Anda di halaman 1dari 57

PENGARUH HEALTH EDUCATION TENTANG PEMILIHAN

PENOLONG PERSALINAN PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI


DUSUN PATINIA KECAMATAN SERAM BARAT
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
TAHUN 2017

SKRIPSI

Oleh :

RIFYAL LAMANI
NPM.123050913080

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MALUKU HUSADA
KAIRATU
PENGARUH HEALTH EDUCATION TENTANG PEMILIHAN
PENOLONG PERSALINAN PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI
DUSUN PATINIA KECAMATAN SERAM BARAT
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
TAHUN 2017

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Pemenuhan Syarat Untuk Mendapatkan
Gelar Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada

Oleh :

RIFYAL LAMANI
NPM.123050913080

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MALUKU HUSADA
KAIRATU
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Rasa syukur selalu tercurah kepada Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat, hidayah serta kesehatan, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Health Education Tentang

Pemilihan Penolong Persalinan Di Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat

Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2017” dengan lancar dan baik. Skripsi

ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada

Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada.

Dalam penyusunan Skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan,

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini peneliti

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Orang tuaku Bapak Mohamad Lamani dan Ibu Sarapia Djalil yang tercinta

dan tersayang yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat bagi

peneliti.
2. Lukman La Basy,S.Farm.,Msc.,Apt, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKes) Maluku Husda.


3. Ira Sandi Tunny,S.Si.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Maluku Husda.


4. Maritje S.J Malisngorar,S.Si.,M.SC, selaku Pembimbing I yang selalu

meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta memotivasi dalam

penyusunan skripsi ini.


5. Nurdiana Pelupessy,S.ST, selaku Pembimbing II yang dengan kesabaran

memberikan bimbimgan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.


6. Epi Dusra,S.KM.,M.Kes, selaku Penguji I dan Wiwi

Rumaolat,S.Pd.,M.Si.Med selaku Penguji II yang dengan ketulusan hati

memberikan sumbangsi ilmu dan saran demi penyempurnaan hasil penelitian

ini.
7. Kepala Polindes Pohon Batu yang telah banyak memberikan informasi terkait

masalah yang diteliti peneliti.


8. Kepala Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat

beserta staf desa dan masyarakat yang telah memberikan kesemapatan kepada

peneliti untuk melakukan penelitian.


9. Staf Dosen STIKes Maluku Husada yang selama ini banyak berjasa

menyumbangkan ilmu pengetahuan maupun pengalaman belajar yang

diajarkan kepada peneliti.


10. BEM STIKes Maluku Husada Periode 2015-2016 yang telah banyak

memberikan pengalaman organisasi kepada peneliti.


11. Keluarga Besar Lamani dan Djalil yang sudah banyak berjasa dalam

membantu peneliti.
12. Teman seangkatan B13 yang telah banyak memberikan warna dalam perjalan

menyelesaikan studi ini.


13. Rekan-rekan Departemen Reproduksi (Risca Bahtiar, Rahmawati Tutupoho,

Eka Tatuhey , Nurnadara Talaohu, Halima Sahubawa, Budi Prasetio, Kasmiati,

Asnidar Palirone dan Risnawati Wancw) yang telah sama-sama memberikan

dukungan selama penyusunan ini.


14. Sahabatku yang tercinta (Risca Bahtiar, Rahmawati Tutupoho, Yuliviani

Latuamury, Umar Latuamury, Kurniawan Sely, Karima Marasabessy,

Rosmini Kaimudin, Nurjawati Kilwalaga, Isnawati La Baher, Wa kana, Surti

Annur, Ernita, Zulfikar) yang sudah jadi sahabat terbaik peneliti.


Semoga segala kebaikan Bapak,Ibu dan Rekan-Rekan semuanya

mendapat pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Peneliti sadar bahwa

Skripsi ini masih perlu penyempurnaan lebih lanjut, maka peneliti

mengharapkan masukan, koreksi dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan Skripsi ini.

Kairatu, September 2017

Peneliti
Pengaruh Health Education Tentang Pemilihan Penolong Persalinan
Pada Pasangan Usia Subur (PUS) Di Dusun Patinia Kecamatan
Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2017
`

ABSTRAK

Rendahnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Dusun Patinia salah satunya
disebabkan masih kurangnya pengetahuan terhadap pemanfaatan tenaga kesehatan dan pelayanan
kesehatan. Sehingga masih banyak ibu hamil yang memilih melahirkan ditolong oleh dukun.
Walaupun sudah ada bidan desa dan tenaga kesehatan lainnya, keberadaan bidan desa masih belum
dimanfaatkan sepenuhnya di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan
pasangan usia subur (PUS) sebelum dan sesudah diberikan heath education tentang pemiihan
penolong persalinan serta pengaruh health education tentang pemilihan penolong persalinan pada
pasangan usia subur (PUS) di Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian
Barat Tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode quasy-eksperimental dengan pendekatan
one-group pra-post test design. Sampel penelitian ditentukan menggunakan metode total sampling
yang berjumlah 64 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Pengolahan data
dengan SPSS, menggunakan uji nonparametric wilcoxon. Hasil uji wilcoxon menunjukkan 6
responden pengetahuan menurun, 52 responden pengetahuan meningkat dan 6 responden
pengetahuan tetap, serta diperoleh nilai signifikansi sebesar (p<0.001). Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan pasangan usia subur (PUS) sebelum diberikan health education
paling banyak berpengetahuan kurang mencapai 59 orang (92.2%) dan pengetahuan sesudah
diberikan health education paling banyak berpengetahuan baik mencapai 30 orang (46.9%) serta
terdapat pengaruh health education tentang pemilihan penolong persalinan.

Kata Kunci : Health Education, Pemilihan Penolong Persalinan


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah Hak Fundamental setiap warga. Hal ini telah

ditetapkan oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO, 1948),

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Kesehatan

Nomor 36 Tahun 2009 dimana setiap orang mempunyai hak dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau serta

berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan

kesehatan yang diperlukan bagi dirinya (Lumi, 2014).


Masalah kematian dan kesakitan ibu dan anak di Indonesia masih

merupakan masalah besar sehingga pelayanan kesehatan ibu dan anak

menjadi priotitas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.

Rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan masih

adanya pertolongan persalinan oleh dukun dengan cara tradisional memberi

dampak pada tingginya AKI dan AKB di Indonesia. Cakupan persalinan oleh

tenaga kesehatan di Indonesia adalah 82,8% (RISKESDAS, 2013).


Target yang hendak dicapai Millenium Development Goals (MDGs) 5

adalah menurunkan AKI atau maternal mortality rate (MMR) hingga tiga

perempatnya dari tahun 1990. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 1991, AKI adalah 390 kematian per 100.000

kelahiran hidup. Dengan demikian, target AKI di Indonesia pada tahun 2015

adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2010). Data SDKI

2012 menunjukkan bahwa kematian anak selama lima tahun sebelum survei

merujuk ke tahun 2008-2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup.


Artinya, setiap satu dari 31 anak yang lahir di Indonesia meninggal sebelum

mencapai umur 1 tahun. Enam puluh persen bayi mati terjadi pada umur 1

bulan, menghasilkan angka kematian neonatum sebesar 19 kematian per

1.000 kelahiran hidup.


Peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di negara

berkembang berjalan lambat walaupun pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan sangat penting dan menjadi komitmen dalam pencapaian MDGs.

Cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia pada tahun

2012 sebesr 83,1% dan sebesar 13,5% persalinan dilakukan oleh dukun bayi

(Statistics Indonesia, 2013).


Berdasarkan RISKESDAS tahun 2013, setiap ibu hamil menghadapi

risiko terjadinya kematian, sehingga salah satu upaya menurunkan tingkat

kematian ibu adalah meningkatkan status kesehatan ibu hamil sampai

bersalin melalui pelayanan ibu hamil sampai masa nifas. Proses persalinan

dihadapkan pada kondisi kritis terhadap masalah kegawatdaruratan

persalinan, sehingga sangat diharapkan persalinan dilakukan di fasilitas

kesehatan. Hasil RISKESDAS 2013, persalinan di fasilitas kesehatan adalah

70,4% dan masih terdapat 29,6% di rumah/lainnya. Pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan yang kompeten (dokter pesialis, dokter umum dan

bidan) mencapai 87,1% namun bervariasi antar provinsi. Pada provinsi

Maluku dan Maluku Utara penggunaan fasilitas kesehatan untuk melahirkan

masih sangat rendah hanya 8% (RISKESDAS, 2013)


Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong

agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter

spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan serta
diupayakan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan

persalinan adalah proses pelayanan persalinan yang dimulai pada kala I

sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin

diukur melalui indikator presentase persalinan ditolong tenaga kesehatan.

Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan pemerintah dalam

menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga

kesehatan terlatih (Kemenkes, 2015). Namun, pada kenyataan yang ada

proses persalinan di pedesaan masih menggunakan pertolongan dukun

bersalin. Dukun bersalin dipercayai memiliki kemampuan yang diwariskan

turun-temurun untuk memediasi pertolongan medis dalam masyarakat.

Sebagian dari mereka juga memperoleh citra sebagai “orang tua” yang telah

“berpengalaman”. Profil sosial inilah yang berperan dalam pembentukan

status sosial dukun yang karismatik dalam pelayanan medis tradisional

(Amalia,2012).
Kelemahan utama dari mutu pelayanan adalah tidak terpenuhinya

standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan praktek yang

tidak steril. Riwayat kasus kematian ibu dan janin menggambarkan apa yang

terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya dalam masa

kehamilan dan persalinan serta rujukan yangtelambat dan kecacatan janin pun

bisa terjadi dari kekurangtahuan dukun beranak akan tanda-tanda bahaya

kehamilan yang tidak dikenal (Lumi, 2014).


Berdasarkan data cakupan penolong persalinan Kabupaten Seram

Bagian Barat merupakan salah satu daerah yang masih menggunakan tenaga

non kesehatan (dukun) sebagai penolong persalinan yang meningkat tiap


tahunnya. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian

Barat, menunjukan pada tahun 2015 terdapat 484 ibu melahirkan dan terdapat

484 ibu melahirkan dan terdapat 353 orang atau sekitar 73% ibu melahirkan

dengan menggunakan tenaga kesehatan sedangkan sisanya sebanyak 27%

atau sebanyak 131 jumlah ibu melahirkan dengan bantuan dukun bersalin

(Seknun, 2016). Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan

yang memiliki kompetensi kebidanan di Kabupaten Seram Bagian Barat

masih dibawah capaian nasional yaitu 89,89% dan dibawah dari target

Nasional yaitu 90% dan masih kurang dari target yang ditetapkan dalam

Rencana Strategis Dinas Kesehatan Tahun 2014 yaitu pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan sebesar 78% (DinKes Provinsi Maluku, 2014).


Berdasarkan data yang diperoleh dari tenaga penolong persalinan di

Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat pada

tahun 2015 terdapat 98 ibu melahirkan yang diantaranya 51 orang atau 52%

ibu melahirkan ditangani oleh tenaga kesehatan dan sebanyak 47 orang atau

48% ibu melahirkan ditangani oleh tenaga penolong persalinan non kesehatan

(Seknun, 2016). Sedangkan data yang diperoleh dari Polindes Pohon Batu

pada Januari 2016 sampai dengan Mei 2017 terdapat 31 ibu melahirkan di

Dusun Patinia dan semuanya ditangani oleh tenaga penolong persalinan yang

bukan tenaga kesehatan dan jumlah pasangan usia subur di Dusun Patinia

berjumlah pada tahun 2017 berjumlah 32 pasang.


Menurut penelitian Seknun (2016) tingkat pengetahuan tentang

pemilihan penolong persalinan pada ibu di Dusun Patinia masih sangat

rendah. Terbukti dari 50 responden, yang berpengetahuan kurang sebanyak


35 orang (70.0%) dan yang berpengetahuan cukup sebanyak 7 orang (14.0%)

sedangkan yang berpengetahuan baik 8 orang (16.0%).


Rendahnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Dusun

Patinia salah satunya disebabkan masih kurangnya pengetahuan keluarga

terutama pasangan suami istri terhadap pemanfaatan tenaga kesehatan dan

pelayanan kesehatan. Sehingga masih banyak ibu hamil yang memilih

melahirkan ditolong oleh dukun. Walaupun sudah ada bidan desa dan tenaga

kesehatan lainnya, keberadaan bidan desa masih belum dimanfaatkan

sepenuhnya di masyarakat.
Melihat gambaran tersebut sangat diperlukan adanya upaya peningkatan

pengetahuan kepedulian tenaga kesehatan dan peran serta masyarakat untuk

mengatasi hal tersebut. Adapun bentuk bantuan atau peran serta masyarakat

yang berupa kesiap siagan perencanaan persalinan oleh pasangan suami istri

maupun keluarga menjadi kunci mutlak bagi terlaksanya program kesehatan

ibu dan bayi terutama ibu bersalin dalam rangka menurunkan angka kematian

saat melahirkan (Dewi, 2012).


Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh Health Education Tentang Pemilihan Penolong Persalinan

Pada Pasangan Usia Subur (PUS) Di Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat

Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2017”.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka peneliti menetapkan

rumusan masalahnya sebagai berikut “Adakah Pengaruh Health Education

Tentang Pemilihan Penolong Persalinan Pada Pasangan Usia Subur (PUS) Di

Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat

Tahun 2017?”.
1.3 Tujuan Penelitan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh health education terhadap tingkat

pengetahun pasangan usia subur tentang pemilihan penolong persalinan

di Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian

Barat Tahun 2017.


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang pemilihan

penolong persalinan sebelum diberikan health education.


2. Mengetahui pengetahuan pasangan usia subur tentang pemilihan

penolong persalinan sesudah diberikan health education.


3. Menganalisa pengaruh health education tentang pemilihan penolong

persalinan pada pasangan usia subur.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan konstribusi dalam

evaluasi program penggunaan pertolongan oleh tenaga kesehatan

profesional.
1.4.2 Bagi Organisasi IBI
Diharapkan hasil temuan dari penelitian ini dapat memberikan

masukan informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan

pertimbangan pada proses penyuluhan tentang pentingnya bersalin di

tenaga kesehatan profesional.


1.4.3 Bagi Bidan-Bidan Puskesmas
Diharapkan hasil temuan dari penelitian ini dapat sebagai acuan

dalam memberikan jaminan kualitas pelayanan persalinan.


1.4.4 Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil temuan dari penelitian ini dapat dijadikan

bahan informasinya tentang pentingnya bahan informasinya tentang

pentingnya bersalin di tenaga kesehatan profesional.


1.4.5 Bagi Institusi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengembangkan keilmuan di bidang kesehatan

khusunya dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak.

1.4.6 Bagi Peneliti


Untuk mengembangkan ilmu dan meningkatkan pemahaman

mengenai ilmu kesehatan ibu dan anak.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Konsep


2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Pemilihan Pertolongan Persalinan
1. Defenisi Persalinan
Menurut Varney (2007) dalam Permatasari (2012) Persalinan

merupakan rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil

konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan

sejati,yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri

oleh pelahiran plasenta.


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan

lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba,

2002 dalam Permatasari, 2012).


Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar

(Prawirohardjo, 2005 dalam Wati, 2012).


2. Etiologi Persalinan
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori

yang kompleks. Faktor-faktor hormonal, pengaruh prostalglandin, struktur

uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-

faktor yang mengakibatkan partus mulai. (Wiknjosastro, 2005 dalam

Permatasari, 2012).
Menurut Wiknjosastro (2005) dalam Permatasari (2012) mulai dan

berlangsungnya persalinan, antara lain :


a. Penurunan hormon
Penurunan kadar hormone estrogen dan progesterone yang terjadi

kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Progesterone bekerja

sebagai penenang bagi otot-otot uterus dan akan menyebabkan

kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar

progesterone turun.
b. Plasenta menjadi tua
Vili korialis mengalami perubahan-perubahan,sehingga kadar

estrogen dan progesterone menurun yang menyebabkan kekejangan

pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.


c. Berkurangnya nutrsi pada janin
Jika nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan

segera dikeluarkan.
d. Iritasi mekanik
Tekanan pada ganglio servikale dari pleksus franken hauser yang

terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi

uterus akan timbul.


e. Distensi rahim
Keadaan uterus yang terus menerus membesar dan menjadi

tegang mengakibatkan iskemia otor-otot uterus. Sehingga dapat

menganggu sirkulasi uteroplasenter yang membuat plasenta menjadi

degenerasi.
f. Induksi partus
Partus dapat ditimbulkan dengan jalan :
1) Gagang laminaria : bebrapa laminaria di masukkan dalamkanalis

servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser.


2) Amniotomi : pemecahan ketuban.
3) Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan infuse.
3. Bentuk-Bentuk Persalinan
Menurut Manuaba (2002) dalam Sufiawati (2012) bentuk-bentuk

persalinan, antara lain :


a. Persalinan spontan
Proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-

alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung

kurang dari 24 jam.


b. Persalinan bantuan
Proses persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar misalnya

ekstraksi dengan forcef atau dilakukan operasi secsio caesaria.


c. Persalinan anjuran
Pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar

untuk hidup diluar, tetapi tidak sedemikian besarnya sehingga

menimbulkan kesulitan dalam persalinan, kadang-kadang persalinan

tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah

pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.


