Anda di halaman 1dari 34

USULAN PENELITIAN

GAMBARAN KEJADIAN STUNTING ANAK BADUTA DI


WILAYAH PUSKESMAS KOTA KEFAMENANU
KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

OLEH:

YANSLIEN P. LULAN
1507010090

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
tuntunan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
usulan penelitian ini dengan judul “Gambaran Tingkat Kejadian Stunting Anak
Baduta di Wilayah Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah
Utara”. Keberhasilan usulan penelitian ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Apris A.Adu, S.Pt., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang.
2. Ibu Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM., M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa
Cendana Kupang.
3. Ibu Deviarbi S. Tira, S.KM., M.Kes selaku pembimbing I yang selalu sabar
dan tulus membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.
4. Ibu Amelya B. Sir, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang juga dengan
sabar dan tulus membimbing penulis hingga menyelesaikan tulisan ini.
5. Ibu Dra. Engelina Nabuasa, MS selaku penguji yang telah bersedia
memberikan masukan serta arahan untuk perbaikan penyusunan usulan
penelitian ini.
6. Ibu Afrona E. L. Takaeb, SKM., M.HID selaku dosen pembimbing
akademik yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang bekerja sama dengan
Fakultas Kesehatan Masyarakat dan serta beberapa Lembaga Kesehatan
Terkait yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk berpartisipasi
dalam kegiatan Pelaksanaan Pendampingan Program Pencegahan Stunting
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur.
8. Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan seluruh keluarga atas dorongan, doa, pengertian
dan kesabarannya dalam mendampingi sejak mulai studi hingga selesainya
usulan penelitian ini.
9. Sahabat Inna leokoy Andriz, Aziza, Ester, Deksi, Foni, Fenizia, Naden,
Renty, Irna
10. Teman-teman jurusan Epidemiologi yang selalu memberi motivasi kepada
penulis agar mampu menyelesaikan usulan penelitian ini.
11. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa
Cendana Angkatan 2015 atas bantuan dan kerja samanya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala usul, kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada penulis sangat diharapkan demi kesempurnaan usulan
penelitian ini. Semoga usulan penelitian ini dapat penulis lanjutkan penelitiannya
untuk mendapatkan hasil hingga skripsi nanti.

Kupang, Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................i

Daftar Isi.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting.........................................................................................................6
2.3 Aplikasi Pengolah Data...............................................................................13
2.4 Kerangka Teori ...........................................................................................14

2.5 Kerangka Hubungan Antara Variabel.........................................................15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian.........................................................................................16

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................16

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian...................................................................17

3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif.................................................18

3.5 Data dan Jenis Data Penelitian....................................................................20

3.6. Teknik Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data.....................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi
kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong
stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua
standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. Strategi-Nasional-
Percepatan-Pencegahan-Stunting (Sekretariat Wakil Presiden Republik
Indonesia, 2018)
Data prevalensi baduta stunting di Indonesia dengan persentase baduta
pendek dan sangat pendek (0-23 bulan) tahun tahun 2016 sebesar 21,7 %, tahun
2017 sebesar 20,1 % (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018) tahun
2018 sebesar 29,9%,(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Data prevalensi baduta stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/ South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi baduta stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4% (Kemenkes RI, 2018).
Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan persentase baduta pendek dan
sangat pendek (0-23 bulan) tahun 2016 sebesar 32,1 % , tahun 2017 sebesar 29,8
% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018) tahun 2018 sebesar
35,9%,(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Angka tersebut
mengalami penurunan pada tahun 2017 dan kembali naik pada tahun 2018 dan
menunjukkan bahwa NTT merupakan provinsi tertinggi ketiga terjadinya kasus
stunting pada baduta dari seluruh provinsi di Indonesia dan persentase jumlah
kasusnya di atas prevalensi stunting nasional sebesar 29,9%. Prevalensi stunting

iv
di NTT tersebut terdiri dari baduta dengan kategori sangat pendek 17,4% dan
pendek 18,5%.
Jumlah Kasus stunting di Kabupaten TTU masih cukup tinggi ini terlihat
dari data 3 tahun terakhir kejadian stunting pada baduta dimana pada tahun 2016
sebesar 51,9% (Dinkes Kabupaten TTU, 2017), dan mengalami penurunan
sebesar 48,3% di tahun 2017 (Dinkes Kabupaten TTU, 2018) , lalu meningkat
menjadi 55% di tahun 2018 (Dinkes Kabupaten TTU, 2019).Kejadian stunting di
Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2018 dari 26 puskesmas persentase
kasus terbanyak di Puskesmas Tamis sebesar 8,54% sedangkan Puskesmas
Kecamatan Kota Kefamenanu tahun 2018 sebesar 2,66% .(Dinkes Kabupaten
TTU, 2019)
Stunting disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung,
penyebab langsung berupa tinggi badan ibu, riwayat penyakit infeksi dan berat
badan lahir rendah sedangkan penyebab tidak langsung yaitu Pendidikan ibu,
pekerjaan ibu dan jumlah anggota keluarga di dalam rumah.
Pendidikan ibu di kabupaten TTU didominasi oleh ibu yang memiliki
tingkat pendidikan rendah (SD hingga SMP) daripada Pendidikan tinggi (SMA
dan Perguruan Tinggi), pada tahun 2018 ibu yang memiliki tingkat pendidikan
rendah sebesar 60,98% sedangkan pendidikan tinggi sebesar 39,20%.(Badan
Pusat Statistik, 2018) Ibu yang memiliki pendidikan yang rendah tidak dapat
mengurus asupan makanan pada saat hamil sehingga mengakibatkan bayi yang
dilahirkan memiliki berat badan yang rendah. Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah
yang terjadi di Puskesmas Sasi tahun 2016 sebanyak 121 kasus ,tahun 2017
sebanyak 72 kasus, tahun 2018 sebanyak 9 kasus, meskipun kasus BBLR
mengalami penurunan secara signifikan tetapi kasus BBLR di puskesmas Sasi
pada tahun 2016 dan 2017 merupakan kasus BBLR terbanyak jika dibandingkan
puskesmas-puskesmas yang lain di kabupaten TTU.(Dinkes Kabupaten TTU,
2019)

