayang

dan sebagainya sehubung dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik

dan mental. Agar pola makan yang benar juga tidak kalah pentingnya

mengatur pola asuh yang benar pula, pola asuh dapat di tempuh dengan

memberikan perhatian penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya

waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota

keluarga. Pola Asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat

tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial.

Pola pengasuhan anak berupa sikap perlakuan ibu dalam hal

kedekatannya dengan anak, memberikan makanan, merawat, menjaga


11
kesehatan dan kebersihan, memberikan kasih sayang, dan sebagainnya.

(17)

Pola makan (food pattern) adalah cara atau perilaku yang ditempuh

seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan

makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis

makanan, jumlah makanan, dan ferekuensi makan yang berdasarkan pada

factor-faktor sosial budaya dimana individu tersebut hidup. Pola makan

yang kurang dapat menyebabkan status gizinya terganggu, status gizi

yang terganggu pada baduta sangat mempengaruhi perkembangannya.

Pola makan yang buruk menyebabkan banyak gangguan perkembangan

bagi baduta yang menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan

gangguan perkembangan anak. (18)

e. Faktor Resiko Stunting

Stunting pada balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor

yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan,

sanitasi dan lingkungan berdasarkan KemenKes RI yaitu Faktor utama

penyebab stunting yaitu :

1) Asupan Makanan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap

makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak

beragam.Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu

diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi


12
anakanak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein

sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah

dan sayur. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur

dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati

maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

2) Penyakit Infeksi

Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan pun memicu

gangguan saluran pencernaan, yang membuat energi untuk

pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi.

Selain itu, saat anak sakit, lazimnya selera makan mereka pun

berkurang, sehingga asupan gizi makin rendah. Maka, pertumbuhan

sel otak yang seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama

seorang anak menjadi terhambat. Dampaknya, anak tersebut terancam

menderita stunting, yang mengakibatkan pertumbuhan mental dan

fisiknya terganggu, sehingga potensinya tak dapat berkembang dengan

maksimal(15)

Anak yang menderita penyakit infeksi dengan durasi waktu yang

lebih lama, maka kemungkinan akan lebih besar mengalami kejadian

stunting. Penyakit infeksi merupakan risiko stunting. Penelitian ini

dilakukan berdasarkan apakah pernah menderita diare dalam 2 bulan

terakhir. Dalam peelitian ini menunjukkan bahwa anak yang

menderita diare dalam 2 bulan terakhir memiliki risiko sebesar 5,04

kali untuk menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang tidak

pernah diare dalam 2 bulan terakhir. Hal ini sejalan dengan penelitian
13
lain bahwa anak yang mengalami diare dalam kurun waktu 24 bulan

pertama kehidupan cenderung untuk lebih pendek 1,5 kali dan terjadi

risiko stunting sebesar 7,46 kali pada anak yang diare.(16)

3) Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan

terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan

infeksi saluran pencernaan.Selain itu perilaku masyrakat terhadap

kebersihan lingkungan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain.

Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan gizi

akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.

14
B. Kerangka Pikir

Berdasarkan Kajian yang telah dipaparkan melalui narasi diatas, maka

disusunlah variable yang menunjukkan kerangka konsep sebagai berikut.

Variabel Independen

Sosial Budaya:
Variabel Dependen
1. Pola Asuh
2. Pola Makan
Kejadian Stunting
3. Sosial Budaya

Gambar 1.1 kerangka pikir

Diatas merupakan kerangka pikir dari penelitian ini, dimana social budaya

pada masyarakat menjadi variable Independen, sedangkan stunting menjadi

variable dependen. Hal ini akan menunjukkan adakah pengaruh dari tingkat

income masyarakat terhadap terjadinya stunting pada balita di Puskesmas Malua

15
C. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada pengaruh pola asuh terhadap kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

b. Ada pengaruh pola makan terhadap kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

c. Ada pengaruh sosial budaya terhadap kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

2. Hipotesis Nol (H0)

a. Tidak ada pengaruh pola asuh terhadap kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang.

b. Tidak ada pengaruh pola makan terhadap kejadian stunting pada balita

di Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang.

c. Tidak ada pengaruh sosial budaya terhadap kejadian stunting pada

balita di Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang

16
BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei analitik dengan metode

penelitian case control yaitu penelitian survey analitik yang menyangkut

bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan

restrospektive.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Puskesmas Malua Kabupaten

Enrekang dengan kurun waktu 2 Bulan penelitian yang dimulai pada bulan Januari

sampai Februari 2022.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Nawawi (dalamSubana 2000, hlm. 24) menyatakan bahwa : “Populasi

adalah keseluruhan objek penelitian, digunakan sebagai sumber data yang

mewakili karakteristik tertentu dalam suatu penelitian”. Populasi dalam

penelitian ini adalah Balita di wialaya Puskesmas Malua Kabupaten Enrekang.