4. Penolong Persalinan
Penolong persalinan merupakan salah satu faktor penting yang

menentukan keselamatan ibu dan bayinya. Persalinan oleh dokter atau

bidan lebih aman dibandingkan persalinan yang ditolong oleh dukun.

Tenaga kesehatan sudah dipersiapkan untuk memberikan perawatan yang

komperhensif untuk wanita selama masa reproduktifnya (Rochayah,

2012).
Menurut Senewe (2003) dalam Rochayah (2012) Probabilitas untuk

terjadinya komplikasi persalinan pada kehamilan normal sebesar 19,6%

apabila ibu pada waktu hamilnya tidak mengalami komplikasi kehamilan

dan tinggal di desa dan sebesar 10,4%apabila ibu pada waktu hamilnya

tidak mengalami komplikasi kehamilan dan tinggal di kota. Hal ini

menunjukkan bahwa terjaminnya akses ke pelayanan kesehatan sangat

diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan komplikasi.


a. Dokter Spesialis Obstetri Gynekologi (Sp.OG)
Dokter Sp.OG sangat berperan sebagai Pembina terhadap

jaminan kualitas pelayanan,tenaga pelatihdan berperan juga sebagai

tenaga advokasi kepada sector terkait di daerahnya. Keahliannya di

bidang obstetric dan gynekologi sangat diharapkan untuk memberikan

pelayanan obstetric dan neonatal emergensi secara komperhensif

utamanya di rumah sakit rujukan (Depkes RI, 2012).


b. Bidan
Definisi bidan menurut International Confederation of

Midwives (ICM) tahun 1972 adalah seorang yangtelah menyelesaikan

program pendidikan bidan yang diakui oleh Negara serta memperoleh

kualifikasi dan diberi ijin menjalankan praktek kebidanan (Rochayah,

2012). Bidan adalah seorang perempuan yang telah lulus dari

pendidikan bidan yang telah registrasi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (Permenkes, 2010 ; Rochayah, 2012).


c. Dukun bayi/Paraji
Menurut Bertens (2005) dalam Rochayah (2012) dukun

didefinisikan sebagai seorang yang mengobati pasien tanpa dapat

membuktikan statusnya sebagai dokter dengan menunjukkan ijazah

yang diakui oleh negara. Syaifrudin dan Hamidah (2009) dalam

Rochayah (2012) membagi dukun bayi menjadi 2, yaitu :


1) Dukun bayi terlatih
Adalah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan dari

tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.


2) Dukun bayi tidak terlatih
Adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga

kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih oleh tenaga

kesehatan dan belum dinyatakan lulus.


Dukun bayi sebagai orang kepercayaan dalam menolong

persalinan merupakan sosok yang dihormati dan berpengalaman,

sangat dibutuhkan oleh masyarakat keberadaannya. Berbeda dengan

keberadaan bidan yang rata-rata masih muda dan belum seluruhnya

mendapat kepercayaan dari masyarakat (Depkes RI, 2012).

Upaya yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI untuk

meningkatkan pengetahuan dukun dalam pelayanan antenatal,

persalinan dan rujukan ke tenaga kesehatan serta meningkatkan alih

peran dukun dari penolong persalinan menjadi mitra bidan dalam

pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dengan melaksanakan kemitraan

bidan dengan dukun. Kemitraan ini menempatkan bidan sebagai

penolong persalinan dan mangalihfungsikan dukun dari penolong

persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas,

berdasarkan kesepakatan yangtelah dibuat antara bidan dengan dukun,

serta melibatkan unsure masyarakat yangada (Depkes RI, 2012).

5. Pemilihan Penolong Persalinan


Pemilihan penolong persalinan adalah tindakan memilih orang dan

tempat untuk menolong proses kelahiran. Proses persalinan merupakan

perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu suatu perilaku yang tidak

lepas dari perilaku tindakan pencarian pengobatan dan hal ini terkait

dengan teori terjadinya suatu perilaku kesehatan, baik itu perilaku individu

maupun perilaku kelompok. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan harus optimal agar dapat dijaring dan dilakukan


penatalaksanaan terhadap kasus kehamilan resiko tinggi dan komplikasi

persalinan (Notoatmodjo, 2010 dalam Rochayah, 2012).


6. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Penolong

Persalinan
a. Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan ibu dalam menyerap dan menerapkan

informasi kesehatan mengenai kehamilan, persalian dan masa nifas

akan sangat berpengaruh pada perilaku ibu dalam memeriksa

kehamilan dan memilih penolong persalinan pada tenaga kesehatan.

Ketidaktahuan ibu akan bahaya yang dapat dialami selama kehamilan

dan persalinan bagi ibu dan bayinya dan keterbatasan kemampuan

tenaga non kesehatan dalam mengatasi komplikasi yang dialami ibu

akan membahayakan kehamilan dan keselamatan ibu dan bayinya

(Notoatmodjo, 2010).
b. Umur
Ibu yang berumur 35tahun atau lebih, kesehatan dan keadaan

rahim sudah tidak sebaik pada umur 20-35 tahun sebelumnya,

sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama,

perdarahan dan risiko cacat bawaan (Sumiarsih 2007 ; Rochayah,

2012).
c. Pendidikan
Pendidikan berpengaruh pada cara berpikir dan pengambilan

keputusan seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan.

Semakin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin baik

pengetahuannya tentang kesehatan. Pendidikan yang rendah

menyebabkan seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan,

sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi


walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka menggunakannya

(Martaasisoebrata, 2010 dalam Rochayah, 2012)


d. Pekerjaan
Penelitian yang dilakukan oleh Niaty (2010) menyebutkan,

dapat dibuktikan adanya hubungan yang bermakna antara status

pekerjaan dengan pemilihan penolong persalinan, dimana ibu yang

bekerja memiliki peluang 1,73 kali untuk memilih penolong persalinan

dengan tenaga kesehatan dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja

(Rochayah, 2012).
e. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan ibu baik

kelahiran hidup maupun meninggal.ibu dengan paritas tinggi (lebih

dari 4 kali) mempubyai risiko lebih besar untuk mengalami perdarahan

dan kehamilan yang terlalu sering menyebabkan risiko sakit dan

kematian pada ibu hamil dan juga anaknya. Jumlah persalinan yang

pernah dialami memberikan pengalaman pada ibu untuk kehamilan

dan persalinan berikutnya. Oleh karena itu, ibu yang belum pernah

melahirkan cenderung mencari tahu tentang persalinan dan pelayanan

yang tepat (Depkes RI, 2008 dalam Rochayah, 2012).


f. Jarak ke pelayanan kesehatan
Tempat pelayanan yang lokasinya tidak strategis/sulit dicapai

oleh para ibu menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap

pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2008 dalam Rochayah, 2012).


Menurut Karjatin (2010) Jarak yang harus ditempuh ke tempat

pelayanan kesehatan mempengaruhi masyarakat terhadap pemanfaatan

pelayanan kesehatan yang telah disediakan.jarak yang ditempuh untuk

menjangkau tempat pelayanan sering ditentukan oleh keadaan jalan,


jenis kendaraan yang tersedia, keadaan penyakit yang diderita dan

biaya yangharus dibayar untuk ongkos perjalanan. Banyaknya masalah

jarak yang harus dihadapi masyarakat untuk mencapai pelayanan

kesehatan sering menyebabkan keterlambatan pengiriman dan

penanganan penderita ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih

lengkap (Rochayah, 2012).


g. Kultur budaya masyarakat
Masyarakat terutama di pedesaan, masih lebih percaya kepada

dukun daripada bidan dan dokter. Rasa takut masuk rumah sakit juga

masih melekat pada kebanyakan kaum permpuan (Lumi, 2014).


7. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Non Kesehatan
a. Pengertian
Pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan seringkali

dilakukan oleh seseorang yang disebut dukun beranak, dukun bersalin

atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin dipilih berdasarkan

kepercayaan masyarakat setempat karena merupakan pekerjaan yang

sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya dan

biasanya sudah berumur 40 tahun keatas (Prawirohardjo, 2005 dalam

Lumi, 2014).
Tidak berbeda dengan seorang bidan, dukun beranak melakukan

pemeriksaan kehamilan melalui indra peraba (palpasi). Calon ibu

mendapat perawatan khusus, seperti dielus-elus, badanya juga dipijat-

pijat dari ujung kepala sampai ujung kaki (Lumi, 2014)


b. Masalah yang dapat ditimbulkan apabila persalinan ditolong oleh non

kesehatan
Menurut sinyalemen Dinkes, AKI cenderung tinggi akibat

pertolongan persalinan tanpa fasilitas memadai, diantaranya tidak


adanya tenaga bidan atau dokter. Karena persalinan masih ditangani

dukun beranak atau peraji, kasus kematian ibu saat melahirkan masih

tetap tinggi. Pertolongan gawat darurat bila terjadi kasus perdarahan

atau infeksi yang diderita ibu yang melahirkan tidak dapat dilakukan

(Lumi, 2014).
Kelemahan utama dari mutu pelayanan adalah tidak terpenuhinya

standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan

praktek yang tidak steril. Riwayat kasus kematian ibu dan janin

menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui

tanda bahaya dalam masa kehamilan dan persalinan serta rujukan

yangtelambat dan kecacatan janin pun bisa terjadi dari kekurangtahuan

dukun beranak akan tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenal

(Lumi, 2014).
1.1.2 Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
1. Defenisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014) dalam Rumadaul (2015)

menjelaskan bahwa, pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu

penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).


2. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014) dalam Rumadaul (2015)

memaparkan bahwa, pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai


intenstias atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi

dalam 6 tingkatan pengetahuan yakni :


a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yangtelahada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa buah

tomat sangat mengandung Vitamin C, jamban adalah tempat

membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan

nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengatahui atau

mengukur bahwa orang mengetahui sesuatu dapat menggunakan

pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang

gizi, dan sebagainya.


b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahuterdapat objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetatpi orang tersebut harus

dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan

penyakit demam berdarah, tidak hanya sekedar menyebutkan 3 M

(Mengubur, Menutup dan Menguras), tetapi harus dapat menjelaskan

kenapa harus mengubur, menutup dan sebagainya, tempat-tempat

penampungan air tersebut.


c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.misalnya seorang yang telah

paham tentang proses perencanaan, dia harus dapat membuat program

perencanaan, dia harus dapat membuat program perencanaan


kesehatan ditempat ia bekerja atau dimana saja, orang yang telah

paham metodologi penelitian,ia akan mudah membuat proposal

penelitian dimana saja dan seterusnya.

d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

atau memisahkan, kemudian mencari hububngan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu telah sampai pada

tingkat analisis adalah apabila orang tersebut sudah dapat

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram

(bagan) terhadap pengetahuan atas objek tertentu.


e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkumkan atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis

terhadap pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menysun suatu formulasi-

formulasi yang telah ada.misalnya dapat membuat kesimpulan dari

artikel yang telah dibaca.


f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.


3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui

disesuaikan dengan tingkat-tingkat dalam kawasan kognitif

(Notoatmodjo,2014).
Skinner seperti dikutip oleh Notoatmodjo (2014) mengatakan

bahwa bila seseorangdapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai

suatu bidang tertentu dengan baik secara lisan atau tulisan, maka dapat

dikatakan dirinya mengetahui bidang itu. Sekumpulan jawaban verbal

yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan (knowledge).


Pertanyaan dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan dan

dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu : (Notoatmodjo,2014)


a. Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essay
b. Pertanyaan obyektif, misalnya pertanyaan pilihan berganda (multiple

choice), benar-salah, dan pertanyaan menjodohkan.

Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif

khususnya pilihan berganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat

pengukuran karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang

akan diukur dan lebih cepat dinilai.

Menurut Arikunto (2013) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan memberikan seperangkat alat tes atau kuesioner tentang obyek

pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana

setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 5 dan jika

salah diberi nilai 0. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan

jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian

dikalian 100% dan hasilnya presentase dengan rumus yang digunakan

sebagai berikut :
SP
N= x 100%
SM
Keterangan :

N : Nilai pengetahuan

SP : Skor yang didapat

SM : Skor tertinggi maksimum

Selanjutnya presentase jawaban yang diinterprestasikan dalam

kalimat kualitatif dengan cara sebagai berikut :

a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100%

dari seluruh pertanyaan.


b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75%

dari seluruh pertanyaan.


c. Kurang : bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55%

dari seluruh pertanyaan.


4. Pengetahuan Sebagai Determinan Terhadap Perilaku
Menurut Kholid (2014) dalam Rumadaul (2015) menjelaskan

bahwa faktor penentu untuk determinan pada manusia sulit untuk dibatasi

karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor. Pada realitanya

sulit dibedakan dalam menentukan perilaku karena menentukan faktor

lainya, yaitu antara lain faktor pengalaman, keyakinan sarana fisik, sosio

budaya masyarakat dan lain sebagainya sehingga proses terbentuknya

pengetahuan dan perilaku dapat dipahami seperti yang dikemukakan

sesuai teori Green Lawrence (1980), secara garis besar dipengaruhi oleh

dua faktor pokok,yakni faktor perilaku (behavior causes), dan faktor diluar
perilaku (non-behavior) selanjutnya perilajku itu sendriri ditentukan atau

tebentuk dari tiga faktor:


a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap,kepercayaan, keyakinan,nilai-nilai dan sebagainya.


b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-saran kesehatan.
c. Faktor-faktor pendukung (reinforcing factors), yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang yang

bersangkutan.

Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan perilaku seseorang

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,dan sebagainya

dari seseorang. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku

para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya pengetahuan dan perilaku (Kholid,2014).

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Qomariah (2013) dalam Rahayu (2016) faktor-faktor yang

mempengaruhipengetahuan seseorang antara lain :


a. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka

akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya,sehingga akan

mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.


b. Pekerjaan
Pengalaman dan pengetahuan dapat diperoleh dari lingkungan

pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung.


c. Umur
Perubahan pada fisik dan psikologi terjadi seiring dengan

bertambahnya umur seseorang. Perubahan pada fisik dapat terlihat

dengan adanya perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya cirri-

ciri lama, dan timbulnya cirri-ciri baru. Pada aspek psikologis

tarafberpikir seseorang akan semakin matang dan dewasa.


d. Minat
Minat merupakan keinginan yang tinggi terhadap sesuatu, minat
menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada

akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

e. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi denganlingkungannya.jika seseorang mengalami

pengalaman yang kurang menyenangkan maka cenderung berusaha

untuk melupakannya, namun jika pengalaman tersebut menyenangkan

maka secara psikologis akan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan

akhirnya dapat membentuksikap positif dalam kehidupannya.


f. Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidupdan dibesarkan berpengaruh besar

terhadap pembentukan sikap pribadi. Apabila dalam suatu wilayah

memiliki kebudayaan yang bernilai positif maka sangat mungkin

masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk melakukan kebudayaan

tersebut.
g. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.


6. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan Penolong

Persalinan
Menurut WHO (2012), pengetahuan dapat membentuk keyakinan
tertentu sehingga seorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Permatasari, 2012).


Bila pengetahuan seorang ibu sudah baik terhadap kehamilan maka

kepatuhan seorang ibu untuk memeriksa kehamilan akan dapat terjaga dan

juga dapat selektif dalam memilih penolong persalinan. Apabila

pengetahuan belum sepenuhnya dimiliki maka untuk mengikuti anjuran

untuk memeriksa kehamilannya kurang dapat terwujud dan sangat

mungkin untuk memilih penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan

(Permatasari, 2012).
1.1.3 Tinjauan Umum Tentang Health Education
1. Defenisi Health Education
Health Education atau pendidikan kesehatan adalah proses untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo,2013). Menurut Firiani (2011)

dalam Septiana (2014) Pendidikan kesehatan (Health education) adalah

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,

kelompok atau masyarakat sehingga dapat melakukan seperti yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan kesehatan.


Permana, R.T.(2014) dalam Rahayu (2016) mengungkapkan bahwa

dengan pendidikan kesehatan dapat memodifikasi perilaku seseorang

karena proses dalam pendidikan kesehatan adalah

denganmengklarifikasikan sikap. Salah satu cara untuk merubah sikap

seseorang adalah dengan memberikan informasi. Informasi tidak selalu


mencukupi untuk merubah sikap seseorang, akan tetapi informasi akan

membantu seseorang untuk merubah sikapnya menjadi lebih baik lagi,

meskipun memerlukan waktu agar orang tersebut dapat menyesuaikan

dengan informasi yang baru saja didapatkan.


2. Tujuan Health Education
Menurut Mubarak (2009) dalam Septiana (2014) tujuan utama

health education yaitu agar seseorang mampu:


a. Menetapkan masalah dan kebutuahan mereka sendiri
b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalah, dengan

sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari

luar
c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan

taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat

Sedangkan tujuan utama pendidikan kesehatan (health education)

menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 adalah

meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan baik secara fisik, mental dan sosialnya

sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial (BKKBN, 2012).

3. Ruang Lingkup Healh Education


Menurut Firiani (2011) dalam Septiana (2014) ada beberapa

dimensi ruang lingkup pendidikan kesehatan (health education), antara

lain :
a. Dimensi Sasaran
1) Individu
Metode yang dapat dilakukan adalah :
a) Bimbingan dan konseling
Konseling kesehatan adalah kegiatan pendidikan

kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan,


menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak hanya

sadar,tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bersedia

melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan.


b) Wawancara
Wawancara adalah bagian dari bimbingan dan

penyuluhan. Menggali informasi mengapa individu tidak atau

belum mau menerima perubahan, apakah individu tertarik atau

tidak terhadap perubahan, bagaimanakah dasar pengertian dan

apakah mempunyai dasar yang kuat jika belum, maka

diperlukan penyuluhan yang lebih mendalam.