Bayi yang memiliki berat lahir rendah akan lebih mudah terserang
berbagai penyakit infeksi seperti diare dan pneumonia. Kasus diare pada baduta

v
di puskesmas Kecamatan/Kota Kefamenanu pada tahun 2018 sebanyak 203
kasus dan ini merupakan jumlah kasus tertinggi diantara seluruh puskesmas di
TTU(Dinkes Kabupaten TTU, 2019). Penderita pneumonia balita yang
ditemukan dan ditangani di Puskesmas Sasi tahun 2016 sebanyak 2 kasus tahun
2017 sebanyak 6 kasus tahun 2018 sebanyak 0 kasus. (Dinkes Kabupaten TTU,
2019)

Stunting berhubungan erat dengan jumlah anggota keluarga. Penelitian


yang dilakukan oleh Nabuasa menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah
anggota keluarga, dan penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak usia
24–59 bulan (p<0,05) di Kecamatan Biboki Utara Kabupaten Timor Tengah
Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur (Nabuasa et al., 2016). Jumlah anggota
rumah tangga memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian stunting pada
baduta (Oktarina & Sudiarti, 2014). Data rata-rata jumlah anggota keluarga di 9
Kelurahan pada tahun 2016 hingga 2018 memiliki keluarga berjumlah 5 orang
(keluarga Besar) (Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Utara, 2019) .
Ibu yang bekerja pada tahun 2016 sebesar 75,44% dan ibu yang tidak
bekerja sebesar 24,55%. Ibu yang bekerja pada tahun 2017 sebesar 75,80% dan
ibu yang tidak bekerja sebesar 24,19 %. Ibu yang bekerja pada tahun 2018
sebesar 73,55% dan ibu yang tidak bekerja sebesar 26,44%. (Badan Pusat
Statistik Kabupaten Timor Tengah Utara, 2019). Presentase tersebut
menunjukkan bahwa masih banyak ibu yang bekerja. Peran ibu sangatlah penting
yaitu sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga,
juga berperan dalam usaha perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan
status gizi bayi dan anak. Para ibu yang setelah melahirkan bayinya kemudian
langsung bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan
membuat bayi tersebut tidak mendapatkan ASI sedangkan pemberian pengganti
ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya sehingga
dapat menyebabkan stunting (Rahayu et al., 2018).

Penelitian ini dilakukan di 9 kelurahan yang berasal dari wilayah


Puskesmas Kota Kefamenanu yaitu Kelurahan Maubeli, Kelurahan Sasi,

vi
Kelurahan Tubuhe, Kelurahan Kefamenanu Selatan, Kelurahan Benpasi,
Kelurahan Bansone, Kelurahan Kefamenanu Tengah, Kelurahan Aplasi,
Kelurahan Kefamenanu Utara.

1.2 Rumusan Masalah


Uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah yang ada maka pokok
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana gambaran tinggi badan ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan
orangtua, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), riwayat penyakit infeksi dan
jumlah anggota keluarga dengan kejadian stunting anak baduta di wilayah
Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor
riwayat penyakit infeksi dan jumlah anggota keluarga dengan Kejadian Stunting
di wilayah Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timur Tengah Utara .
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui :
1. Mengetahui gambaran tinggi badan ibu dengan kejadian stunting di wilayah
Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara.
2. Mengetahui gambaran tingkat Pendidikan ibu dengan kejadian stunting di
wilayah Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara.
3. Mengetahui gambaran riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting
baduta di wilayah Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah
Utara.
4. Mengetahui gambaran jumlah anggota keluarga dengan kejadian stunting
baduta di wilayah Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah
Utara.
5. Mengetahui gambaran pekerjaan ibu dengan kejadian stunting di wilayah
Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara.