Adapun data balita sebanyak - Balita.

2. Sampel

Sampel penelitian digunakan untuk mendapatkan gambaran dari populasi.

Menurut Bailey “Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh

karena itu sampel harus dilihat sebagai suatu gambaran populasi dan bukan

populasi itu sendiri”. Melihat pernyataan diatas, penarikan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik acak sederhana (simlpe random

17
sampling). Teknik acak sederhana adalah teknik yang memberikan kesempatan

yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih sebagai sampel.

Melihat pernyataan diatas maka pengambilan sampel menggunakan rumus dari

Slovin sebagai berikut:

n = n
1 + N(d2)

Keterangan :
N : Besar Populasi

n : Besar Sampel

d : Tingkat Kepercayaan/Ketepatan yang diinginkan 0.1/0,05

n=

1 + . 0,052

n= 1177

1 + 1177. 0,0025

n= 1177

3,94

n = 298

18
D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa angket

atau kuisioner yang dibuat sendiri oleh peneliti. Sugiyono (2014, hlm. 92)

menyatakan bahwa “Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpul data yang

digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”.

Dengan demikian, penggunaan instrumen penelitian yaitu untuk mencari

informasi yang lengkap mengenai suatu masalah, fenomena alam maupun sosial.

E. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Sosial Budaya

Sosial Budaya : segala hal yang dicipta oleh manisia dengan pemikiran

dan budi nuraninya untuk dan atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau

lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya

yang diperuntukkan dalam kehidupan masyarakat. Sistem sosial budaya

merupakan konsep untuk menelaah asumsi-asumsi dasar dalam kehidupan

masyarakat. Dengan kata lain, sistem sosial budaya yaitu merupakan

keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku manusia

yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri

serta bersamasama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai

tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.

Kriteria Objektif

Mendukung = > 50%

Tidak mendukung = < 50%

19
2. Stunting

Stunting : Kondisi gagal tumbuh pada anak balita (0-59 Bulan)

akibat kekurangan Gizi sehingga tampak lebih pendek dari kelompok

usianya. Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak

bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya

tampak setelah anak berusia 2 tahun. Stunting didefinisikan sebagai

kondisi anak usia 0 – 59 bulan, dimana tinggi badan menurut umur berada

di bawah minus 2 Standar Deviasi (<-2SD) dari standar median.

Kriteria objektif

Stunting : jika z–score < 2 SD

Tidak stunting : jika z–score > 2 SD

3. Pola Asuh

Pola Asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat

tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial.

Pola pengasuhan anak berupa sikap perlakuan ibu dalam hal kedekatannya

dengan anak, memberikan makanan, merawat, menjaga kesehatan dan

kebersihan, memberikan kasih sayang, dan sebagainnya.

Kriteria Objektif

Baik sekali : 75 – 100%

Baik : 55 – 78%

Cukup : < 55%

20
4. Pola Makan

Pola makan (food pattern) adalah cara atau perilaku yang ditempuh

seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan

makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan,

jumlah makanan, dan ferekuensi makan yang berdasarkan pada factor-

faktor sosial budaya dimana individu tersebut hidup. Pola makan yang

kurang dapat menyebabkan status gizinya terganggu, status gizi yang

terganggu pada baduta sangat mempengaruhi perkembangannya. Pola

makan yang buruk menyebabkan banyak gangguan perkembangan bagi

baduta yang menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan gangguan

perkembangan anak.

Kriteria Objektif

Sering : > 3 x / hari

Tidak sering : < 3 x/ hari

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data

sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini. Data primer yaitu data yang di

peroleh dari wawancara menggunakan kuesioner yang di arsipkan sebelumnya,

yang meliputi variabel sosial budaya, pola asuh dan pola makan. Sedangkan data

sekunder adalah data yang di peroleh dari isntansi yang bersangkutan yang

berkaitan dengan jumlah penderita stunting di Kecamatan Malua Kabupaten

Enrekang.

21
G. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan program Statiscital package For the

Social Science (SPSS), sesuai dengan langkah-langkah pengolahan data penelitian.

Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Editing

Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan antara lain kesesuaian jawaban,

kelengkapan pengisian serta konsistensi jawaban. Pada editing tidak dilakukan

penggantian atau penafsiran jawaban responden. Setelah pemeriksaan data

dilakukan pemberian nilai sesuai dengan jawaban responden untuk memudahkan

pengolahan.

2.Coding

Yaitu kegiatan memproses dengan memberikan skor terhadap item pada

masingmasing variabel.

3. Entry

Memasukkan data yang diperoleh menggunakan frasilitas computer dengan

menggunakan program computer.

4. Tabulating

Yaitu penyusunan data dalam bentuk table dimana angka-angka diperoleh skor

keseluruhan yang dijadikan dasar pertimbangan dalam pemberian predikat sesuai

dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.

5. Cleaning

Yaitu penyusunan data dalam bentuk table dimana angka-angka diperoleh skor

keseluruhan yang dijadikan dasar pertimbangan dalam pemberian predikat sesuai

dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.


22
H. Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan bantuan program computer yang meliputi :

1. Analisi Univariat

Analisis ini dilakukan dengan menghitung frekuensi dalam bentuk

presentase dari variabel independen dan dependen dengan output hasil

analisis data terlampir.

2. Analisis Bivariat

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square

dengan tingkat kemaknaan (a) = 0.05

(0−𝐸)2
X2 = ∑
𝐸

Keterangan :

X2 = Nilai Chi-Square

0 = Frekuensi yang diobservasi

E = Frekuensi yang diharapkan

∑ = Sigma

Interprestasi :

a. Ada pengaruh bila p-value < α-value (0,05) berarti Haditerima dan Ho

ditolak.

b. Tidak ada pengaruh bilap-value > α-value (0,05) berarti Haditolak dan Ho

diterima

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Buletin Stunting.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 301(5), 1163–1178.

2. Kemenkes. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.

3. Stuijvenberg ME, Nel J, Schoeman SE, Lombard CJ, du 5. Plessis LM,


Dhansay MA. 2015. Low intake of calcium and vitamin D, but not zinc,
iron or vitamin A, is associated with stunting in 2-5 years old children.
Nutrition. 3(1):841-6

4. WHO. 2015. Infant and young child feeding. Who.inf/medicastrol.

5. Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang (2018). Hasil PemantauanStatus


Gizi 2018.

6. Hanum F, Khomsan A, Heryanto Y. 2014. Hubungan Asupan Gizi dan


Tinggi Badan Ibu Dengan Status Gizi Anak Balita. Jurnal Gizi dan Pangan.
9(1) : 1 – 6.

7. Tiara Dwi Pratiwi, Masrul, E. Y. (2016). Artikel Penelitian Hubungan Pola


Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Belimbing Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3), 661–665.

8. artapura, D. I., Selatan, K., At, N., & South, M. (1999). Stud1 faktor sosio-
budaya yang mempengaruhi gizi dan kebiasaan hidup sehat di martapura—
Kalimantan selatan. 26.

9. Anugraheni, HS. 2012. Faktor Resiko Kejadian Stunting pada Anak Usia
12-36 bulan di Kecamatan Pati Kabupaten Pati. Artikel Penelitian.
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang.

10. Rizki Kurnia Illahi, 2016. Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura dan
Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Bangkalan.
24
11. Antonius Sumawartomo 2013. Kebudayaan dan Etnik Masyarakat.
Jakarta

12. Ranjabar (2016). Pengertian Sosial Budaya Organisasi dalam


Masyarakat. Jogjakarta

13. Kemenkes. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak. Jakarta : 4.

14. Ketut, Ni Aryastami, Ingan Taringan. 2017. Kajian


Kebijakan dan Penanggulangan Masalah Gizi Stunting di Indonesia.
Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan. Badan Litbang
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

15. Nadiyah, Briawan D, Martianto D. 2014. Faktor Risiko Anak Stunting


Pada Anak Usia 0 – 23 Bulan Di Provinsi Bali, Jawa Barat, Dan Nusa
Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan Pangan. 9(2) : 125 – 132.

16. Wahdah S. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Umur 6 – 36
Bulan Di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu Kabupaten Kapuas
Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Tesis. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

17. Sulistonongsih. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak.yogyakarta:


Graha Ilmu.

18. Tella A. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Balita Di
Wilayah Puskesmas Paniki Kecamatan Mapenget Manado Universitas
Samratulangi; 2012.

25

Anda mungkin juga menyukai