2) Kelompok
Metode yang bisa digunakan unutk kelompok kecil diantaranya :
a) Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah membahas suatu topic dengan

cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih dalam suatu

kelompok yang dirancang untuk mencapai tujuan teretentu.

b) Mengungkapkan pendapat (Brainstorming)


Merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Pada

prinsipnya sama dengan diskusi kelompok. Tujuannya adalah

untuk menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan,

pengalaman, dari setiap peserta.


c) Bermain peran
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode

untuk menghadirkan peran yang ada dalam dunia nyata ke

dalam satu pertunjukkan di dalam kelas pertemuan.


d) Kelompok yang membahas tentang desas-desus
Dibagi menjadi kelompok kecil kemudian diberikan

suatu permasalahn yang sama atau berbeda antara kelompok

satu dengan kelompok lain kemudian masing-masing dari


kelompok tersebut mendiskusikan hasilnya lalu kemudian tiap

kelompok mendiskusikan kembali dan mencari kesimpulannya.


e) Simulasi
Berbentuk metode praktek yang berfungsi untuk

mengembangkan ketrampilan peserta belajar.metode ini

merupakan gabungan dari role play dan diskusi kelompok.


3) Masyarakat luas
Metode yang dapat dipakai untuk masyarakat luas diantaranya :
a) Seminar
Metode seminar ini hanya cocok untuk sasaran kelom-
pok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar

adalah suatu presentasi dari suatu ahli atau beberapa ahli

tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya sedang

ramai dibicarakan di masyarakat.


b) Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode pengajaran dengan

menyamaikan informasi secara lisan kepada sejumlah siswa,

yang pada umumnya mengikuti secara pasif.


b. Dimensi Tempat Pelaksana
1) Pendidikan kesehatan (health education) di sekolah dengan sasaran

murid
2) Pendidikan kesehatan (health education) di rumah sakit atau di

tempat pelayanan kesehatanlainnya, dengan sasaran pasien juga

keluarga pasien
3) Pendidikan kesehatan (health education) di tempat kerja dengan

sasaran buruh atau karyawan


c. Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan
1) Peningkatan kesehatan
Dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti pendidi-
kan kesehatan, penyuluhan kesehatan, konsultasi perkawinan,

pendidikan seks, pengendalian lingkungan, dan sebagainya.


2) Perlindungan umum dan khusus
Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha kesehat-
an dalam rangka memberikan perlindungan secara khusus atau

umum kepada seseorang atau masyarakat. Bentuk perlindungan

tersebut seperti imunisasi dan hygiene perseorangan, perlindungan

diri dari kecelakaan, kesehatan kerja, pengendalian sumber-sumber

pencemaran, dan lain-lain.


3) Diagnosis dini dan pengobatan segera atau adekuat
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah

terhadap kesehatan mengakibatkan masyarakat mengalami

kesulitan untuk mendeteksi penyakit bahkan enggan untuk

memeriksakan kesehatan dirinya dan mengobati penyakitnya.


4) Pembatasan kecacatan
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang

kesehatan dan penyakit sering membuat masyarakat tidak

melanjutkan pengobatannya sampai tuntas, yang akhirnya dapat

mengakibatkan kecacatan atau ketidakmampuan. Oleh karena itu,

pendidikan kesehatan (health education) juga diperlukan pada

tahap ini dalam bentuk penyempurnaan dan intensifikasi terapi

lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan,

penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain.


5) Rehabilitasi
Latihan diperlukan untuk pemelihan seseorang yang telah

sembuh dari suatu penyakit atau menjadi cacat. Karena kurangnya

pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya rehabilitasi,

masyarakat tidak mau untuk melakukan latihan-latihan tersebut.

4. Media Pendidikan Kesehatan


Media adalah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan.

Media sebagai alat pembelajaranmempunyai syarat antara lain, 1) harus


bisa meningkatkan motivasi subyek untuk belajar, 2) merangsang

pembelajaran mengingat apa yang sudah dipelajari, 3) mengaktifkan

subyek belajar dalam memberikan tanggapan/umpan balik, 4) mendorong

pembejalar untuk melakukan praktek-praktek yang benar (Boore, 199

dalam Septiana, 2014). Sedangkan alat bantu yang digunakan antara lain

alat bantu lihat (visual), alat bantu dengar (audio) atau alat bantu dengar

dan lihat (audio visual) d=serta alat bantu media tulis seperti poster,

leaflet, booklet, lembar balik, flipchart (Notoatmodjo, 2013).


2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada kerangka teori

yang dibahas dalam tinjauan pustaka, variabel dependent (terikat) yaitu

pengetahuan sedangkan untuk variabel independent (bebas) yaitu health

education. Kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Pengetahuan Pengetahuan
Pasangan Usia Subur Health Pasangan Usia Subur
tentang pemilihan Education tentang pemilihan
penolong persalinan penolong persalinan
sebelum diberikan sesudah diberikan
health education health education

Keterangan :
= Variabel yang Diteliti

= Garis Penghubung

Gambar 2.1
Kerangka Konsep
Pengaruh Health Education Terhadap Perubahan Tingkat
Pengetahun Ibu Tentang Pemilihan Penolong Persalinan
2.3 Hipotesis
Hipotesis Alternatif (Ha/H1) :Ada pengaruh health education tentang

pemilihan penolong persalinan pada pasangan

usia subur (PUS).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

c.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian eksperimental yang merupakan suatu rancangan penelitian yang

digunakan untuk mencari hubungan sebab-akibat dengan adanya keterlibatan

penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas. Penelitian

ini menggunakan rancangan penelitian quasy-eksperimental dengan


pendekatan one-group pra-post test design yang merupakan ciri tipe penelitian

yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu

kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi,

kemudian diobservasi lagi setelah diintervensi.

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes


K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Sumber : Nursalam (2014)

Keterangan :

K : Subjek (Pasangan Usia Subur)

O :Pengukuran pertama, tingkat pengetahuan tentang

pemilihan penolong persalinan sebelum diberikan health

education

I : Intervensi (Health Education)

OI : Pengukuran kedua, tingkat pengetahuan tentang pemilihan

penolong persalinan sesudah diberikan health education

c.2 Populasi Dan Sampel


c.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2011 dalam Septiana, 2014). Populasi dalam


penelitian ini adalah pasangan usia subur di Dusun Patinia yang berjumlah 32

pasangan atau 64 orang.


c.2.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2014

dalam Rahayu, 2016). Teknik sampling pada penelitian ini adalah total

sampling yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2014 dalam Rahayu, 2016). Jumlah

sampel 32 pasangan atau 64 orang.


c.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini hanya menggunakan variabel tunggal

yaitu tingkat pengetahuan tentang pemilihan penolong persalinan.


c.4 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, meningkatkan peneliti


untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena (Notoatmodjo, 2014)


Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Al Hasil Ukur Skal


Penelitian Operasional at a
Uk Uku
ur r
Dependen Informasi yang Kuesio Skor Pengetahuan Rasio
Tingkat diketahui ner
pengetahuan pasangan usia 10 pertanyaan dan
pasangan pilihan jawaban.
subur
usia subur mengenai Nilai 1 : jawaban benar
tentang tindakannya Nilai 0 : jawaban salah
pemilihan memilih
pertolongan penolong Tingkat pengetahuan
persalinan persalinan saat
melahirkan Baik : Bila subjek
mampu menjawab
anak
dengan benar 76%-
100% dari seluruh Ordinal
pertanyaan.

Cukup : Bila subjek


mampu menjawab
dengan benar 56%-
75% dari seluruh
pertanyaan.

Kurang : Bila subjek


mampu menjawab
dengan benar ≤40%-
55% dari seluruh
pertanyaan

c.5 Lokasi Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan di Dusun Patinia Kecamatan

Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat.


c.6 Waktu Penelitian
Waktu penelitian telah dilaksanakan pada pertengahan bulan Juil

sampai dengan Agustus 2017 selama 3 minggu.


c.7 Instrumen Penelitian
Instrumen (Alat) pengumpulan data adalah alat ukur dalam

penelitian (Notoatmodjo, 2014). Instrument yang digunakan pada penelitian

ini adalah kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu sebanyak 10

pertanyaan. Pengisian kuesioner tersebut dengan melingkari pada jawaban

yang dianggap benar.


c.7.1 Uji Validitas
Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

butir pertanyaan. Skala butir pertanyaan dinyatakan valid, jika melakukan

apa yang seharusnya dilakukan untuk mengukur yang seharusnya diukur

(Sunyoto, D., 2011 dalam Rahayu, 2016).