vii
6. Mengetahui gambaran BBLR dengan kejadian stunting di wilayah
Puskesmas Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat, antara lain:
1. Fakultas Kesehatan Masyarakat untuk mendapat pengkayaan literatur
tentang kejadian stunting untuk peneliti lain dengan topik yang sama.
2. Bahan informasi dan masukan bagi pemegang program Gizi di
puskesmas Kecamatan Kota Kefamenanu tentang kejadian stunting
dalam mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan kejadian .
3. Bahan informasi tentang kejadian stunting bagi masyarakat.

viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting
Stunting merupakan suatu keadaan gangguan pertumbuhan pada anak
yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Stunting merupakan kondisi serius yang terjadi saat seseorang tidak
mendapatkan asupan bergizi dalam jumlah yang tepat dalam waktu yang lama
atau kronik (Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2019). Stunting atau
tubuh pendek merupakan akibat kekurangan gizi kronis atau kegagalan
pertumbuhan di masa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk
gizi kurang pada anak (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Baduta pendek (stunting) dapat diketahui bila baduta sudah dapat diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar baku WHO-
MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005 dan didapatkan hasil
nilai z-score <-2 SD, sedangkan dikatakan sangat pendek apabila hasil z-score <-
3 SD (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Tinggi badan menurut umur (TB/U) dapat digunakan untuk menilai status
gizi masa lampau, ukuran panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
di bawah sedangkan kelemahannya adalah tinggi badan tidak cepat naik sehingga
kurang sensitif terhadap masalah gizi dalam jangka pendek, perlu ketelitian data
umur, memerlukan 2 (dua) orang untuk mengukur anak (Mardewi, 2014).

ix
2.1.1 Penyebab Stunting Terbagi Menjadi Dua Bagian Yaitu Penyebab
Langsung Dan Tidak Langsung.
2.1.1.1 Penyebab Langsung
1) Perawakan Ibu Pendek
Tinggi badan orangtua sendiri sebenarnya juga dipengaruhi banyak
faktor yaitu faktor internal seperti faktor genetik dan faktor eksternal
seperti faktor penyakit dan asupan gizi sejak usia dini. Faktor genetik
adalah faktor yang. tidak dapat diubah sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang dapat diubah. Hal ini berarti jika orangtua pendek
karena gen-gen yang ada pada kromosomnya memang membawa
sifat pendek dan gen-gen ini diwariskan pada keturunannya (Candra,
2020). Penelitian yang dilakukan oleh (Larasati, 2018) menunjukkan
bahwa hasil analisis hubungan antara tinggi badan ibu dan kejadian
stunting didapatkan bahwa baduta stunting dan memiliki ibu dengan
tinggi badan berisiko yaitu sebesar 18,4%. Baduta yang tidak
stunting dan memiliki ibu dengan tinggi badan berisiko yaitu sebesar
2,6%. Hasil uji statistik didapatkan p-value 0,004 berarti dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara tinggi badan ibu dengan
Kejadian Stunting. Stunting berpeluang 8,355 kali (95% CI 1,828-
38,182) pada baduta yang lahir dari ibu dengan tinggi badan kurang
dari 145cm dibanding baduta yang lahir dari ibu dengan tinggi lebih
dari 145cm.
2) Infeksi
Infeksi enterik: diare, enteropati, lingkungan, cacingan
a) Diare
Penyakit infeksi merupakan faktor risiko stunting pada penelitian
ini. Diare dan ISPA merupakan salah satu penyakit infeksi yang
sering diderita oleh anak. Penyakit infeksi memberikan dampak
negatif terhadap status gizi anak dalam hal mengurangi nafsu

x
makan dan penyerapan zat gizi dalam usus, terjadi peningkatan
katabolisme sehingga cadangan zat gizi yang tersedia tidak cukup
untuk pembentukan jaringan tubuh dan pertumbuhan.Penilaian
dilakukan berdasarkan apakah pernah menderita diare dan ISPA
dalam 2 bulan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Anak yang menderita diare dalam 2 bulan terakhir memiliki risiko
sebesar 5,04 kali untuk menjadi stunting dibandingkan dengan
anak yang tidak pernah diare dalam 2 bulan terakhir.(Lestari et
al., 2014)
b) ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
penyakit infeksi yang erat kaitannya dengan masalah gizi.
Penyakit ISPA didefinisikan sebagai suatu penyakit infeksi pada
hidung, telinga, tenggorokan (pharynx), trachea, bronchioli dan
paru-paru yang kurang dari dua minggu (14 hari) dengan tanda
dan gejala dapat berupa batuk dan atau pilek dan atau batuk pilek
dan atau sesak nafas karena hidung tersumbat dengan atau tanpa
demam, batasan waktu 14 hari diambil menunjukkan
berlangsungnya proses akut, meskipun beberapa penyakit yang
dapat digolongkan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari
14 hari . (Agustia et al., 2018). Data world health statistic
menunjukan bahwa lebih dari 70% kematian baduta disebabkan
oleh penyakit infeksi (diare, pneumonia, campak) dan
malnutrisi. UNICEF mengatakan bahwa penyakit infeksi
merupakan penyebab utama kematian dari 9 juta kematian pada
baduta per tahun di dunia, lebih dari 2 juta di antaranya
meninggal akibat penyakit ISPA diadaptasi dari (Andriyani &
Sartono, 2017)
c) Malaria
Ada hubungan antara baduta yang memiliki riwayat penyakit
malaria dan baduta yang tidak memiliki riwayat malaria dengan

xi
status gizi baduta stunting (p = 0,000). Welasasih dkk menyatakan
bahwa Stunting atau kurang gizi kronis menggambarkan adanya
gangguan pertumbuhan tinggi badan dalam kurun waktu cukup
lama. Status gizi menurut tinggi badan dan umur ini merupakan
status gizi masa lampau yang menggambar kondisi anak pada
masa lalu. Stunting tidak hanya karena kekurangan makanan
dalam kurun waktu cukup lama tetapi dapat karena penyakit
berulang seperti malaria .(Wurisastuti & Suryaningtyas, 2017).

3) Berat Lahir
Berat lahir dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu rendah dan
normal. Disebut dengan berat lahir rendah (BBLR) jika berat
lahirnya < 2500 gram . Dampak BBLR akan berlangsung antar
generasi. Seorang anak yang mengalami BBLR kelak juga akan
mengalami deficit pertumbuhan (ukuran antropometri yang kurang)
di masa dewasanya. Bagi perempuan yang lahir BBLR, besar
risikonya bahwa kelak ia juga akan menjadi ibu yang stunted
sehingga berisiko melahirkan bayi yang BBLR seperti dirinya pula.
Bayi yang dilahirkan BBLR tersebut akan kembali menjadi
perempuan dewasa yang juga stunted, dan begitu seterusnya,
sehingga balita yang terlahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) memiliki risiko mengalami stunting (Rahayu et al., 2018)

2.1.1.1 Penyebab Tidak Langsung


1) Ekonomi Politik
a) Kemiskinan, Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan
Status ekonomi kurang dapat diartikan daya beli juga rendah
sehingga kemampuan membeli bahan makanan yang baik juga
rendah. Kualitas dan kuantitas makanan yang kurang
menyebabkan kebutuhan zat gizi anak tidak terpenuhi, padahal
anak memerlukan zat gizi yang lengkap untuk pertumbuhan dan

xii
perkembangannya (Candra, 2020). Faktor risiko kejadian stunting
pada anak umur 6-24 bulan di Kecamatan Penanggalan Kota
Subulussalam yaitu rendahnya pendapatan keluarga, menderita
diare, menderita ISPA, rendahnya tingkat kecukupan energi,
rendahnya tingkat kecukupan protein, salah satu orang tua pendek,
berat bayi lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, MP-ASI terlalu
dini, dan pola asuh yang kurang baik. (Lestari et al., 2014)
b) Pekerjaan Ibu
Lamanya seseorang bekerja sehari-hari pada umumnya 6-8 jam
(sisa 16- 18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga,
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain- lain. Dalam seminggu,
seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam.
Ini dapat dibuat 5-6 hari kerja dalam seminggu, sesuai dengan
pasal 12 ayat 1 Undang-undang tenaga kerja No. 14 Tahun 1986.
Peran ibu sangatlah penting yaitu sebagai pengasuh anak dan
pengatur konsumsi pangan anggota keluarga, juga berperan dalam
usaha perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status
gizi bayi dan anak. Para ibu yang setelah melahirkan bayinya
kemudian langsung bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari
pagi sampai sore akan membuat bayi tersebut tidak mendapatkan
ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan
tambahan tidak dilakukan dengan semestinya sehingga dapat
menyebabkan stunting (Rahayu et al., 2018). Kejadian stunting
berhubungan signifikan dengan pekerjaan ibu Pekerjaan ibu
diketahui mempunyai korelasi positif dengan kejadian stunting
pada anak, dengan demikian, dapat diartikan bahwa anak yang
ibunya bekerja berisiko untuk menderita stunting 2,4 kali lebih
besar dibandingkan anak yang ibunya tidak bekerja. (Wahdah et
al., 2015)
2) Rendahnya Pendidikan Pengasuh

xiii
Tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pertumbuhan
anak balita. Tingkat Pendidikan ibu yang rendah dapat menyebabkan
rendahnya pemahaman ibu terhadap apa yang dibutuhkan demi
perkembangan optimal anak. Ibu dengan tingkat pendidikan yang
rendah akan mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan
dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru bidang
gizi. Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi
mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin
tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima
informasi- informasi gizi. Orang yang memiliki pendidikan yang
lebih tinggi akan cenderung memilih bahan makanan yang lebih baik
dalam kualitas maupun kuantitas (Rahayu et al., 2018). Hasil analisis
hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan kejadian stunting
didapatkan bahwa baduta yang mengalami stunting dan memiliki ibu
dengan tingkat pendidikan rendah yaitu sebesar 61,8%. Baduta yang
tidak mengalami stunting dan memiliki ibu dengan tingkat
pendidikan rendah yaitu sebesar 36,8%. Hasil uji statistik didapatkan
p-value 0,003 berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting. Stunting berpeluang
2,778 kali (95% CI 1,441-5,358) pada baduta yang lahir dari ibu
dengan tingkat pendidikan rendah dibanding baduta yang lahir dari
ibu dengan tingkat pendidikan tinggi. (Larasati, 2018)
3) Rumah Padat Penghuni
Anggota keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat
tinggal disuatu keluarga, baik berada di rumah pada saat pencacahan
maupun sementara tidak ada. Anggota keluarga yang telah bepergian
6 bulan atau lebih, dan anggota keluarga yang bepergian kurang dari
6 bulan tetapi bertujuan pindah atau akan meninggalkan rumah 6
bulan atau lebih, tidak dianggap anggota keluarga. Orang yang telah
tinggal di suatu keluarga 6 bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di
suatu keluarga kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap di keluarga