Dalam menentukan kelayakan dan tidaknya suatu item yang akan

digunakan biasanya dilakukan uji signifikasi koefisien korelasi pada taraf

0,05. Artinya suatu item dianggap valid jika memiliki korelasi signifikan

terhadap skor total item.


Peneliti melakukan uji validitas di Dusun Pohon Batu, Kecamatan

Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat dengan 30 orang responden

yang mempunyai karakteristik yang sama dengan lokasi penelitian yaitu

sama-sama melangsungkan persalinan di tenaga penolong bukan tenaga

kesehatan. Penelitian ini menggunakan pengujian validitas Corrected Item-

Total Correlaction.
Uji Validitas menggunakan teknik Corrected Item-Total

Correlaction memiliki Kriteria sebagai berikut :


1) Item pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel
2) Item pertanyaan dikatakan Tidak valid jika nilai r hitung < r table
c.7.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan tingkat konsistensi dan stabilitas dari

data berupa skor hasil persepsi suatu variabel baik variabel bebas maupun

terikat. Dengan demikian reliabilitas meliputis tabilitas ukuran dan


konsisitensi internal ukuran. Stabilitas ukuran menunjukkan kemampuan

sebuah ukuran untuk tetap stabil atau tidak rentang terhadap perubahan

situasi apapun. Kestabilan ukuran dapat membuktikan kebaikan (goodness)

sebuah ukuran dalammengukur sebuah konsep (Sunyonto, D., 2011 dalam

Rahayu, 2016).

Tabel 3.3
Kriteria Reliabilitas Instrumen

No Nilai Interval Kriteria


1 < 0.20 Sangat Rendah
2 0.20-0.399 Rendah
3 0.40-0.599 Cukup
4 0.60-0.799 Tinggi
5 0.80-1.00 Sangat Tinggi
Sumber : Wibowo, A,E., (2012)

Pertanyaan dapat dinyatakan Reliabel apabila nilai kemaknaan

≥0.6 atau memenuhi kriteria tinggi dan sangat tinggi. Penelitian ini

menggunakan uji reliabilitas dengan metode Cronbach’s Alpha. Hasil uji

reliabilitas menunjukkan Nilai Cronbach’s Alpha = 9.48 bearti mencapai nilai

interval 0.80-1.00 (sangat tinggi) dan lebih besar dari nilai kemaknaan

Cronbach’s Alpha 0.6 maka petanyaan dikatakan Reliabel sehingga dapat

digunakan sebagai instrumen pengumpulan data.


c.8 Prosedur Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan oleh peneliti dengan cara mengumpulkan
data primer yang didapatkan langsung dari responden penlitian dan data

sekunder yang didapatkan dari instansi-intansi terkait.


c.8.1 Data Primer
Data primer adalah data data yang didapatkan langsung dari

responden penelitian. Data primer diperoleh melalui teknik

pengumpulan data dengan membagian kuesioner sebelum dan sesudah

dilakukannya health education.

c.8.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah pengumpulan yang diperoleh dari instansi

terkait. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

Polindes Pohon Batu tentang jumlah ibu yang melahirkan di Dusun

Patinia dan dari Tenaga penolong persalinan non kesehatan (Dukun)

Dusun Patinia.
c.9 Analisa
Dari data yang diperoleh tidak terdistribusi normal maka

digunakan uji statistic nonparametric Wilcoxon.


c.10 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian. Setelah mendapatkan

persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan

masalah etika menurut Hidayat (2012) meliputi :


1. Informent Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti

dan yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan

memaksa kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.


2. Anonimity (tanpa nama)*
Untuk menjaga kerahasian peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberi kode.


3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Dusun Patinia merupakan salah satu dari dusun yang berada di Desa

Kawa Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi

Maluku. Luas wilayah Dusun Patinia 90 Km2 dengan Jumlah RT 4. Dusun

Patinia sebelah utara berbatasan dengan dusun pohon batu, sebelah selatan

berbatasan dengan laut buano, sebelah barat berbatasan dengan pegunungan

kawa dan sebelah timur berbatasan dengan laut pulau osi. Penelitian ini telah

dilaksanakan pada tanggal 22 juli 2017.


4.1.2 Karakteristik Responden
1. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4.1
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Dusun Patinia
Tahun 2017

No JenisKelamin (n) (%)


1 Laki-laki 32 50
2 Perempuan 32 50
Total 64 100
Sumber :Data Primer, 2017
Distribusi responden menurut jenis kelamin memiliki distribusi

yang sama besarnya yaitu laki-laki sebesar 32 responden (50%) dan

perempuan sebesar 32 responden (50%).

2. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur


Tabel 4.2
Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Dusun patinia
Tahun 2017

No Kelompok Umur (n) (%)


1 ≤ 24 Tahun 17 26.6
2 25-32 Tahun 33 51.6
3 ≥ 33 Tahun 14 21.9
Total 64 100
Sumber :Data Primer, 2017
Distribusi responden menurut kelompok umur terbanyak yaitu 25-

32 tahun sebesar 33 responden (51.6%) dan terkecil yaitu ≥ 33 tahun

sebesar 14 responden (21.9%).


3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Dusun Patinia
Tahun 2017

No Tingkat Pendidikan (n) (%)


1 Tidak Sekolah 7 10.9
2 SD/Sederajat 27 42.2
3 SLTP/Sederajat 16 25.0
4 SLTA/Sederajat 14 21.9
Total 64 100
Sumber :Data Primer, 2017
Distribusi responden menurut tingkat pendidikan terbanyak yaitu

SD/Sederajat sebesar 27 responden (42.2%) dan terkecil yaitu Tidak

Sekolah sebesar 7 responden (10.9%).

4. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Suami


Tabel 4.4
Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Suami di Dusun Patinia
Tahun 2017

No Pekerjaan Suami (n) (%)


1 Petani 16 50.0
2 Buruh 1 3.1
3 Nelayan 15 46.9
Total 32 100
Sumber :Data Primer, 2017
Distribusi responden menurut pekerjaan suami terbanyak yaitu

petani sebesar 16 responden (50.0%) dan terkecil yaitu buruh sebesar 1

responden (3.1%).
5. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Istri
Tabel 4.5
Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Istri di Dusun Patinia
Tahun 2017

No Pekerjaan Istri (n) (%)


1 IRT 8 25.0
2 Petani 24 75.0
Total 32 100
Sumber :Data Primer, 2017
Distribusi responden menurut pekerjaan istri terbanyak yaitu petani

sebesar 24 responden (75.0%) dan terkecil yaitu buruh sebesar 8

responden (25.0%).

6. Distribusi Responden Menurut Riwayat Persalinan Dan Penolong

Persalinan Terakhir
Tabel 4.6
Distribusi Responden Menurut Riwayat Persalinan
di Dusun Patinia Tahun 2017

No Riwayat Persalinan (n) (%)


1 Belum Pernah Bersalin 0 0.0
2 Sudah Pernah Bersalin 32 100.0
Total 32 100
Sumber :Data Primer, 2017

Distribusi responden menurut riwayat persalinan terbanyak yaitu

sudah pernah bersalin sebanyak 32 responden (100.0%) dan tidak ada

responden yang belum pernah bersalin (0.0%).


7. Distribusi Responden Menurut Penolong Persalinan Terakhir
Tabel 4.7
Distribusi Responden Menurut Penolong Persalinan Terakhir
di Dusun Patinia Tahun 2017

No Penolong Persalinan Terakhir (n) (%)


1. Tenaga Medis 0 0.0
2. Dukun 32 100.0
Total 32 100
Sumber :Data Primer, 2017
Distribusi responden menurut penolong persalinan terakhir

terbanyak yaitu dukun sebanyak 32 responden (100.0%) dan tidak ada

responden yang persalinan dibantu oleh dokter/bidan (0.0%)

4.1.3 Tingkat Pengetahuan


Tabel 4.8
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tes Sebelum dan Tes Sesudah
Diberikan Health Education Tentang Pemilihan Penolong Persalinan
Di Dusun Patinia Tahun 2017

No Pengetahuan Tes Sebelum Tes Sesudah


(n) (%) (n) (%)
1. Baik 2 3.1 30 46.9
2. Cukup 3 4.7 18 28.1
3. Kurang 59 92.2 16 25.0
Total 64 100 64 100
Sumber :Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.8, menggambarkan bahwa sebelum dilakukan

intervensi responden yang berpengetahuan baik hanya 3.1 % yaitu 2

orang dan sebanyak 92.2% (59 orang) berpengetahuan kurang. Setelah

dilakukan intervensi pengetahuan responden meningkat menjadi

sebanyak 46.9% (30 orang) berpengetahuan baik dan hanya 25.0% (16

orang) berpengetahuan kurang.