xiv
tersebut, dianggap sebagai anggota keluarga (Rahayu et al., 2018).
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa keluarga dengan
jumlah anggota keluarga banyak (lebih dari 4 orang) cenderung
memiliki baduta stunting 10,8 kali lebih besar jika dibandingkan
dengan jumlah anggota keluarga sedikit, setelah variabel lain
dikontrol. Jumlah anggota keluarga menentukan ketersediaan pangan
dalam keluarga. Jumlah anggota keluarga yang bertambah
menyebabkan pangan untuk setiap anak menjadi berkurang dan
distribusi makanan tidak merata sehingga dapat menyebabkan baduta
menderita kurang gizi dan mengalami stunting. (Rahmawati et al.,
2020)
4) Tanda dan Gejala Stunting
Baduta pendek atau stunting bisa diketahui bila seorang baduta sudah
diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran normal,
dengan ciri-ciri lain seperti:
a) Pertumbuhan melambat
b) Wajah tampak lebih mudah dari baduta seusianya
c) Pertumbuhan gigi terlambat
d) Usia 8-10 tahun nanti anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak
melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya
e) Tanda pubertas terlambat
f) Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
(Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2019)

5) Dampak Stunting
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi dalam
jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan
berkurang, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme
dalam tubuh.(Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2019) .

xv
Masalah kurang gizi termasuk stunting dapat menyebabkan kerusakan
permanen. Hal ini terjadi bila seorang anak kehilangan berbagai zat
gizi yang penting untuk tumbuh kembangnya, kekebalan tubuh, dan
perkembangan otak yang optimum. Anak yang mengalami gizi kurang
akan menjadi kurang berprestasi di sekolah dan kurang produktif pada
saat dewasa (AL KAHFI, 2015).
Dampak stunting dalam jangka pendek adalah terganggunya
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan
gangguan metabolisme tubuh (Kemenkes RI 2016). Dampak
berkepanjangan akibat stunting yaitu kesehatan yang buruk,
meningkatnya risiko terkena penyakit tidak menular, buruknya
kognitif dan prestasi pendidikan yang dicapai pada masa kanak-kanak
(Bappenas and UNICEF 2017). Risiko tinggi munculnya penyakit dan
disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif
yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kementerian
Kesehatan RI 2016) diadaptasi dari (Dwiwardani, 2017).

xvi
2.3 Kerangka Teori
STUNTING

Penyebab Tidak Langsung


Penyebab Langsung

Tingkat
Berat Badan Riwayat Jumlah
Tinggi Pendidikan Pekerjaan
Lahir Rendah Penyakit Anggota
Badan Ibu Ibu Ibu
Infeksi Keluarga

Gambar 2.1 Kerangka Kejadian Stunting modifikasi dari UNICEF (1990) dalam
(UNICEF, 2015) dan (Anisa, 2012))

Ada dua penyebab utama seorang anak menjadi stunting yaitu berat bayi lahir
rendah dan riwayat penyakit infeksi , dimana penyebab utama ini saling
berhubungan satu dengan lainnya. Bayi yang mengalami BBLR akan
menyebabkan bayi mudah terserang berbagai penyakit.
Dua penyebab utama stunting tersebut merupakan akar masalah kejadian
stunting pada tingkat rumah tangga. Pendapatan keluarga yang rendah
berhubungan dengan asupan makanan yang kurang. Keluarga dengan jumlah
anggota keluarga yang besar berhubungan dengan kejadian berat lahir rendah.
Ibu yang selalu bekerja seringkali tidak memperhatian konsumsi bayi sehingga
bayi mungkin mengalami BBLR sehingga rawan terkena penyakit.
Setiap masalah yang terdapat pada tingkat rumah tangga (keluarga)
berhubungan dengan masalah yang ada pada tingkat masyarakat. Faktor
ekonomi, sistem pendidikan, sistem kesehatan, berpengaruh terhadap kejadian
stunting .

14
2.4 Kerangka Hubungan Antara Variabel
Kerangka konsep merupakan pedoman untuk penelitian dan menunjukan
gambaran antara variable Independent dan Dependent, dimana masing variable
tersebut sudah dapat di operasional dan di ukur oleh peneliti. Kerangka konsep
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting anak baduta di wilayah Puskesmas Kota Kefamenanu
Kabupaten Timor Tengah Utara.

Riwayat Penyakit Infeksi

BBLR

Tinggi Badan Ibu Stunting


Tingkat Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ibu

Jumlah Anggota Keluarga

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :
: Variabel Penyebab Langsung Independent yang diteliti
: Variabel Penyebab Tidak Langsung Independent yang diteliti
: Variabel Dependent yang diteliti
: Garis koordinasi antar Variabel
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan metode
penelitian kuantitatif. Desain penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk
melihat gambaran fenomena yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Di
bidang kesehatan, penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan masalah-masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat atau di
dalam komunitas tertentu, termasuk di bidang rekam medis dan informasi
kesehatan. (Masturoh, 2018)
Variabel dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu variabel dependen dan
variabel independen. Penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah
faktor tingkat pendidikan, faktor riwayat penyakit infeksi, dan faktor jumlah
anggota keluarga sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah kejadian
stunting.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Kota
Kefamenanu terdiri dari 9 Kelurahan, antara lain: Maubeli, Sasi, Tubuhe,
Kefamenanu Selatan, Benpasi, Bansone, Kefamenanu Tengah,
Aplasi,Kefamenanu Utara yang akan dilaksanakan pada bulan bulan April Tahun
2021.

16
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan populasi semua keluarga yang


mempunyai anak baduta sebanyak 397 baduta di puskesmas Kecamatan/Kota
Kefamenanu bulan Februari tahun 2020. Sampel adalah baduta yang mengalami
kejadian stunting berjumlah 199 baduta di puskesmas Kecamatan/Kota
Kefamenanu tahun 2020 dengan menggunakan rumus slovin :
n= N/1+Ne² = 397/1+397(0,05)²=199,24=199
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Tingkat kesalahan dalam penelitian (Masturoh, 2018)
Teknik sampling yang dapat digunakan, yaitu:
1. Probability Sampling
Probability Sampling adalah cara pengambilan sampel dengan semua objek
atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai sampel. Hasil penelitian dijadikan untuk mengestimasi populasi
(melakukan generalisasi). Teknik ini meliputi simple random sampling,
systematic random sampling, disproportionate stratified random sampling,
proportionate stratified sampling, dan cluster sampling. Teknik yang digunakan
peneliti yaitu simple random sampling yaitu setiap individu dalam populasi
memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Teknik ini biasanya
menggunakan metode undian.

17
Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
No Nama Definisi Cara Hasil ukur Skala
Variable operasional pengukuran Data
1. Stunting Stunting atau Pengambilan 1. Sangat pendek : Nominal
tubuh pendek Data <-3 SD
merupakan Sekunder
akibat 2. Pendek : - 3 SD
kekurangan sd <- 2 SD
gizi kronis atau
kegagalan
pertumbuhan di
masa lalu dan
digunakan
sebagai
indikator
jangka panjang
untuk gizi
kurang pada
anak
2. Riwayat Status anak Pengambilan 1. Ada Penyakit Nominal
Penyakit Infeksi bawah dua Data Infeksi
tahun (baduta) Sekunder
terhadap 2. Tidak ada
penyakit Penyakit
infeksi (diare, Infeksi
malaria, Ispa)
yang terjadi 6
bulan terakhir
3. Tingkat Tingkat Pengambilan 1. Rendah jika Nominal
pendidikan Data tidak sekolah,

18
Pendidikan tertinggi yang Sekunder tamat SD,
Ibu pernah dicapai tamat SMP ke
oleh ibu baduta bawah
2. Tinggi jika
tamat SMA ,
tamat
Perguruan
Tinggi

4. Jumlah anggota Jumlah anggota Pengambilan 1. Besar > 4 Nominal


keluarga keluarga adalah Data 2. Kecil ≤ 4
jumlah orang Sekunder
yang menjadi
tanggungan
dalam suatu
keluarga
5. Pekerjaan Ibu Ibu yang Pengambilan 1. Tidak Bekerja Nominal
memiliki Data 2. Bekerja
suatu Sekunder
pekerjaan
diluar rumah
6. Riwayat BBLR Berat badan Pengambilan 1.BBLR jika Berat Nominal
baduta pada Data badan < 2500
saat dilahirkan Sekunder gram
yang diukur 2.Tidak BBLR jika
menggunakan Berat badan ≥
timbangan 2500 gram

19
3.4 Data dan Jenis Data Penelitian
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan langsung namun tanpa instrumen
namun menggunakan catatan pentunjuk kebutuhan pendukung hasil penelitian
dimaksud dari sumber terkait seperti instansi pemerintah (puskesmas, kantor
desa, posyandu, dan lain-lain) serta data pendukung dari instansi swasta seperti
LSM dan atau LPM wilayah Kabupaten TTU. Jenis data tersebut adalah data
yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan stunting di wilayah
Puskesmas Kecamatan Kota Kabupaten TTU.