4.1.4 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Pengetahuan Responden Tes
Sebelum Dan Tes Sesudah Diberikan Health Education Tentang
Pemilihan Penolong Persalinan.
Tabel 4.9
Distribusi Responden Menurut Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Pengetahuan Responden Tes Sebelum Dan Tes Sesudah Diberikan Health
Education Tentang Pemilihan Penolong Persalinan Di Dusun Patinia
Tahun 2017

Data P Value Pre-Test P Value Post-Test


Sebelum Transformasi 0.000 0.000
Setelah Transformasi 0.000 0.000
Sumber :Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.9, dapat diketahui bahwa seluruh variabel

tidak terdistribusi normal karena memiliki nilai p value < 0.05. Sehingga

perlu dilkukan transformasi data untuk dilakukan uji normalitas

kembalidengan hasil yang tidak berbeda jauh. Sehingga uji yang

digunakan merupakan uji nonparametric Wilcoxon.

4.1.5 Hasil Univariate Nilai Median Pengetahuan Tes Sebelum Dan Tes Sesudah Di
Dusun Patinia Tahun 2017 Dapat Diuraikan Pada Tabel Berikut :

Tabel 4.10
Distribusi Responden Menurut Nilai Rata-Rata Median Pengetahuan Tes
Sebelum Dan Tes Sesudah Diberikan Health Education Tentang Pemilihan
Penolong Persalinan Di Dusun Patinia Tahun 2017

Variabel Pengetahuan (n) Median (min-max)


Tes Sebelum 64 3.50 (0-13)
Tes Sesudah 64 11.00 (1-15)
Sumber :Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.10, terlihat nilai median pengetahuan

responden sebelum perlakuan adalah 3.50. Nilai terendah adalah 0 dan

tertinggi adalah 13. Sedangkan hasil analisis pada pengetahuan


responden sesudah perlakuan didapat rata-rata nilai pengetahuan adalah

11.00. Nilai terendah 1 dan tertinggi adalah 15.


4.1.6 Hasil Bivariate Uji Wilcoxon Pengetahuan Responden Tes Sebelum Dan
Tes Sesudah Diberikan Health Education Tentang Pemilihan Penolong
Persalinan

Tabel 4.11
Distribusi Responden Menurut Uji Wilcoxon Pengetahuan Responden Tes
Sebelum Dan Tes Sesudah Diberikan Health Education Tentang Pemilihan
Penolong Persalinan Tahun 2017

(n) Median (min-max) P


Tes Sebelum 64 3.50 (0-13) 0.000
Tes Sesudah 64 11.00 (1-15)
Uji Wilcoxon, 6 responden pengetahuan menurun: 52 responden pengetahuan
meningkat: 6 responden pengetahuan tetap.
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.11, terlihat nilai median pengetahuan

responden sebelum perlakuan adalah 3.50. Nilai terendah adalah 0 dan

tertinggi adalah 13. Sedangkan hasil analisis pada pengetahuan responden

sesudah perlakuan didapat rata-rata nilai pengetahuan adalah 11.0. Nilai

terendah 1 dan tertinggi adalah 15. Diperoleh nilai signifikan 0.000 (p <

0.05) dengan demikian dapat disimpulkan “terdapat pengaruh health

education tentang pemilihan penolong persainan pada pasangan usia

subur (PUS)”.
4.2 Pembahasan
Sebelum dilakukan perlakuan berupa Health Education, peneliti

melakukan tes sebelum diberikan Health Education berupa penyebaran

kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas sebanyak 15 butir

pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pemilihan penolong

persalinan pada pasangan usia subur (PUS) di Dusun Patinia juga sebagai
tolak ukur apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap

pengetahuan responden tes sebelum dilaksanakan pada 22-23 Juli 2017

dengan mengunjungi rumah responden satu per satu. Setelah dilakukan tes

sebelumnya maka peneliti memberikan Health Education diwaktu bersamaan.

Pada 29-30 Juli 2017, peneliti melakukan tes sesudah berupa penyebaran

kuesioner kembali dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang

pemilihan penolong persalinan pada pasangan usia subur (PUS) di Dusun

Patinia , sebagai tolak ukur apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh

terhadap pengetahuan responden.


Hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan pasangan usia subur

(PUS) di Dusun Patinia sebelum diberikan Health Education yaitu yang

bepengetahuan baik hanya 2 orang (3.1%), sedangkan yang berpengetahuan

cukup 3 orang (4.7%) dan yang berpengetahuan kurang mencapai 59 orang

(92.2%), dan terjadi peningkatan setelah diberikan Health Education yaitu

yang berpengetahuan baik meningkat menjadi 30 orang (46.9%), sedangkan

yang berpengetahuan cukup 18 orang (28.1%) dan yang berpengetahuan

kurang menurun menjadi 16 orang (25.0%)


Hasil analisa data menujukkan terdapat peningkatan rata-rata

pengetahuan responden antara tes sebelum dan tes sesudah. Nilai median tes

sebelum adalah 3.50 sedangkan tes sesudah adalah 11.00. Nilai median

pengetahuan meningkat sebesar 7.5, maka dapat disimpulkan pengetahuan

pasangan usia subur ini memiliki pengetahuan kurang pada tes sebelum karena

masih kurangnya informasi yang diperoleh tentang pemilihan penolong

persalinan dan terjadi peningkatan setelah diberikan Health Education. Saat


dilakukan tes sebelum diberikan Health Education didapatkan dua orang

responden yang bisa menjawab benar sampai 13 pertanyaan dari 15

pertanyaan yang disediakan sehingga dapat disimpulkan keduanya mempunyai

pengetahuan baik. Kedua responden tersebut merupakan sepasang suami istri

yang baru saja memiliki anak berusia 1 bulan. Berdasarkan hasil wawancara

lebih lanjut, mereka berdua mengaku bahwa pada saat setelah sang istri

melahirkan, mereka pernah mendapatkan pendidikan kesehatan dari bidan

desa pohon batu tentang persalinan dan perawatan pasca persalinan. Saat

dilakukan tes sesudah diberikan Health Education didapatkan hasil bahwa

masih saja ada responden yang bepengetahuan kurang bahkan mencapai 16

orang dari 64 responden dan bahkan ada yang hanya bisa menjawab 1 jawaban

benar dari 15 pertanyaan yang disediakan. Hal ini karena ada 7 responden

yang tidak pernah menempuh bangku pendidikan dan 27 responden hanya

tamat Sekolah Dasar, sehingga menyebabkan ada yang masih belum bisa

membaca dan bahkan ada yang tidak bisa berbahasa indonesia. Peneliti sempat

menggunakan penerjemah kepada mereka yang tidak bisa berbahasa indonesia

untuk memudahkan peneliti dalam menerjemahkan isi pertanyaan kedalam

bahasa daerah buano. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qomariah (2013)

bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka akan

semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya, sehingga akan mempengaruhi

sikap dan perilaku seseorang.


Dari hasil penelitian jika dihubungkan dengan pengaruh Health

Education tentang pemilihan penolong persalinan oleh pasangan usia subur,


maka pasangan yang mendapatkan Health Education akan memiliki tambahan

pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga mereka memahami

pentingnya persalinan oleh tenaga kesehatan dan nantinya mampu mengambil

tindakan dalam memilih penolong persalinan sesuai dengan pengetahuan yang

mereka peroleh pada waktu mendapatkan penyuluhan tentang penolong

persalinan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlina

(2007) yang menyatakan bahwa penyuluhan kesehatan tentang desa siaga

dengan pemilihan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan memiliki

hubungan, karena ibu yang mendapatkan penyuluhan kesehatan akan

memperoleh tambahan pengetahuan yang lebih luas sehingga ibu hamil akan

memahami pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Berbeda

dengan ibu yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan ibu hamil tidak

memperoleh tambahan pengetahuan sehingga kurang memahami tentang

manfaat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.


Berdasarkan pengamatan dilapangan, salah satu penyebab rendahnya

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Dusun Patinia dikarenakan

adanya persepsi atau pemahaman bahwa bersalin di dukun beranak merupakan

sesuatu tradisi yang sudah turun-temurun sehingga dapat dipercayai aman.

Padahal perilaku kesehatan yang diharapkan adalah pasangan usia subur

(PUS) memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Sehingga

komplikasi yang mungkin terjadi pada saat bersalin dapat ditangani dengan

baik (Iriawanti, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Seknun (2016) yang

berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ibu Dalam Pemilihan

Penolong Persalinan Di Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat Kabupaten


Seram Bagian Barat Tahun 2016” menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan

keluarga terutama pasangan suami istri terhadap pemanfaatan tenaga

kesehatan dan pelayanan kesehatan. Sehingga masih banyak ibu hamil

memilih melahirkan di dukun beranak.