20
3.5 Teknik Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data
Konsep Pelaksanaan Penelitian

Persiapan
Studi Literatur
Data Dasar
Konsep Kerja

Survey Lapangan
Pengambilan Data Sekunder
Koordinasi Dinas Terkait
Dokumentasi

Olah Data
Pengelompokkan Data(Variabel)
Input Data Di Excel Dan Spss

Analisis Data
Hubungan Antara Variabel Dependen Dan Independen
Penyajian Data Di Spss Dan Arcgis

Penyajian Data
Penyebaran Stunting Di Lokasi
Penelitian
Tampilan Data Di Arcgis
Pelaporan/Dipresentasikan

21
3.5.1 Pengolahan Data
1) Mengkode Data (Coding)
Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka dan bilangan. Coding atau pemberian
kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).
Pengkodean ini dilakukan pada masing-masing data yang ada .
2) Memasukkan Data (Entry) atau Processing
Langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah
dientri dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan mengentri
data ke paket program aplikasi/komputer menggunakan excel,spss dan
arcgis.
3) Membersihkan Data (Cleaning)
Cleaning data adalah proses pengecekan data untuk konsistensi dan
treatmen yang hilang, pengecekan konsistensi. Data yang telah dientri
dilakukan pengecekan kembali untuk memastikan data tersebut bersih
dari setiap kesalahan, seperti yang dijelaskan di atas dan siap untuk di
analisis. (Putra, 2016).

3.5.2 Analisis Data


Analisis data terdiri dari :
1) Univariat
Analisis univariat merupakan suatu analisa yang digunakan untuk
menganalisis tiap-tiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan
suatu distribusi frekuensi dan presentasi dari masing-masing variabel
(Nursalam,2014). Analisa yang digunakan dengan menggunakan cara
deskriptif presentatif untuk melihat distribusi variabel-variabel yang
diteliti, baik variabel bebas yaitu faktor tingkat pendidikan orangtua,
tingkat pendapatan orangtua, tingkat pekerjaan orangtua, tinggi badan
ibu, bblr, riwayat penyakit infeksi dan jumlah anggota keluarga
maupun variabel terikat yaitu kejadian stunting baduta.

22
3.5.2 Penyajian Data
Data yang telah dianalisis selanjutnya akan diinterpretasikan lalu disajikan dalam
bentuk narasi, table distribusi frekuensi, grafik menggunakan excel dan spss
serta peta sebaran menggunakan aplikasi arcgis. GIS dapat diartikan sebagai
”suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data
geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja secara bersama efektif untuk
menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam
suatu informasi berbasis geografis.
Aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend,
pola, dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem
informasi lainnya. Jadi secara umum, SIG memiliki empat kemampuan
utama dalam menangani data, yakni :
a. memasukan data (Input Data).
b. mengeluarkan data / informasi.
c. Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data).
d. Analisis dan manipulasi data. (Gamma, 2014)

23
DAFTAR PUSTAKA

Agustia, R., Rahman, N., & Hermiyanty. (2018). Faktor Resiko Kejadian

Stunting pada Balita Usia 12-59 bulan di Wilayah Tambang Poboya, Kota

Palu. Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 2(2), 59–62.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ghidza/article/view/11258 diakses

pada tanggal 18 Januari 2021

AL KAHFI. (2015). Gambaran Pola Asuh pada Baduta Stunting Usia 13-24

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Neglasari Kota Tangerang Tahun 2015.

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/37634 diakses pada

tanggal 13 Januari 2021

Andriyani, L., & Sartono, A. (2017). Lama Pemberian ASI , Eksklusifitas ASI

dan Umur Awal Pemberian MP-ASI Sebagai Faktor Resiko Stunting pada

Balita Umur 36-48 Bulan di Puskesmas Kalimas Kabupaten Pemalang

Breastfeeding Length , Breastfeeding Exclusivity and Early Age of

Breastfeeding as Ri. http://repository.unimus.ac.id/2071/ diakses pada

tanggal 10 Januari 2021

Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Kesejahteraan Kabupaten Timor Tengah

Utara 2018. https://timortengahutarakab.bps.go.id/publikasi.html diakses

pada tanggal 16 Januari 2021

Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Utara. (2019). Kecamatan Kota

Kefamenanu Dalam Angka 2019.


https://timortengahutarakab.bps.go.id/publikasi.html diakses pada tanggal

12 Januari 2021

Candra, A. (2020). Epidemiologi Stunting. http://eprints.undip.ac.id/80670/

diakses pada tanggal 14 Januari 2021

Dinkes Kabupaten TTU. (2017). PROFIL KESEHATAN TTU 2016.

Dinkes Kabupaten TTU. (2018). PROFIL KESEHATAN TTU 2017.

Dinkes Kabupaten TTU. (2019). Profil Kesehatan Kabupaten TTU Tahun 2018.

Dwiwardani, R. (2017). ANALISIS FAKTOR POLA PEMBERIAN MAKAN

PADA BALITA STUNTING BERDASARKAN TEORI TRANSCULTURAL

NURSING. 1–158. http://repository.unair.ac.id/77640/ diakses pada tanggal

10 Januari 2021

Gamma. (2014). Modul ARCGIS 10.1 Advanced for Desktop. 1–56.

Kemenkes RI. (2018). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan : Situasi

Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. In Kementerian Kesehatan RI.

https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/18102500001/situasi-balita-

pendek-di-indonesia.html diakses pada tanggal 15 Januari 2021

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Infodatin - Situasi dan

Analisis Gizi. In Kemenkes RI, Pusat data dan informasi (pp. 1–7).

https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/16061400002/situasi-gizi-di-

indonesia.html diakses pada tanggal 10 Januari 2021


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Profil Kesehatan Indonesia

Tahun 2017.

https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-

kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf diakses

pada tanggal 10 Januari 2021

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). profil kesehatan indonesia

2018. https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-

kesehatan-indonesia/PROFIL_KESEHATAN_2018_1.pdf diakses pada

tanggal 7 Februari 2021

Kementerian Komunikasi dan Informatika. (2019). Bersama Perangi Stunting.

http://www.indonesiabaik.id/public/uploads/post/3444/Booklet-Stunting-

29042019.pdf diakses pada tanggal 10 Februari 2021

Kementrian Kesehatan RI. (2016). Situasi Balita Pendek. 12.

https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/

situasi-balita-pendek-2016.pdf diakses pada tanggal 5 Februari 2021

Larasati, N. N. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Stunting Pada Balita Usia 25-59 bulan di Posyandu Wilayah Puskesmas

Wonosari II Tahun 2017. 1–104.

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1719/1/SKRIPSI%20NADIA.pdf diakses

pada tanggal 2 Februari 2021


Lestari, W., Margawati, A., & Rahfiludin, Z. (2014). Faktor risiko stunting pada

anak umur 6-24 bulan di kecamatan Penanggalan kota Subulussalam

provinsi Aceh. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition),

3(1), 37–45. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/article/view/8752

diakses pada tanggal 17 Januari 2021

Mardewi, K. W. (2014). Kadar Seng Serum Rendah Sebagai Faktor.

https://studylibid.com/doc/1101200/kadar-seng-serum-rendah-sebagai-

faktor-risiko diakses pada tanggal 20 Januari 2021

Masturoh, I. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan.

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/

Metodologi-Penelitian-Kesehatan_SC.pdf diakses pada tanggal 14 Januari

2021

Nabuasa, C. D., Juffrie, M., & Huriyati, E. (2016). Riwayat pola asuh, pola

makan, asupan zat gizi berhubungan dengan stunting pada anak 24–59

bulan di Biboki Utara, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Jurnal

Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and

Dietetics), 1(3), 151–163.

https://ejournal.almaata.ac.id/index.php/IJND/article/view/274/0 diakses

pada tanggal 15 Januari 2021

Oktarina, Z., & Sudiarti, T. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada Balita (24—59

Bulan) Di Sumatera. Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(3), 177.

https://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/download/7977/6259/
diakses pada tanggal 1 Februari 2021

Putra, O. (2016). Pengaruh Bblr Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia

12-60 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Langkat Tahun 2015.

111. http://scholar.unand.ac.id/12188/ diakses pada tanggal 15 Januari 2021

Rahayu, A., Yulidasari, F., Octaviana, A., & Anggaini, L. (2018). STUDY

GUIDE-STUNTING DAN UPAYA PENCEGAHANYA Bagi Mahasiswa

Kesehatan Mayarakat.

http://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-content/uploads/2019/02/BUKU-

REFERENSI-STUDY-GUIDE-STUNTING_2018.pdf diakses pada tanggal

23 Januari 2021

Rahmawati, N. F., Fajar, N. A., & Idris, H. (2020). Faktor sosial, ekonomi, dan

pemanfaatan posyandu dengan kejadian stunting balita keluarga miskin

penerima PKH di Palembang. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 17(1), 23.

https://jurnal.ugm.ac.id/jgki/article/view/49696 diakses pada tanggal 17

Januari 2021

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. (2018). Strategi Nasional

Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting).

http://www.tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Sesi

%201_01_RakorStuntingTNP2K_Stranas_22Nov2018.pdf diakses pada

tanggal 13 Januari 2021

Wahdah, S., Juffrie, M., & Huriyati, E. (2015). Faktor risiko kejadian stunting
pada anak umur 6-36 bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu,

Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia

(Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 3(2), 119–130.

https://ejournal.almaata.ac.id/index.php/IJND/article/view/324 diakses pada

tanggal 10 Februari 2021


MASTER TABEL PENELITIAN
Kondisi Data Stunting di Puskesmas Kecamatan Kota Kefamenanu
Umur
Respon Nam Jenis TB
Umur Peker Pendi TB badut Status Malar Jumlah
den Status a Kelami bad kate
No Ibu jaan dikan ibu a Gizi BBLR Diare ISPA ia Anggota
(nama gizi ibu Badu n uta gori
(thn) Ibu Ibu (cm) (bula baduta Keluarga
ibu) ta baduta (cm)
n)
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                 
Riwayat penyakit infeksi , Apakah 6 bulan terakhir baduta mengalami sakit seperti diare/ Ispa/diare atau sehat, BBLR atau tidak bblr,
Jumlah anggota keluarga baduta di dalam rumah baduta ybs.

Anda mungkin juga menyukai