Sebelum menetukan uji analisis data yang digunakan untuk mengukur

pengaruh Health Education terhadap perubahan tingkat pengetahuan, peneliti

melakukan uji normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov (n≥50). Bila data

didapatkan terdistribusi normal uji analisis data yang digunakan adalah uji

parametric yaitu Uji T berpasangan, tetapi bila data tidak terdistribusi normal

selanjutnya yang harus dilakukan yaitu mentransformasi data, jika data

berdistribusi tidak normal maka uji yang digunakan adalah uji non parametric

Wilcoxon. Didapatkan Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pengetahuan

sebelum data ditransformasi p value tes sebelum yaitu 0.000 dan tes sesudah

yaitu 0.000. Karena nilai p value < 0.05 maka dapat dinyatakan data tidak

berdistribusi normal. Sehingga analisi data pengaruh health education tentang

pemilihan penolong persalinan menggunkan uji non parametric Wilcoxon.


Dari hasil uji wilcoxon menunjukkan 6 responden pengetahuan

menurun, 52 responden pengetahuan meningkat dan 6 responden pengetahuan

tetap. 6 responden yang mengalami penurunan pengetahuan sesudah diberikan

Health Education dikarenakan responden mengalami kekeliruan antara isi

materi yang disampaikan peneliti dengan isi materi yang persepsikan

responden. Selama memberikan Health Education, peneliti selalu

menggunakan kosa-kata bahasa yang sesederhana mungkin dan juga telah

memberikan materi dalam bentuk leaflet (selebaran) agar isi materi bisa dapat
mudah dimengerti oleh responden. Tetapi karena responden banyak yang

memiliki tingkat pendidikan yang rendah maka mengakibatkan responden

kurang mampu menangkap isi materi yang disampaikan peneliti sehingga

mengakibatkan 6 responden mengalami penurunan pengetahuan.


Tindakan seseorang dalam menghadapi suatu masalah mencerminkan

tingkat pengetahuannya, dimana orang tersebut dapat memahami suatu

masalah secara komperhensif dan menginterprestasikannya secara benar, serta

mampu menganalisa dan mengevaluasinya. Dengan kemampuan

pengetahuannya seseorang akan mampu mengambil tindakan secara lebih baik

(Notoatmodjo, 2013). Pemahaman pasangan usia subur (PUS) akan pemilihan

penolong persalinan menjadi bekal untuk nantinya lebih selektif dalam

memilih penolong persalinan yang aman. Namun keterbatasan pengetahuan

dapat membuat pasangan usia subur memilih penolong persalinan yang bukan

dari tenaga kesehatan bahkan yang belum terlatih. Hal ini dapat ditangani

dengan diberikannya informasi melalui Health Education, karena kemudaahan

dalam suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk

memperoleh pengetahuan yang baru dan juga sebagai salah satu cara untuk

mengurangi atau mencegah pemilihan penolong persalinan yang bukan tenaga

kesehatan dan tidak terlatih.


4.3 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti meghadapi keterbatasan yaitu ada

beberapa responden yang tidak bisa membaca dan berbahasa indonesia

sehingga kesulitan dalam pengisian kuesioner.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya dapat disimpulkan antara lain yaitu :


1. Pengetahuan pasangan usia subur (PUS) di Dusun Patinia sebelum

diberikan Health Education tertinggi yaitu yang berpengetahuan kurang

mencapai 59 orang (92.2%).


2. Pengetahuan pasangan usia subur (PUS) di Dusun Patinia sesudah

diberikan Health Education tertinggi yaitu yang berpengetahuan baik

mencapai 30 orang (46.9%)


3. Ada pengaruh Health Education tentang pemilihan penolong persalinan

pada pasangan usia subur (PUS) di Dusun Patinia Kecamatan Seram Barat

Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2017.


5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disampaikan

saran-saran kepada pihak terkait, yaitu sebagai berikut :


1. Bagi Pasangan Usia Subur (PUS)
Diharapkan pasangan usia subur (PUS) lebih selektif lagi dalam
memilih penolong persalinan yang aman. Usahakan persalinan dibantu

oleh tenaga kesehatan sehingga apabila terjadi komplikasi pasca persalinan

dapat ditangani dengan sesegara mungkin.

2. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan


Diharapkan Puskesmas dan Dinas Kesehatan dapat memberikan

konstribusi dalam evaluasi program penggunanan pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan professional. Sehingga pelayanan kesehatan

professional dapat terjangkau di seluruh pelosok negeri.


3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Disarankan untuk melakukan observasi dengan cermat saat melakukan

studi pendahuluan untuk mengukue sejauh mana tingkat pengetahuan

masyarakat agar lebih tepat sasaran pada saat memberikan materi yaitu

sesuai dengan kebutuhan mereka.


b. Perlu adanya penelitian yang menghubungkan antara pengaruh health

education mengenai pemilihan penolong persalinan terhadap sikap

masyarakat tantang masalah penolong persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia,L. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan


Penolong Persalinan. Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK:
Universitas Negeri Gorontalo

Arikunto,S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Dinkes Provisnsi Maluku (2014). Profil Kesehatan Provinsi Maluku. Ambon:


Dinas Kesehatan Provinsi Maluku

Depkes RI. (2010). Indikator Indonesia Sehat 2015 Pedoman Penetapan


Indikator Propinsi Sehat Dan Kabupaten / Kota Sehat. Jakarta :
Depkes RI

Dewi,W.S. (2012). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Program


Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Terhadap Pemilihan Penolong Persalinan Oleh Ibu Hamil Di
Desa Karangsari Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut
Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat :
Universitas Indonesia

Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat. (2015). Profil Kesehatan


Kabupaten Seram Bagian Barat

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes). (2015). Riset Kesehatan


Dasar.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI

Lumi, V.Y.A.(2014). Hubungan Pendidikan Ibu Dan Pendapatan Keluarga


Dengan Penggunaan Pelayanan Persalinan Tenaga Kesehatan
Profesional.Tesis. Program Pascasarjana: Universitas Sebelas
Maret,Surakarta

Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineke Cipta, Jakarta

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Penerbit Salemba


Medika : Jakarta

Permatasari,Ariesta. (2012). Hubungan Antara Pengetahuan Faktor Risiko


Kehamilan Dan Jenis Persalinan Di RSUD Dr.Moewardi.
Skripsi. Fakultas Kedokteran:Universitas Sebelas Maret

Qomariah, N (2013). Pengaruh Peer Education Kesehatan Tulang Terhadap


Tingkat Pengetahuan padaSiswa SMP Muhammadiyah 17
Ciputat. Program Studi Ilmu Keperawatan : Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

Rahayu,I.B.(2016). Pengaruh Health Education Terhadap Perubahan tingkat


Pengetahuan Aborsi Pranikah Pada Remaja Putri Di SMA
Negeri 1 Kairatu.Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Maluku Husada

RISKESDAS. (2013). Pelayanan Kesehatann Masa Kehamilan, Persalinan, Dan


Nifas. Badan Penelitian Dan Penegmbangan Kesehatan :
Kementrian Kesehatan RI.

Rochayah,Siti. (2012). Hubungan Kelas Ibu Hamil Dengan Pemilihan Penolong


Persalinan Di Wilayah Puskesmas Bruno Kabupaten Purworejo
Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
:Universitas Indonesia
Rumadaul,D.S. (2015). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Berbasis Teori Health
Belief Modal(HBM) Terhadap Pengetahuan,Sikap Berobat Dan
Perilaku Minum Obat Klien TB Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Perawatan Bula Kecamatan Bula Kabupaten Seram
Bagian Timur. Skripsi. Program Studi Keperawatan : Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Maluku Husada

Seknun,I.S. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ibu Dalam


Pemilihan Penolong Persalinan Di Dusun Patinia Kecamatan
Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat. Skripsi. Program
Studi Ilmu Keperawatan: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKes) Maluku Husada

Septiana. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat


Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Di SMP
Islam Ruhama Ciputat. Skripsi. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan :
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik-BPS) National Population and Family


Planning Board (BKKBN), and Kementrian Kesehatan
(Kenenkes-MOH), and ICF International. (2013). Indonesia
Demographic and Health Survey 2012. Jakarta,Indonesia: BPS,
BKKBN,Kemenkes, and ICF International.

Sufiawati,W.(2012).Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Tenaga


Penolong Persalinan Di Puskesmas Cibadak Kabupaten Lebak
Provinsi Banten. Skripsi. Program Studi Sarjana Kesehatan
Masyarakat : Universitas Indonesia.

Sugiyono.(2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif-


Kualitatif. Penerbit Alfabeta : Bandung

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). (2012). Kesehatan


Reproduksi. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pusat Statistik,
Kementrian Kesehatan, MEASURE DHS, ICF international

Wibowo, A.E. (2012) Aplikasi Praktis SPSS dalam Penelitan. Penerbit Gava
Media : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai